BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi merupakan suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB I PENDAHULUAN. (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris,

BAB 1 PENDAHULUAN. Hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus penyebab utama infeksi akut, yaitu virus. yang di akibatkan oleh virus (Arief, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB IV HASIL PENELITIAN

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tenaga kesehatan gigi dalam menjalankan profesinya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman modernisasi seperti sekarang ini Rumah Sakit harus mampu

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009, maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5)

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial atau yang sekarang dikenal dengan Healthcare Associated

BAB I PENDAHULUAN. serta pengobatan penyakit banyak digunakan alat-alat ataupun benda-benda

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PUSKESMAS KALIBARU KULON

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki standar mutu pelayanannya. Dengan adanya peningkatan mutu

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan masyarakat untuk melindungi bayi sebelum, selama dan sesudah

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan gawat darurat, yang merupakan salah satu tempat pasien berobat atau dirawat, di tempat

ANALISIS PENERAPAN STANDARD PRECAUTIONS OLEH PERAWAT DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK III MANADO

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan

No. Kuesioner : I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Sumber Informasi :

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

BAB I PENDAHULUAN. obat-obatan dan logistik lainnya. Dampak negatif dapat berupa kecelakaan

*Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado **Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado

BAB 1 PENDAHULUAN. dibentuk oleh Kepala Rumah Sakit (Depkes RI, 2007). Menurut WHO (World

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pekerjaan dalam rumah sakit di Indonesia, dikategorikan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

BAB I PENDAHULUAN. Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga pasien merupakan pihak yang mempunyai hak untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani perawataan dan. pengobatan sangat berharap memperoleh kesembuhan atau perbaikan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan, dan keturunan. Berdasarkan ke empat faktor tersebut, di negara yang

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Salatiga yang berletak di jalan Hasanuddin No.806, Kelurahan Ngawen,

Bagian XIII Infeksi Nosokomial

BAB 1 PENDAHULUAN. melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus. berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan klien merupakan sasaran dalam program Patient Safety yang

PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI

RSCM KEWASPADAAN. Oleh : KOMITE PPIRS RSCM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Nosokomial, yang saat ini disebut sebagai. dengan jumlah pasien dari jumlah pasien berisiko 160.

SKRIPSI HUBUNGAN FAKTOR ORGANISASI DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN KEWASPADAAN UNIVERSAL DI RSI IBNU SINA PADANG TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai multi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. pasien lain dan dari lingkungan yang tercemar kepada pasien. Hand hygiene

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini perhatian terhadap infeksi nosokomial di sejumlah rumah sakit di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan semakin meningkat. Istilah infeksi nosokomial diperluas

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai. dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. infeksi tersebut. Menurut definisi World Health Organization. (WHO, 2009), Healthcare Associated Infections (HAIs)


JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: )

PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Healthcare Acquired Infections (HAIs)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tuberkulosis, Human Immunodeficiency Virus (HIV), hepatitis B, dan hepatitis C

BAB I PENDAHULUAN. Penyedia pelayanan kesehatan dimasyarakat salah satunya adalah rumah sakit. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DENGAN PRAKTIK PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DIRUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL

BAB 1 PENDAHULUAN. kuratif, rehabilitatif, dan preventif kepada semua orang. Rumah sakit merupakan

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi merupakan suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi (organisme) yang mempengaruhi kerja daya imun tetapi tidak disertai gejala klinik (Departemen Kesehatan RI, 2008). Salah satu contoh penyebab infeksi adalah penyakit menular. Memasuki tahun 2008 muncul penyakit menular baru yaitu Avian Influenza atau flu burung, dimana penyebaran infeksi dari penyakit ini sangatlah mudah bagi yang terpapar langsung dengan penderita karena dapat ditularkan melalui udara. Rumah sakit menjadi salah satu tempat yang mudah menularkan flu burung dan berbagai penyakit menular lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2008). Ditinjau dari asalnya infeksi dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit (hospital acquired infection) yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial (Departemen Kesehatan RI, 2008). Istilah infeksi nosokomial yang diakui secara internasional awalnya disebut dengan hospital acquired infection, namun karena seringkali asal infeksi tidak selalu datang dari rumah sakit tetapi juga dapat muncul dari tempat pelayanan kesehatan lainnya maka istilah tersebut diganti dengan healthcare-associated infections (HAIs) (Departemen Kesehatan RI, 2008). Infeksi nosokomial terdapat di seluruh dunia baik itu negara perkembang ataupun negara maju. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah 1

