Lightning Performance of Extra High Voltage 500 kv Lines at East Java- Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS UNJUK KERJASALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI 500kV 2 SALURAN DAN 4 SALURAN DI SUMATERA

BAB II DASAR TEORI. hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut

I Gusti Ngurah Satriyadi Hernanda, ST. MT Dr. Eng. I Made Yulistya Negara, ST. M.Sc

MITIGASI GANGGUAN TRANSMISI AKIBAT PETIR PADA PT. PLN (PERSERO) P3B SUMATERA UPT TANJUNG KARANG

ANALISIS KOORDINASI ISOLASI SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI 150 KV TERHADAP SAMBARAN PETIR DI GIS TANDES MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK EMTP RV

PENGUKURAN STREAMER AWAL PENANGKAL PETIR KONVENSIONAL DAN NON KONVENSIONAL

Analisis Perbandingan Shielding Gardu Induk Menggunakan Model Electrogeometric

PENGGUNAAN ATP DRAW 3.8 UNTUK MENENTUKAN JUMLAH GANGGUAN PADA SALURAN TRANSMISI 150 kv AKIBAT BACKFLASHOVER

STUDI PERENCANAAN SISTEM PERLINDUNGAN PETIR EKSTERNAL DI GARDU INDUK 150 KV NEW-TUREN

BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR

SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK. Sudut Lindung. Menara Transmisi Dan Gardu Induk

STUDI PERFORMANSI PERLINDUNGAN SAMBARAN PETIR PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT) 150 KV UNTUK BERAGAM KARAKTERISTIK SAMBARAN

Dielektrika, [P-ISSN ] [E-ISSN X] 85 Vol. 4, No. 2 : 85-92, Agustus 2017

Oleh: Dedy Setiawan IGN SatriyadiI H., ST., MT. 2. Dr. Eng. I Made Yulistya N., ST., M.Sc

STUDI KARAKTERISTIK TRANSIEN LIGHTNING ARRESTER PADA TEGANGAN MENENGAH BERBASIS PENGUJIAN DAN SIMULASI

ANALISA PEMASANGAN INSULATOR PADA GSW/KAWAT TANAH TOWER TRANSMISI 150 KV DI PT PLN (PERSERO) P3B SUMATERA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS GANGGUAN PETIR AKIBAT SAMBARAN LANGSUNG PADA SALURAN TRANSMISI TEGANGAN EKSTRA TINGGI 500 kv

ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATTICE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TUGAS PAPER MATA KULIAH SISTEM PROTEKSI MENENTUKAN JARAK PEMASANGAN ARRESTER SEBAGAI PENGAMAN TRAFO TERHADAP SAMBARAN PETIR

ANALISIS PENGARUH PEMASANGAN KAWAT TANAH TERHADAP GANGGUAN SURJA PETIR PADA SISTEM DISTRIBUSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH 20 KV

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas dan kehandalan yang tinggi. Akan tetapi pada kenyataanya terdapat

STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP

Sela Batang Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana tetapi paling kuat dan kokoh. Sela batang ini jarang digunakan pad

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

Analisa Pengaruh Perilaku Petir pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kv Menggunakan Metode Burgsdorf

METODE PENELITIAN. Pengukuran Besaran Elektrik Laboratorium Teknik Elektro Terpadu Jurusan

Studi Pengaman Tegangan Lebih pada Saluran Kabel Tegangan Tinggi 150kV yang Dilindungi oleh Arester Surja

ANALISIS SISTEM PROTEKSI PETIR (LIGHTING PERFORMANCE) PADA SUTT 150 kv SISTEM SULAWESI SELATAN

SIMULASI PENENTUAN NILAI TAHANAN PENTANAHAN MENARA TRANSMISI 150 KV TERHADAP BACKFLASHOVER AKIBAT SAMBARAN PETIR LANGSUNG

Studi Pengaruh Konfigurasi Peralatan pada Saluran Distribusi 20 kv Terhadap Performa Perlindungan Petir Menggunakan Simulasi ATP/EMTP

PENENTUAN LOKASI PEMASANGAN LIGHTNING MASTS PADA MENARA TRANSMISI UNTUK MENGURANGI KEGAGALAN PERLINDUNGAN AKIBAT SAMBARAN PETIR

SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv

Kata Kunci Proteksi, Arrester, Bonding Ekipotensial, LPZ.

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR

III. METODE PENELITIAN

PROTEKSI PETIR PADA TRANSISI SALURAN UDARA DAN BAWAH TANAH TEGANGAN MENENGAH 20 kv

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

Analisa Rating Lightning Arrester Pada Jaringan Transmisi 70 kv Tomohon-Teling

BAB III LANDASAN TEORI

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.

ANALISIS DISTRIBUSI TEGANGAN LEBIH AKIBAT SAMBARAN PETIR UNTUK PERTIMBANGAN PROTEKSI PERALATAN PADA JARINGAN TEGANGAN MENENGAH 20 kv di YOGYAKARTA

STUDI TEGANGAN LEBIH IMPULS AKIBAT PENGGUNAAN KONFIGURASI MIXED LINES (HIGH VOLTAGE OVERHEAD-CABLE LINES) 150 KV

TINJAUAN PUSTAKA. shielding tiang penangkal dan kawat pada gardu induk. Adapun tujuan dari sistem

BAB III TEORI DASAR DAN DATA

BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR

Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover

II. TINJAUAN PUSTAKA. (updraft) membawa udara lembab. Semakin tinggi dari permukaan bumi, semakin

Studi Pengaruh Lokasi Pemasangan Surge Arrester pada Saluran Udara 150 Kv terhadap Tegangan Lebih Switching

