EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM YANG MELAYANI TRAYEK PINGGIRAN-PUSAT KOTA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS TUNDAAN PADA RUAS JALAN MAJAPAHIT KOTA SEMARANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TUGAS AKHIR

SEMARANG. Ngaliyan) Oleh : L2D FAKULTAS

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

EKSISTENSI ANGKUTAN PLAT HITAM PADA KORIDOR PASAR JATINGALEH GEREJA RANDUSARI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Transportasi di Indonesia mengalami perkembangan sangat pesat pada saat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

usaha pemenntah pusat maupun daerah dalam melaksanakan pembangunan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi yang sekarang selalu dihadapi kota-kota besar di Indonesia adalah

PEMODELAN DEMAND TRANSPORTASI DI KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Kecamatan Banyumanik) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk. Perkembangan transportasi pada saat ini sangat pesat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I-1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan Propinsi Kalimantan Barat baik dalam jumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengamatan Lapangan. Operasional Bus Damri Trayek Perumnas Banyumanik - Johar. Pengumpulan Data

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. pengoperasian fasilitas transportasi yang ada (Wahyuni.R, 2008 ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN KELAYAKAN TRAYEK ANGKUTAN UMUM DI PURWOKERTO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

PEMILIHAN MODA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) UNTUK KAWASAN URBAN SPRAWL KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Koridor Setiabudi dan Majapahit) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan zaman,

BAB. I. Pendahuluan I - 1 BAB I PENDAHULUAN

KARAKTERISTIK BANGKITAN DAN SEBARAN PERGERAKAN PENDUDUK PADA JALUR PERENCANAAN KERETA KOMUTER LAWANG-KEPANJEN DI MALANG RAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

BAB IV ANALISIS DATA. yang bertempat di Pool DAMRI jalan Tipar Cakung No. 39 Jakarta Timur.

BAB I PENDAHULUAN. pertahanan keamanan. Pertumbuhan sektor ini akan mencerminkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kota kota di Indonesia berkembang dengan pesat dalam pengertian

IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D

BAB III METODOLOGI. 3.1 Persiapan

ANALISIS SARANA ANGKUTAN UMUM BUS DAMRI DI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi yang mengakibatkan kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini berdampak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

KARAKTERISTIK PENGOPERASIAN ANGKUTAN OJEK SEBAGAI SARANA ANGKUTAN DI KOTA GUBUG TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang menunjang pergerakan baik orang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI RUTE ANGKUTAN UMUM PUSAT KOTA DALAM MENGURANGI BEBAN LALU LINTAS DI PUSAT KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan

ANALISA KECEPATAN KENDARAAN PADA RUAS JALAN BRIGJEN SUDIARTO (MAJAPAHIT) KOTA SEMARANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM)

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN

TINJAUAN KINERJA OPERASI KENDARAAN ANGKUTAN UMUM DI BANDAR LAMPUNG

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR. Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D

PERANAN ANGKUTAN PLAT HITAM DALAM MENDUKUNG AKTIVITAS PEREKONOMIAN DI KECAMATAN BATUWARNO KABUPATEN WONOGIRI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Angkutan umum sebagai bagian sistem transportasi merupakan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. luar datang ke Yogyakarta untuk sekedar berwisata maupun menetap untuk melanjutkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat kota Padang dalam menjalankan aktifitas sehari-hari sangat tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang. dan prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem setoran pada angkutan umum transportasi massa seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus ibukota dari Provinsi Jawa Barat yang mempunyai aktifitas Kota

BAB I PENDAHULUAN. Demak tidak dapat dilepaskan dari upaya untuk menunjang pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu obyek. Objek yang dipindahkan mencakup benda tak bernyawa seperti sumber daya alam,

BAB I PENDAHULUAN. pergerakan ini merupakan pergerakan yang umum terjadi pada suatu kota. memberikan suatu transportasi yang aman, cepat, dan mudah.

