DIFERENSIASI TEMULAWAK, KUNYIT, DAN BANGLE BERDASARKAN POLA PEMISAHAN SENYAWA MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS ALI MIFTAHUDDIN

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN KIMIA ORGANIK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

PERCOBAAN 04 KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN PEMISAHAN ZAT (KI- 2051)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

BAB 3 METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

Percobaan 4 KROMATOGRAFI KOLOM & KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS. Isolasi Kurkumin dari Kunyit (Curcuma longa L)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DALAM FRAKSI NON-POLAR DARI TANAMAN PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk)

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan

ANNISA RAHMAYANI TELAAH KANDUNGAN KIMIA RAMBUT JAGUNG (ZEA MAYS L.) PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

Bab III Metodologi Penelitian

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr).

Lampiran 1. Surat identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba 2015 ISSN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Prosedur Penggunaan Peranti Lunak ImageJ

BAB III METODE PENELITIAN

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

III. BAHAN DAN METODA

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN BANGUN-BANGUN (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng.) SKRIPSI PUTRI N E NAIBORHU

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

OPTIMASI KONSENTRASI PELARUT EKSTRAKSI EUGENOL. DARI RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga L. Willd) TUGAS AKHIR

REAKSI KURKUMIN DAN ETIL AMIN DENGAN ADANYA ASAM

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA DALAM EKSTRAK n-heksan DARI BUAH TANAMAN KAYU ULES (Helicteres isora L.)

BAB III. eksperimental komputasi. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang

ISOLASI DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN Nerium oleander

BAB III METODE PENELITIAN

TOKSISITAS SENYAWA FLAVONOID DARI EKSTRAK ETANOL DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora Linn.) SEBAGAI SKRINING AWAL ANTIKANKER SKRIPSI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (KI2051) PERCOBAAN 03 PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK: EKSTRAKSI DAN ISOLASI KAFEIN DARI DAUN TEH SERTA UJI ALKALOID

BAB II METODE PENELITIAN

SOAL UJIAN OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di

IDENTIFIKASI OLIGOSAKARIDA MADU HUTAN GUNUNG TAMBORA SUMBAWA YOGI NUR ANGGOWO

BAB I PENDAHULUAN. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle) merupakan buah yang

ISOLASI MINYAK ATSIRI TEMU HITAM (Curcuma aeruginosa Roxb.) DENGAN METODE DESTILASI AIR DAN DESTILASI UAP SERTA ANALISIS KOMPONEN SECARA GC-MS

PENGOPTIMUMAN FASE GERAK KLT MENGGUNAKAN DESAIN CAMPURAN UNTUK PEMISAHAN KOMPONEN EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri) MEGA DEWINA ANGGRAENI PUSPITA

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTIBAKTERI GLYCYRRHIZAE RADIX

3 Percobaan dan Hasil

3 Metodologi Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Desember di Laboratorium Biomasa Universitas Lampung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KANDUNGAN SENYAWA FITOKIMIA, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN LAMUN Syringodium isoetifolium NABILA UKHTY

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika

Lampiran 1. Hasil identifikasi sponge

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

Transkripsi:

DIFERENSIASI TEMULAWAK, KUNYIT, DAN BANGLE BERDASARKAN POLA PEMISAHAN SENYAWA MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS ALI MIFTAHUDDIN DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

ABSTRAK ALI MIFTAHUDDIN. Diferensiasi Temulawak, Kunyit, dan Bangle Berdasarkan Pola Pemisahan Senyawa Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis. Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan MOHAMAD RAFI. Diferensiasi tanaman obat sangat penting dilakukan untuk uji kemurnian dan deteksi pemalsuan bahan baku. Temulawak, kunyit, dan bangle merupakan tanaman obat yang dibutuhkan dalam skala besar. Tanaman ini biasanya diperjualbelikan dalam bentuk serbuk sehingga sulit dibedakan secara visual. Oleh karena itu, perlu suatu metode diferensiasi untuk mengetahui komposisi senyawa kimia dari ketiga tanaman tersebut. Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode yang sering digunakan untuk diferensiasi tanaman obat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eluen terbaik untuk pemisahan komponen senyawa kimia yang terkandung dalam tiga ekstrak tanaman obat adalah diklorometana:kloroform = 32.5 : 67.5. Eluen ini selanjutnya digunakan untuk memisahkan senyawa kimia tanaman obat pada pelat KLT. Dari pemisahan senyawa kimia tersebut didapatkan pita penciri yang menunjukkan senyawa kimia dari ketiga tanaman. Hasil KLT dengan pendeteksian sinar tampak dan ultraviolet pada panjang gelombang 254 dan 366 nm menunjukkan bahwa tiap tanaman obat dari 8 daerah di Pulau Jawa memiliki kandungan pita penciri yang sama. Berdasarkan pita penciri, tanaman temulawak mengandung dua komponen utama kurkuminoid, yaitu kurkumin (Rf 0.4) dan demetoksikurkumin (Rf 0.16). Kunyit mengandung tiga komponen utama, yaitu kurkumin (Rf 0.4), demetoksikurkumin (Rf 0.16), dan bisdemetoksikurkumin (Rf 0.06), sedangkan bangle mengandung kurkumin (Rf 0.4) dan senyawa lain dengan Rf 0.6 dan Rf 0.31. ABSTRACT ALI MIFTAHUDDIN. Differentiation of Temulawak, Kunyit, and Bangle Species Based on Resolution Pattern of Compounds by Thin Layer Chromatography. Supervised by ETI ROHAETI and MOHAMAD RAFI Differentiation of herbal medicine is very important to authentication test of raw materials and adulteration detection. Temulawak, kunyit, and bangle are herbs which are required in large scale. These plants are usually sold in powder form, so it would be difficult to differentiate them visually. Thus, a differentiation method to evaluate chemical composition of these three plants must be found. Thin layer chromatography (TLC) is a method frequently used for differentiation of herbs. The results showed that the best eluent for doing separation of the chemical compound content of the sample was dichloromethane:chloroform = 32.5:67.5. This eluent was used to separate chemical compounds of herbs on TLC plates. The specific compounds were found differently on TLC plates. TLC results with visible light and ultraviolet detection at a wavelength of 254 and 366 nm indicated that each of the eight areas of medicinal plants in Java has a content characterized by the same band. Based on the characteristic band, temulawak contain two major components of curcuminoids, namely curcumin (Rf 0.4) and demethoxycurcumin (Rf 0.16), kunyit contains three major components namely curcumin (Rf 0.4), demethoxycurcumin (Rf 0.16), and bisdemethoxycurcumin (Rf 0.06), while the bangle contains curcumin (Rf 0.4) and other compounds with Rf 0.6 and Rf 0.31.