Studi Pengaruh Backflashover pada Sistem Pentanahan Menara Saluran Transmisi Tegangan Tinggi Terkonsentrasi Menggunakan ATPDraw

Perbandingan Tegangan Residu Arester SiC dan ZnO Terhadap Variasi Front Time

BAB III METODELOGI PENELITIAN

KOORDINASI ISOLASI. By : HASBULLAH, S.Pd., MT ELECTRICAL ENGINEERING DEPT. FPTK UPI 2009

PEMELIHARAAN DAN PERTIMBANGAN PENEMPATAN ARRESTER PADA GARDU INDUK 150 KV PT. PLN (PERSERO) P3B JB REGION JAWA TENGAH DAN DIY UPT SEMARANG

DASAR SISTEM PROTEKSI PETIR

PENGARUH POSISI STUB ISOLATOR TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR PIRING GELAS

PEMAKAIAN DAN PEMELIHARAAN ARRESTER GARDU INDUK 150 KV UNGARAN PT. PLN (PERSERO) APP SEMARANG

PERBANDINGAN WATAK PERLINDUNGAN ARESTER ZnO DAN SiC PADA PERALATAN LISTRIK MENURUT LOKASI PENEMPATANNYA

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi setiap orang. Ketergantungan masyarakat terhadap listrik

BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini

Analisis Kinerja Lightning Arester Pada Jaringan Transmisi 150 kv Sistem Minahasa Khususnya Pada Penyulang Kawangkoan - Lopana

ANALISA PROTEKSI PETIR PADA GARDU DISTRIBUSI 20 KV PT PLN (PERSERO) RAYON INDERALAYA

STUDI TEGANGAN LEBIH IMPULS AKIBAT PENGGUNAAN KONFIGURASI MIXED LINES (HIGH VOLTAGE OVERHEAD-CABLE LINES) 150 KV

SIMULASI SAMBARAN PETIR LANGSUNG PADA SALURAN TRANSMISI 150 KV TERHADAP KAWAT FASA DENGAN VARIASI TAHANAN PENTANAHAN

BAB III LIGHTNING ARRESTER

Analisa Pengaruh Sambaran Petir pada Jaringan Distribusi 13,8 kv di BOB PT. BSP - Pertamina Hulu Bandar Pedada Menggunakan Software ATP-EMTP

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH

Vol.3 No1. Januari

Studi Analisis Gangguan Petir Terhadap Kinerja Arrester Pada Sistem Distribusi Tegangan Menengah 20 KV Menggunakan Alternative Transient Program (ATP)

ANALISIS DISAIN SISTEM PROTEKSI PETIR PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ANGIN

ANALISIS PENGARUH RESISTANSI PENTANAHAN MENARA TERHADAP BACK FLASHOVER PADA SALURAN TRANSMISI 500 KV

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Abstrak. 1.2 Tujuan Mengetahui pemakaian dan pemeliharaan arrester yang terdapat di Gardu Induk 150 kv Srondol.

Dasman 1), Rudy Harman 2)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu bentuk energi yang mudah dalam

2.2.6 Daerah Proteksi (Protective Zone) Bagian-bagian Sistem Pengaman Rele a. Jenis-jenis Rele b.

MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK

KORELASI KEPADATAN SAMBARAN PETIR. AWAN KE TANAH DENGAN SUHU BASAH DAN CURAH HUJAN ( Studi Kasus : Pengamatan di Pulau Jawa )

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN LAMPIRAN

STUDY ON SURGE ARRESTER PERFORMANCE DUE TO LIGHTNING STROKE IN 20 KV DISTRIBUTION LINES. Agung Warsito, Abdul Syakur, Liliyana NS *)

BAB III SISTEM PROTEKSI JARINGAN DISTRIBUSI

STUDI KARAKTERISTIK TRANSIEN LIGHTNING ARRESTER PADA TEGANGAN MENENGAH BERBASIS PENGUJIAN DAN SIMULASI

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS KEDIP TEGANGAN AKIBAT GANGGUAN HUBUNG SINGKAT PADA PENYULANG ABANG DI KARANGASEM

STUDI ANALISA SISTEM KOORDINASI ISOLASI PERALATAN DI GARDU INDUK 150 KV NEW-TUREN

Analisis Arus Kegagalan Perisaian terhadap Konfigurasi Kawat Tanah dan Fasa pada Saluran Transmisi Tegangan Ekstra Tinggi 500 kv

Studi Penempatan Titik Pentanahan Kawat Tanah pada Penyulang Serangan

PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Assalamu alaikum Wr. Wb. PROTEKSI TEGANGAN LEBIH (ARRESTER)

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Perancangan Perangkat Lunak Untuk Mendeteksi Tingkat Keandalan SUTET Terhadap Sambaran Petir Dengan Metode 2 Titik

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

KINERJA ARRESTER AKIBAT INDUKSI SAMBARAN PETIR PADA JARINGAN TEGANGAN MENENGAH 20 kv

Koordinasi Rele Pada Jaringan Transmisi 150 kv

Transkripsi:

1 IPTEK, The Journal for Technology and Science, Vol. 19, No. 4, November 28 Lightning Performance of Extra High Voltage 5 kv Lines at East Java- Indonesia Reynaldo Zoro 1 dan Eko Yudo Pramono 2 Abstract Extra High Voltage (EHV) 5 kv transmission lines has higher insulation strength against overvoltages produced by lightning strikes compare to lower transmission lines voltage such as 15 kv or 7 kv transmission lines. Observation was carried out at EHV 5 kv Paiton-Kediri line located at east Java island of Indonesia. This line has operated for more than five-years. In fact is there were many insulators were broken by lightning strikes, especially during rainy season. A large number of broken insulator at many towers deterioted performance of the lines, in which many line outages occured. This study presents the evaluation results of performance of the lines concerning its robustness agains lighting strikes. Investigation of the characteristics of lightning strikes in the area along the lines was carried out. From this observation and study it founds that some towers need to be improved to have better performance against overvoltage due to direct lightning strikes to the towers. By using Severity index methodology, local lightning data and innovation technology for lightning protection system significant results were derived. Keywords Lightning performance, Shielding failure, Back flashover, Flash density I. PENDAHULUAN ambaran Petir merupakan ancaman yang sangat serius dalam sistem tenaga listrik, di mana jaringan- S nya tersebar luas, seperti pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 5 kv yang dioperasikan oleh PT PLN Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban Jawa- Bali dan menjadi saluran utama (backbone) sistem tenaga listrik interkoneksi Jawa Bali. Kerusakan dan kerugian yang timbul akibat sambaran petir tersebut dapat terjadi karena: 1. Sambaran petir pada kawat tanah yang menyebabkan lewat denyar balik (back flashover) pada isolator di hantaran dan gardu induk, serta transformator dan peralatan lain dalam gardu induk. 2. Sambaran petir langsung ke kawat fasa karena kegagalan perlindungan dari kawat tanah (shielding failures). SUTET 5 kv Paiton - Kediri, terletak di daerah yang kerapatan sambarannya tinggi dipilih menjadi Naskah diterima pada tanggal 1 Oktober 28, selesai revisi pada 1 Nopember 28 1 Reynaldo Z. adalah dosen Sekolah Tinggi Informatika dan Elektroteknik Institut Teknologi Bandung, Bandung, INDONESIA. Email: zoro@hv.ee.itb.ac.id 2 Eko Y. Pramono, PT. PLN (Persero)-P3B Region Jawa Timur dan Bali, INDONESIA. Email: ekoyudo@pln-jawa-bali.co.id objek penelitian, karena pada ruas SUTET 5 kv ini sering terjadi pecahnya isolator bahkan pada beberapa kali kejadian membuat Pemutus Tenaga (PMT) di GITET 5 kv Paiton dan GITET 5 kv Kediri bekerja. Di samping itu belum ada sistem perlindungan yang sesuai terhadap ancaman petir untuk daerah tropis yang merupakan standar yang baku untuk dapat dipergunakan di daerah operasi PT. PLN. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mempelajari karakteristik petir pada daerah-daerah yang dilalui oleh SUTET 5 kv Paiton-kediri. 2. Mengevaluasi kinerja saluran terhadap sambaran petir (ligthning performance) dari SUTET 5 kv Paiton- Kediri dengan menghitung probabilitas terjadinya kegagalan proteksi akibat sambaran petir. II. PETIR PADA SALURAN UDARA EKSTRA TINGGI A. Rasio Lewat Denyar Balik 1. Sambaran Pada Menara Menara dapat direpresentasikan sebagai impedansi surja atau induktansi. Bila menara direpresentasikan sebagai induktansi, maka ada penyesuaian nilai tahanan pentanahan (R ) dan impedansi surja kawat tanah (Z g ), menurut Anderson [6] dapat dihitung sebagai berikut : 2 Z' g + 2R' 2ZWτ t L = (2) 2 ' Z g (1 ψ ) Di mana, R adalah tahanan pentanahan penyesuaian, Z g adalah impedansi surja kawat tanah penyesuaian, Z w adalah impedansi surja, Ψ adalah faktor damping menara, dan τ t adalah waktu tempuh gelombang petir di menara. Tegangan lebih yang terjadi pada menara sebagai impedansi surja berbanding lurus dengan arus puncak petir sedangkan untuk menara sebagai induktansi akan berbanding lurus dengan kecuraman arus. Sehingga dapat dihitung tegangan lebih pada puncak menara adalah sebagai berikut: di 2 V = I( Zt + R ) = I. R ' + L + Vs (3) dt 3 Di mana, I adalah arus puncak petir (ka), Ro adalah resistansi kaki menara, R adalah tahanan pentanahan penyesuaian, L adalah induktansi menara, di/dt adalah kecuraman muka gelombang petir (ka), V S adalah tegangan sistem (kv).