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. tertentu (Fidel Miro, 2004). Dewasa ini transportasi memegang peranan penting

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB II STUDI PUSTAKA STUDI PUSTAKA EVALUASI KINERJA OPERASIONAL ARMADA BARU PERUM DAMRI UBK SEMARANG TRAYEK BANYUMANIK - JOHAR

OPTIMALISASI UMUR GUNA KENDARAAN ANGKUTAN UMUM ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. memegang peranan penting dalam aspek kehidupan. Aspek-aspek kehidupan yang

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TARIF TOL

STUDI KINERJA PELAYANAN SISTEM ANGKUTAN KERETA REL LISTRIK JABODETABEK TUGAS AKHIR

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP

MODEL DINAMIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN BERDASARKAN PERKEMBANGAN GUNA LAHAN (STUDI KASUS KOTA SEMARANG) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. pergerakan manusia dan barang. Pergerakan penduduk dalam memenuhi kebutuhannya terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transportasi yang menghubungkan kota Magelang dengan sebagian wilayah

PENGARUH PERUBAHAN ARUS LALU LINTAS SATU ARAH TERHADAP KINERJA JARINGAN JALAN DI KAWASAN PUSAT KOTA SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan

Transkripsi:

EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM YANG MELAYANI TRAYEK PINGGIRAN-PUSAT KOTA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: NUGROHO MULYANTORO L2D 303 297 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2005

