KETERLIBATAN NEGARA MENGAWAL HAK KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERIBADAH DITENGAH PLURALISME MASYARAKAT INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
Ringkasan Putusan.

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

PEMIDANAAN TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

{mosimage}muhammad Rahmat Kurnia Ketua Lajnah Fa'aliyah DPP HTI

I. PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat (2) disebutkan, bahwa Negara menjamin

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

Pentingnya Keterlibatan Komnas Perempuan dalam Judicial Review UU Penodaan Agama

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti negara Indonesia adalah negara yang

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

Oleh: Abdul Hakim G Nusantara SH, LLM. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

BAB V PENUTUP. merumuskannya dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Ringkasan Putusan.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008

RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Hal tersebut dibuktikkan dengan

11MKCU. PENDIDIKAN PANCASILA Makna dan aktualisasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan bernegara. .Drs. Sugeng Baskoro, M.M.

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. harmoni kehidupan umat beragama di Indonesia. 1. Syiah di Sampang pada tahun 2012 yang lalu.

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 15/PUU-X/2012 Tentang Penjatuhan Hukuman Mati

RINGKASAN PUTUSAN.

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)

HAK ASASI MANUSIA. Pengertian HAM

KEP- 033/A/JA/6/2008,

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XV/2017 Kewenangan Pemerintah dalam Menetapkan Aliran Kepercayaan Terlarang

ATAU BERKEPERCAYAAN. Nicola Colbran Norwegian Centre for Human Rights. Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PNPS TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HAK KEBEBASAN BERAGAMA

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 032 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

MAKALAH. HAM dan Kebebasan Beragama. Oleh: M. syafi ie, S.H., M.H.

I. PENDAHULUAN. menganut agama sesuai dengan keinginannya. Berlakunya Undang-Undang

Oleh: Robi Dharmawan, S. IP. Pusat Studi HAM Surabaya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat material atau sosiologi, dan/atau juga unsur-unsur yang bersifat. Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghuchu.

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena

PENERAPAN SILA PERTAMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

AGAMA DAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN. identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI JAWA TIMUR

PERLINDUNGAN HAK PROFESI AKUNTAN PUBLIK Dr. Muchamad Ali Safa at, S.H., M.H.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. POKOK PERKARA Pengujian Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terhadap UUD 1945.

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

HAK KEBEBASAN BERAGAMA ATAU BERKEPERCAYAN 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA: Perspektif Sosiologis. Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel

Menyoal Delik Penodaan Agama dalam Kasus Ahok. Husendro Hendino

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beragam agama, etnis, dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah Negara yang berdiri berlandaskan Pancasila

BAB III SANKSI HUKUM TERHADAP PELAKU PENODAAN AGAMA DALAM KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA

PANCASILA & KEBEBASAN BERAGAMA STMIK AMIKOM Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

Pancasila dan Budaya. STMIK Amikom Yogyakarta. oleh : Rossidah ( Kelompok A ) D3 Manajemen Informatika. pembimbing :

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

Bartima Oktavia Bahar Nim: E

BAB I PENDAHULUAN. beragama itu dimungkinkan karena setiap agama-agama memiliki dasar. damai dan rukun dalam kehidupan sehari-hari.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.

BAB XIII GEREJA DI ANTARA PLURALITAS

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

TUGAS AKHIR MATA KULIAH PANCASILA IMPLEMENTASI SILA PERTAMA TERHADAP PEMBANGUNAN TEMPAT IBADAH

Pancasila Modul ke: Makna dan aktualisasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan bernegara (Politik, ekonomi, sosialbudaya,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XV/2017 Produk Halal

BAHAN TAYANG MODUL 9

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

PENGGUGAT dengan ini hendak mengajukan GUGATAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM terhadap:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang menganut sistem Demokrasi, kata tersebut

Transkripsi:

100 KETERLIBATAN NEGARA MENGAWAL HAK KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERIBADAH DITENGAH PLURALISME MASYARAKAT INDONESIA Oleh : Heru Drajat Sulistyo Fakultas Hukum Universitas Soerjo Ngawi A. ABSTRACT The first principleof Pancasila, the Almighty GodimpliesanyIndonesianmanshallrespectall religions and beliefsof others, because itis the right ofeverypersontochoose, embraceandpracticetheir religionfreely without interferencefromother parties. Freedom of religionandworshipin Indonesia isguaranteedinlegislation, althoughin reality there areconflicts betweenandinter-religious. This type of researchis anormativejuridicalempirically.the purposeof thisstudywastodetermine the relationshipbetweenthe stateandreligioninindonesia, andtoknowthe freedom of religionandworshipinindonesia. The relationship betweenthe StateandReligioninIndonesia isable tointerferein thereligioustangin the form oflegislation.therejuaminaninvitationinthe form ofregulationsto implementthe freedom of religionandworship B. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebebasan beragama dan beribadah di Indonesia masih menjadi barang mahal, hal ini terbukti masih ada kekerasan, konflik dan radikalisme di kalangan umat beragama, juga terjadi adanya aturan hukum yang dinilai oleh sebagian penduduk beragama belum menjamin hak beragama dan beribadahnya. Kebebasan beragama dan beribadah di Indonesia telah dijamin dalam peraturan perundangundangan, walaupun dalam kenyataannya konflik berlatar belakang atau mengatas namakan agama masih sering terjadi dalam masyarakat. Kebebasan beragama dan beribadah disatu sisi dan larangan penodaan agama disisi yang satunya, merupakan dua hal yang saling bersinggungan. Adanya judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU No.1/PNPS/Thn.1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dapat dilihat dari sisi Pemohon maupun Pendukung UU ini.dari sisi pemohon, UU ini telah merampas kebebasan beragama dan beribadah.alasannya, selama ini telah banyak terjadi justifikasi penyesatan terhadap kelompok

minoritas penganut agama.mereka yang memiliki penafsiran lain terhadap ajaran agama dianggap sesat dan menyesatkan dan secara hukum di tuduh telah melakukan penistaan, penodaan, pelecehan terhadap agama, pada hal mereka melakukan itu atas dasar keyakinan mereka sendiri. Disisi Pendukung UU ini, larangan penodaan agama merupakan alat untuk menjaga kebebasan beragama dan beribadah, karena menjalankan kebebasan beragama dan beribadah harus ada kontrolnya.alat kontrolnya adalah dalam menjalankan kebebasan beragama dan beribadah harus ada syarat-syaratnya. Adanya persyaratan ini, seseorang tidak boleh menjalankan kebebasan beragama dan beribadah dengan menodai ajaran agama lain. 2. Perumusan Masalah a. Bagaimanakah hubungan antara negara dengan agama di Indonesia? b. Bagaimanakah jaminan terhadap hak atas kebebabasan beragama dan beribadah di Indonesia? 3. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui hubungan antara negara dengan agama di Indonesia. b. Untuk mengetahui adanya jaminan terhadap hak atas kebebabasan beragama dan beribadah di Indonesia. C. TINJAUAN PUSTAKA 1. Hak Konstitusional Masyarakat 101 Menurut Sri Soemantri, mengutip Mr.J.G. Steenbeek (Sri Soemantri Sri Soemantri 2006:59), menyatakan secara umum konstitusi memuat tiga hal pokok, yaitu adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga Negara, ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu Negara yang bersifat fundamental, dan adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan suatu Negara yang bersifat fundamental. Selanjutnya menurut Dahlan Thaib dkk (Dahlan Thaib 2008:1) Dengan adanya paham mengenai pembagian kekuasaan dan perlindungan hak asasi manusia maka bisa disebut bahwa suatu konstitusi yang berpemua tindakan atau paham konstitusionalisme. Dengan kata lain, semua tindakan atau perilaku seorang atau penguasa berupa kebijakan yang tidak berdasarkan atau menyimpangi konstitusi berarti tindakan tersebut tidak konstitusional. Jadi penguasa dalam mengeluarkan kebijakan harus mendahulukan hak-hak konstitusional masyarakat agar kebijakan tersebut mempunyai sifat melindungi masyarakat. 2. Adanya Dinamika Kekerasan Agama dan Pluralisme Telah ada peraturan perundangan yang mengatur kebebasan beragama dan beribadah, namun kenyataannya kekerasan atas nama agama tetap saja terjadi dalam masyarakat. Mohammad Ridwan (Mohammad Ridwan 2007:45) saat Situbondo Jawa Timur, yang dihuni