2 sakit dan menyerang penderita-penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan (Darmadi, 2008). Wabah infeksi nosokomial terjadi di lingkungan rumah sakit dan ditularkan dari pasien, pengunjung, maupun staf rumah sakit. Beberapa jenis penyakit yang biasa timbul karena infeksi nosokomial adalah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), demam hemoragik, flu burung, dan jenis flu berat lainnya yang membutuhkan pengontrolan penularan infeksi di tataran klinis. WHO (World Health Organization) pada tahun 2009 melaporkan bahwa infeksi nosokomial terjadi dengan frekuensi yang sangat sering, menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit dan kematian pada pasien maupun tenaga kesehatan. Berdasarkan studi literatur yang dilakukan oleh Luo et al., (2010) didapatkan hasil bahwa pada tahun 2002 di Amerika Serikat ditemukan 57 tenaga kesehatan terinfeksi HIV yang disebabkan oleh paparan rumah sakit, 24 diantaranya adalah perawat, kemudian 48 tenaga terkena infeksi karena tertusuk alat-alat kesehatan. Masih berdasarkan studi literatur yang sama, pada tahun 2003 dilaporkan tingkat kecelakaan karena jarum suntik sangat tinggi yaitu sebanyak 80,6% di China. Menyikapi banyaknya infeksi nosokomial yang terjadi dan untuk melindungi pasien maupun tenaga kesehatan, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 1996 menetapkan standard precautions sebagai petunjuk atau acuan dalam usaha mengurangi resiko infeksi dari darah yang terpecik dan patogen lain di rumah sakit (Luo et al., 2010). Peningkatkan upaya pengendalian infeksi untuk melindungi tenaga kesehatan, pasien dan pengunjung juga menjadi perhatian di Indonesia (Departemen Kesehatan RI, 2008).

3 Standard precautions berperan penting di rumah sakit dalam pengontrolan infeksi untuk pasien, tenaga profesional, dan mahasiswa yang sedang praktik (Nagliate et al., 2013). Prosedur standard precautions secara umum meliputi bagaimana menjaga kebersihan tangan, penggunaan sarung tangan medis, pemakaian baju yang aman, pemakaian masker, perlindungan terhadap mata, perlindungan terhadap kepala dan perlakuan injeksi yang aman (Harding et al, 2011). Tujuan ditetapkan standard precautions adalah untuk mencegah transmisi silang (Departemen Kesehatan RI, 2008). Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berhadapan langsung dengan pasien di tataran klinis. Sebagai salah satu professional yang bertugas meningkatkan kualitas kesehatan, perawat mempunyai peranan penting untuk mencegah serta mengurangi penularan infeksi nosokomial dengan mematuhi pelaksanaan standard precautions. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan di Hong Kong, beberapa perawat dapat menggunakan masker dengan teknik yang benar, menggunakan sarung tangan medis sebelum menyentuh pasien, dan mengganti sarung tangan ketika menangani pasien yang berbeda, akan tetapi masih terdapat sekitar 30%-40% perawat yang tidak mematuhi standard precautions dalam hal membuang benda-benda tajam, mencuci tangan dengan cara yang aseptik, menggunakan alcoholic hand rubs, dan tidak melaksanakan secara tepat dalam memandikan pasien di bak yang besar (Lam et al., 2012). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan standard precautions tidak dipatuhi sepenuhnya oleh beberapa perawat sehingga hal tersebut membahayakan bagi kesehatan perawat, pasien, maupun orang lain