IPTEK, The Journal for Technology and Science, Vol. 19, No. 4, November 28 11.5Z g Z t.5z g L R R Dalam menganalisa unjuk kerja saluran udara terhadap petir digunakan tingkat ketahanan yang berbeda, disebut tegangan Critical Flashover (CFO). CFO menurut ANSI C92.1 82 [18] berarti tegangan maksimum impuls petir dengan kemungkinan ketahanannya sama dengan kemungkinan kegagalannya, yaitu 5%. Nilai ini biasanya berdasarkan pada pengujian terhadap isolator tersebut di laboratorium. Kombinasi dan konfigurasi isolator pada saluran udara akan memberikan nilai CFO yang berbeda. Namun, nilai yang akan diperhitungkan nantinya adalah nilai CFO yang terkecil. Gambar 1. Representasi menara sebagai impedansi surja dan induktansi 2. Sambaran pada Kawat Tanah Saat kawat tanah disambar petir maka arus petir sebagian akan mengalir menuju tanah melewati menara. Sehingga besarnya tegangan lebih pada isolator adalah:.5z di (4) V = CoI( Zt + R ) = Co IR ' + L g dt Dimana kopling untuk saluran dengan dua kawat tanah adalah: ln ( b1. b2 ) /( a1. a2 ) (5) Co = ln(2. hg / d. r ) Di mana, d adalah jarak antara dua kawat tanah, a 1 jarak kawat tanah 1 dengan kawat phasa terluar, a 2 jarak kawat tanah 2 dengan kawat phasa terluar, dan b 1 adalah jarak kawat tanah 1 dengan bayangan kawat phasa terluar, b 2 adalah jarak kawat tanah 2 dengan bayangan kawat phasa terluar, h t tinggi kawat phasa terluar dengan permukaan tanah, h t tinggi bayangan kawat phasa terluar dengan permukaan tanah, r jari-jari kawat phasa, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2. Bayang-bayang kawat pada saluran multikonduktor Gambar 3. Ilustrasi bayang-bayang perlindungan kawat Tanah Sambaran petir ke tanah yang mungkin mengenai suatu struktur ditentukan dengan mengetahui daerah bayangbayang struktur tersebut. Menurut Hileman [1]:.6 28. h + d N = N (7) L g 1 Di mana, N L adalah jumlah sambaran yang mungkin mengenai struktur [sambaran/1km/tahun], Ng adalah Number Flash to Ground, yakni jumlah sambaran petir ke tanah yang dihitung dalam : jumlah sambaran/ 1km/ tahun, h adalah tinggi struktur [m], d adalah lebar struktur atau sama dengan 2b [m], Sehingga unjuk kerja saluran ini menjadi: L I c BFOR =.6N f ( I) di =.6N P( I ) L Dimana P(Ic) adalah probability terjadinya arus kritis), N L adalah jumlah sambaran yang mungkin mengenai struktur B. Rasio Kegagalan Perlindungan Kegagalan perlindungan (Shielding Failure-SF) menurut Anderson [6] berarti gagalnya kawat tanah melindungi kawat fasa dari sambaran petir yang disebabkan ketidaksempurnaan peletakkan kawat tanah pada menara. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode Anderson [6] yang digunakan sebagai standar IEEE [8]. Untuk menghitung rasio tembus isolator perlu diketahui, gradien batas tegangan tembus isolator, yaitu: E = V LN / n.s [kv/m] (9) Di mana, V LN adalah tegangan fasa tanah (kv), n adalah jumlah piringan isolator (buah), dan s adalah jarak tembus (creapage distance) (m) Sedangkan probabilitas peralihan lewat denyar menjadi gangguan, yaitu: η =.3196 ln( e).6578 (1) Sehingga jumlah gangguan akibat kegagalan perlindungan, SFFOR adalah c (8)

12 IPTEK, The Journal for Technology and Science, Vol. 19, No. 4, November 28 SFFOR =.5η P( I MAX ) X s.1n g (11) [ gangguan /1 km / tahun ] Dimana I MAX adalah arus puncak petir maksimum yang menyambar kawat phasa sehingga terjadi kegagalan perlindungan kawat tanah. C. Unjuk Kerja Saluran Udara Terhadap Petir Tegangan lebih petir pada SUTET dapat menimbulkan kegagalan, kegagalan tersebut ditunjukkan dengan angka gangguan yang dinyatakan dalam Flashover Rate (FOR), yang menurut IEEE 1243 [8], yaitu jumlah terjadinya lewat denyar pada isolator akibat tegangan lebih petir pada saluran udara. Bila kinerja petir sama dengan FOR atau diasumsikan setiap kali terjadi flashover terjadi gangguan, maka angka yang dihitung adalah kemungkinan terburuk. Untuk menghitung lightning performance dari data gangguan digunakan rumusan Cliff. J.S [5], sebagai berikut: ( SR + LC ) LP = 1 ) (6) L Di mana, LP adalah Lightning Performance (gangguan/1km/tahun), SR adalah jumlah gangguan sure lightning, LC adalah jumlah gangguan ligthning correlated, dan L adalah panjang saluran (km). Berdasarkan data rekapitulasi gangguan, gangguan yang disebabkan oleh petir (Ligthning Performance / LP ) didekati dengan: a. Gangguan tersebut pasti disebabkan oleh petir (sure lightning / SR): diputuskannya gangguan tersebut diakibatkan oleh petir berdasarkan bukti di lapangan, misalnya isolator pecah, terbakar atau konduktor putus dan justifikasi petugas lapangan yang mengamati bahwa gangguan terjadi sesaat setelah terjadi sambaran petir atau terdengar guruh. b. Gangguan yang diasumsikan berkorelasi dengan sambaran petir atau merupakan dampak tidak langsung dari sambaran petir (lightning correlated/lc): yaitu gangguan berdasarkan cuaca pada saat gangguan terjadi, (dalam hal ini cuaca buruk; hujan, hujan lebat, berawan, berawan petir, gerimis, kabut), gangguan tidak jelas dan gangguan berdasarkan kerusakan pada peralatan di jaringan (trafo, arrester, CT, PT, dan isolator). Diasumsikan hanya 7 % gangguan jenis ini yang berkorelasi dengan sambaran petir [1]. III. DATA PENELITIAN A. Data Gangguan Petir cukup memiliki porsi besar sebagai penyebab gangguan, keputusan bahwa penyebab gangguan tersebut adalah petir didasarkan antara lain atas bukti-bukti pengamatan yang ada di lapangan, seperti bekas lewat denyar pada isolator, konduktor (pecah atau bekas terbakar) atau dari cuaca pada saat terjadi gangguan. Prosentase jenis gangguan pada SUTET 5 kv P3B region Jawa Timur dan Bali adalah seperti yang disampaikan dalam Tabel 1. Persentase gangguan akibat alam (dominan petir) sebesar 23.4 %. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha peningkatan sistem proteksi terhadap gangguan khususnya petir sehingga angka 23.4 % dapat dikurangi menjadi sekecil mungkin. TABEL 1 KLASIFIKASI GANGGUAN BERDASARKAN PENYEBAB PADA TAHUN 25 Kode Jenis Gangguan Keterangan % A Alat Kerusakan komponen 21.28 B Rele Malakerja Rele malakerja 2.12 C Alam/ Cuaca Gempa bumi, Tanah longsor, Hujan & petir, Banyak petir, Angin kecang D Layang-layang Layang layang. 23.4 E Pohon Pohon, Dahan, Ranting 19.15 F Binatang Semua binatang 4.26 G Human Eror Menyimpang dari SOP/ Protap. H Over Load Over load/ Beban lebih (penghantar & trafo). I Distribusi Penyulang. J Lain-lain APFL, Barang terbang, Kebakaran, Scadatel, Sedang diusut 29.79 Total 1 TABEL 2 KINERJA SUTET 5 KV PAITON-KEDIRI DITURUNKAN DARI DATA GANGGUAN TRIP DAN RECLOSED Tahun Sure Lightning Lightning Correlated Ligthning Performance 23 4 2 3.4 24 2 2 2.3 25 3 1.52 26 3 1 2.3 Dari Tabel 2 diketahui bahwa kinerja saluran terhadap sambaran petir (Ligthning performance) SUTET 5 kv Paiton-Kediri sudah melewati desain dasar dari SUTET 5 kv Yang ditetapkan oleh PT PLN P3B Jawa Bali, yaitu 1.1 kali gangguan/1 km/tahun [19]. B. Data Isolator Pecah Jumlah isolator pecah yang terjadi sejak tahun 23 adalah 38 keping isolator, gambar 6 terlihat bahwa ada korelasi antara data isolator pecah dengan data kejadian sambaran petir, sehingga dapat diketahui bahwa penye-

