BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan Selat Morotai, sebelah timur berbatasan dengan Laut Halmahera, dan sebelah barat berbatasan dengan Laut Maluku. Kondisi oseanografi Perairan Morotai mendapat pengaruh dari Laut Halmahera. Perairan Morotai yang dipengaruhi oleh massa air dari Samudra Pasifik memiliki karakteristik yang berbeda dengan perairan Indonesia lainnya. Tinggi rendahnya kesuburan suatu perairan dapat dilihat dari kehadiran organisme planktonik. Besarnya produktivitas primer fitoplankton suatu perairan merupakan ukuran dari kualitas suatu perairan (Wenno 2007). Fitoplankton mampu berfotosintesis dengan bantuan sinar matahari karena selnya mengandung pigmen klorofil. Klorofil merupakan parameter yang sangat menentukan produktivitas primer lautan, Klorofil a dapat dijadikan sebagai salah satu alat pengukur kesuburan suatu perairan. Kelimpahan fitoplankton dan klorofil a sangat terkait dengan kondisi oseanografi suatu perairan. Fitoplankton memiliki distribusi dan kelimpahan yang berbeda-beda di dalam perairan. Hal ini bergantung pada beberapa faktor oseanografi pada perairan tersebut (Widianingsih et al 2007). Dalam pertumbuhannya setiap jenis fitoplankton mempunyai respon yang berbeda terhadap perbandingan nutrien, khususnya ammonia, nitrat, ortofosfat, dan silikat terlarut sangat menentukan dominasi suatu jenis fitoplankton di perairan. Oleh karena itu kelimpahan plankton lebih tinggi pada daerah dekat daratan dan di daerah yang dipengaruhi estuari karena memiliki nutrien yang lebih tinggi dibandingkan di daerah oseanik. Dominasi fitoplankton juga ditentukan oleh pemangsaan oleh zooplankton (Garno 2008). Menurut Wenno (2007) Copepoda mendominasi zooplankton di laut dan samudra. Copepoda memiliki nilai
penting sebagai penyedia makanan bagi ikan. Sebagai herbivora, Copepoda merupakan penghubung antara produsen, yaitu fitoplankton, dengan rantai makanan diatasnya. Selain faktor fisik seperti suhu dan faktor kimiawi seperti salinitas, faktor nutrien yang terkandung dalam suatu perairan juga mempengaruhi pertumbuhan plankton. Telah banyak dilakukan penelitian plankton di daerah pesisir, namun masih sedikit yang mengkaji plankton di daerah oseanik. Distribusi horizontal plankton di sekitar Perairan Morortai Selatan penting untuk dilakukan untuk melihat struktur komunitas dan kelimpahannya yang dipengaruhi oleh Laut Halmahera dan perairan sekitar Kepulauan Morotai. 1.2 Identifikasi Masalah Menganalisis struktur komunitas plankton di Perairan Kepulauan Morotai secara horizontal dan mengetahui hubungan fitoplankton dengan faktor fisik kimiawi seperti suhu, salinitas, nutrien (ammonia, nitrat, fosfat, silikat), dan klorofil a. 1.3 Tujuan 1. Menganalisis struktur komunitas plankton yang meliputi kelimpahan, komposisi, keanekaragaman, dan keseragaman plankton di Perairan Morotai secara horizontal. 2. Mengetahui hubungan struktur komunitas plankton secara horizontal dengan faktor fisik (suhu), kimiawi (salinitas dan nutrien yaitu ammonia, fosfat, dan silikat), dan klorofil a di Perairan Morotai. 1.4 Kegunaan Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai struktur komunitas plankton dan data dasar perairan lepas pantai serta
pesisir. Penelitian ini pun diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai struktur komunitas plankton oseanik dan neritik. 1.5 Kerangka Pemikiran Kepulauan Morortai merupakan salah satu dari pulau terkecil dan terluar di kawasan timur Indonesia yang belum banyak diteliti. Kondisi di sekitar Perairan Morotai dipengaruhi oleh Laut Halmahera dan Selat Morotai. Perairan Morotai yang dipengaruhi oleh massa air dari Samudra Pasifik memiliki karakteristik yang berbeda dengan perairan Indonesia lainnya. Menurut Haikal (2012) perbedaan suplai massa air tersebut mengakibatkan perubahan terhadap kondisi perairan yang akhirnya mepmengaruhi tinggi rendahnya produktivitas perairan. Plankton oseanik hidup di perairan lepas pantai hingga ke tengah samudra. Karena itu plankton oseanik ditemukan pada perairan yang salinitasnya tinggi. Karena luasnya wilayah