masyarakat berkarakter keras, diguncang oleh kekerasan dan penghancuran sejumlah gereja, asumsi yang langsung mengedepan adalah Situbondo dilanda konflik antar pemeluk agama atau Situbondo dilanda konflik antar pemeluk agama, atau Situbondo terjangkit ketidakharmonisan antar pemeluk agama atau pluraslisme agama telah menjadi akar penyebab terjadinya dan maraknya kekerasan. Masyarakat Indonesia dibenturkan dengan menempatkan pluralisme agama sebagai salah satu sumber konflik sosial.pada hal adanya pluralisme sebagai suatu kenyataan, pluralisme sebagai modal untuk membangun kerukunan dan mewujudkan masyarakat beradap. Menurut Alwi Shihab (Alwi Shihab 1997:40) ada tiga tesis pluralisme, pertama, pengertian pluralisme agama adalah tiap pemeluk agama dituntut bukan saja mengakui keberadaan dan hak agama lain, tetapi terlibat aktif dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan guna tercapainya kerukunan dan kebhinenekaan. Kedua, pluralisme harus dibedakan dengan kosmopolitanisme.kosmopolitanisme menunjuk pada suatu realisme dimana aneka ragam agama, ras dan bangsa hidup berdampingan di suatu lokasi.namun interaksi antar penduduk amat minim.ketiga, seorang pemeluk agama yang hidup dalam realitas pluralismetidak boleh menganalinasikan diri dan menempuh jalan uzlah (mengasingkan diri) yang mengakibatkan komunikasi dengan 102 sesama atau lintas pemeluk agama menjadi rusak.manusia harus merealisasikan diri secara sosiologis untuk menjadi pilar dan arsitek moral teologis yang mampu menghadirkan nuansa keharmonisan dan kebahagiaan sesamanya. Tanpa humanitas ini, manusia tidak akan memperolehkebermaknaan keberagamannya. Menurut Mohammad Mahfud (Mohammad Mahfud 2009:22) Tidak disebut beriman diantara kalian, sehingga mencintai sesamanya sebagaimana mencintai dirinya sendiri, demikian sabda Nabi Muhammad SAW. Sabda itu mengajarkan manusia untuk membangun relasi social universal, yang masing-masing diri berkewajiban berlomba saling mencintai, tidak saling menempatkan diri sebagai sosok yang paling superior, predator, ningrat dan menentukan nasib sesamanya. Meski ada sesama yang berbeda agama, tidak lantas dialinasikan dan dibenci, tetapi sebaiknya dicintai dan disayangi. 3. Kebebasan Beragama dan Beribadah dalam Perspektif Islam Kebebasan beragama dan beribadah, dapat dirujuk dalam Surat Al-Baqarah (2):256, yaitu: tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. Menurut Quraish Shihab (Quraish Shihab 2007:255), yang dimaksud dengan tidak ada paksaan dalam menganut agama