ABSTRAKS Kota Semarang berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Peningkatan jumlah penduduk di Kota Semarang menyebabkan semakin terbatasnya lahan di pusat kota, sehingga Kota Semarang cenderung berkembang ke wilayah pinggiran. Perkembangan wilayah pinggiran ini menuntut penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang mampu mendukung pergerakan komuter penduduk pinggiran menuju pusat kota. Dengan semakin berkembangnya daerah pinggiran dan masih tingginya ketergantungan wilayah pinggiran dengan pusat kota menyebabkan pergerakan wilayah pinggiran-pusat kota semakin meningkat. Pergerakan komuter dari pinggiran menuju pusat kota atau sebaliknya, didominasi oleh kendaraan pribadi. Tingginya kepemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi dalam pergerakan penduduk harus diimbangi dengan penyediaan dan peningkatan pelayanan jaringan jalan. Tetapi dengan terbatasnya lahan di perkotaan penambahan jaringan jalan sulit untuk dilakukan. Usaha lain yang dapat dilakukan adalah dengan penyediaan angkutan umum, dikarenakan angkutan umum bersifat massal, dengan kapasitas angkut yang lebih banyak dibandingkan kendaraan pribadi. Diharapkan dengan penggunaan angkutan umum mampu mengurangi volume lalu lintas dan tingkat pelayanan angkutan umum yang baik akan mampu mengurangi kecenderungan pengguna jalan untuk menggunakan kendaraan pribadi. Namun pengadaan angkutan umum ternyata menimbulkan permasalahan baru bagi sistem transportasi suatu kota. Kemacetan yang terjadi di Kota Semarang banyak disebabkan oleh ulah angkutan umum. Hal ini bukan hanya disebabkan oleh tingkat disiplin pengemudi yang rendah, tetapi juga sematamata dilakukan pengemudi untuk mendapatkan penumpang sebanyak mungkin. Melihat bahwa pendapatan pengemudi angkutan umum tergantung pada jumlah penumpang dan besaran tarif angkutan umum. Tetapi tarif angkutan umum yang ditetapkan pemerintah, seringkali kurang memperhatikan kondisi dan biaya operasional kendaraan (BOK) di setiap trayek yang sebenarnya berbeda antara satu trayek dengan trayek lainnya. Studi ini bertujuan mengevaluasi tarif angkutan umum yang melayani trayek pinggiran-pusat di Kota Semarang. Analisis yang digunakan dalam studi ini adalah; analisis tingkat pelayanan (level of services) dan analisis biaya operasonai kendaraan (BOK). Penelitian ini mengambil trayek Rejomulyo- Banyumanik dan Rejomulyo-Mangkang, dengan pertimbangan bahwa kedua trayek tersebut mewakili trayek angkutan umum yang melayani pergerakkan pinggiran-pusat kota dengan kondisi trayek berbukit dan datar. Berdasarkan hasil analisis diketahui tingkat pelayanan mobil penumpang umum menurut tingkat kepadatan, load factor dan persepsi pengguna tingkat pelayanan pada trayek Rejomulyo-Banyumanik lebih baik dibandingkan dengan trayek Rejomulyo-Mangkang. Terdapat dua kriteria pelayanan yang masih perlu ditingkatkan pada kedua trayek yaitu kecepatan (waktu tempuh) dan kenyamanan. Untuk perhitungan biaya operasional kendaraan total biaya operasional kendaraan/hari untuk trayek Rejomulyo-Banyumanik Rp 342.352,67 dan untuk trayek Rejomulyo-Mangkang Rp 259.495,90. Selisih total biaya operasional kendaraan antara trayek Rejomulyo-Banyumanik dan trayek Rejomulyo-Mangkang sebesar Rp 82.856,77 atau sebesar 24,20 %. Perhitungan biaya operasional per Km untuk trayek Rejomulyo-Banyumanik sebesar Rp 179,43 pnp/km dan trayek Rejomulyo-Mangkang sebesar Rp 105,18 pnp/km. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa biaya operasional kendaraan memiliki besaran yang sangat berbeda untuk kedua trayek tersebut. Hal ini harus menjadi pertimbangan dalam penetapan tarif bahwa sebenarnya kondisi masingmasing trayek berbeda. Dengan membandingkan hasil perhitungan biaya operasional kendaraan dan tarif resmi yang hanya sebesar Rp 72,00 Km/pnp, diketahui biaya operasional kendaraan lebih tinggi daripada tarif resmi sehingga wajar jika banyak terjadi pelanggaran tarif resmi yang dilakukan para sopir. Melihat bahwa pendapatan seorang sopir sangat tergantung terhadap besaran tarif dan jumlah penumpang, sehingga para sopir hanya berpikir mendapatkan penumpang sebanyak mungkin tampa memperhatikan pelayanan yang diberikan kepada penumpang. Pelayanan angkutan umum yang rendah ini menyebabkan semakin meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi terutama pada jalur-jalur penghubung pinggirangpusat kota, yang berakibat timbulnya titik-titik kemacetan pada ruas-ruas jalan tertentu seperti Jl. Siliwangi, Jl. Majapahit, Jl Kaligawe, Jl. Setia Budi dan Jl Soegiyopronoto. Dengan peningkatan pelayanan angkutan umum diharapkan akan dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, karena akan mendorong pemilik kendaraan pribadi (kelompok choice) beralih menggunakan angkutan umum. Peningkatan pelayanan angkutan umum dapat dilakukan dengan cara memberikan keuntungan yang lebih tinggi melalui penetapan struktur tarif yang relevan, sehingga bisa menutup biaya operasional kendaraan dan memberikan keuntungan bagi penyedia jasa angkutan umum. Kata kunci: tarif angkutan umum dan biaya operasional kendaraan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alami setiap kota akan selalu berkembang, perkembangan ini banyak dipengaruhi oleh aspek kependudukan. Kecenderungan yang terjadi dengan bertambahnya jumlah penduduk akan menyebabkan semakin terbatasnya lahan di pusat kota dan mendorong bergesernya penduduk ke wilayah pinggiran. Perkembangan wilayah pinggiran tentunya tidak bisa lepas dari pusat kota, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pergerakan yang mengarah ke kawasan pusat kota (komuter) yang berfungsi sebagai pusat kegiatan penduduk (Kusumantoro, 1994:30). Penduduk yang tinggal di wilayah pinggiran perkotaan pada umumnya melakukan perjalanan ke pusat kota untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan terhadap fasilitas perkotaan yang tidak tersedia atau pelayanan yang kurang di wilayah pinggiran. Ketergantungan penduduk pinggiran terhadap pusat kota akan berdampak terhadap peningkatan pergerakan penduduk, yang secara tidak langsung berdampak terhadap permintaan kebutuhan sarana perangkutan (transport demand). Perkembangan Kota Semarang tidak lepas dari meningkatnya jumlah penduduk. Pada tahun 1995 jumlah penduduk Kota Semarang sebesar 1.178.852 jiwa, kemudian pada tahun 2003 bertambah menjadi 1.378.261 jiwa atau bertambah 2,1 % per tahun (Kota Semarang dalam Angka, 2003). Peningkatan jumlah penduduk ini menyebabkan tingkat kepadatan di pusat kota terus meningkat yang akan berdampak pada semakin terbatasnya lahan di pusat kota. Terbatasnya lahan di pusat kota mendorong pemanfaatan wilayah pinggiran di Kota Semarang seperti wilayah Banyumanik, Mijen, Tugu, Pedurungan, Gunungpati dan Genuk. Dengan semakin berkembangnya wilayah pinggiran dan masih tingginya ketergantungan wilayah pinggiran dengan pusat kota menyebabkan tingkat pergerakan wilayah pinggiran-pusat kota selalu meningkat. Peningkatan pergerakan ini menyebabkan beberapa ruas jalan yang menghubungkan wilayah pinggiran-pusat kota memiliki intesitas lalu lintas yang cukup tinggi. Jalan-jalan seperti Jl. Siliwangi, Jl. Majapahit, Jl Kaligawe, Jl. Setia Budi dan Jl Soegiyopronoto selalu mengalami kemacetan terutama pada jam-jam puncak pagi dan sore hari karena pada jamjam tersebut pergerakan wilayah pinggiran-pusat kota meningkat. Kemacetan yang terjadi pada jalan-jalan tersebut disebabkan oleh semakin banyaknya penduduk yang menggunakan kendaraan pribadi. Pergerakan penduduk di Kota Semarang sekarang didominasi kendaraan pribadi sebesar 60 % (Rencana Induk Transportasi Kota Semarang, 2002:44). Hal ini terjadi karena pertumbuhan

