BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kota Jakarta pada akhirnya menuntut tersedianya wadah fisik untuk menampung

BAB I PASAR SENI DI WAIKABUBAK SUMBA BARAT NTT ARSITEKTUR TRADISIONAL SEBAGAI ACUAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. harus mempunyai nilai kompetensi (Mony, 2012:6). yang cukup panjang dan bukan hal yang kebetulan sesaat semata.

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan Fenomena kebudayaan selalu hadir dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. perpustakaan umum. Perpustakaan umum adalah salah satu jenis perpustakaan

BAB III KONSEP PERANCANGAN PUSAT ILMU PENGETAHUAN DAN KEBUDAYAAN RUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara kepulauan terbesar di dunia dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. itu wajib bagi generasi muda untuk melestarikan dan menjaganya agar tidak. hilang terkena arus globalisasi dan modernisasi.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Interior

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Malang sebagaimana umumnya wilayah Jawa Timur lainnya,

GEDUNG WAYANG ORANG DI SOLO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB III METODE PERANCANGAN. dengan objek perancangan. Kerangka rancangan yang digunakan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, dimana banyak memiliki

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB III PROSES PERANCANGAN. A. Bagan Pemecahan Masalah. Batik Kudus. Perancangan Motif Batik. Konsep desain

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Asrama Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang Unggul, Inklusif, dan Humanis

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Bab I Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dila Farida Nurfajriah, 2013

PUSAT KEBUDAYAAN ISLAM DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri. Berpikir kritis berarti melihat secara skeptikal terhadap apa yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

KUESIONER PENELITIAN 1 RE-LAYOUT TATA RUANG PERPUSTAKAAN PADA KANTOR PERPUSTAKAAN ARSIP DAN DOKUMENTASI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar untuk kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB III METODE PERANCANGAN. Pengembangan Seni Rupa Kontemporer di Kota Malang ini menggunakan

masjidlah Rasulullah membina generasi pertama Islam. Maka pertanyaan tentang keterlibatan masjid kampus dalam pusat perkembangan Islam, adalah

Dr.Ir. Edi Purwanto, MT

PENDAHULUAN. I.1. Batasan Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. dengan bangsa lainnya. Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Kampus Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Bina Nusantara. yang Berhubungan dengan Arsitektur.

Laporan Penelitian Persepsi Tata Ruang Perpustakaan Terhadap Tingkat Kunjungan Mahasiswa pada Perpustakaan Universitas Mercu Buana Meruya

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR SISWA SMA MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

ISLAMIC CENTER DI TUBAN PENDEKATAN ARSITEKTUR SIMBOLISM YANG BERFILOSOFI ISLAM LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu

Hotel Wisata Etnik di Palangka Raya

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB V KESIMPULAN. secara bertahap dimulai dari swadaya, boyongan, dan dibawa ketika terjadinya

TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya mengembangkan segenap potensi yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. kepada masyarakat, (UU No. 20, 2003). Dengan demikian perguruan tinggi

III. PROSES PENCIPTAAN

MAKALAH. Pemanfaatan Perpustakaan Sebagai Sumber Belajar

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <

LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Letak Kabupaten Bangkalan berada pada ujung Pulau Madura bagian Barat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 1 TAHUN 2008 T E N T A N G PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT BANGGAI

MEDAN TRADITIONAL HANDICRAFT CENTER (ARSITEKTUR METAFORA)

KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upi Supriatna, 2013

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang mempunyai prioritas penting saat ini.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 3 METODE PERANCANGAN. berisi sebuah paparan deskriptif mengenai langkah-langkah dalam proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPEKAAN MERUANG SEBAGAI STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN DISAIN INTERIOR. Syaifuddin Zuhri UPN Veteran Jawa Timur

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LATAR BELAKANG TUJUAN LATAR BELAKANG. Eksistensi kebudayaan Sunda 4 daya hidup dalam kebudayaan Sunda

