BAB 1 PENDAHULUAN. Penderita gangguan skizifrenia di seluruh dunia ada 24 juta jiwa dengan angka

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. muncul dalam masyarakat, diantaranya disebabkan oleh faktor politik, sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

PERAN PERAWAT SEBELUM DAN SESUDAH ECT DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa setiap

: Evi Karota Bukit, SKp, MNS NIP : : Kep. Jiwa & Kep. Komunitas. : Asuhan Keperawatan Jiwa - Komunitas

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

DAMPAK ELECTROCONVULSIVE THERAPY TERHADAP KEMAMPUAN MEMORY KLIEN DI RSJP BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN WAHAM DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. terpisah. Rentang sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis. Rentang

BAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah kesehatan

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL KEPUTUSASAAN DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH. Kata Kunci : harga diri rendah, pengelolaan asuhan keperawatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persepsi adalah proses masuknya pesan atau informasi kedalam

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

KONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA

PENGARUH PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HALUSINASI TERHADAP KEMAMPUAN KLIEN MENGONTROL HALUSINASI DI RSKD DADI MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL DISTRES SPIRITUAL DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI-SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN DI BANGSAL ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN GANGGUAN JIWA : PERILAKU KEKERASAN DI BANGSAL SEMBADRA RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. unipolar, penggunaan alkohol, gangguan obsesis kompulsif (Stuart & Laraia,

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada fungsi mental, yang meliputi: emosi, pikiran, perilaku,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ANXIETAS DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. dapat meningkatkan jumlah penderita gangguan jiwa (Nurdwiyanti,2008),

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

SKILL LAB. SISTEM NEUROPSIKIATRI BUKU PANDUAN MAHASISWA TEHNIK KETERAMPILAN WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. tersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk yang tidak dapat dibatasi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB I PENDAHULUAN. mental dalam beberapa hal disebut perilaku abnormal (abnormal behavior). Hal

BAB I PENDAHULUAN. adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana. individu tidak mampu mencapai tujuan, putus asa, gelisah,

Seminar Jurnal Electroconvulsive Therapy. Kelompok 10

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

EFEKTIVITAS TERAPI GERAK TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang menjadi pintu layanan terdepan dalam. hubungan dengan masyarakat adalah di rumah sakit.

PENGARUH ELECTRO CONFULSIVE THERAPY TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita gangguan skizifrenia di seluruh dunia ada 24 juta jiwa dengan angka kejadian 7 per 1000 penduduk (pada wanita dan pria sama ). Diperkirakan terdapat 4 10 % resiko kejadian bunuh diri sepanjang rentang kehidupan penderita skizofrenia dan 40 % angka percobaan bunuh diri. Studi yang dilakukan WHO melaporkan bahwa angka kematian tertinggi pada kasus skizofrenia disebabkan karena bunuh diri. Faktor resiko bunuh diri pada pasien skizofrenia terdapat gejala gejala positif terdapat ko morbilitas depresi, kurangnya terapi, penurunan tingkat perawatan, sakit kronis, tingkat pendidikan tinggi dan pengharapan akan tampilan kerja yang tinggi biasanya terjadi pada fase awal dari perjalanan penyakitnya (Widiodiningrat, 2009). Diperkirakan penduduk Indonesia yang menderita gangguan jiwa sebesar 2-3% jiwa setiap tahun. Zaman dahulu penanganan pasien gangguan jiwa adalah dengan dipasung, dirantai, atau diikat, lalu ditempatkan di rumah atau hutan jika gangguan jiwa berat. Tetapi bila pasien tersebut tidak berbahaya, dibiarkan berkeliaran di desa, sambil mencari makanan dan menjadi tontonan masyarakat. Terapi dalam gangguan jiwa bukan hanya meliputi pengobatan dengan farmakologi tetapi juga dengan psikoterapi, serta terapi modalitas yang sesuai dengan gejala atau penyakit pasien yang akan mendukung penyembuhan pasien jiwa. Pada terapi