adalah menganut aqidahnya. Ini berarti jika seseorang telah memilih suatu aqidahnya, maka ia terikat dengan tuntunan-tuntunannya, di berkewajiban melaksanakan perintah-perintahnya. tidak ada paksaan dalam menganut keyakinan agama berarti Allah menghendaki agar setiap orang merasakan kedamaian. Kedamaian tidak dapat diraih kalau jiwa tidak damai.paksaan menyebabkan jiwa tidak damai, karena itu tidak ada paksaan dalam menganut keyakinan. 4. Adanya Klaim Kebenaran Untuk Melakukan Kekerasan Menurut Mohammad Mahfud(Mohammad Mahfud 2009:23), masih ada komunitas beragama yang terseret pada sikap eksklusif, mengutamakan klaim kebenara (truth claims), arogansi etnis dan utamanya keserakahan kekuasaan, dendam dan fraksifraksi politik yang dibenarkan melalui pola manipulative dokrin agama. Selanjutnya Alwi Shihab (Alwi Shihab 1997:40), di Bosnia misalnya, umat-umat ortodok, Katolik dan Islam saling membunuh. Di Irlandia Utara umat Katolik dan Protestan saling bermusuhan. Di Timur Tengah, Ketiga cucu Nabi Ibrahim AS, umat Yahudi, Kristen dan Islam salng menggunakan bahasa kekerasan. Di Sudan, senjata dijadikan alat komunikasi antara umat Islam dan Kristen. Di Kasmir, umat Hindu dan Islam saling berlomba untuk berkuasa secara deskrutif. Yang menyayat hati, ketegangan antar pemeluk agama ini telah 103 menjadikan agama sebagai elemen utama dalam mesin penghancur manusia, suatu kenyataan yang sangat bertentangan dengan ajaran semua agama diatas permukaan bumi. Doktrin agama tidak pernah mengajarkan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap pemeluk agama lain, sebaliknya doktrin agama selalu mengajarkan agar umatnya saling menyayangi, melindungi, tolong menolong dan seterusnya. Menurut Pendeta A.H.L. Lowing dikutip Sidik Maulana (Sidik Maulana 2009:4), pada umumnya massa yang menjadi sasaran tersebut masuk pada kategori rentan, gampang dipengaruhi dan tanpa pikir panjang. Sebab tidak mampu lagi mengendalikan emosi diri dan mudah melakukan berbagai perbuatan kejahatan seperti perusakan dan pembakaran rumahrumah ibadah dan berbagai fasilitas umum lainnya. D. METODE PENELITIAN Menurut Setiono (2005:3) metode adalah alat untuk mencari jawab. Jadi menggunakan suatu metode (alat) harus mengetahui dulu apa yang dicari. Selanjutnya Abdul Kadir Muhammad(Abdul Kadir Muhammad 2004:7) penelitian adalah terjemahan dari istilah bahasa Inggris research, yang terdiri dari re dan search artinya mencari.jadi research atau penelitia adalah kegiatan mencari ulang, mengungkapkan kembali gejala

atau kenyataan yang sudah ada untuk direkontruksi dan diberi arti guna memperoleh kebenaran yang dipermasalahkan.metode penelitian digunakan untuk mengumpulkan data guna mendapat jawaban atas pokok permasalahan, sehingga data yang diperoleh dari penelitian dapat dipertanggungjawabkan dan tidak menyimpang dari pokok permasalahan. 1. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder (bahan pustaka), maka tipe penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Menurut Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji (2004:13) penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. 2. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif.soerjono Soekamto dan Sri Mamudji (2004:7) pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang bertitik tolak dari ketentuan peraturan perundang-undangan dan diteliti dilapangan untuk memperoleh faktor pendukung dan hambatan-hambatannya. 3. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka, dokumen dan arsip 4. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 104 sumber data sekunder, yang terdiri : a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan yang ada hubungannya dengan hak kebebasan beragama dan beribadah. b. Bahan hukum sekunder, seperti buku-buku, jurnal. 5. Analisa Data Menurut Lexy J. leong (1990:3) analisis data adalah proses mengatur urutann data mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Model analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu data yang terkumpulkan kemudian dikelompokan selanjutnya dihubungkan satu sama lainnya sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan bermakna serta dilakukan penilaian-penilaian kualitatif (non statistik). E. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 1. Hubungan Antara Negara Dengan Agama di Indonesia Pancasila sebagai dasar Negara, yang rumusan autentiknya terdapat dalam Pembukaan Alinea keempat UUD 1945.Sila Pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai dasar rohani dan dasar moral kehidupan bangsa, juga mengandung ajaran toleransi beragama. Adanya Sila Pertama Pancasila, berarti setiap manusia di Indonesia