4 yang berinteraksi dengan keduanya. Penarikan kesimpulan tersebut sejalan dengan pernyataan Ketua Umum Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia dalam sambutan peresmian Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit yang mengatakan bahwa masih banyak rumah sakit, sarana kesehatan, dan tenaga kesehatan di Indonesia yang belum menjalankan program pencegahan dan pengendalian infeksi dengan baik (Departemen Kesehatan RI, 2008). Tidak sedikit kasus HAIs atau infeksi nosokomial yang terjadi di Indonesia maupun luar Indonesia. Beberapa contoh rumah sakit yang terdapat kasus infeksi noskomial adalah RSUD Setjonegoro, RSUP Haji Adam Malik Medan, dan RSUD Dr Pringadi Medan. RSUD Setjonegoro Kabupaten Wonosobo, rumah sakit ini mengalami peningkatan angka infeksi nosokomial dari tahun 2010 ke tahun 2011 yaitu dari 0,37% menjadi 1,48% kasus. Jenis penyakit infeksi nosokomial yang diteliti di rumah sakit tersebut adalah ISK, ILO (Infeksi Luka Operasi), pneumonia, sepsis, dekubitus,dan phlebitis. Prosentase angka kejadian infeksi nosokomial di RSUD Dr. Pringadi Medan pada tahun 2006 sebesar 32,16% yang mencakup infeksi penggunaan jarum infus 10%, akibat transfusi darah 10,16%, dan luka operasi 12% (Nasution, 2008). Kejadian infeksi nosokomial lain ditemukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2010 yaitu sebanyak 5,6% pasien menderita infeksi nosokomial karena luka operasi (Jeyamohan, 2010). Indonesia memiliki peraturan bahwa pemerintah dapat mencabut perijinan operasional rumah sakit apabila standar kejadian infeksi nosokomial di rumah

5 sakit sebesar 1% sampai dengan 5%, peraturan tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) no. 129 tahun 2008. Secara tidak langsung, Kepmenkes tersebut memberikan arti bahwa suatu rumah sakit dengan angka infeksi nosokomial diatas 1% sudah seharusnya waspada dan meningkatkan proteksi terhadap munculnya kejadian infeksi nosokomial jika ingin tetap mempertahankan ijin operasional rumah sakit. Sebagian besar penelitian mengenai standard precautions dilaksanakan di rumah sakit umum. Jenis rumah sakit tidak hanya rumah sakit umum saja melainkan banyak rumah sakit lain seperti misalnya rumah sakit jiwa. Salah satu rumah sakit jiwa di Indonesia adalah Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Dr RM Soedjarwadi. Berdasarkan studi pendahulan yang peneliti lakukan di RSJD Dr RM Soedjarwadi, angka infeksi nosokomial yang disebabkan oleh infeksi karena jarum suntik di rumah sakit tersebut adalah lebih dari 1% pada Bulan Nopember 2014. Angka tersebut memperlihatkan bahwa diperlukan pencegahan infeksi lebih lanjut seperti mematuhi standard precautions untuk mengurangi adanya infeksi nosokomial di RSJD Dr RM Soedjarwadi demi pelayanan yang lebih baik untuk pasien. Sejauh ini peneliti belum menemukan penelitian terkait standard precautions di rumah sakit jiwa termasuk di RSJD Dr RM Soedjarwadi, padahal standard precautions seharusnya diaplikasikan pada semua pasien baik pasien dengan status infeksi maupun tidak (Lam et al., 2011). RSJD Dr RM Soedjarwadi memiliki beberapa klinik atau ruang seperti instalasi rawat inap non psikiatri, klinik ketergantungan obat / NAPZA, klinik IGD, klinik spesialis anak, klinik

6 penyakit syaraf, klinik umum, klinik kesehatan gigi dan mulut, serta klinik penyakit dalam (RSJD Dr RM Soedjarwadi, 2014). Setiap ruang mengharuskan perawat atau tenaga medis lainnya untuk melakukan standard precautions. Peran perawat dalam mematuhi standard precautions sangat diutamakan karena perawat adalah tenaga medis terdepan yang berhadapan langsung dengan pasien selama 24 jam di tataran klinis dan bertanggungjawab terhadap kesembuhan pasien termasuk dalam hal terhindar dari infeksi (Lam et al., 2011). Berdasarkan paparan alasan diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui tingkat kepatuhan pelaksanaan standard precautions pada perawat di RSJD Dr RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana gambaran kepatuhan perawat terhadap standard precautions di Rumah Sakit Jiwa Dr RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah? C. Tujuan Penelitian I. Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat kepatuhan tersebut dengan karakteristik perawat di Rumah Sakit Jiwa Dr RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. II. Tujuan Khusus Tujuan khusus pada penelitian ini adalah

