1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan untuk sarana transportasi umum dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dalam hal ini, transportasi memegang peranan penting dalam memberikan jasa layanan angkutan. Bukan hanya untuk angkutan penumpang tetapi juga angkutan barang. Semakin meningkatnya perkembangan kota dengan berbagai fungsi menimbulkan mobilitas pergerakan orang dan barang yang semakin meningkat. Hampir 90% kegiatan transportasi di Indonesia masih bertumpu pada angkutan jalan darat. Seperti yang terjadi di Pulau Jawa, untuk pergerakan transportasi angkutan barang masih bertumpu pada jalan Pantura. Angkutan barang sendiri merupakan bagian yang erat kaitannya dengan perkembangan perekonomian kota. Transportasi adalah salah satu hal vital dalam kehidupan manusia. Keberadaan dan fungsinya tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari masyarakat. Transportasi sendiri dibagi tiga yaitu, transportasi darat, laut, dan udara. Kondisi transportasi suatu negara dapat dijadikan sebagai indikator kemajuan negara tersebut. Semakin nyaman dan tertibnya kondisi transportasi suatu negara, maka negara tersebut bisa dikatakan negara maju. Dalam kaitannya dengan kehidupan dan kegiatan manusia tiap harinya, transportasi memiliki peranan penting dalam aspek sosial, ekonomi, politik, dan pertahanan keamanan. Saat ini manusia mempunyai kecenderungan untuk bepergian atau berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang semakin meningkat. Untuk memenuhi hal tersebut, maka dibutuhkan suatu moda transportasi yang memadai. Dengan semakin berkembangnya taraf hidup masyarakat, maka mutlak adanya pengembangan moda transportasi darat, laut maupun udara. Dalam hal ini moda transportasi darat memiliki peranan yang sangat penting, karena pada saat ini hanya moda transportasi darat yang mampu memberikan layanan secara door to door. 1
2 Tidak hanya perpindahan penumpang saja yang saat ini berkembang sangat pesat, melainkan juga perpindahan barang dari satu daerah ke daerah yang lain pun demikian. Hal ini disebabkan oleh perkembangan ekonomi yang ada pada suatu daerah. Perkembangan ekonomi yang cepat membutuhkan jasa angkutan yang memadai. Karena tanpa terpenuhinya kebutuhan transportasi sebagai sarana penunjang, maka tidak dapat diharapkan tercapainya hasil yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi. Kereta barang yang beroperasi di Stasiun Balapan Solo membawa angkutan semen dan Barang Hantaran Paket (BHP). Namun, tingkat pelayanan kereta barang dan prasarana pendukung kurang diperhatikan oleh pihak yang terkait. Hal ini mengakibatkan kinerja sarana dan prasarana kereta barang belum mencapai kondisi optimal. Proses bongkar muat barang yang memakan waktu akan mengganggu mobilitas di emplasemen stasiun. Sehingga menghambat jadwal kereta di Stasiun Balapan Solo. Hal ini disebabkan karena mobilitas pergerakan angkutan barang yang tinggi dan belum adanya standar yang baku untuk dijadikan acuan sebagai pelayanan angkutan kereta barang. Pemerintah pusat sendiri telah mengatur dalam PP No. 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian dan dari PP tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai standart acuan untuk mengoptimalkan penyelenggaraan angkutan kereta barang di Indonesia. Standar yang digunakan untuk mengatur jenis barang angkutan dan ketentuan kereta barang yang digunakan, adalah PP No. 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. Ada empat pengelompokkan angkutan barang yang dilayani yakni terdiri atas: angkutan barang umum, angkutan barang khusus, angkutan barang berbahaya dan beracun, serta angkutan limbah berbahaya dan beracun.
3 B. Rumusan Masalah Pada industri jasa angkutan barang, pesaing utama dari angkutan kerata api adalah truk trailer, angkutan laut, dan sungai yang saat ini lebih kompetitif dari segi tarif, waktu pemberangkatan, serta kemampuan untuk penyediaan jasa secara door to door. Potensi bisnis angkutan barang sangat terbuka luas baik di Jawa, maupun Sumatera. Untuk di Jawa, potensi tersebut adalah peluang mengalihkan angkutan peti kemas dari jalan raya ke kereta api dengan proyeksi sebesar 6,4 juta ton untuk angkutan peti kemas dan 1,4 juta ton untuk angkutan semen pada tahun 2014. Sedangkan angkutan batubara, semen, BBM (Bahan Bakar Minyak) dan CPO (Crude Palm Oil ) untuk daerah Sumatera diproyeksikan mencapai 31,7 juta ton pada tahun 2014. Potensi peluang pasar untuk angkutan kerta api barang tersebut perlu didukung dalam hal pengembangan infrastruktur sarana, prasarana, fasilitas pendukung, serta manajemen pengaturan perkeretaapian yang lebih baik. Pada saat ini, angkutan kereta barang diperkirakan akan berkembang sangat pesat di masa mendatang. Pemerintah sejak awal 2011 telah menggulirkan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Dengan adanya program tersebut, diharapkan akan terjadi pengalihan beban angkutan jalan khususnya pada angkutan barang. Angkutan barang diharapkan sebagian akan beralih ke moda perkeretaapian, sehingga nantinya beban yang tertumpu pada jalan raya dapat dikurangi. Dengan semakin bertambahnya penggunaan moda transportasi kereta api, maka diharapkan sarana dan prasarana penunjang perkeretaapian dapat memiliki kinerja yang baik. Untuk itu, diperlukan evaluasi serta pengetahuan mengenai karakteristik angkutan kereta barang yang telah terselenggara saat ini. Pemerintah pusat sendiri telah mengatur regulasi untuk penyelenggaraan Perkeretaapian, yakni PP No. 56 tahun 2009, yang diharapkan dapat dijadikan sebagai standar acuan untuk mengoptimalkan penyelenggaraan angkutan kereta di Indonesia.