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lahir, hidup dan berinteraksi secara sosial-bekerja, berkarya,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengarang untuk memperkenalkan kebudayaan suatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan gedung perpustakaan merupakan upaya menyediakan wadah informasi baik dalam bentuk buku maupun bentuk bahan lainnya bagi para pemustaka. Keberadaanya digunakan untuk menampung dan melindungi koleksi dari kerusakan, sekaligus sebagai wadah untuk melaksanakan kegiatan kepustakawanan (Lasa HS., 2005, 147). Proses perencanaan pembangunanya, memiliki suatu tujuan dan prinsip arsitektur, bagaimana desain dan tata ruang disesuaikan dengan fungsi tujuan dan kegiatan yang akan dilakukan didalamnya. Selain untuk dapat memenuhi kebutuhannya dan rasa nyaman, gedung juga mempengaruhi kesan kepada pemustaka tentang kegiatan yang seharusnya dilakukan di dalam gedung dan ruang tersebut. Demikian halnya dalam konteks tujuan dasar diselenggarakannya perpustakaan. Perpustakaan sebagai sebuah ruangan atau gedung yang baik dapat menghasilkan tempat kerja yang efisien, nyaman dan menyenangkan bagi staf perpustakaan maupun bagi pengunjung (Sulisyto-Basuki, 1992, 3003). Tata ruang yang baik akan memberikan kemudahan kepada pemustaka dan staf perpustakaan (Siregar, 2004, 122). Memahami fungsi dapat dikaji melalui efektifitas fungsi fasilitas dan pemberdayaan oleh pemustaka. Oleh karena itu, konsep gedung perpustakaan sudah semestinya mempertimbangkan tujuan dan fungsi utama. Selain harus menunjang kebutuhan dan harapan para pemustaka agar dapat mencapai tujuannya dengan mudah, nyaman, cepat, sederhana, aman, dan indah dilihat, diperlukan pula kelengkapan sarana yang berkualitas, lengkap, dan sebagainya. Bentuk fisiknya disesuaikan dengan kebutuhan dan harapan bagi pemustaka, sehingga mereka benar-benar memanfaatkan perpustakaan secara efektif. Konsep semacam itu disebut sebagai bentuk mengikuti fungsi (Budihardjo, 1994, 7). Dengan konsep ini, maka sepantasnya keberadan gedung yang kurang dimanfaatkan atau fungsikan oleh pemustaka, perlu dicari sumber masalahnya. Salah satunya adalah gedung perpustakaan di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Purwokerto atau disingkat dengan istilah STAIN Purwokerto. 1

2 Berdasarkan fakta yang ada menunjukan bahwa tingkat pemanfaatan perpustakaan oleh pemustaka di STAIN Purwokerto pada kunjungan tahun 2008 menunjukan, rata-rata menurut skala 7 hari kerja, baru sekitar 135 orang perhari. Jauh sekali dari total sivitas akademik sejumlah 3571, dengan perincian, dosen sejumlah 165 orang, dan karyawan sejumlah 91 orang, dan mahasiswa sejumlah 3315 orang. Dari total jumlah dapat diketahui bahwa, persentase pengunjung perhari hanya berkisar 3,8% (Dokumentasi data pengunjung, akademik dan kepegawaian tahun 2008-2009). Fenomena ini menunjukan adanya suatu kondisi dimana sejumlah sivitas akademik khususnya mahasiswa dan dosen, kurang termotivasi untuk memanfaatkan perpustakaan. Selain itu, berdasarkan laporan kasus yang ada, setelah dilakukan stock opname pada bulan Agustus tahun 2008, dilaporkan terjadinya penyusutan koleksi perpustakaan berupa buku disebabkan karena hilang atau tidak dikembalikan serta ratusan jilid buku rusak (Dokumentasi laporan hasil stock opname tahun 2008). Indikasi ini memunculkan suatu prasangka atau anggapan bahwa sivitas akademik cenderung kurang merespon positif untuk ikut serta menjaga kelestarian dan kemanfaatan perpustakaan. Berawal dari situ, kemudian peneliti mencoba mengaitkannya dengan arsitektur gedung perpustakaan. Ada indikasi yang mengarah pada potensi gedung perpustakaan sebagai sebab terjadinya permasalahan itu. Sebagaimana yang tampak jelas bahwa gedung perpustakaan tidak berada di tengah lokasi area kampus. Ukuran gedungnya kecil dengan ruang skripsi terpisah dari gedung perpustakaan. Di dalam ruangannya banyak tempelan larangan atau pengumuman tertulis tangan kurang rapi jelas tampak oleh setiap mata pengunjung. Dari sini, peneliti mencoba menggali permasalahan rendahnya minat kunjungan pemustaka dari sisi gedung perpustakaan sebab sebagaimana teori Rapaport disebutkan bahwa arsitektur dapat memberikan rona bagi kegiatan tertentu, mengingatkan orang tentang kegiatan-kegiatan apakah ini, menyatakan kekuasaan, status atau hal pribadi, menampilkan dan mendukung keyakinan-keyakinan kosmologis, menyampaikan informasi, membantu menetapkan identitas pribadi atau kelompok dan mengkiaskan sistem-sistem nilai (Catanese & Snyder, 1989, 25).

