STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBIBITAN ITIK (Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

IV. METODE PENELITIAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BUDIDAYA TERNAK I T I K ( Anas spp. )

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODOLOGI PENELITIAN

VII. ANALISIS FINANSIAL

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

STUDI KELAYAKAN BISNIS PENGEMBANGAN USAHA ISI ULANG MINYAK WANGI PADA USAHA PERSEORANGAN BOSS PARFUM, BOGOR. Oleh MOCH. LUTFI ZAKARIA H

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR BEN S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV. METODE PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

III. METODOLOGI PENELITIAN

VIII. ANALISIS FINANSIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

[Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas]

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BUDIDAYA TERNAK I T I K ( Anas spp. )

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

III KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A

KELAYAKAN SNIS BOGOR SKRIPSI SARWANTO

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

VIII. ANALISIS FINANSIAL

Peternakan Tropika. Journal of Tropical Animal Science

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

STUDI KELAYAKAN TENTANG USAHA PETERNAKAN BEBEK PEDAGING DI DESA PATIK KECAMATAN PULUNG KABUPATEN PONOROGO

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

Bab XIII STUDI KELAYAKAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA Pada Agrifarm, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Bab 4 P E T E R N A K A N

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pengertian Usaha

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

I. PENDAHULUAN. Sumber :

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

Transkripsi:

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBIBITAN ITIK (Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI AFRISYA MEIZI H34080129 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

RINGKASAN AFRISYA MEIZI. Studi Kelayakan Usaha Pembibitan Itik (Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan SUHARNO). Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk peternakan meningkat setiap tahunnya. Peternakan sebagai penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral sangat dibutuhkan seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi guna meningkatkan kualitas hidup. Salah satu produk yang dihasilkan dari peternakan yaitu daging. Unggas merupakan salah satu hewan penghasil daging. Perkembangan industri perunggasan merupakan salah satu penggerak dalam sektor pertanian Indonesia. Salah satu jenis unggas yang terlihat perkembangan produksinya adalah itik. Itik mempunyai keunggulan tersendiri sebagai unggas penghasil telur dibandingkan ayam. Salah satu produsen unggas di Jawa Barat adalah CV. Usaha Unggas yang terletak di Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Walaupun CV. Usaha Unggas memiliki lahan peternakan dan jumlah stok yang tergolong besar, namun perusahaan ini belum dapat memenuhi jumlah permintaan pasar itik khususnya, Adanya permasalahan yang dihadapi seperti tidak selalu habisnya stok DOD yang ditawarkan pada saat-saat tertentu membuat CV. Usaha Unggas ini juga merintis usaha pembesaran itik. Hal ini dilakukan karena jika sewaktu-waktu DOD tidak terjual, maka DOD itu akan dibesarkan sendiri.. Perlu dilakukan kajian ulang dalam rencana ini untuk menghindari resiko yang tidak bisa dihindari. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menganalisis kelayakan usaha pembibitan itik yang dilakukan CV. Usaha Unggas dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya, serta aspek lingkungan; 2) Menganalisis kelayakan finansial usaha pembibitan itik pada dilakukan CV. Usaha Unggas; dan 3) Menganalisis sensitivitas kelayakan usaha apabila terjadi perubahan pada variabel usaha pembibitan itik pada CV. Usaha Unggas. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang aspek-aspek pembibitan itik secara umum meliputi analisis aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi dan budaya, serta aspek lingkungan. Analisis kuantitatif meliputi analisis kelayakan finansial usaha pembibitan itik. Analisis kelayakan finansial ini menggunakan perhitungan kriteria-kriteria investasi yaitu, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PBP), dan analisis switching value. Data yang diperoleh diolah secara manual dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel.