DIFERENSIASI TEMULAWAK, KUNYIT, DAN BANGLE BERDASARKAN POLA PEMISAHAN SENYAWA MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS ALI MIFTAHUDDIN Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Judul Nama NIM : Diferensiasi Temulawak, Kunyit, dan Bangle Berdasarkan Pola Pemisahan Senyawa Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis : Ali Miftahuddin : G44204053 Menyetujui Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Eti Rohaeti, M.S. Mohamad Rafi, M.Si. NIP 19600807 198703 2 001 NIP 19770316 200604 1 010 Mengetahui Ketua Departemen, Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S. NIP 19501227 197603 2 002 Tanggal Lulus:

PRAKATA Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas ridho, rahmat, dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2008 ini ialah Diferensiasi Temulawak, Kunyit, dan Bangle Berdasarkan Pola Pemisahan Senyawa Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis. Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Eti Rohaeti, M.S dan Bapak Mohamad Rafi, M.Si selaku pembimbing atas bimbingan, dorongan, semangat, dan ilmu yang diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih tak terhingga juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Kakak dan seluruh keluarga tercinta yang memberikan dorongan semangat, bantuan materi, kesabaran, dan kasih sayang kepada penulis. Terima kasih juga tidak lupa penulis ucapkan kepada Pak Eman, Ibu Nunung, Mba Adew, Mba Salina, Bu Nunuk, Nio, Endi, Kak Zaim serta seluruh Staf Analitik, Laboratorium Bersama dan Pusat Studi Biofarmaka atas segala fasilitas dan kemudahan yang diberikan. Rekan-rekan kimia 41 terima kasih atas motivasi dan dukungan yang diberikan, semoga Allah senantiasa membalas semuanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2010 Ali Miftahuddin

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 13 April 1986 dari ayah Suhendar Abas Suryana dan Ibu Lilis Suryatin. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tahun 2004 Penulis lulus dari SMAN 5 Tasikmalaya dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia TPB pada tahun 2006/2007. Tahun 2007 penulis melaksanakan praktek lapangan di P T Abbott Indonesia, Depok.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... vii vii viii PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA... 1 Temulawak... 1 Kunyit... 2 Bangle... 2 Kurkuminoid... 3 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)... 3 BAHAN DAN METODE... 4 Alat dan Bahan... 4 Metode... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 4 Eluen Terbaik... 4 Diferensiasi Temulawak, Kunyit, dan Bangle... 5 SIMPULAN DAN SARAN... 7 DAFTAR PUSTAKA... 7 LAMPIRAN... 9

DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi metabolit dalam temulawak... 2 2 Komposisi metabolit dalam kunyit... 2 3 Komposisi metabolit dalam bangle... 3 4 Data eluen dan jumlah pita yang dihasilkan... 4 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tanaman dan rimpang temulawak... 1 2 Tanaman dan rimpang kunyit... 2 3 Tanaman dan rimpang bangle... 2 4 Struktur kurkuminoid... 3 5 KLT semiautomatis Linomat V (CAMAG)... 3 6 Pola kromatogram ekstrak temulawak, kunyit, dan bangle tanpa pendeteksi pita komponen... 5 7 Pola kromatogram ekstrak temulawak, kunyit, dan bangle dengan pendeteksi pita komponen vanilina... 6 8 Pola kromatogram ekstrak temulawak, kunyit, dan bangle dengan pendeteksi pita komponen anisaldehida... 6

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Lokasi pengambilan sampel... 10 2 Pola kromatogram temulawak dari 8 daerah tanpa pendeteksi pita komponen... 11 3 Pola kromatogram temulawak dari 8 daerah dengan pendeteksi pita komponen vanilina... 13 4 Pola kromatogram temulawak dari 8 daerah dengan pendeteksi pita komponen anisaldehida... 15 5 Pola kromatogram kunyit dari 8 daerah tanpa pendeteksi pita komponen 17 6 Pola kromatogram kunyit dari 8 daerah dengan pendeteksi pita komponen vanilina... 19 7 Pola kromatogram kunyit dari 8 daerah dengan pendeteksi pita komponen anisaldehida... 21 8 Pola kromatogram bangle dari 8 daerah tanpa pendeteksi pita komponen... 23 9 Pola kromatogram bangle dari 8 daerah dengan pendeteksi pita komponen vanilina... 25 10 Pola kromatogram bangle dari 8 daerah dengan pendeteksi pita komponen anisaldehida... 27