3 Dekorasi atau ornamentasi bukan pula sekedar memuaskan selera orangorang yang mencari kepuasan semata atau juga dipandang sebagai pengisi ruang kosong. Ornamentasi merupakan desain indah dari objek seni yang memiliki fungsi dan keutamaan tersendiri (Ismail & Lois, 1986, 412). Dengan demikian, bentuk bangunan dan tata ruang sebuah gedung yang dibuat mempengaruhi konsepsi arti, fungsi, aktivitas, perilaku, serta menyampaikan makna melalui simbol yang dihadirkan. Termasuk dalam hal ini, adalah bangunan gedung dan tata ruang perpustakaan. Ada suatu pendapat bahkan yang mengatakan bahwa bangunan secara fisik dengan arsitekturnya merupakan pengejawantahan kebudayaan masyarakat itu sendiri (Soemardjan 1983, 108). Itu berarti bentuk dan arsitekturnya merupakan gambaran budaya suatu komunitas masyarakat, atau dapat dikatakan bahwa bentuk gedung dapat menggambarkan kebudayaan pada komunitas tertentu. Eksistensinya berlangsung sejauh dipertahankan susunan-susunan sosial yang khas (Pesantren, Kampus, Kampung) (Budihardjo, 1983, 16). Setiap bangunan ternyata juga memiliki makna yang sengaja maupun tidak sengaja dibuat sebagai dampak wujud penampilan baik yang mendukung keyakinan-keyakinan atau mengungkapkan makna-makna; apakah itu kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai dan gagasan atau harapan lainnya. Seperti dalam pola indah yang ditemukan dalam seni Islam (bentuk bangunan, kubah, kaligrafi, pahatan/ukiran dinding masjid dan lain-lain) merupakan upaya estetis nyata kaum muslim untuk menciptakan produk seni yang membuat pemandangannya merasakan transendensi Tuhan. Salah satu contoh nyata ada pada bangunan-bangunan Islam, yang ternyata tidak lepas dari ornamentasi kaligrafi, pahatan, keindahan hortikultur dan aquakultur, hubungan antar bangunan, hubungan dengan ruang sekitarnya (Ismail & Lois, 1986, 412-419). Begitu pula, keanekaragaman budaya dan kepercayaan, menciptakan bentuk dan tradisi bangunan yang berbeda-beda di masing-masing budaya daerahnya. Seperti bangunan rumah Kudus di Jawa, rumah/ruang silimo orang Dani Irian Jaya, rumah orang Bali dan sebagainya, yang memiliki ciri tersendiri sebagai ungkapan makna kepercayaan maupun budaya mereka. Kebudayaan mereka tercermin dalam konsep arsitektur. Mereka lebih cenderung menerima bagian dari