perekonomian yang meningkat dan semakin rendahnya tingkat pelayanan angkutan umum di Kota Semarang. Rendahnya tingkat pelayanan angkutan umum disebabkan oleh sarana dan prasarana yang kurang mendukung, waktu tempuh yang cukup lama, jumlah penumpang melebihi kapasitas angkut, tingkat kenyamanan yang rendah, kondisi angkutan yang tidak laik jalan, dan sistem jaringan yang kurang memadai (Tamin, 2000:494). Tingginya kepemilikan dan penggunaan mobil pribadi dalam pergerakan penduduk harus diimbangi dengan penyediaan dan peningkatan pelayanan jaringan jalan. Tetapi dengan terbatasnya lahan di perkotaan penambahan jaringan jalan sulit untuk dilakukan. Usaha lain yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan penyediaan angkutan umum, dikarenakan angkutan umum bersifat massal, dengan kapasitas angkut yang lebih banyak dibandingkan kendaraan pribadi. Diharapkan dengan penyediaan angkutan umum akan mampu mengurangi volume lalu lintas dan dengan tingkat pelayanan angkutan umum yang baik akan mengurangi kecenderungan pengguna jalan untuk menggunakan kendaraan pribadi. Pengadaan angkutan umum ternyata menimbulkan permasalahan baru bagi sistem transportasi suatu kota. Kemacetan yang terjadi di Kota Semarang banyak disebabkan oleh ulah angkutan umum, seperti berhenti di sembarang tempat untuk menurunkan dan menaikkan penumpang, pengemudi angkutan umum yang sering melanggar peraturan lalu lintas dan cara mengemudi yang ugal-ugalan. Masalah ini bukan saja disebabkan oleh tingkat disiplin pengemudi yang rendah, tetapi juga semata-mata dilakukan pengemudi untuk mendapatkan penumpang sebanyak mungkin. Melihat bahwa pendapatan pengemudi angkutan umum tergantung pada jumlah penumpang dan besaran tarif angkutan umum. Tetapi tarif angkutan umum yang ditetapkan pemerintah seringkali kurang memperhatikan kondisi rute dan biaya operasional kendaraan (BOK) di setiap trayek, yang sebenarnya berbeda antara satu trayek dengan trayek lainnya. Akibatnya penyedia jasa angkutan umum menaikkan tarif di atas tarif resmi untuk menutup biaya operasional kendaraan dan mendapatkan keuntungan. Hal ini tentunya sangat merugikan pengguna angkutan umum yang sebagian besar merupakan kelompok ekonomi menengah-kebawah (Suara Merdeka, 10 Mei 2005). Kebijakan tarif angkutan umum di Kota Semarang dalam 4 tahun terakhir telah mengalami dua kali perubahan, dikarenakan terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kebijakan pertama Surat Keputusan Walikota No. 551.2/190/Th 2002 tanggal 11 Juni 2002 tentang penentuan tarif angkutan umum perkotaan dengan tarif berlaku sebesar Rp 900,00 per 8 km pertama dan akan mengalami kenaikan sebesar Rp 60,00/Km/penumpang. Kebijakan kedua dikeluarkan pada 7 Maret 2005 tarif angkutan umum menjadi Rp 1.200,00 per 8 Km pertama dan akan mengalami kenaikan sebesar Rp 72,00/Km/penumpang dikarenakan per 1 Maret 2005 harga BBM mengalami kenaikan 20 %. Kebijakan tarif ini berlaku untuk semua trayek angkutan umum yang ada di Kota Semarang, kecuali Perum Bis Damri.