PENDAHULUAN Temulawak, kunyit, dan bangle merupakan tanaman obat yang banyak digunakan sebagai obat tradisional/jamu. Ketiga tanaman ini termasuk ke dalam keluarga Zingiberaceae dan diketahui mengandung senyawa aktif kurkuminoid. Khasiat dari suatu tanaman obat akan sangat dipengaruhi oleh kemurnian dari tanaman tersebut sehingga perlu adanya pengendalian mutu untuk menjamin kualitas bahan baku obat herbal. Pengendalian mutu bahan baku ekstrak, dan produk komersial dari suatu tanaman obat dapat dilakukan melalui berbagai teknik pengujian, yaitu teknik mikroskopi, sidik jari kromatografi, dan teknologi penanda DNA molekuler. Ketiga tanaman ini, umumnya diperjualbelikan dalam bentuk serbuk, sehingga sukar dibedakan antara tanaman yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode yang dapat menunjukkan ciri spesifik tiap tanaman tersebut. Teknik yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut adalah sidik jari kromatografi lapis tipis (KLT). Terdapat beberapa teknik kromatografi untuk menganalisis tanaman obat, yaitu kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), kromatografi gas (KG), dan KLT. KLT merupakan cara yang dapat digunakan untuk identifikasi, autentikasi, maupun deteksi adanya bahan pemalsu. KLT memiliki beberapa keuntungan, yaitu metodenya sangat sederhana, cepat, dan preparasinya yang relatif tidak rumit (Liang et al. 2004). Saat ini telah dikembangkan metode KLT instrumental yang menggunakan alat penotol automatis yang mempunyai kelebihan, yaitu panjang pita dan volume ekstrak dapat diatur sehingga lebih seragam. Selain alat penotol, cara deteksi dan dokumentasi pelat KLT dapat langsung dilihat di bawah lampu sinar tampak, UV 254 nm, dan 366 nm dalam bentuk gambar digital. Pita-pita yang terbentuk akan menunjukkan pola yang khas dari tiap contoh yang dianalisis pada kromatogram KLT yang diperoleh. Dengan menggunakan cara ini, diharapkan temulawak, kunyit, dan bangle dapat dibedakan berdasarkan pola kromatogramnya sehingga dapat digunakan sebagai cara identifikasi, autentikasi, dan deteksi pemalsuan bahan baku jika salah satu bahan tersebut dicampur satu sama lain. Penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan KLT untuk pengendalian mutu tanaman obat di antaranya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Duron et al. (2007) untuk evaluasi produk komersial yang mengandung spesies Aesculus hippocastanum, Turnera diffusa, Matricaria recutita, Passiflora incarnata, dan Tilia occidentalis, Oliveira et al. (2008) menggunakan teknik KLT untuk diferensiasi spesies Baccharis yang tumbuh di Brazilia, dan Birk et al. (2005) untuk sidik jari KLT golongan flavonoid dan saponin dari spesies Passiflora. Penelitian ini bertujuan membandingkan pola kromatogram KLT dari ekstrak temulawak, kunyit, dan bangle yang digunakan untuk diferensiasi ketiga tanaman yang digunakan. TINJAUAN PUSTAKA Temulawak Temulawak memiliki klasifikasi sebagai berikut: divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monokotiledon, ordo Zingiberales, keluarga Zingiberaceae, genus Curcuma, spesies Curcuma xanthorrizha Roxb. Gambar 1 menunjukkan tanaman dan rimpang temulawak. Gambar 1 Tanaman dan rimpang temulawak. Temulawak merupakan tanaman asli Indonesia yang tumbuh di daerah tropis. Temulawak pertama kali menyebar dari kawasan Indo-Malaysia sampai ke seluruh dunia. Saat ini, tanaman ini selain ke Asia Tenggara dapat ditemui di Cina, Indo-Cina, Bardabos, India, Jepang, Korea, Amerika Serikat dan Beberapa Negara Eropa. Rimpang kering temulawak mengandung pati (48-59.64%), kurkuminoid (1.6-2.2%), dan minyak atsiri (1.48-1.63%). Kurkuminoid pada temulawak terdiri atas kurkumin (58-71%) dan demetoksikurkumin (29-42%). Fraksi minyak atsiri rimpang temulawak terdiri atas senyawa turunan monoterpena dan seskuiterpena. Senyawa turunan monoterpena terdiri atas 1,8 sineol, borneol, α-felandrena, dan kamfor. Senyawa seskuiterpena terdiri atas β-kurkumena, turmeron, sikloisoprenmirsena, bisakuronepoksida, α- atlanton, ar-kurkumena, zingiberena, β- bisabulen, bisakuron A,B,C, ar-turmeron, dan

2 germakrena (Sidik et al. 1995). Kadar air tidak lebih dari 10%, dan kadar abu total tidak lebih dari 7.8% (BPOM RI 2004). Bermawie et al. (2006) melaporkan kandungan metabolit dalam simplisia kering temulawak seperti pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1 Komposisi temulawak Komponen Kadar (%) Karbohidrat 4 6 Protein 5 8 Lemak 4-6.5 Minyak Atsiri 5.5 6 Kurkumin 0.4 2 Sumber: Bermawie et al. (2006) Kunyit metabolit dalam Kunyit memiliki klasifikasi sebagai berikut: divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monokotiledon, ordo Zingiberales, keluarga Zingiberaceae, genus Curcuma, spesies Curcuma longa L. Gambar 2 menunjukkan tanaman dan rimpang kunyit. kurkuminoid, yaitu kurkumin (75-81%), demetoksikurkumin (15-19%), dan bisdemetoksikurkumin (2.2-6.6%) (Jayaprakasha et al. 2005). Tabel 2 menunjukkan komposisi metabolit dalam simplisia kering kunyit. Tabel 2 Komposisi metabolit dalam kunyit Komponen Kadar (%) Karbohidrat 4.9 Protein 7.8 Lemak 8.0 Minyak Atsiri 3-4 Kurkumin 3-6 Serat 6.7 Vitamin 0.03 Mineral 4.0 Sumber : Bermawie et al. (2006) Bangle Bangle memiliki klasifikasi sebagai berikut: divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monokotiledon, ordo Zingiberales, keluarga Zingiberaceae, genus Zingiber, species Zingiber purpureum Roxb. Gambar 3 menunjukkan tanaman dan rimpang bangle. Gambar 2 Tanaman dan rimpang kunyit. Kunyit tersebar di daerah tropis dan subtropis dan ditanam secara luas di negaranegara Asia terutama, di India dan Cina. Di Malaysia, Indonesia dan India, kunyit telah diteliti dengan baik untuk kepentingan ekonomi negaranya dan perubahan sangat cepat terjadi di dalam ilmu obat obatan, sejak kunyit ditemukan sebagai antioksidan karena mengandung senyawa-senyawa fenolat (Araujo & Leon 2001). Senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam rimpang kunyit ada yang bersifat atsiri dan nonatsiri. Senyawa kimia yang termasuk minyak atsiri diidentifikasi menggunakan kromatografi gas (KG) dan kromatografi gasspektroskopi massa (KG-SM). Turmeron, arturmerona, zingiberena, dan kurlona ditemukan sebagai senyawa kimia utama dalam minyak atsiri. Senyawa kimia nonatsiri yang terkandung dalam kunyit adalah zat warna yang banyak terdapat pada senyawasenyawa fenolat antara lain senyawa Gambar 3 Tanaman dan rimpang bangle. Bangle tumbuh di daerah Asia Tropika dari India sampai Indonesia. Di Jawa dibudidayakan atau ditanam di pekarangan dan tempat-tempat yang cukup mendapat sinar matahari, mulai dari dataran rendah sampai 1300 m di atas permukaan laut. Pada tanah yang tergenang atau becek, pertumbuhannya akan terganggu dan rimpang cepat membusuk. Bangle merupakan tanaman obat semusim, tumbuh tegak, tinggi 1-1,5 m, membentuk rumpun yang agak padat (BPPP 2008). Bangle digolongkan sebagai rempahrempah yang memiliki khasiat obat. Permukaan rimpang bangle tidak rata, berkerut, berwarna cokelat muda kekuningan, bila dibelah daging bangle berwarna kuning muda sampai kuning kecokelatan. Jika digigit rasanya tidak enak, pedas, dan pahit. Rimpang bangle mengandung saponin dan flavonoid, di