4 kebudayaan dan nilai yang mereka anut, dan akan menolak keberadaan yang bertentangan dengan nilai budaya yang berjalan di lingkungan masing-masing. Semua keanekaragaman bentuk arsitektur bangunan memberikan sebuah pengertian bahwa komunitas dengan kebudayaan tertentu akan menciptakan lingkungan fisiknya, termasuk bangunan rumah/gedung dan tata ruang sesuai dengan nilai-nilai budayanya. Bentuk mengikuti budaya, demikian ungkapan pertama kali yang dicetuskan oleh Prof. Henryk Skolimowski dalam konggres arsitektur di Inggris tahun 1976 (Budihardjo, 1994, 7). Berdasarkan uraian tersebut, maka masalah yang terjadi di STAIN Purwokerto tentang rendahnya pemanfaatan fungsi gedung perpustakaan oleh pemustaka perlu dipahami juga melalui nilai dan norma yang mereka miliki, serta realisasinya melalui wujud yang diinginkan. Pemahaman adalah memahami karakteristik identitas atau budaya pemustaka yang dibutuhkan dna diharapkan ada dalam gedung perpustakaan. Sebab, dalam faktanya, ternyata kekacauan dan kesemrawutan lingkungan binaan ataupun bangunan buatan, antara lain juga disebabkan kurangnya upaya melestarikan kekhasan, keunikan dan karakter spesifik yang menyiratkan budaya atau identitas setempat (Budihardjo, 1994, 23). Dengan demikian, dalam kajiannya, bukan hanya dari sudut pandang bagaimana pemustaka memfungsikan gedung perpustakaan, namun juga apakah kekhasan lokal dalam tata cara hidup, perilaku, kebiasaan dan adat istiadat yang telah menciptakan jati diri masyarakat setempat juga berpengaruh di dalamnya. Kekhasan lokal dapat dipahami melalui asumsi dasar mereka tentang gedung perpustakaan. Dari asumsi tersebut, maka konsep tentang nilai dan norma yang perlu dalam gedung perpustakaan akan terungkap dan selanjutnya akan melahirkan konsep gedung perpustakaan yang pantas dan diinginkan. Nilai- atau norma tentang karya arsitektural menurut pemustaka, dalam wujud gedung perpustakaan beserta ruang dan penempatannya akan membantu menetapkan identitas pribadi atau komunitas. Desain gedung dan tata ruang menjadi hal fundamental dalam arsitektur dapat mempengaruhi kesan dan perspektif Pemustaka maupun orang yang melihatnya. Menurut Edwards (1990, 9), gedung atau bangunan adalah suatu sumber daya yang terlihat dan betul-betul mempengaruhi suatu gambaran institusi. Keberadaannya akan menimbulkan

5 tanggapan dan penilaian dari Pemustaka atau orang yang melihatnya, karena pada dasarnya manusia bereaksi terhadap lingkungan melalui makna lingkungan tersebut baginya. Oleh karena itu, muncul anggapan bahwa desain gedung dan tata ruang perpustakaan di STAIN Purwokerto, juga merupakan bagian yang tidak lepas dari nilai-nilai keyakinan atau kepercayaan, sebagai bagian dari ungkapan identitas budaya, sebab keberadaanya ada di tengah-tengah masyarakat/komunitas dan digunakan oleh mereka. Moore, dalam tulisan Snyder & Catanese (1989, 98), mengatakan bahwa bangunan mempunyai makna-makna tertentu atau wawasan-wawasan nonverbal bagi masyarakat yang dipengaruhi oleh tata letak, organisasi, dan sifat bangunan tersebut. Adapun nilai adalah seperangkat konsep yang hidup di dalam pikiran manusia dalam suatu kelompok masyarakat, yang dianggap bernilai dan berguna sehingga menjadi pedoman hidup (Sulityo-Basuki dkk., 2006, 101). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai merupakan konsepsi yang ditangkap oleh fikiran manusia dalam memberikan pengertian dari pemaknaan sebuah fungsi ke dalam bentuk suatu bangunan. Memaknai dan menilai bangunan perpustakaan, misalnya, akan mengingatkan kepada siapa mereka, dan dari kelompok masyarakat bagaimana. Demikian ini, menunjukan betapa budaya memang sangat berperan menentukan penilaian dan memaknai bangunan, apakah itu bagus, sesuai, dan sebagainya. Memahami uraian sebelumnya, bahwa masyarakat Pemustaka memiliki peran dalam memberikan perspektif terhadap keberadaan gedung dan tata ruang, maka kualitas yang diukur dari standar syarat fisik bukan jaminan efektifitas secara nyata. Perlu dikaji lebih dalam bagaimana kesesuaian dengan kepribadian dan segala hal yang berhubungan dengan identitas penghuni juga berperan dalam menentukan efektifitas kegunaan perpustakaan. Sebagaimana penelitian tentang kebudayaan dan tata ruang dilakukan oleh Utami (1995, 215), menyimpulkan bahwa dekorasi ruang yang ada merupakan simbol keinginan penghuni rumah (gedung), sehingga di dalamnya tidak menggunakan perancang khusus dalam menata ruangan sebab lebih sesuai apabila ditata kemauan penghuninya. Kemauan penghuni identik dengan latar belakang pendidikan, serta selera pribadi yang menunjukan individualitas penghuni. Sehingga status dan harga diri terkadang