berkewajiban untuk menghormati agama dan kepercayaan orang lain. Juga dapat diartikan menjadi hak setiap orang untuk memilih, memeluk dan menjalankan ajaranajaran agamanya tanpa gangguan dan mengganggu pihak lain.dengan adanya Sila Pertama Pancasila maka paham atheisme dilarang di Indonesia, juga larangan melakukan penodaan agama. Negara memberikan kebebasan beragama dan beribadah sebagaimana diatur Pasal 28E ayat (1), dan Pasal 29 UUD 1945. Pasal 28E ayat (1), sebagai berikut : (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Pasal 29 UUD 1945, sebagai berikut : (1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu. Menurut Yusril Ihza Mahendra (Yusril Ihza Mahendra 1996:105), Pasal 29 UUD 1945 dilihat dari sudut teologi keagamaan, yaitu kebebasan untuk memeluk agama itu bersifat transenden (bersumber dari Tuhan) yang memberikan kebebasan pada manusia untuk 105 memeluk agama-agama secara bebas tanpa paksaan dari siapapun, selain itu Pasal 29 mengatur dengan tegas kebebasan memeluk agama bukan kebebasan untuk tidak menganut agama. Selanjutnya menurut Ismail Sunny (Ismail Sunny 1982:87), hubungan antara 2 (dua) ayat dalam dalam Pasal 29 yaitu bahwa.agama dan kepercayaan yang boleh diberi hak di Negara Repulik Indonesia adalah agama dan kepercayaan yang tidak bertentangan atau membahayakan dasar negara Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan paham atheisme secara tegas membahayakan terhadap sila Ketuhanan Yang Maha Esa, karena paham tidak bertuhan itu bertujuan menghapuskan kepercayaan terhadap Tuhan. Hubungan antara Sila Pertama Pancasila dengan Pasal 28E ayat (1), dan Pasal 29 UUD 1945 dalam hal kebebasan beragama dan beribadah di Indonesia, yaitu kebebasan beragama dan beribadah didasarkan pada Sila Pertama Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa yang kemudian menjiwai Pasal 28E ayat (1), dan Pasal 29 UUD 1945. Indonesia adalah Negara Hukum, sebagaimana pendapat Azhary yang menyatakan unsurunsur Negara Hukum Indonesia (Azhary 1995:143) sebagai berikut: a. Hukumnya bersumber pada Pancasila; b. Berkedaulatan rakyat; c. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi;

d. Persamaan dalam hukum dan pemerintahan; e. Kekuasaan Kehakiman yang bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya; f. Pembentukan undang-undang oleh Presiden bersama-sama dengan DPR; g. Dianutnya sistem DPR. Oemar Seno Adji (Oemar Seno Adji 1985:38) menyampaikan salah satu ciri Negara Hukum Indonesia adalah tidak adanya pemisahan yang rigid dan mutlak antara agama dan negara, karena agama dan negara berada dalam hubungan yang harmonis. Menurut Muhammad Tahir (Muhammad Tahir Azhari 1992:69), satu ciri Negara Hukum Indonesia adalah adanya hubungan yang erat antara agama dengan negara yang bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa, selanjutnya Muhammad Tahir (Muhammad Tahir 1992:74) menyampaikan Negara Hukum Pancasila tidak boleh terjadi pemisahan antara agama dan Negara baik secara mutlak maupun secara nisbi karena hal itu akan bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Jadi hubungan antara Negara dengan agama di Indonesia sebagai berikut : Indonesia adalah Negara Hukum yang dalam penyelengaraan negara dijiwai oleh Pancasila, tetapi Indonesia bukan negara agama, juga bukan negara sekuler dan terjadi hubungan yang erat antara negara dan agama, sehingga negara dapat mengatur agama dalam hal ajaran agama memerlukan campur tangan 106 negara, pengaturan tersebut berbentuk peraturan perundangundangan. 2. Jaminan Terhadap Hak Atas Kebebasan Beragama dan Beribadah Di Indonesia. Kebebasan beragama dan beribadah atau kebebasan beragama (freedom of religion) adalah salah satu hak asasi manusia yang paling mendasar (basic).hak atas kebebasan beragama telah diakui oleh masyarakat dunia sebagai hak individu yang melekat secara langsung pada setiap manusia, yang wajib dilindungi, diakui, dihormati, oleh pemerintah, negara, dan setiap manusia demi kehormatan dan melindungi harkat dan martabat manusia. Jaminan kebebasan beragama dan beribadah atau kebebasan beragama (freedom of religion) tidak bersifat absolut atau mutlak, melainkan kebebasan yang terbatas atau terikat oleh batasan-batasan hak-hak beragama pihak lain. Pembatasan atas kebebasan beragama dan beribadah melalui atauran yang dibuat negara (regulasi) harus menjamin rasa keadilan, kedamaian, kesamaan derajat (egalitarian) antar pemeluk agama. Di Indonesia ada jaminan konstitusional untuk melaksanakan kebebasan beragama dan beribadahantara lain : a. Pasal 28E ayat (1) UUD 1945, menyatakan, Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,

memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. b. Pasal28I ayat (1) UUD 1945, menyatakan, Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. c. Pasal 29 ayat (2) UUD 1945, menyatakan, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. d. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia), yang mengatur kebebasan beragama dan beribadah, yaitu : (1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. e. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvenan Internasional (ICCPR yaitu International Convenant on Civil and Political Right), juga 107 memuat kebebasan beragama dalam Article 18 ICCPR.) f. Undang-undang Nomor 1 / PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang sudah diundangkan dengan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden sebagai Undang- Undang. g. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 Tentang Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), pada pasal 156a menyatakan, Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Undang-undang Nomor 1 /PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang sudah diundangkan dengan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden sebagai Undang-Undang telah diajukan permohonan pengujian (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (Putusan Mahkamah Kontitusi No. 140/PPU-VII/2009 : 3) oleh Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Masyarakat Berkeadilan (Imparsial), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Perkumpulan

Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Perkumpulan Pusat Studi HAM dan Demokrasi (Demos), Perkumpulan Masyarakat Setara, Yayasan Desantara, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Abdurrahman Wahid, Musdah Mulia, Dawam Rahardjo, KH. Maman Imanul Haq.Selanjutnya dalam amar putusannya Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya (Putusan Mahkamah Kontitusi No. 140/PPU-VII/2009:506). Mahkamah Konstitusi menyatakan (Putusan Mahkamah Konstitusi No. 140/PPU-VII/2009:300), bahwa dalam bentuk apapun, baik dilakukan perorangan maupun kelompok. Penodaan dan penyalahgunaan agama adalah tindakan yang tidak bias dibenarkan dalam pandangan hukum. Jadi tidak dibenarkan melakukan melakukan penistaan agama. Menurut Ismail Sunny (Ismail Sunny 1982:87), Undangundang No. 1/PNPS/1965 yang sudah diundangkan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969, merupakan langkah awal untuk menyelamatkan dan mengamankan Sila ke-tuhanan Yang Maha Esa, bahkan pengaturan ini harus dilanjutkan dengan membentuk UU lainnya yang mengatur lebih lanjut tentang jaminan hak atas kebebasan beragama dan beribadah yang dijiwai pembukaan dan UUD 1945. Pasal 1 Undang-undang Nomor 1/PNPS/1965menyatakan, Setiap orang dilarang dengan sengaja 108 dimuka umum menceriterakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupaikegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokokpokok ajaran agama itu. Hal yang diatur dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 1/PNPS/1965 tersebut sudah sesuai dengan Sila Pertama yaitu Ketuhanan Yang maha Esa, dan Pasal 29 UUD 1945 yang melarang melakukan penistaan, penodaan, penyalahgunaan agama di Indonesia, juga telah sesuai dengan Pasal 28E dan Pasal 28I UUD 1945 yang mengatur bahwa kebebasan beragama dan beribadah merupakan hak asasi setiap orang, sehingga dalam Undang-undang Nomor 1 / PNPS/1965 yang dilarang adalah melakukan kegiatan yang menodai, menista, atau menjalankan agama yang menyimpang dari pokokpokok ajaran agama tersebut. Dalam hubungannya dengan jaminan kebebasan beragama dan beribadah, maka pemerintah harus lebih bersungguh-sungguh, tidak hanya sekedar perkataan, akan tetapi yang lebih penting adalah perbaikan pengaturan yang terkait dengan kebebasan beragama dan beribadah agar tidak terjadi lagi kekerasan yang mengakibatkan korban jiwa. F. PENUTUP 1. Kesimpulan