IPTEK, The Journal for Technology and Science, Vol. 19, No. 4, November 28 13 bab utama isolator pecah adalah petir. C. Data Petir Data petir didaerah yang di teliti diambil dari data petir historik yaitu data sambaran petir ke tanah yang direkam oleh sistem deteksi petir JADPEN (Jaringan Data Petir National) yang dioperasikan oleh Institut Teknologi Bandung. Jaringan ini menggunakan teknologi Time of Arrival (TOA) dengan nama Penentu Posisi dan Pelacak Sambaran Petir yang dikenal dengan nama LPATS (Lightning Position and Tracking System) produksi Atmospheric Research Institute, Inc, USA. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data historik yang diambil pada saat LPATS melakukan pengukuran selama 6 tahun, yakni dari tahun 1996 hingga 21. Dari data historik ini diperoleh parameter petir, antara lain: arus puncak petir, probabilitas kejadiannya, variasi bulan kejadian, frekuensi kejadian, dan kepadatan sambaran ke tanah. Untuk mengetahui pengaruh petir terhadap saluran dilakukan pemetaan menggunakan data GPS (Global Positioning System) SUTET 5 kv Paiton- Kediri yang kemudian dijadikan batasan daerah yang akan diteliti. STATISTIK VARIANSI BULANAN KEJADIAN PETIR DI WILAYAH JAWA TIMUR (1 JANUARI 31 DESEMBER 1999), CENTER 7.7523 E, WINDOW 2X6 KM 2 7 25 6 2 5 4 15 Bin 3 1 2 1 5 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Bulan 23 24 25 26 Petir Positif Petir Negatif Petir Awan Gambar 4. Hubungan antara jumlah sambaran petir bulanan dengan jumlah isolator yang pecah akibat sambaran petir. Secara umum data petir di daerah ini dirangkum sebagaimana pada Tabel 3. D. Data Menara Menara SUTET 5 kv Paiton-Kediri tipe cone satu menara dua sirkit dengan dua kawat tanah seperti yang diperlihatkan pada gambar 7, pentanahan yang digunakan pada menara adalah jenis counterpoise yang saling terhubung pada ke empat kaki menara dengan kedalaman sekitar 1.5 m, dengan menggunakan kawat BC (Bare Copper) 95 mm 2 dan beberapa pipa besi 1,5. Komposisi tinggi menara bervariasi dari 68.625 m hingga 86.625 m dengan tinggi menara yang paling banyak digunakan adalah 77.625 m sebanyak 172 buah atau 34.82 %, dan jumlah menara yang tertinggi 86.625 m sebanyak 7 buah. E. Data Observasi Lapangan Observasi sambaran petir pada SUTET 5 kv dilakukan dengan memasang alat ukur pada dua buah menara SUTET 5 kv Paiton-Kediri yaitu menara 13 dan menara 353, pemilihan letak alat ukur berdasarkan pertimbangan kedua menara berada pada daerah yang mempunyai kerapatan sambaran petir tinggi dan dari data gangguan diketahui mempunyai jumlah gangguan yang tinggi. TABEL 3 KARAKTERISTIK PETIR DI DAERAH YANG DILEWATI OLEH SUTET 5 KV PAITON-KEDIRI Karakteristik Petir Polaritas Negatif Polaritas Positif Maksimum 34.2 29.52 Arus Probability 85% 29 2 Puncak Probability 5% 47 32 (ka) Probability 2% 14 16 Rata - Rata 69.3 63 Kerapatan Sambaran Total (sambaran/km 2 /tahun) 3-12 TABEL 4 KOMPOSISI MENARA BERDASARKAN TINGGI MENARA No Tinggi Menara (m) Jumlah (Buah) Prosentase (%) 1 68.625 26 5.26 2 71.625 92 18.62 3 74.625 119 24.9 4 77.625 172 34.82 5 8.625 58 11.74 6 83.625 2 4.5 7 86.625 7 1.42