3 samping minyak atsiri yang berkhasiat sebagai antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik (Araujo & Leon 2001). Tabel 3 menunjukkan komposisi metabolit dalam rimpang bangle. Tabel 3 Komposisi metabolit dalam rimpang bangle Komponen Kadar (%) Karbohidrat 50.21 Kadar air 6.0 Kadar abu 8.08 Kadar lemak 7.05 Serat 9.01 Kadar air ekstrak 12.15 Sumber: (Balittro 1990) Kurkuminoid Kurkuminoid termasuk kelompok senyawa fenolat yang terkandung dalam rimpang tanaman famili Zingiberaceae antara lain: temulawak, kunyit, dan bangle. Kurkuminoid merupakan senyawa aktif dalam temulawak, kunyit, dan bangle. Kurkuminoid yang diisolasi dari kunyit memperlihatkan absorpsi yang cukup kuat pada panjang gelombang 420-430 nm dalam pelarut organik. Ekstrak murni kunyit mengandung campuran tiga jenis kurkuminoid, yaitu kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin dengan kadar berturut turut: 75-81%, 15-19%, dan 2,2-6,6% (Jayaprakasha et al. 2005). Kurkumin, demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin mempunyai rumus molekul berturut-turut: C 21 H 20 O 6, C 20 H 18 O 5, dan C 19 H 16 O 4 dengan bobot molekul berturut-turut: 368 g/mol, 338 g/mol, 308 g/mol. Kurkumin bersifat larut dalam etanol, keton, asam asetat, dan kloroform, tetapi tidak larut dalam air. Dalam suatu molekul kurkumin, rantai utamanya alifatik, tidak jenuh, gugus arilnya dapat disubstitusi atau tidak (Arajuo & Leon 2001). Struktur ketiga jenis kurkuminoid ini ditunjukkan pada gambar 4. Keterangan: R 1= OCH 3 R 2= OCH 3 = kurkumin R 1= OCH 3 R 2= H = demetoksikurkumin R 1= H R 2= H = bisdemetoksikurkumin Gambar 4 Struktur kurkuminoid. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah tipe kromatografi cair yang fase diamnya berupa lapisan tipis sorben partikel yang seragam dalam pelat gelas, aluminium foil, atau plastik. Dalam prosedur dasar KLT, larutan sampel diaplikasikan ke dalam pelat, dan pelat dikembangkan dengan memasukkannya ke dalam bejana tertutup dan bagian dasar dari bejana diisi dengan fase geraknya (eluen) yang biasanya berupa campuran berbagai pelarut. Setelah pengembangan, pelat di angkat dari bejana dan ditandai untuk dihitung nilai Rf-nya (nisbah antara jarak pita yang terpisah dan jarak eluennya) (Sherma & Fried 2005). Saat ini telah dikembangkan KLT semiautomatis Linomat V (CAMAG) (Gambar 5), alat ini dikendalikan oleh suatu mikroprosesor yang menyebabkan larutan ekstrak dapat ditotolkan pada pelat biasanya dalam bentuk pita dengan mengkompresikan tekanan udara atau nitrogen sehingga tidak memerlukan kontak langsung dengan pelat. Agar volume ekstrak dapat menampung volume yang cukup besar, maka panjang zona terapan harus berada pada rentang 0-180 mm. Zona terapan panjang terutama berguna untuk tahapan persiapan (Hahn-Deinstrop 2007). Keterangan: (a) (b) a) tampilan alat secara umum b) tampilan alat penotol semiautomatis Gambar 5 KLT semiautomatis Linomat V (CAMAG). Nilai Rf dan warna yang dihasilkan oleh reagen pewarna dapat dibandingkan dengan standar yang digunakan untuk mengidentifikasi zona sampel yang tidak diketahui kandungan senyawanya. Analisis semikuantitatif secara langsung dilakukan dengan membandingkan secara visual antara zona standar dengan zona sampel sedangkan dengan cara tidak langsung didasarkan pada spektrofotometri UV-Tampak atau flouresensi setelah zona standar dan sampel dielusi.