modalitas tersebut perlu adanya dukungan keluarga dan dukungan sosial yang akan memberikan peningkatan penyembuhan karena pasien akan merasa berguna dalam masyarakat dan tidak merasa diasingkan dengan penyakit yang dialaminya (Kusumawati, 2010). Terapi kejang listrik merupakan salah satu terapi dalam kelompok terapi total. Terapi ini berupa terapi fisik dengan pasien-pasien psikiatri dengan indikasi dan cara tertentu. Terapi kejang listrik adalah suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mal secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau dua temples (Stuard,2007). Pada pelaksanaan pengobatan ECT, mekanismenya sebenarnya tidak diketahui, tapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan biokimia dalam otak. Suatu peningkatan kadar norefinefrin dan serotonin, mirip efek obat antidepresan. Kehilangan memori dan kekacauan mental sementara merupakan efek samping yang paling umum dimana perawat merupakan hal yang penting hadir pada saat pasien sadar setelah ECT, supaya dapat mengurangi ketakutan-ketakutan yang disertai dengan kehilangan memori (Erlinafsiah, 2010). Di Sumatera Utara dari data yang diambil dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara sebanyak 3097 kali dalam tahun 2010, Electro Convulsif Terapy diberikan kepada pasien- pasien depresi, halusinasi, waham, pasien dengan perilaku kekerasan, dan yang mencakup skizofrenia. Peran perawat dalam pelaksanaan ECT ini sangat penting karena adanya efek samping yang harus segera ditindak lanjuti.

Peran perawat kesehatan jiwa menurut Weiss (1947) yang dikutip Stuart Sundeen dalam Principles and Practice of Psychiatric Nursing Care (1995) dalam (Kusumawati, 2010) bahwa peran perawat adalah sebagai Attitude Therapy, yaitu mengobservasi perubahan, baik perubahan kecil atau menetap yang terjadi pada klien, mendemonstrasikan penerimaan, respek, memahami klien dan mempromosikan ketertarikan klien dan berpartisipasi dalam interaksi. Sedangkan menurut Clinton dan Nelson perawat jiwa harus berusaha menemukan dan memenuhi kebutuhan dasar klien yang terganggu seperti kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan mencintai dan disayangi, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Klien gangguan jiwa umumnya mengalami gangguan selain fisiologis sebagai keluhan utama, tetapi selanjutnya seluruh kebutuhan menjadi terganggu sebagai dampak terganggunya kebutuhan psikologis. Oleh karena itu, perawat harus berupaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan menjalin rasa percaya dan berusaha memahami apa yang dirasakan oleh klien. Berdasarkan latar belakang diatas karena pentingnya peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap gangguan jiwa yang mendapat terapi ECT penulis tertarik melakukan penelitian tentang Peran Perawat Dalam Pelaksanaan Sebelum Dan Sesudah ECT (Electro Convulsive Terapy) di Rumah Sakit Jiwa Daerah Sumatera Utara.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah penelitian ini adalah: bagaimana peran perawat sebelum dan sesudah ECT (Electro Convulsive Terapy) di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Adapun tujuan penelitian ini adalah: mengidentifikasi peran perawat sebelum dan sesudah ECT (Electro Convulsive Terapy) di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengidentifikasi peran perawat sebelum ECT. 2. Untuk mengidentifikasi peran perawat sesudah ECT. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi praktek keperawatan. Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan menjadi masukan dalam melakukan intervensi pada klien yang mendapat terapi ECT sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan sebelum dan sesudah ECT. 2. Manfaat bagi pendidikan keperawatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi yang berguna untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang pentingnya

peran perawat mengenai ECT sebelum praktek di rumah sakit jiwa untuk dapat memberikan asuhan keperawatan. 3. Manfaat bagi penelitian keperawatan. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan atau sumber data peneliti ingin melakukan penelitian lebih lanjut dalam ruang lingkup yang sama.