14 IPTEK, The Journal for Technology and Science, Vol. 19, No. 4, November 28 Gambar 5. Menara SUTET 5 kv Paiton-Kediri (tipikal) Alat yang dipasang terdiri dari: Finial CVT (Collection Volume Terminal) merupakan terminal udara dalam sistem proteksi petir eksternal, yang berfungsi menyalurkan up streamer sehingga berpotensi untuk disambar petir dibandingkan finial konvensional dan alat ukur. Alat ukur yang dipasang adalah pita magnetik dan LEC (Ligthning Counter Event) di mana pita magnetik digunakan untuk merekam besarnya arus puncak petir yang menyambar finial dan LEC adalah alat yang digunakan untuk menghitung jumlah petir yang menyambar finial, angka akan bertambah bila terjadi sambaran. Pemasangan alat ukur dilakukan pada bulan Desember 26 dan dilakukan pengamatan hingga saat ini masih berlangsung, dan data yang didapat tercatat pada LEC adalah dua data sambaran yang mengenai menara nomor 353, dari data tersebut diketahui bahwa besar arus puncak yang mengenai menara adalah 26 ka dan 34.8 ka, gambar 1 memperlihatkan hasil dari rekaman pita magnetik. Gambar 6. CVT pada menara 353 Gambar 7. LEC dan pita magnetik Gambar 8. Hasil rekaman pita magnetik pada saat terjadi sambaran petir pada menara no 353 pada tanggal 5 Februari 27 Gambar 9. Kondisi fiber penumpu CVT setelah terjadi sambaran petir pada menara no 353 pada tanggal 5 Februari 27

IPTEK, The Journal for Technology and Science, Vol. 19, No. 4, November 28 15 IV. HASIL EVALUASI A. Perhitungan Kegagalan Perlindungan Kawat Tanah Dari hasil perhitungan didapat arus minimum yang dapat menyebabkan terjadinya kegagalan perlindungan (Shielding Failure/SF) adalah 14 ka, jika hasil ini dimasukan kedalam kurva hasil penelitian S. Hidayat [15] maka arus ini memiliki kemungkinan terjadinya sambaran petir sebesar 87.5 %. Dari gambar 1 dapat diketahui bahwa semakin tinggi menara maka rasio kegagalan perlindungannya makin besar, untuk menara dengan ketinggian sesuai data tipikal menara yaitu 71.625 meter rasio kegagalan perlindungan baik sekali, di bawah desain standar sesuai dengan formula dari Brown-Whitehead dan IEEE-1992 [1], yaitu.5 gangguan/1 km/tahun. Sedangkan untuk ketinggian di atas menara tipikal maka rasio kegagalan perlindungannya akan meningkat dan semakin besar jika kerapatan sambaran petirnya makin rapat. Dari data menara yang paling banyak pada SUTET 5 kv Paiton-Kediri adalah menara yang tingginya 77.625 meter yaitu 34.82 %, untuk menara dengan ketinggian 77.625 meter angka rasio kegagalan perlindungannya adalah.7 gangguan/1km/tahun pada daerah dengan kerapatan sambaran 12 sambaran/km 2 /tahun. B. Perhitungan Lewat Denyar Balik (Back Flashover Rate) Dari gambar 11 jika terjadi sambaran petir pada menara dapat juga dihitung tegangan puncak menara, dengan menggunakan persamaan 3, dalam kasus ini arus puncak yang digunakan adalah arus puncak dengan probabilitas 5 % pada penelitian S. Hidayat [15] yaitu 26 ka, yang dipilih dengan pertimbangan arus puncak ini sesuai dengan hasil penelitian lapangan dan jika dikorelasikan dengan penelitian R. Zoro [9] maka probabilitas terjadinya arus petir sebesar 26 ka adalah 75 %, dan jika dikorelasikan dengan data JADPEN untuk daerah yang dilewati SUTET 5 kv Paiton-Kediri probabilitas kejadian arus petir sebesar 26 ka adalah 85 %. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa jika tahanan kaki menara adalah 1 ohm, maka tegangan pada puncak menara adalah 2168 kv, tegangan ini lebih tinggi dari tegangan CFO dari isolator yaitu 216 kv, sehingga terjadi lewat denyar balik dengan probabilitas di atas 5 %. C. Sambaran Langsung pada Kawat Tanah Dari gambar 15 dapat dilihat terjadinya lewat denyar balik pada isolator akibat sambaran petir pada kawat tanah terjadi pada tahanan tanah sama dengan atau lebih besar dari 25 ohm, isolator yang sering terganggu adalah isolator pada fasa A. Hal ini menunjukkan bahwa sambaran pada kawat tanah di span antar menara tidak menjadi penyebab yang dominan terjadinya lewat denyar balik karena jika terjadi sambaran pada kawat tanah maka arus akan terbagi menjadi dua ke arah yang berlawanan menuju masing-masing menara yang saling berhadapan, sehingga besar-nya lebih kecil dibanding sambaran langsung pada menara. Dari gambar 14 untuk BFOR total pada daerah dengan kerapatan sambaran maksimum 12 sambaran/km 2 /tahun dengan harga tahanan kaki menara sebesar 1 ohm adalah.7 kali gangguan/1km/tahun. Gambar 15. BFOR terhadap tahanan kaki menara pada kerapatan sambaran 12 sambaran/km 2 /tahun untuk berbagai ketinggian menara. SHIELDING FAILURE FLASHOVER RATE AS FUNCTION OF OVER HEAD GROUND WIRE HEIGHT AT TOWER IN VARIOUS GROUND FLASH DENSITY.5 NG=16.4 NG=14 SFFOR [outage/1km/year].3.2.1 NG=12 NG=1 NG=8 NG=6 NG=4 NG=2. 68. 71. 74. 77. 8. 83. 86. OHGW Height at Tower [m] Ng = 2 flash/km2/yr Ng = 4 flash/km2/yr Ng = 6 flash/km2/yr Ng = 8 flash/km2/yr Ng = 1 flash/km2/yr Ng = 12 flash/km2/yr Ng = 14 flash/km2/yr Ng = 16 flash/km2/yr Gambar 1. SFFOR sebagai fungsi ketinggian menara dalam kerapatan sambaran yang bervariasi