6 ditunjukan sebagai kebanggaan atas penghuninya. Penelitian lain yang bertema tentang makna ruang dan penataannya dalam arsitektur rumah kudus pernah juga dilakukan. Dalam kesimpulan umumnya dikemukakan bahwa kebudayaan yang dimiliki dan didukung bersama oleh warga masyarakat, memberi, mengarah atau menentukan bentuk, fungsi dan makna pada perwujudan arsitektur rumah tempat tinggalnya (Triyanto, 1992, 298). Permasalahan ini menjadi daya tarik tersendiri untuk dikaji, bagaimanakah konsepsi budaya dalam memberikan arti tentang gedung perpustakaan. Pemahamannya melalui makna-makna atribut arsitektur dan desain sebagai simbolisme serta respon dalam interaksinya yang tercermin dalam aktivitas dan perilaku. Alasan ini didasarkan pada pendapat bahwa ada kaitan atau hubungan antara kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, aturan-aturan, pengetahuan empirik bahkan simbol pengungkapan perasaan tertentu dengan perwujudan arsitektur (Bahtiar, 1988, 30). Sudut pandang tersebut dapat menjadi bagian dari pemahaman tentang karakteristik gedung dan tata ruang perpustakaan sesuai dengan kebutuhan pemustaka. Oleh karena itu, memahami kualitas gedung perpustakaan dilalui melalui pemahaman arti gedung oleh pemustaka dari sudut pandang fungsi dan budaya. Pemahaman tersebut mengarahkan untuk diketahuinya keterkaitan antara peran fungsi dan peran budaya dalam menentukan efektifitas dan kualitas gedung perpustakaan. Terdapat beberapa aspek penting yang dijadikan dasar analisis dalam penelitiannya. Diantaranya aspek pemahamannya tentang perpustakaan oleh pemustaka. Artinya, bagaimana para pemustaka memahami arti sebuah gedung perpustakaan, karena pada dasarnya setiap orang memiliki perbedaan pemahaman tentang sebuah arti gedung. Setidaknya pemahaman mereka terkait pada dua hal mendasar yaitu bentuk dan tujuan. Seperti gedung untuk beribadah, gedung pentas pertunjukan, gedung oleh raga, serta gedung perpustakaan. Masing-masing akan memiliki konsep arti, yang dapat mengantarkan pada penilaian mereka serta melahirkan aktivitas dan perilaku di dalamnya. Demikian halnya pada gedung perpustakaan. Secara fisik dilihat dari arsitektur gedung dan tata ruangnya, merupakan wadah informasi yang penting dan berguna, di dalamnya menghendaki

7 agar para Pemustaka memanfaatkanya untuk belajar, mendapatkan ilmu, serius, tenang, tidak gaduh, dan sebagainya. Aktivitas dan perilaku merupakan aspek lain sebagai dasar analisis dalam penelitian ini, kaitannya dengan refleksi dan respon pemustaka. Perilaku dan aktivitas terkait dengan arsitektur atau desain yang ada, sebab gedung dan tata ruang terkadang sengaja atau tidak sengaja dapat menciptakan perilaku atau aktivitas tertentu. Seperti halnya pada bangunan masjid. Pemahaman arti atau konsepsi makna bangunan itu disebut sebagai masjid, menyebabkan perilaku dan aktivitas Pemustaka di dalamnya mudah menyesuaikan dengan fungsi dan norma yang melekat di dalamnya. Konsepsi dan pemaknaan gedung sebagai tempat hiburan, menyebabkan perilaku dan aktivitas Pemustakanya mengikuti fungsi dan makna yang dipahaminya, seperti kegiatan hiburan, ekspresi kesenangan dan sebagainya. Perilaku dan aktivitas Pemustaka jelas berbeda antara mereka ketika berada di masjid dan ketika berada di gedung hiburan. Seandainya fungsi dan kegunaannya berubah, misalnya karena sesuatu alasan tertentu, masjid dijadikan tempat hiburan, atau karena tempat hiburan dijadikan sebagai Masjid, secara langsung perubahan fungsi dan kegunaan gedung akan merubah konsepsi pemaknaan serta perilaku atau aktivitas yang dilakukan di dalamnya. Begitu pula pada bangunan yang difungsikan untuk perpustakaan. Aktivitas seperti belajar, berdiskusi, kejujuran, jiwa bertanggungjawab dan sebagainya secara langsung atau tidak langsung tercipta melalui konsepsi makna, arti, serta tujuan dan kepentingannya. Atribut fisik berupa totalitas arsitektur mulai dari bentuk, desain, tata ruang lokasi, dekorasi, merupakan aspek lain dalam analisisnya, karena tatanan keseluruhannya juga merupakan bagian dari simbol identitas budaya komunitas pemustaka. Sejalan dengan itu, mengutip pendapat Brown (2002, 1) bahwa prinsip-prinsip desain digunakan untuk menciptakan ruang perpustakaan yang dapat memiliki nilai fungsional dan keindahan. Dikatakan pula oleh Pile, bahwa dalam dunia ideal, setiap ruang yang kita masuki dan kita gunakan tidak hanya didesain untuk melayani dengan baik tetapi juga untuk menawarkan pengalaman visual yang sesuai, memuaskan dan lebih mengesankan (Brown, 2002, 6). Dalam realitas yang ada, pengalaman visual yang sesuai, memuaskan dan mengesankan

