BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan ancaman besar bagi kesehatan di dunia (Emmons, 1999). Merokok memberikan implikasi terhadap berbagai faktor utama resiko penyakit, seperti misalnya penyakit paru obstruktif kronik, emphisema dan berbagai penyakit jantung. Jumlah angka kematian akibat merokok jika pola merokok tetap berlanjut, diperkirakan akan menjadi sekitar 10.000.000 orang per tahun pada tahun 2020, dan 70% diantaranya akan terjadi di negara-negara berkembang di berbagai belahan dunia (World Health Organization, 2003). Asap rokok yang dihirup seorang perokok, mengandung komponen gas dan partikel. Komponen gas sangat berpotensi untuk menimbulkan radikal bebas, yang diantaranya terdiri dari karbon monoksida, karbondioksida, oksida dari nitrogen dan senyawa hidrokarbon. Sedangkan komponen partikel beberapa diantaranya terdiri dari tar, nikotin, benzopiren, fenol, dan cadmium (Zavos et all., 1998). Radikal bebas adalah molekul yang mempunyai atom dengan elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas tidak stabil dan mempunyai reaktivitas yang tinggi. Reaktivitasnya dapat merusak seluruh tipe makromolekul seluler termasuk karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat (Langseth, 1995).
Kelebihan produksi radikal bebas atau oksigen yang reaktif (ROS, reactive oxygen species) dapat merusak sperma, dan ROS telah diketahui sebagai salah satu penyebab infertilitas. Diketahui juga bahwa anion superoksida, radikal hidroksil dan hidrogen peroksida merupakan beberapa ROS utama yang terdapat pada plasma semen (Agarwal et all., 2003). Radikal bebas terdapat secara fisiologis pada sperma manusia (Zavos et all., 1998), dan timbulnya radikal bebas dalam tubuh diimbangi dengan mekanisme pertahanan endogen, dengan memproduksi zat yang mempunyai pengaruh sebagai anti radikal bebas yang disebut antioksidan (Suryohudoyo, 2000). Akan tetapi, pada saat level ROS meningkat melebihi dari sistem pertahanan antioksidan tubuh, terjadilah stress oksidatif (Moller et all., 1996; Sharma dan Agarwal, 1996; Saleh et all., 2003). Stress oksidatif merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan ROS yang akan menyebabkan kerusakan sel, jaringan atau organ (Moller et all., 1996; Sharma dan Agarwal, 1996; Saleh et all., 2003). Pada kondisi stres oksidatif, radikal bebas akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel dan merusak organisasi membran sel. Membran sel ini sangat penting bagi fungsi reseptor dan fungsi enzim, sehingga terjadinya peroksidasi lipid membran sel oleh radikal bebas dapat mengakibatkan hilangnya fungsi seluler secara total (Evans, 2000; Singh, 1992). Stress oksidatif menyebabkan infertilitas melalui efek negatifnya ke spermatozoa seperti peningkatan hilangnya motilitas, peningkatan kerusakan membran, penurunan morfologi, viabilitas, dan kemampuan spermatozoa (Twig et all., 1998).
Sebuah studi menyatakan bahwa merokok meningkatkan ROS dan menurunkan antioksidan di cairan semen (Saleh et all., 2003) sehingga seorang perokok lebih rentan mengalami infertilitas karena meningkatnya produksi radikal bebas di dalam sperma (Agarwal dan Said, 2005), menyebabkan kerusakan deoxyribonucleic acid (DNA) dan apoptosis sel sperma (Vine et all., 1996). Radikal bebas yang berasal dari partikel gas rokok juga menyebabkan terjadinya aglutinasi sperma sehingga berakibat terhadap menurunnya motilitas sperma (Agarwal et all., 2003). Peroksidasi lipid adalah mekanisme dari trauma sel, baik pada tumbuhan ataupun hewan, dengan demikian peroksidasi lipid digunakan sebagai indikator dari stress oksidatif pada sel dan jaringan (Mc Kee dan Mc Kee, 2003). Salah satu senyawa yang dihasilkan oleh pemecah lipid peroksida adalah malondialdehyde (MDA). MDA terbentuk akibat degradasi radikal bebas OH terhadap asam lemak tak jenuh, yang nantinya ditransportasi menjadi radikal bebas yang sangat reaktif (Suryohudoyo, 2000), sehingga pengukuran MDA sering digunakan sebagai indikator peroksidasi lipid jaringan (Mc Kee dan Mc Kee, 2003). Pada tahun 2004, sebuah perusahaan di Beijing, China, bernama Ruyan Grup, mengembangkan, mempatenkan dan meluncurkan produk rokok yang disebut dengan rokok elektrik atau e-cigarette (Pauly et all., 2007). Rokok elektrik digunakan dengan memakai tenaga baterai yang dapat diisi ulang, berisi sirkuit mikroelektrik yang menguapkan cairan yang tersimpan di dalam