4 BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan ialah sistem KLT Camag (Camag, Swiss) yang dioperasikan dengan peranti lunak WinCATS 1.2.3 yang terdiri atas KLT semiautomatis Linomat V, syringe, Bejana KLT yang berbentuk gelas berukuran 20 x 20 cm, dan sistem dokumentasi ReproStar 3. Bahan-bahan yang digunakan ialah pelat KLT silika gel Merck 60 F 254, 20 x 20 cm tebal 0,2 mm (Darmstadt, Jerman), standar kurkumin (CCM), demetoksikurkumin (DMC), bisdemetoksikurkumin (BDC), etanol 96 %, metanol, etanol, kloroform, diklorometana, vanilina, anisaldehida, serbuk temulawak, kunyit, dan bangle dari 8 daerah di Pulau Jawa (Lampiran 1). Metode Penelitian ini meliputi pembuatan ekstrak etanol, pencarian eluen terbaik, dan analisis menggunakan KLT. Pembuatan ekstrak etanol dilakukan untuk mendapatkan ekstrak pekat bahan dengan menggunakan pelarut etanol 96% dengan cara maserasi, dan dipekatkan dengan radas berputar uap. Pencarian eluen terbaik dilakukan dengan memilih eluen yang dapat memisahkan senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak ketiga tanaman dengan baik dan menghasilkan banyak pita. Analisis dengan menggunakan KLT dilakukan untuk mendapatkan pola-pola kromatogram yang khas dari ekstrak-ekstrak contoh. Ekstraksi Etanol Ekstrak dibuat dengan cara maserasi menggunakan etanol 96%. Sebanyak 100 gram serbuk kering contoh dimasukkan ke dalam maserator, ditambah 1000 ml etanol 96% direndam selama 24 jam sambil sekalikali diaduk. Maserat dipisahkan dan diuapkan dengan radas berputar uap kemudian dikeringbekukan hingga diperoleh ekstrak kental. Perlakuan ini dilakukan untuk ketiga contoh. Diferensiasi temulawak, kunyit, dan bangle Ekstrak etanol yang sudah dipekatkan, dilarutkan dengan pelarut etanol dengan konsentrasi 1000 µg/ml. Tiap-tiap 10 µl ekstrak contoh dilakukan analisis pada pelat KLT di garis awal, panjang pita 8 mm. Pelat KLT yang digunakan adalah pelat Aluminium dengan silika gel 60 F 254, 20 x 20 cm. Tiap eluen dibiarkan bermigrasi sampai 8 cm dari garis start. Deteksi pelat KLT digunakan sistem dokumentasi dibawah sinar lampu tampak dan UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Sistem pewarnaan dengan menggunakan vanilina dan anisaldehida kemudian dipanaskan pada suhu 100 C selama 5 menit. HASIL DAN PEMBAHASAN Eluen Terbaik Eluen terbaik untuk ekstrak temulawak, kunyit, dan bangle adalah diklorometana:kloroform (32.5:67.5 v/v) karena menghasilkan pemisahan yang sangat baik dan menghasilkan banyak pita. Eluen terbaik dicari dengan menggunakan pelarut dari nonpolar sampai polar dan kombinasi dari pelarut-pelarut tersebut, seperti toluena, kloroform, metanol, etanol. Tabel 4 menunjukkan berbagai macam eluen yang digunakan untuk pemisahan ekstrak ketiga tanaman dan banyaknya pita senyawa yang berhasil dipisahkan. Tabel 4 Data eluen dan jumlah pita yang dihasilkan Eluen nisbah Jumlah pita (v/v) TM KN BNG K Y L CH 2Cl 2: CHCl 3 32.5:67.5 5 5 9 CH 2Cl 2: CHCl 3:CH 3CH 2OH 49:49:2 1 5 3 CH 2Cl 2: CHCl 3:CH 3CH 2OH 60:35:5 3 3 3 CH 2Cl 2: CHCl 3:CH 3CH 2OH 65:32:3 2 3 2 CH 2Cl 2: CHCl 3:CH 3CH 2OH 70:28:2 2 3 2 CH 2Cl 2: CHCl 3:CH 3CH 2OH 60:35:5 3 3 2 C 6H 14 : CHCl 3:CH 3CH 2OH 49:49:2 5 3 4 CHCl 3:CH 3CH 2OH 90:10 1 2 1 CHCl 3:CH 3CH 2OH 80:20 1 1 1 C 6H 14: CH 3CH 2OH 80:20 2 1 5 Keterangan: TMK : temulawak KNY : kunyit BNGL : bangle CH 2Cl 2 : diklorometana CHCl 3 : kloroform CH 3CH 2OH : etanol C 6H 14 : heksana