16 IPTEK, The Journal for Technology and Science, Vol. 19, No. 4, November 28 TEGANGAN PADA MENARA AKIBAT SAMBARAN LANGSUNG KE TOWER SEBAGAI FUNGSI TAHANAN KAKI MENARA DENGAN TINGGI (METER) 325 3 275 25 V [kv] 225 2 175 15 1 2 3 Basic Insulation Level Tinggi Menara 77.625 m CFO Isolator Gambar 11. Tegangan pada menara fungsi tahanan kaki menara TEGANGAN PADA MENARA AKIBAT SAMBARAN LANGSUNG KE TOWER SEBAGAI FUNGSI TAHANAN KAKI MENARA DENGAN TINGGI (METER) 275 V [kv] 25 225 2 86.6 m 83.6 m 8.6 m 77.6 m 74.6 m 71.6 m 68.6 m 175 15 5 1 15 Tinggi Menara 71.625 m Basic Insulation Level Tinggi Menara 68.625 m Tinggi Menara 74.625 m Tinggi Menara 77.625 m Tinggi Menara 8.625 m Tinggi Menara 83.625 m Tinggi Menara 86.625 m CFO Gambar 12. Tegangan menara fungsi tahanan kaki menara pada beberapa tinggi menara TEGANGAN PADA ISOLATOR AKIBAT SAMBARAN LANGSUNG KE TOWER SEBAGAI FUNGSI TAHANAN KAKI MENARA 5 4 Fasa C Fasa B V [kv] 3 BIL CFO Fasa A 2 1 2 4 6 8 1 Phase R & R' Phase S & S' Phase T & T' CFO ISOLATOR BIL ISOLATOR Gambar 13. Tegangan yang dirasakan oleh isolator sebagai fungsi tahanan kaki menara E. Menghitung Kinerja SUTET 5 kv Paiton-Kediri 1. Estimasi lightning performance untuk SUTET 5 kv dengan kondisi tahanan tanah rata-rata 1 ohm, dan kerapatan sambaran adalah maksimum 12 sambaran/km 2 /tahun adalah: FOR = BFOR + SFFOR =.7 +.71 =.771 gangguan/1 km/tahun

IPTEK, The Journal for Technology and Science, Vol. 19, No. 4, November 28 17 2. Dari data diketahui bahwa jumlah menara adalah 493 menara, dengan span rata-rata 4 m, dan panjang saluran kurang lebih 197.2 km, sehingga total gangguan yang mungkin terjadi selama setahun adalah :Jumlah gangguan =.771 x 197.2/1 = 1.52 gangguan/1 km/tahun RASIO LEWAT DENYAR BALIK FUNGSI TAHANAN KAKI ANTARA 25 OHM TOWER SUTET 5KV (77,625 M) UNTUK BERBAGAI KERAPATAN SAMBARAN PETIR KE TANAH 2 Ng=16 Ng=6 1.75 Ng=14 Ng=4 BFOR [gangguan/1km/tahun] 1.5 1.25 1.75.5 Ng=12 Ng=1 Ng=8 Ng=2.25 5 1 15 2 25 Ng = 16 flash/km2/yr Ng = 14 flash/km2/yr Ng = 12 flash/km2/yr Ng = 1 flash/km2/yr Ng = 8 flash/km2/yr Ng = 6 flash/km2/yr Ng = 4 flash/km2/yr Ng = 2 flash/km2/yr Gambar 14. Rata-rata terjadinya lewat denyar balik terhadap tahanan kaki menara SUTET 5 kv (77.625 m) untuk berbagai kerapatan sambaran ke tanah RASIO LEWAT DENYAR BALIK FUNGSI TAHANAN KAKI ANTARA 5 OHM HINGGA 2 OHM FUNGSI TINGGI MENARA SUTET 5KV DENGAN KECEPATAN SAMBARAN PETIR KE TANAH SEBESAR 12 SAMBARAN KM 2 /TAHUN 2 BFOR [gangguan/1km/tahun] 1.75 1.5 1.25 1.75.5 86.625 83.625 8.625 77.625 74.625 71.625 68.625.25 5 1 15 2 Tinggi Menara 68.625 m Tinggi Menara 71.625 m Tinggi Menara 74.625 m Tinggi Menara 77.625 m Tinggi Menara 8.625 m Tinggi Menara 83.625 m Tinggi Menara 86.625 m Gambar 15. BFOR terhadap tahanan kaki menara pada Kerapatan sambaran 12 sambaran/km 2 / tahun untuk berbagai ketinggian menara V. KESIMPULAN Dari hasil evaluasi dan observasi data dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Adanya korelasi data gangguan dan jumlah isolator pecah dengan data variasi bulan kejadian sambaran petir, yang menunjukkan bahwa gangguan disebabkan akibat sambaran petir. 2. Dari hasil observasi pada SUTET 5 kv didapat arus puncak yang diukur pada dua kali sambaran adalah 26 ka. 3. Angka kinerja perlindungan terhadap sambaran petir pada SUTET 5 kv Paiton-Kediri sebesar 2 gangguan/1km/tahun lebih tinggi dari angka kinerja