Tarif resmi yang dikeluarkan Pemerintah Daerah Kota Semarang dengan menyamaratakan besarnya nilai tarif pada semua trayek dirasa sangat merugikan bagi trayek-trayek tertentu. Topografi Kota Semarang yang terbagi menjadi daerah dataran dan perbukitan, menyebabkan biaya operasional kendaraan akan berbeda. Besarnya biaya operasional kendaraan (BOK) dipengaruhi oleh bertambahnya biaya perawatan, pemeliharaan kendaraan dan peningkatan penggunaan bahan bakar minyak terutama untuk kendaraan yang sering melewati daerah berbukitbukit. Kondisi topografi dan lintasan yang bervariasi akan mempercepat kerusakan kendaraan dan konsumsi bahan bakar minyak yang akan meningkat. Menurut Rosilawalati (2001:144) bahwa biaya perawatan/trayek/hari antara trayek yang melewati daerah berbukit dan trayek yang melewati daerah datar menunjukkan perbedaan biaya operasional kendaraan (BOK) sebesar 14 %. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, kebijakan tarif angkutan umum di Kota Semarang tidak relevan jika diberlakukan pada semua trayek karena akan merugikan penyedia jasa angkutan umum pada trayek-trayek tertentu terutama pada trayek-trayek yang melewati daerah berbukit. Dengan melihat permasalahan di atas, maka diperlukan kajian mengenai penentuan tarif angkutan umum berdasarkan biaya operasional kendaraan (BOK). 1.2 Perumusan Masalah Perkembangan wilayah pinggiran banyak disebabkan oleh tidak tertampungnya penduduk kota di pusat kota. Bergesernya penduduk pinggiran dan meningkatnya pergerakan ke pusat kota menuntut peningkatan kebutuhan sarana dan prasarana transportasi yang mampu mendukung setiap pergerakan. Penyediaan angkutan umum, dalam melayani pergerakan komuter menjadi satu hal yang sangat penting. Dengan meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi akan menimbulkan permasalahan transportasi (kemacetan) yang sulit untuk diselesaikan. Diharapkan dengan penyediaan angkutan umum akan mampu mengurangi volume lalu lintas dan dengan tingkat pelayanan angkutan umum yang baik akan mengurangi kecenderungan pengguna jalan untuk menggunakan kendaraan pribadi. Melihat karakteristik wilayah pinggiran di Kota Semarang yang memiliki kondisi topografi beragam baik berbukit maupun datar. Trayek angkutan umum yang melayani rute pinggiran-pusat kota dengan rute berbukit-bukit membutuhkan biaya operasional kendaraan (BOK) yang lebih besar jika dibandingkan dengan biaya operasional kendaraan (BOK) trayek angkutan umum yang melayani rute datar. Pihak penyedia jasa angkutan umum sendiri tidak bisa berbuat banyak karena pendapatan yang diperoleh tidak dapat menutup biaya operasional kendaraan sehingga cenderung mengalami kerugian. Perbedaan biaya operasional kendaraan di masingmasing trayek tidak terlalu dipikirkan pemerintah dalam penentuan tarif angkutan umum. Hal ini