5 Diferensiasi temulawak, kunyit, dan bangle Identifikasi untuk menentukan keaslian suatu tanaman obat mempunyai peranan penting dalam pengendalian mutu obat dari tanaman tersebut. Identifikasi terhadap senyawa aktif utama yang berperan penting dalam memberikan efek farmakologis dari suatu tanaman obat, tidak mencerminkan kualitas secara keseluruhan dari tanaman tersebut dikarenakan ada ratusan komponen kimia yang tidak diketahui dalam jumlah yang relatif rendah yang saling berinteraksi sehingga menghasilkan efek farmakologis terhadap tanaman obat tersebut (Liang et al. 2004). KLT mempunyai kemampuan pemisahan yang sangat baik untuk senyawa-senyawa kimia yang kompleks dalam ekstrak tanaman obat menjadi banyak subfraksi yang sederhana (Liang et al. 2004). KLT merupakan metode yang umum digunakan untuk identifikasi tanaman obat dengan analisis cepat, ekonomis dan memiliki dwifungsi sekaligus, yaitu pemisahan dan identifikasi (Famei et al. 2000). Metode ini dapat memberikan informasi berupa pola kromatogram dari komponen-komponen kimia suatu ekstrak tanaman obat, baik dalam bentuk pita penciri maupun bukan sehingga dapat menunjukkan kualitas suatu tanaman obat, seperti temulawak, kunyit, dan bangle. Pada penelitian ini telah dilakukan pencarian eluen untuk mendapatkan resolusi yang baik dan dapat memisahkan komponenkomponen senyawa dari tiga tanaman obat sehingga didapat pita-pita pada kromatogram KLT yang dapat dijadikan pita penciri untuk diferensiasi atau membedakan ketiga tanaman obat tersebut. Pencarian eluen terbaik dalam proses pemisahan KLT merupakan hal yang sangat penting, karena terpisah atau tidaknya suatu komponen kimia dalam ekstrak bergantung pada eluen terbaik yang didapat. Pencarian telah dilakukan dari pelarut nonpolar sampai polar, yaitu benzena, toluena, kloroform, diklorometana, etanol, metanol maupun campuran dari pelarut tersebut dengan berbagai komposisi, dan didapatkan fase gerak terbaik, yaitu campuran pelarut diklorometana-kloroform (32.5:67.5 v/v). Gambar 6 menunjukkan pola sidik jari KLT dari temulawak, kunyit, dan bangle. Pola pemisahan senyawa yang diperoleh mencirikan perbedaan komposisi senyawa yang terkandung sehingga dapat dijadikan sebagai teknik untuk identifikasi, autentikasi, maupun deteksi adanya bahan pemalsu pada ketiga tanaman obat yang digunakan. Tiga pita kuning kecoklatan pada kunyit dengan Rf 0.4, 0.16, dan 0.06 dideteksi berturut-turut sebagai kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin dapat dijadikan sebagai pita penciri untuk membedakan dari temulawak dan bangle. Bangle hanya memiliki kurkumin untuk membedakan dari temulawak dan kunyit. Temulawak dapat dibedakan dari kunyit dan bangle karena hanya memiliki kurkumin dan demetoksikurkumin. Selain itu, pita kuning kecoklatan (Rf 0.33) pada temulawak dapat dijadikan pilihan sebagai pita penciri untuk membedakan dari kunyit dan bangle. Pita bisdemetoksikurkumin yang hanya terdapat pada kunyit dapat digunakan untuk membedakan dari temulawak dan bangle. Pita khas dengan Rf 0.6 yang terdeteksi pada (a) (b) (c) Gambar 6 Pola kromatogram ekstrak temulawak, kunyit, dan bangle tanpa pendeteksi pita komponen. Keterangan: (a) visualisasi sinar tampak, (b) UV 254 nm, (c) UV 366 nm CCM = kurkumin DCM = demetoksikurkumin BDC = bisdemetoksikurkumin TMK = temulawak KNY = kunyit BNGL = bangle

6 visualisasi UV 254 nm dan berwarna biru pada UV 366 nm yang hanya terdapat pada bangle dapat dijadikan pita penciri untuk membedakan bangle dari temulawak dan kunyit. Selain itu, bangle memiliki pita khas dengan Rf 0.31 yang terdeteksi pada UV 254 nm dan 366 nm. Pada visualisasi dengan menggunakan lampu UV 254 nm, lapisan tipis yang digunakan mengandung indikator flouresensi yang akan bersinar jika disinari pada panjang gelombang 254 nm dan senyawa pada pita yang akan ditampakkan mengandung ikatan rangkap terkonjugasi dan cincin aromatik sehingga sinar UV 254 nm yang mengeksitasi tidak dapat mencapai indikator fluoresensi, dan tidak ada cahaya yang dipancarkan sehingga menghasilkan pita gelap dengan latar belakang yang bersinar. Pada visualisasi dengan lampu UV 366 nm, lapisan tipis yang digunakan tidak berflouresensi jika disinari pada 366 nm, sedangkan senyawa pada pita mengandung gugus kromofor yang terikat pada ausokrom akan berinteraksi dengan sinar UV 366 nm sehingga menghasilkan latar belakang gelap dengan pita yang bersinar (Sherma & Fried 2005). Secara umum, visualisasi pada UV 254 nm dan UV 366 nm menunjukkan pola yang sama baik tanpa maupun menggunakan pendeteksi warna. Pendeteksi pita komponen vanilina dan anisaldehida juga digunakan untuk mendeteksi pita-pita terutama pita yang tidak muncul pada lampu tampak (Gambar 7 dan 8), dikarenakan kedua pendeteksi pita tersebut mampu bereaksi dengan gugus kromofor pada senyawa aktif sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang (UV ke tampak) yang menyebabkan pita akan terlihat oleh mata. Secara umum pola kromatogram menggunakan vanilina dan anisaldehida menunjukkan hasil yang sama dengan tanpa pendeteksi pita komponen sehingga tanpa pendeteksi warna pun sudah mampu menunjukkan pita-pita yang khas dari tiap komponen. Pendeteksian pita dengan anisaldehida tidak sebaik menggunakan vanilina, namun pola kromatogramnya tetap dapat digunakan untuk diferensiasi temulawak, kunyit, dan bangle karena dapat mendeteksi pita warna kurkuminoid pada visualisasi tampak. Pita penciri untuk temulawak, kunyit, dan bangle diperkuat dengan dibuat sidikjari KLT Gambar 7 (a) (b) (c) Pola kromatogram ekstrak temulawak, kunyit, dan bangle dengan pendeteksi pita komponen vanilina. Gambar 8 (a) (b) (c) Pola kromatogram ekstrak temulawak, kunyit, dan bangle dengan pendeteksi pita komponen anisaldehida. Keterangan: (a) visualisasi sinar tampak, (b) UV 254 nm, (c) UV 366 nm CCM = kurkumin DCM = demetoksikurkumin BDC = bisdemetoksikurkumin TMK = temulawak KNY = kunyit BNGL = bangle