sebuah cartridge dan memiliki sensor (Action on Smoking & Health Scotland, 2009). Analisa yang dilakukan oleh Westenberger dari bagian Pusat Evaluasi Obat- Obatan dan Divisi Penelitian Analisa Farmasi Badan Pengawas Makanan dan Obat Amerika (FDA) menunjukkan hasil bahwa cartridge pada rokok elektrik memiliki kandungan bahan karsinogen, termasuk nitrosamin, bahan-bahan kimia toksik seperti dietheline glikol dan komponen bahan spesisfik tembakau anabasine, myosmine, dan beta-nicotyrine yang diduga dapat membahayakan manusia (Westenberger, 2009). Menurut Laugesen, direktur pelaksana Health New Zealand Ltd, sebuah perseroan terbatas yang berfokus pada bidang penelitian dan pemberian kebijakan / nasehat tentang penyakit jantung, kanker serta merokok dalam sebuah laporannya tentang hasil kandungan cartridge rokok elektrik menyimpulkan bahwa rokok elektrik lebih aman dan memiliki hanya sedikit efek toksik dibanding rokok tradisional (Laugesen, 2008). Akan tetapi, belum ada data yang dipublikasikan secara ilmiah terkait dengan keamanan penggunaan rokok elektrik (American Legacy Foundation, 2009) dan WHO menyatakan pula bahwa rokok elektrik belum terbukti aman untuk digunakan serta mengundang para ahli untuk melakukan analisa klinis dan analisa toksisitas terhadap rokok elektrik (World Health Organization, 2008). Masih sangat sedikit yang diketahui tentang keamanan penggunaan rokok elektrik terhadap berbagai aspek fisiologis manusia dan juga sangat sedikit sekali laporan yang dipublikasikan (Flouris dan Oikonomou, 2010; Heningfield dan
Zaatari, 2010) dan sampai sejauh ini, penulis belum menemukan penelitian dan perhatian khusus tentang rokok elektrik dan pengaruhnya terhadap kuantitas dan kualitas sperma dan di samping itu juga adanya rasa keingintahuan apakah rokok elektrik mempunyai potensi untuk menimbulkan stress oksidatif yang akan mencetuskan produksi radikal bebas, mengingat bahwa rokok elektrik sangat berbeda dibandingkan dengan rokok konvensional (kandungan dan cara penggunaannya). Berdasarkan uraian di atas, rokok konvensional memiliki pengaruh terhadap kualitas dan kuantitas sel sperma mencit serta meningkatkan produksi radikal bebas, tetapi belum dapat disimpulkan apakah rokok elektrik juga memiliki potensi untuk mencetuskan timbulnya radikal bebas dan mengganggu fungsi normal sel sperma. Maka, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh paparan asap rokok elektrik terhadap motilitas, jumlah sel sperma dan kadar MDA testis mencit jantan (Mus musculus, L.). 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah : bagaimana pengaruh paparan asap rokok elektrik terhadap motilitas, jumlah sel sperma dan kadar MDA testis mencit jantan (Mus musculus, L.). 1.3. Kerangka Konsep Rokok konvensional menginduksi stres oksidatif, mencetuskan produksi radikal bebas berlebihan pada sel sperma, menyebabkan atrofi testis, menghambat
spermatogenesis dan merusak morfologi spermatozoa sehingga mengakibatkan penurunan fungsi sperma dan akhirnya mengakibatkan keadaan infertilitas. Tetapi belum diketahui apakah paparan asap rokok elektrik juga menimbulkan pengaruh yang sama seperti yang ditimbulkan oleh rokok konvensional. Paparan asap rokok elektrik Radikal bebas (stres oksidatif)? Peroksidasi lipid? Motilitas sperma? Jumlah sperma? Kadar MDA? Gambar 1. Kerangka teori pengaruh paparan asap rokok elektrik terhadap motilitas, jumlah sel sperma dan kadar MDA testis mencit 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1.Tujuan umum Untuk mengetahui bagaimana pengaruh paparan asap rokok elektrik terhadap kualitas, kuantitas sel sperma dan kadar MDA testis mencit. 1.4.2.Tujuan khusus 1.4.2.1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh paparan asap rokok elektrik terhadap motilitas sel
1.4.2.2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh paparan asap rokok elektrik terhadap jumlah sel 1.4.2.3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh paparan asap rokok elektrik terhadap kadar MDA testis mencit. 1.5. Hipotesis 1.5.1. Ha : Ada pengaruh paparan asap rokok elektrik terhadap motilitas sel Ho : Tidak ada pengaruh paparan asap rokok elektrik terhadap motilitas sel 1.5.2. Ha : Ada pengaruh paparan asap rokok elektrik terhadap jumlah sel Ho : Tidak ada pengaruh paparan asap rokok elektrik terhadap jumlah sel 1.5.3. Ha : Ada pengaruh paparan asap rokok elektrik terhadap kadar MDA testis mencit. Ho : Tidak ada pengaruh paparan asap rokok elektrik terhadap kadar MDA testis mencit. 1.6. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberi informasi dan manfaat ilmiah bagi ilmu kesehatan serta ilmu kedokteran dan juga dapat dijadikan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.