18 IPTEK, The Journal for Technology and Science, Vol. 19, No. 4, November 28 standar PLN untuk SUTET 5 kv yaitu 1.1 gangguan/1km/tahun. 4. Perhitungan dengan metode levelisasi memberikan hasil yang hampir sama dengan metode koridor yaitu 1.5 gangguan/1 km/tahun, hal ini sesuai dengan data gangguan pada tahun 25 yaitu 1.5 gangguan/1 km/tahun. 5. SUTET 5 kv Paiton-Kediri mempunyai nilai lightning performance sebesar.5 sehingga menurut standar hal ini memiliki kualifikasi Good Grounding and Shielding. VI. DAFTAR PUSTAKA [1] Hileman, A.R., Insulation Coordination for Power Systems, Marcel Dekker, Inc., New York, 1999. [2] Berger, K., The Earth Flash, dalam Lightning Volume 1: Physics of Lightning, Bob Golde, R.H., Editor, Academic Press, London, 1977, halaman 119 19. [3] Ragaller, K., Surge in High Voltage Networks, Plenum Publishing, Co., New York, 198. [4] Whitehead, E.R., Protection of Transmission Lines, dalam Lightning Volume 2 : Lightning Protection, Bab 22, Golde, R.H., Editor, Academic Press, London, 1977, halaman 697 746. [5] Cliff, J.S., Insulation Coordination, dalam Lightning Volume 2 : Lightning Protection, Bab 24, Golde, R.H., Editor, Academic Press, London, 1977, halaman 773 792. [6] Anderson, J.G., Lightning Performance of Transmission Lines, dalam Transmission Lines Reference Book : 345 kv and Above, Bab 12, LaForest, J.J., Editor, Palo Alto, California, 1982, halaman 545 597. [7] Zoro, R., Proteksi Terhadap Tegangan Lebih pada Sistem Tenaga Listrik (Surge Protection), dalam Proteksi Sistem Tenaga Bagian I, ITB, Bandung, 1987. [8] IEEE, IEEE Guide for Improving the Lightning Performance of Transmission Lines, IEEE Standard 1243-1997, Dec. 1997. [9] Zoro., R., Karakteristik Petir dan Kondisi Cuaca di Daerah Tropis: Kasus di Gn. Tangkuban Perahu Indonesia, Disertasi Program Doktor, ITB, Bandung, 1999. [1] Kinoshita_Y., dkk., Lightning Surge Response of Actual 5 kv Transmission Tower with Overhead Ground Wires, Proc. 27th International Conference on Lightning Protection, Avignon, 24, halaman 6b3. [11] CIGRE Working Group 1 of study committee 33, Guide To Procedures For Estimating The Lightning Performance of Transmission Lines, Electra, Paris, 1991. [12] Yoh Yasuda, dkk., Lightning Surge Analysis for 5 kv Transmission line using Grounding Model with Dynamic Characteristic, Proc. in International Conference on Power SystemsTransients, Montreal, 25. [13] Chowduri, P., Parameters of Lightning Strokes and Their Effects on Power Systems, Proc. of IEEE/PES Transmission and Distribution Conference and Exposition, Atlanta, 25. [14] Omura, H., dkk., Observation of Lightning Overvoltage at Japanese EHV Station, Proc. 27th International Conference on Lightning Protection, Avignon, 25, halaman 6P8. [15] Hidayat, S., Ishii, M. Lightning Discharge on Land and Sea in Indonesia, Proc in ICPADM 26, Vol 1, Denpasar Bali. 26, materi nomor K-7. [16] Soetjipto, S., Sunoto, M. A., Iskanto, E., Polarity and probability of ligthning current magnitude in Java Island of Indonesia, Proc. 8 th ISH, Yokohama, 1993, materi nomor 17.12. [17] Greenwood, A., Electrical Transients in Power Systems, Second Edition, John Wiley & Sons, Inc. New York, 1991. [18] ANSI C92.1-1982, American National Standard for Power System Insulation Coordination, ANSI, New York, 1982. [19] Prasetijo, Dj., Operating Experiences With EHV Transmission Sistem in Java, Jurnal Teknik Tegangan Tinggi Indonesia, Forum Studi Teknik Tegangan Tinggi Antar Universitas, Jakarta, 1999. [2] Zoro, R., Pramono, E.Y., Evaluasi Gangguan dan Penanggulangan Sambaran Petir Pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi di PT PLN (Persero) P3B RJTB Indonesia, LAPI ITB, Bandung, 26.