7 dari 8 daerah untuk masing-masing tanaman (Lampiran 2-10). Pita-pita penciri pada kunyit, yaitu kurkumin (Rf 0.4), demetoksikurkumin (Rf 0.16), dan bisdemetoksikurkumin (Rf 0.06) terdeteksi pula pada semua daerah. Pita penciri pada temulawak, yaitu kurkumin dan demetoksikurkumin terdeteksi pada semua daerah kecuali pita kuning (Rf 0.33) yang hanya 5 daerah yang terlihat jelas, untuk bangle pita-pita pencirinya, yaitu kurkumin, pita dengan Rf 0.31 dan Rf 0.6 relatif terlihat jelas pada semua daerah. Tidak terdeteksinya pita kuning (Rf 0.33) pada temulawak di semua daerah menunjukkan bahwa pita tersebut bukan pita penciri sehingga perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut terhadap pita tersebut dengan divariasikan lagi konsentrasi ekstraknya dikarenakan tiap daerah memiliki kandungan komponen kimia yang berbedabeda. Berdasarkan pola sidik jari yang diperoleh, maka metode ini dapat digunakan untuk diferensiasi ketiga tanaman obat. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Diferensiasi tiga tanaman obat, yaitu: temulawak, kunyit, dan bangle menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dapat digunakan untuk pengendalian mutu terutama uji keaslian bahan berdasarkan komponen penyusun kurkuminoidnya, yaitu kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin. Tiga komponen utama ini dapat dijadikan senyawa penciri, yaitu kunyit lengkap memiliki tiga komponen utamanya, temulawak tidak memiliki bisdemetoksikurkumin, dan bangle hanya memiliki kurkumin. Pola kromatogram dari ketiga jenis tanaman yang berasal dari 8 daerah menunjukkan hasil yang baik karena dapat memperkuat pita-pita penciri pada diferensiasi temulawak, kunyit, dan bangle. Saran Komposisi eluen bagi diferensiasi dari ketiga jenis tanaman perlu dioptimumkan kembali, sehingga menghasilkan pemisahan yang baik. Perlu dilakukan variasi konsentrasi tiap ekstrak tanaman obat. Pola kromatogram yang diperoleh perlu dilakukan validasi.. DAFTAR PUSTAKA Arajuo CAC, Leon LL. 2001. Biological activities of Curcuma longa L. Mem Inst Oswaldo Cruz 96 (5): 723-728. Birk CD, Provensi G, Gosmann G, Reginatto FH, Schenkel EP. 2005. TLC fingerprint of flavonoids and saponins from Passiflora Species. Journal of Liquid Chromatography & Related Technologies 28: 2285-2291. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: BPOM RI. [BPPP] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Potensi ekonomi tanaman obat sebagai bahan baku jamu. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 14: 3. Hahn-Deinstrop. 2007. Applied Thin-Layer Chromatography. R.G. Leach, editor Germany: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA. hlm: 59-131. Irawati I. 2008. Uji banding metode penentuan aktivitas antioksidan rimpang temulawak [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia FMIPA, IPB. Jayaprakasha GK, Jaganmohan Rao L, Sakariah KK. 2005. Chemistry and biological activities of Curcuma longa. Trends in Food Science & Technology 16: 533-548. Liang YZ, Xie P, Chan K. 2004. Quality control of herbal medicine. Journal of Chromatography B 812 : 53-70. Li F, Xiong Z, Lu X, Qin F, Li X. 2006. Strategy and chromatographic technology of quality control for traditional chinese medicine. Chinese Journal of Chromatography 24(6):537-544. Oliveira SQ de, Barbon G, Gosmann G, Bordignon S. 2006. Differentiation of South Brazilian Baccharis species by TLC. Journal of Liquid Chromatography & Related Technologies 29: 2603-2609.

8 Ramrez-Duron R, Ceniceron-Almeguer L, Salazar-Alanda R, LL Salazar-Cavazos M de, Torres NW de. 2007. Evaluation of thin layer chromatography methods for quality control of commercial products containing Aesculus hippocastanum, Turnera diffusa, Matricaria recutita, Passiflora incarnata, and Tilia occidentalis. Journal of AOAC International 90 (4): 920-923. Rininta N. 2008. KLT autografi-cuprac sebagai teknik cepat pendeteksian aktivitas senyawa antioksidan [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia FMIPA, IPB. Sherma J, Fried B. 2005. Thin layer chromatographic analysis of biological sampel. Journal of Liquid Chromatography & Related Technologies 28: 2297-2314. [WHO] World Health Organization. 1999. Monograph on Selected Medicinal Plant. Vol 1. Geneva: WHO.

LAMPIRAN 9

10 Lampiran 1 Lokasi pengambilan sampel No Jenis tanaman Nama daerah 1 Temulawak Ngadirejo, Wonogiri 2 Temulawak Tembalang, Semarang 3 Temulawak Tawangmangu, Karanganyar 4 Temulawak Semen, Kediri 5 Temulawak Ngrayun, Ponorogo 6 Temulawak Rancakalong, Sumedang 7 Temulawak Cikembar, Sukabumi 8 Temulawak Dramaga, Bogor 9 Kunyit Ngadirejo, Wonogiri 10 Kunyit Tembalang, Semarang 11 Kunyit Tawangmangu, Karanganyar 12 Kunyit Semen, Kediri 13 Kunyit Slahung, Ponorogo 14 Kunyit Tanjungkerta, Sumedang 15 Kunyit Cikembar, Sukabumi 16 Kunyit Dramaga, Bogor 17 Bangle Ngadirejo, Wonogiri 18 Bangle Tembalang, Semarang 19 Bangle Tawangmangu, Karanganyar 20 Bangle Semen, Kediri 21 Bangle Slahung, Ponorogo 22 Bangle Tanjungkerta, Sumedang 23 Bangle Cikembar, Sukabumi 24 Bangle Dramaga, Bogor

11 Lampiran 2 Pola kromatogram temulawak dari 8 daerah tanpa pendeteksi pita komponen (a) (b)

12 Lanjutan lampiran 2 Keterangan: (c) Sistem kromatografi : silika gel GF 254, diklorometana:kloroform (32.5:67.5, v/v), (a) lampu tampak (b) lampu UV 254 nm (c) lampu UV 366 nm STD : Standar kurkuminoid NGD : Ngadirejo, Wonogiri TMB : Tembalang, Semarang TWM : Tawangmangu, Karanganyar SMN : Semen, Kediri NGR : Ngrayun, Ponorogo RCK : Rancakalong, Sumedang CKR : Cikembar, Sukabumi DMG : Dramaga, Bogor