7 1. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan perawat terhadap standard precautions di Rumah Sakit Jiwa Dr RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah 2. Untuk mengetahui hubungan tingkat kepatuhan perawat terhadap standard precautions dengan usia perawat. 3. Untuk mengetahui hubungan tingkat kepatuhan perawat terhadap standard precautions dengan jenis kelamin perawat. 4. Untuk mengetahui hubungan tingkat kepatuhan perawat terhadap standard precautions dengan tingkat pendidikan perawat. 5. Untuk mengetahui hubungan tingkat kepatuhan perawat terhadap standard precautions dengan lama kerja perawat. 6. Untuk mengetahui hubungan tingkat kepatuhan perawat terhadap standard precautions dengan bidang keahlian perawat. 7. Untuk mengetahui hubungan tingkat kepatuhan perawat terhadap standard precautions dengan pengalaman perawat mengikuti pelatihan mengenai pencegahan infeksi. D. Manfaat I. Manfaat Teoretis Menambah pengetahuan di lingkup ilmu keperawatan mengenai tingkat kepatuhan perawat terhadap standard precautions dan beberapa hal yang berhubungan dengannya. II. Manfaat Praktis 1. Bagi Mahasiswa Keperawatan

8 Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadikan mahasiswa mengetahui nilai kepatuhan perawat dalam melaksanaan standard precautions di RSJD Dr RM Soedjarwadi. 2. Bagi Perawat Pendidik Sebagai acuan untuk memberikan edukasi mengenai standard precautions dilihat dari angka kepatuhan perawat terhadap peraturan tersebut. 3. Bagi Perawat Klinik Perawat Klinik diharapkan mematuhi standard precautions dengan tepat untuk mengurangi resiko infeksi. 4. Bagi Peneliti Sebagai salah satu acuan untuk penelitian-penelitian lain terkait standard precautions. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terkait dengan standard precautions. Penelitianpenelitian tersebut adalah : 1. Penelitian dengan judul Investigation on the Compliance with Standard Precautions Among Nurses in Hong Kong Hospitals yang dilakukan oleh Lam et al., 2012 pada berbagai rumah sakit di Hong Kong (n=155). Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah memberikan gambaran mengenai kepatuhan perawat terhadap standard precautions di tataran klinis dan penggunaan metode penelitian yaitu deskriptif crosssectional. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah

9 tempat, waktu, dan sampel yang digunakan dalam meneliti. Hasil yang perlu dievaluasi kepada para perawat dari penelitian ini adalah masih terdapat sekitar 30%-40% tenaga kesehatan yang tidak mematuhi cara membuang benda-benda tajam dengan benar, tidak mematuhi cara mencuci tangan dengan benar, tidak menggunakan alcoholic hand rubs ketika tidak ada air untuk cuci tangan, dan tidak mematuhi dalam memandikan pasien di bak yang besar dalam kasus tertentu. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Atif et al., pada tahun 2013 dengan judul Awareness of Standard Precautionss for 4439 Healthcare Proffesionals in 34 Institutions in France, sampel berjumlah 4439 responden. Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah metode yang digunakan yaitu cross-sectional. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah tempat, waktu, dan sampel yang digunakan dalam meneliti. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa tingkat pengetahuan pada tenaga kesehatan profesional tentang penggunaan perlindungan diri dan pembuangan jarum suntik masih sangat terbatas. 3. Penelitian dengan judul Knowledge, Awareness, and Compliance with Standard Precautions among Health Workers in North Eastern Nigeria yang dilakukan oleh Abdulraheem et al., pada tahun 2012 (n=276). Hasil dari penelitian ini adalah bahwa sebanyak 13% responden mempunyai pengetahuan yang bagus mengenai standard precautions dimana pengetahuan pada responden wanita lebih bagus daripada responden pria. Tenaga kerja dari perawat, bidan, dan pihak-pihak yang bergerak di bidang