a. Hubungan antara Negara dengan agama di Indonesia, yaitu Indonesia adalah Negara Hukum yang dalam penyelengaraan negara dijiwai oleh Pancasila, tetapi Indonesia bukan negara agama, juga bukan negara sekuler dan terjadi hubungan yang erat antara negara dan agama, sehingga negara dapat mengatur agama dalam hal ajaran agama memerlukan campur tangan negara, pengaturan tersebut berbentuk peraturan perundang-undangan. b. Di Negara Indonesia ada jaminan konstitusional untuk melaksanakan kebebasan beragama dan beribadah. 2. Saran-saran a. Hendaknya pemerintah menata hubungan yang baik antar dan inter pemeluk agama dengan membuat suatu regulasi (aturan) yang dapat mengakomodir semua pemeluk agama b. Kepada pemeluk agama hendaknya dalam menjalankan agama dan beribadah tetap ada batasan kebebasan yaitu seseorang tidak boleh menjalankan kebebasan beragama dan beribadah dengan menodai ajaran agama lain. c. Berhubung dalam masyarakat banyak timbul konflik inter agama Islam, maka wewenang melakukan penafsiran atas ajaran agama Islam hendaknya diserahkan 109 kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI), selanjutnya Pemerintah (Negara) yang melaksanakan penafsiran tersebut. Buku-buku DAFTAR PUSTKA Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004. Alwi Shihab, Islam Insklusif, Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama,Mizan,Bandung,1 997. Azhari, Negara Hukum Indonesia:Analisis Yuridis Normatif tentang Unsurunsurnya, UI-Press, Jakarta, 1995 Dahlan Thaib, dkk.,teori dan Hukum Konstitus, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008. Ismail Suny, Mencari Keadilan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982. Mohammad Mahfud, Islam Tanpa Darah, Islam membuka Jalan Rahma, Permata Hati, Malang,2009. Mohammad Ridwan, Agenda Kekerasan Agama (Model- Model Pelanggaran Hak beragama dibalik Jubah Agama, Titian Kalam, Suarabaya, 2007. Muhammad Tahir Azhari, Negara Hukum:Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam,

Implementasinya, pada Periode Negara Madinah dan Masa kini, Bulan Bintang, Jakarta, 1992. Oemar Seno Adji, Peradilan Bebas Negara Hukum, Erlangga, Jakarta, 1985. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,Volume 1, Lentera Hati Tangerang,2007. Setiono, Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum, UNS, Surakarta, 2005. Sidik Maulana, Beragama dengan Cerdas,LP-Progresif, Jakarta,2009. Soejono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Grafindo Persada, Jakarta, 2004. Sri Soemantri Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitus,PT Alumni, Bandung, 2006. Yusril Ihza Mhendra, Dinamika Tata Negara Indonesia:Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi Dewan Perwakilan Rakyat dan Sistem Kepartaia, Gema Insani Press, Jakarta, 1996 110 Undang-undang Nomor 1 / PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang sudah diundangkan dengan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvenan Internasional Putusan Pengadilan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 Perihal Pengujian Undangundang Nomor 1 / PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama terhadap UUD 1945. Peraturan perundang undangan Undang-undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

111