perairan oseanik, maka banyak jenis plankton yang tergolong dalam kelompok ini (Nontji 2008). Kehidupan dan pertumbuhan plankton dipengaruhi oleh kondisi perairan seperti faktor fisik dan kimiawi yaitu suhu, salinitas, ph, amonia, nitrat, fosfat, dan silikat. Menurut Nybakken (1992), plankton memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan di laut. Anggota plankton yang bersifat nabati (fitoplankton) merupakan penyumbang fotosintesis terbesar di dalam laut. Energi matahari yang terperangkap dalam plankton kemudian berturut-turut dipindahkan ke komunitaskomunitas laut lainnya. Tanpa adanya tumbuhan planktonik yang berukuran renik dan mampu mengikat energi matahari, tidak mungkin ada kehidupan di dalam laut. Dalam penelitian Aryawati dan Thoha (2011), terdapat korelasi yang cukup kuat antara kelimpahan fitoplankton dan kandungan klorofil-a walaupun tidak terlalu besar. Diketahui bahwa fitoplankton mengandung klorofil-a, sehingga tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton dapat mempengaruhi besar kecilnya kandungan klorofil-a di suatu perairan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelimpahan fitoplankton dan kandungan klorofil-a antara lain adalah suhu, salinitas, dan nutrien
terutama nitrat, fosfat, dan silikat. Perbedaan parameter fisik kimiawi tersebut secara langsung merupakan penyebab bervariasinya produktivitas primer di beberapa tempat di laut. Widianingsih et al (2007) telah melakukan penelitian mengenai kelimpahan dan sebaran fitoplankton di Perairan Pantai Timur Pulau Belitung menyebutkan bahwa jumlah genus dari kelas Diatom memiliki sebaran yang luas dan dapat hidup di berbagai tipe habitat yang berbeda-beda dan keberadannya cenderung mendominasi perairan laut terbuka, pantai, dan estuarine. Hal ini juga terjadi pada penelitian tentang struktur komunitas plankton di Pantai Bandengan dan Pulau Panjang, Jepara oleh Widyorini dan Ruswahyui (2008) yang mendapatkan hasil dominasi fitoplankton dari taksa Diatom yang umumnya memang banyak terdapat di laut, selain taksa Cyanophyta dan Chrysophyta. Berbeda dengan fitoplankton, zooplankton adalah hewan laut yang planktonik dan merupakan herbivora primer dalam laut. Zooplankton dijumpai hampir diseluruh habitat akuatik tetapi kelimpahan dan komposisinya bervariasi tergantung pada keadaan lingkungan. Faktor fisik kimiawi seperti suhu, intensitas cahaya, salinitas, ph, dan zat cemaran memegang peranan penting dalam menentukan kelimpahan jenis zooplankton di perairan. Sedangkan faktor biotik seperti tersedianya pakan, banyaknya predator, dan adanya pesaing dapat mempengaruhi komposisi spesies (Wenno 2007). Zooplankton yang termasuk kelompok holoplankton menyebar secara luas dari dari perairan pesisir sampai ke perairan oseanik. Copepoda merupakan mikrokrustasea yang selalu ditemukan melimpah dan dominan di dalam struktur zooplankton di berbagai perairan dari daerah dingin sampai daerah tropika (Wiadnyana dan Wagey 2004). Zooplankton dari subklas Copepoda berperan sebagai mata rantai yang amat penting antara produksi primer fitoplankton dengan para karnivora besar dan kecil (Nybakken 1992). Menurut Wenno (2007) Copepoda memiliki nilai penting sebagai penyedia makanan bagi ikan terutama ikan ekonomi
penting. Copepoda juga memegang posisi penting dalam ekosistem laut, karena sebagai herbivor, Copepoda merupakan penghubung antara produsen (fitoplankton) dengan rantai pakan diatasnya. Penelitian mengenai komunitas zooplankton di Perairan Selat Sunda telah dilakukan oleh Nurul Fitriya (2003) yang menyatakan bahwa pengaruh massa air Laut Jawa di perairan Selat Sunda lebih besar dibandingkan dengan Samudra Hindia ditinjau dari segi komunitas zooplanktonnya. Kecenderungan ini diduga karena di sepanjang perairan sebelah utara selat ini yang didominasi massa air Laut Jawa ditemukan kandungan nutrien yang lebih tinggi dibandingkan dengan di sebelah selatan yang dipengaruhi massa air Samudra Hindia. Ditemukan kandungan nutrien yang cenderung lebih tinggi pada daerah dekat pantai dibandingkan dengan yang jauh dari pantai.