13 Lampiran 3 Pola kromatogram temulawak dari 8 daerah dengan pendeteksi pita komponen vanilina (a) (b)

14 Lanjutan lampiran 3 Keterangan: (c) Sistem kromatografi : silika gel GF 254, diklorometana:kloroform (32.5:67.5, v/v), pendeteksi pita vanilina (a) lampu tampak (b) lampu UV 254 nm (c) lampu UV 366 nm STD : Standar kurkuminoid NGD : Ngadirejo, Wonogiri TMB : Tembalang, Semarang TWM : Tawangmangu, Karanganyar SMN : Semen, Kediri NGR : Ngrayun, Ponorogo RCK : Rancakalong, Sumedang CKR : Cikembar, Sukabumi DMG : Dramaga, Bogor

15 Lampiran 4 Pola kromatogram temulawak dari 8 daerah dengan pendeteksi pita komponen anisaldehida (a) (b)

16 Lanjutan lampiran 4 Keterangan: (c) Sistem kromatografi : silika gel GF 254, diklorometana:kloroform (32.5:67.5, v/v), pendeteksi pita anisaldehida (a) lampu tampak (b) lampu UV 254 nm (c) lampu UV 366 nm STD : Standar kurkuminoid NGD : Ngadirejo, Wonogiri TMB : Tembalang, Semarang TWM : Tawangmangu, Karanganyar SMN : Semen, Kediri NGR : Ngrayun, Ponorogo RCK : Rancakalong, Sumedang CKR : Cikembar, Sukabumi DMG : Dramaga, Bogor

17 Lampiran 5 Pola kromatogram kunyit dari 8 daerah tanpa pendeteksi pita komponen (a) (b)

18 Lanjutan lampiran 5 (c) Keterangan: Sistem kromatografi : silika gel GF 254, diklorometana:kloroform (32.5:67.5, v/v), (a) lampu tampak (b) lampu UV 254 nm (c) lampu UV 366 nm STD : Standar kurkuminoid NGD : Ngadirejo, Wonogiri TMB : Tembalang, Semarang TWM : Tawangmangu, Karanganyar SMN : Semen, Kediri SLH : Slahung, Ponorogo TJK :Tanjungkerta, Sumedang CKR : Cikembar, Sukabumi DMG : Dramaga, Bogor

19 Lampiran 6 Pola kromatogram kunyit dari 8 daerah dengan pendeteksi pita komponen vanilina (a) (b)

20 Lanjutan lampiran 6 (c) Keterangan: Sistem kromatografi : silika gel GF 254, diklorometana:kloroform (32.5:67.5, v/v), pendeteksi pita vanilina (a) lampu tampak (b) lampu UV 254 nm (c) lampu UV 366 nm STD : Standar kurkuminoid NGD : Ngadirejo, Wonogiri TMB : Tembalang, Semarang TWM : Tawangmangu, Karanganyar SMN : Semen, Kediri SLH : Slahung, Ponorogo TJK : Tanjungkerta, Sumedang CKR : Cikembar, Sukabumi DMG : Dramaga, Bogor

21 Lampiran 7 Pola kromatogram kunyit dari 8 daerah dengan pendeteksi pita komponen anisaldehida (a) (b)

22 Lanjutan lampiran 7 Keterangan: (c) Sistem kromatografi : silika gel GF 254,diklorometana:kloroform (32.5:67.5, v/v), pendeteksi pita anisaldehida (a) lampu tampak (b) lampu UV 254 nm, (c) lampu UV 366 nm STD : Standar kurkuminoid NGD : Ngadirejo, Wonogiri TMB : Tembalang, Semarang TWM : Tawangmangu, Karanganyar SMN : Semen, Kediri SLH : Slahung, Ponorogo TJK : Tanjungkerta, Sumedang CKR : Cikembar, Sukabumi DMG : Dramaga, Bogor

23 Lampiran 8 Pola kromatogram bangle dari 8 daerah tanpa pendeteksi pita komponen (a) (b)

24 Lanjutan lampiran 8 Keterangan: (c) Sistem kromatografi : silika gel GF 254, diklorometana:kloroform (32.5:67.5, v/v), (a) lampu tampak (b) lampu UV 254 nm, (c) lampu UV 366 nm STD : Standar kurkuminoid NGD : Ngadirejo, Wonogiri TMB : Tembalang, Semarang TWM : Tawangmangu, Karanganyar SMN : Semen, Kediri SLH : Slahung, Ponorogo TJK : Tanjungkerta, Sumedang CKR : Cikembar, Sukabumi DMG : Dramaga, Bogor

25 Lampiran 9 Pola kromatogram bangle dari 8 daerah dengan pendeteksi pita komponen vanilina (a) (b)

26 Lanjutan lampiran 9 Keterangan: Sistem kromatografi : silika gel GF 254, diklorometana:kloroform (32.5:67.5, v/v), pendeteksi pita vanillina (a) lampu tampak (b) lampu UV 366 nm STD : Standar kurkuminoid NGD : Ngadirejo, Wonogiri TMB : Tembalang, Semarang TWM : Tawangmangu, Karanganyar SMN : Semen, Kediri SLH : Slahung, Ponorogo TJK : Tanjungkerta, Sumedang CKR : Cikembar, Sukabumi DMG : Dramaga, Bogor

27 Lampiran 10 Pola kromatogram bangle dari 8 daerah dengan pendeteksi pita anisaldehida (a) (b)

28 Lanjutan lampiran 10 Keterangan: (c) Sistem kromatografi : silika gel GF 254, diklorometana:kloroform (32.5:67.5, v/v), pendeteksi pita anisaldehida (a) lampu tampak (b) lampu UV 254 nm (c) lampu UV 366 nm STD : Standar kurkuminoid NGD : Ngadirejo, Wonogiri TMB : Tembalang, Semarang TWM : Tawangmangu, Karanganyar SMN : Semen, Kediri SLH : Slahung, Ponorogo TJK : Tanjungkerta, Sumedang CKR : Cikembar, Sukabumi DMG : Dramaga, Bogor