dapat dilihat dengan kebijakan tarif angkutan umum selama 4 tahun terakhir (tahun 2001-2005) yang menyamaratakan tarif untuk semua trayek angkutan umum. Dengan tidak sesuainya tarif resmi dengan biaya operasional kendaraan, operator angkutan umum menaikkan tarif di atas tarif resmi, hampir 95 % angkutan umum di Kota Semarang melanggar tarif resmi (Suara Merdeka, 10 Mei 2005). Hal ini sangat merugikan pengguna angkutan umum yang sebagian besar merupakan kelompok masyarakat captive. Kenaikan tarif yang dilakukan para penyedia jasa angkutan umum hanya memikirkan keuntungan dan tidak memperhatikan pelayanan yang diberikan kepada calon penumpang. Hal ini dapat dilihat banyak angkutan umum penumpang di Kota Semarang sudah tua dan kondisi fisik kendaraan yang sangat memprihatinkan. Angkutan umum yang berumur 10-15 tahun mencapai 65%, bahkan masih terdapat angkutan umum yang pemakaiannya lebih dari 15 tahun mencapai 2,5% (Rencana Induk Transportasi, Kota Semarang, 2002:115). Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam studi ini adalah berapa tarif yang sesuai bagi angkutan umum yang melayani pinggiranpusat kota berdasarkan biaya operasional kendaraan (BOK). Hasil dari penelitian ini penting untuk memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam menentukan tarif angkutan umum sehingga akan meningkatkan kinerja angkutan umum. Dengan demikian penggunaan kendaraan pribadi dapat dikurangi dan permasalahan transportasi (kemacetan) dapat dihindari. 1.3 Tujuan dan Sasaran 1.3.1 Tujuan Tujuan dari studi ini adalah mengevaluasi tarif angkutan umum yang melayani trayek pinggiran-pusat kota di Kota Semarang berdasarkan biaya operasi kendaraan (BOK) 1.3.2 Sasaran 1. Mengidentifikasi tingkat pelayanan angkutan umum yang melayani trayek pinggiran-pusat kota berdasarkan tingkat kepadatan rute, kapasitas rute dan persepsi pengguna. 2. Melakukan perhitungan biaya operasional kendaraan (BOK) angkutan umum yang melayani trayek pinggiran-pusat kota di Kota Semarang. Perhitungan Biaya Operasional Kendaraan (BOK) ini dilakukan dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran penyedia jasa angkutan umum dalam mengoperasikan kendaraan meliputi biaya tetap, biaya tidak tetap dan biaya overhead. 3. Mengevaluasi tarif angkutan umum yang melayani trayek pinggiran-pusat kota melalui penentuan tarif yang relevan berdasarkan Biaya Operasional Kendaraan (BOK)