4 Standar yang digunakan untuk mengetahui karakteristik dari angkutan kereta barang tersebut, digunakan PP No. 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sehingga nantinya dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui karakteristik dari angkutan barang. Namun, PP ini hanya menjelaskan tentang jenis angkutan barang dan sarana serta prasarana penunjang kereta api. Sedangkan pola distribusi bongkar muat angkutan barang, perlu dievaluasi secara independen apakah akan mengganggu aktivitas penumpang dan pengguna fasilitas Stasiun Balapan yang lain. Distribusi bongkar muat barang di emplasemen perlu dievaluasi apakah menganggu aktivitas penumpang dan pengguna jalan di sekitar Stasiun Balapan Solo serta berpengaruh terhadap jadwal keberangkatan kereta. Adanya penelitian terhadap evaluasi angkutan barang di stasiun berdasarkan kondisi eksisting, diharapkan mampu digunakan sebagai acuan dalam penyusunan standart pelayanan khusus angkutan barang multimoda yang dilayani oleh kereta barang sebagai moda transportasi utama dan mobil barang sebagai moda transportasi penunjang dalam perkotaan. C. Tujuan Penelitian Setiap kegiatan yang terarah membutuhkan suatu tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Adapun tujuan penelitian ini ialah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi komponen pendukung angkutan barang di stasiun Balapan. 2. Mengetahui jenis moda angkutan barang di Stasiun Balapan. 3. Mengetahui pola pergerakan barang dari kereta api barang ke moda yang lain di Stasiun Balapan. 4. Mengetahui kebutuhan luas parkir kendaraan untuk moda angkutan semen dan moda angkutan BHP. 5. Mengetahui Waktu Tunggu Terminal di stasiun Balapan untuk meninjau lamanya bongkar muat angkutan kereta barang.
5 D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini terdapat manfaat, adapun manfaat tersebut sebagai berikut. 1. Evaluasi sistem bongkar muat barang di emplasemen diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pengembangan angkutan barang dan kereta barang. 2. Memberikan informasi dan masukan kepada pihak Stasiun Balapan dan PT. KAI dalam mengoptimalkan pelayanan angkutan barang dengan jalan rel. E. Batasan Masalah Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas dan juga untuk memudahkan dalam analisis nantinya, maka dalam penyusunan tugas akhir ini akan dibatasi lingkup kerja sebagai berikut. 1. Lokasi penelitian adalah stasiun Balapan yang berlokasi di Kota Solo. 2. Data kereta angkutan barang diambil pada tahun 2013 3. Evaluasi penyelenggaran angkutan barang berdasarkan PP No. 56 Tahun 2009 di Stasiun Balapan Solo. 4. Penentuan karakteristik angkutan barang berdasarkan PP No. 72 Tahun 2009 di Stasiun Balapan Solo. 5. Evaluasi penyelenggaraan angkutan barang multimoda berdasarkan PP No. 8 Tahun 2011 6. Evaluasi sistem bongkar muat barang yang dilakukan di emplasemen dilakukan survei secara langsung. 7. Angkutan perkeretaapian yang ditinjau merupakan angkutan barang. 8. Data angkutan barang diambil pada 13 26 Mei 2013. F. Keaslian Penelitian Kurniawan (2012), Analisis Klasifikasi Stasiun dan Variasi Penggunaan Moda Transportasinya: Studi Kasus Stasiun Jenar - Stasiun Solo Balapan Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan jenis stasiun berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 33 Tahun 2011 dan bertujuan sebagai masukan untuk
6 Standar Pelayanan Minimum di stasiun kereta api agar tingkat pelayanan yang diberikan pada penumpang meningkat. Juga di penelitian ini, dianalisis mengenai moda transportasi yang digunakan masyarakat baik sebelum atau sesudah menggunakan kereta api untuk tiap kelas-kelas stasiun, kecil, sedang, maupun besar. Sari (2012), Evaluasi Kinerja Stasiun Kereta Api Berdasarkan Standar Pelayanan Minimum (Studi kasus: Stasiun Tugu dan Stasiun Balapan Solo Yogyakarta). Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kinerja Stasiun Tugu dan Balapan berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2011. Penelitian ini bertujuan untuk penyusunan Standar Pelayanan Minimum untuk kinerja stasiun sesuai dengan kebutuhan pengguna. Adapun perbedaan antara kedua penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah peneliti mencoba mengevaluasi sistem angkutan barang dan karakteristik angkutan barang yang beroperasi di Stasiun Balapan dengan berlandaskan pada PP No. 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian, PP No. 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, serta didukung dengan PP No. 8 Tahun 2011 tentang Angkutan Multimoda. Penelitian ini diharapkan menjadi masukan kepada pihak Stasiun Balapan dan PT. KAI dalam mengoptimalkan pelayanan angkutan barang kedepannya, sehingga diharapkan dapat dipelajari bagaimana pola pergerakan angkutan kereta barang di Indonesia.