8 identik dengan identitas budaya. Identitas di wujudkan dalam bentuk simbolsimbol yang memiliki makna sesuai nilai-nilai kebudayaannya. Simbol merupakan bagian dari komponen nilai dari visualisasi objek, dalam hal ini, gedung perpustakaan. Sebagai penutup dari pembahasan latar belakang masalah ini, dapat disimpulkan bahwa, kajian ini berusaha menggali pemahaman pemustaka tentang gedung perpustakaan dilihat dari aspek fungsi yang dipengaruhi oleh tata letak, tata ruang, fasilitas, dan perlengkapan lainnya, serta dari aspek budaya melalui pemahaman simbol-simbol serta penilaian dan maknanya, sehingga pada kondisi fisik gedung yang ada saat ini, ternyata keberadaanya menjadi suatu yang penting dalam memenuhi kebutuhan pemustaka. 1.2. Masalah Penelitian Berdasarkan kerangka pikir yang melatar belakangi penelitian ini, maka permasalahan yang menjadi dasar penelitian adalah: 1. Bagaimanakah fungsi gedung perpustakaan STAIN menurut pemustaka? 2. Bagaimanakah simbol-simbol yang ada pada gedung perpustakaan dimaknai menurut pemustaka? 1.3.Tujuan Penelitian 1. Memahami fungsi gedung perpustakaan STAIN Purwokerto menurut pemustaka. 2. Memahami simbol-simbol tertentu sebagai pernyataan atau ciri identitas budaya pada Gedung Perpustakaan STAIN Purwokerto menurut pemustaka. 3. Memahami keterkaitan antara fungsi dan ungkapan simbolik pada Gedung Perpustakaan di STAIN Purwokerto. 1.4. Manfaat penelitian 1. Sebagai masukan bagi STAIN Purwokerto tentang pentingnya mengkaji perpustakaan dari sudut pandang fungsi dan budaya dalam rangka

9 mendukung dan merealisasikan visi, misi perguruan tinggi serta tujuan utama diselenggarakannya unit perpustakaan. 2. Sebagai kajian yang dapat meningkatkan wawasan pengetahuan perpustakaan melalui penelitian tentang gedung perpustakaan dari kajian fungsi dan budaya/simbol. 3. Dapat menyumbang masukan bahan penelitian selanjutnya pada kajian tentang gedung perpustakaan perguruan tinggi khususnya dan perpustakaan pada umumnya. 4. Menambah khasanah penelitian di bidang ilmu perpustakaan 1.5.Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada tema penelitian tentang studi kasus gedung dan tata ruang perpustakaan STAIN Purwokerto. Kompetensi dari kajian ini adalah masalah-masalah mengenai nilai kegunaan atau fungsi gedung perpustakaan menurut pemustaka serta bagaimana mereka memaknainya dari sudut pandang budaya komunitas. Sudut pandang fungsi, akan mengkaitkan masalah-masalah yang berhubungan dengan gedung dari sisi arsitektural seperti tata letak bangunan, bentuk, tata ruang, perabot dan mebeler, suhu ruang, pencahayaan, desain, dekorasi. Sedangkan sudut budaya merupakan pemahaman terhadap harapanharapan, kepercayaan yang terungkap melalui ciri-ciri tertentu sebagai bagian dari simbol identitas masyarakat Pemustaka, melalui pemahaman terhadap asumsi dasar, nilai dan norma yang berlaku, serta perwujudannya dalam bentuk fakta baik fisik, perilaku serta ungkapan verbal. 1.6.Asumsi Asumsinya dalam penelitian ini adalah : "Kualitas gedung perpustakaan berkaitan dengan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan dan kesesuaiannya dengan nilai/identitas budaya masyarakat pemustaka yang terungkap dalam makna-makna simbolik."