10 komunitas mempunyai pengetahuan yang sangat bagus dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya. Penelitian ini menyebutkan bahwa tenaga kerja yang bekerja lebih antara 5 sampai dengan 10 tahun mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih bagus. Kepatuhan responden dalam penggunaan sarung tangan steril, penempatan jarum suntik, dan segala benda tajam lainnya lebih baik dibandingkan dengan pengetahuan responden mengenai standard precautions. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah sampel, waktu, dan variabel. Penelitian ini menggunakan variabel pengetahuan sebagai pembanding tingkat kepatuhan responden terhadap standard precautions sedangkan peneliti hanya melihat kepatuhan standard precautions pada perawat, responden dalam penelitian ini adalah beberapa tenaga kesehatan (perawat, bidan, pekerja kesehatan komunitas, dan asisten tenaga kesehatan) sedangkan responden peneliti hanya perawat. Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah menilai kepatuhan perawat terhadap standard precautions. 4. Penelitian dengan judul Kepatuhan Petugas UGD RSUD Sekarwangi Terhadap Standard Precautions oleh Cecep Sutisna pada tahun 2009 (n=30). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuasi eksperimental yang dilaksanakan dengan memakai rancangan pre dan post test design. Tujuan adanya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh intervensi berupa pelatihan, dilengkapinya sarana/prasarana dan dilakukan pengawasan terhadap tingkat kepatuhan petugas UGD RSUD Sekarwangi

11 terhadap standard precautions. Hasil dari penelitian ini adalah intervensi dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kepatuhan petugas UGD RSUD Sekarwangi dalam pelaksanaan standard precautions. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian peneliti terdapat pada tempat, sampel, dan variabel yang diteliti. Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah meneliti tentang standard precautions di rumah sakit. 5. Penelitian dengan judul Factors Influencing Nurses Compliance with Standard Precautions in Order to Avoid Occupational Exposure to Microorganism: A Focus Group Study oleh Efstathiou et al., pada tahun 2011 di Cyprus (n=30). Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah membahas mengenai perawat dalam pelaksanaan standard precautions. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian peneliti terletak pada faktor yang diteliti, desain penelitian, metode penelitian, waktu, dan tempat penelitian. Penelitian peneliti menganalisis kepatuhan perawat terhadap standard precautions, sedangkan dalam penelitian ini faktor yang dianalisis adalah faktor yang mempengaruhi perawat terhadap standard precautions dilihat dari teori perilaku kesehatan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif sedangkan peneliti menggunakan desain penelitian kuantitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bawh faktor-faktor yang mempengaruhi perawat dalam mematuhi standard precautions adalah manfaat, halangan, kemampuan, kerentanan, pengawas dalam melaksanakan, dan efikasi diri.

12 6. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2012) dengan judul Pelaksanaan Universal Precaution oleh Perawat di RSUD Sleman (n=77). Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah mengevaluasi perawat terhadap kewaspadaan umum untuk mengendalikan infeksi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian ini adalah penelitian ini masih menggunakan istilah universal precaution sedangkan peneliti sudah menggunakan istilah standard precautions, metode penelitian, waktu, dan tempat yang digunakan dalam masing-masing penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum kepatuhan perawat terhadap universal precaution sudah cukup baik. 7. Penelitian dengan judul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Perawat dalam Penerapan Universal Precaution di RSUD Prof. Dr. R. D. Kandou, Manado oleh Runtu (2012) (n=100). Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti terdapat pada variabel dependen yaitu pelaksaaan kewaspadaan standar pada perawat. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian peneliti terdapat pada variabel independen, penggunaan istilah kewaspadaan standar, metode pengambilan data, waktu, dan tempat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan berhubungan dengan perilaku perawat dalam penerapan universal precautions sedangkan umur, lama kerja sebagai perawat, dan pelatihan tidak berhubungan dengan perilaku perawat dalam penerapan universal precautions.