Penelitian ini dilakukan di CV. Usaha Unggas yang terletak di Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa CV. Usaha Unggas merupakan usaha di bidang peternakan unggas yang memiliki komoditi dengan jenis yang unggul, dalam kasus ini produk yang digunakan adalah itik jenis hibrida. Berdasarkan aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya, serta aspek lingkungan, usaha ini layak untuk dijalankan. Hal ini karena bibit DOD hibrida memiliki peluang pasar yang tinggi; kondisi iklim lokasi sangat cocok untuk usaha pembibitan serta sarana dan prasarana usaha juga mendukung; organisasi serta pembagian tugas dan wewenang yang jelas sehingga memberikan kemudahan dalam koordinasi diantara karyawan; mendapat izin usaha dari kelurahan setempat; dan usaha pembibitan itik ini membawa dampak baik kepada sosial ekonomi dan lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil analisis finansial dari usaha pembibitan itik, nilai NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period yang diperoleh telah memenuhi ukuran kelayakan berdasarkan kriteria investasi. Hasil analisis kriteria kelayakan finansial CV Usaha Unggas berdasarkan dua skenario, menunjukan bahwa Skenario I dilihat dari kriteria NPV, IRR, net B/C, dan PBP lebih menguntungkan dibandingkan dengan Skenario II. Masing-masing nilai yang diperoleh pada skenario I adalah NPV sebesar Rp 177.740.355,80, IRR: 148,34 persen, Net B/C: 6,11 dan PBP: 1,35 tahun atau setara dengan satu tahun empat bulan empat hari. Sedangkan pada skenario II hasil yang diperoleh dari pendekatan NPV adalah Rp 106.989.779,57, IRR : 97,61 persen, Net B/C : 4,16 dan PBP : 2,14 tahun, atau dua tahun satu bulan 21 hari. Dengan demikian secara finansial, usaha pembibitan itik layak untuk dijalankan. Dari hasil analisis sensitivitas, nilai kepekaan skenario I dan skenario II terhadap harga pakan pur didapatkan nilai kriteria kelayakan skenario II yang lebih kecil dibandingkan nilai kriteria kelayakan pada skenario I. Hasil perbandingan tersebut menunjukan skenario II lebih peka atau sensitif terhadap perubahan baik dari penurunan harga DOD maupun kenaikan biaya pakan pur.

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBIBITAN ITIK (Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) AFRISYA MEIZI H34080129 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Judul Skripsi Nama NIM : Studi Kelayakan Usaha Pembibitan Itik (Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) : Afrisya Meizi : H34080129 Disetujui, Pembimbing Dr. Ir. Suharno, M.Adev NIP. 19610610 198611 1 001 Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, M.S NIP. 19580908 198403 1 002 Tanggal Lulus :

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Studi Kelayakan Usaha Pembibitan Itik (Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2012 Afrisya Meizi H34080129

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat pada tanggal 29 April 1991. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Zulkifli dan Ibu Misni Elyati. Penulis mengawali pendidikan dasar di SD Negeri 21 Padang Luar pada tahun 1996 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di MTs Negeri 1 Bukittinggi. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2008 di SMA Negeri 3 Bukittinggi. Pada tahun yang sama, penulis berkesempatan melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor lewat jalur SNMPTN sebagai mahasiswa Program Sarjana Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi Kelayakan Usaha Pembibitan Itik (Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di CV. Usaha Unggas yang merupakan salah satu usaha yang bergerak dibidang pembibitan dan pembesaran unggas di Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan usaha pembibitan itik dari aspek non finansial dan aspek finansial, serta menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) usaha pembibitan itik pada CV. Usaha Unggas. Upaya memberikan yang terbaik telah dilakukan secara optimal dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang terkait dan bagi pembaca pada umumnya. Bogor, Agustus 2012 Afrisya Meizi

UCAPAN TERIMA KASIH Penulisan skripsi yang berjudul Studi Kelayakan Usaha Pembibitan Itik (Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat kelulusan. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Dr. Ir. Suharno, M. Adev selaku dosen pembimbing terima kasih atas bimbingan, motivasi dan arahannya selama penulis menyusun skripsi ini. 2. Tintin Sarianti, S.P, M.M selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Anita Primaswari Widhiani, S.P, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan Departemen Agribisnis pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Ferryanto William K.,S.P, M.Si sebagai dosen evaluator yang telah memberikan masukan, dan saran sebagai bekal turun lapang, serta kesediaan waktu untuk berdiskusi. 5. Bapak H. Zulkifli, S.Pd dan Ibu Hj. Misni Elyati selaku orang tua penulis atas cinta dan kasih sayang, serta doa dan dukungan, baik moral maupun material selama ini, semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik. 6. Vini Agra Meizi, Afif Aulia Zulmi, dan M. Farhat Zikra Zulmi sebagai adik-adik penulis, terimakasih atas cinta dan kasih sayang serta dukungan, hiburan, dan semangat yang diberikan kepada penulis selama ini. 7. Bapak Mustafa dan Bapak Budi, atas izin dan kesempatan yang diberikan untuk melakukan penelitian di CV. Usaha Unggas serta telah memberikan informasi selama penelitian. 8. Layra Nichi Sari atas kesediaannya menjadi pembahas dalam seminar hasil skripsi yang telah memberikan masukan dan koreksi untuk perbaikan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabatku tercinta Layra, Ria, dan Dhiska, terimakasih atas persahabatan, canda tawa, dan kesetiaan yang diberikan dalam empat tahun di IPB, semoga persahabatan kita berlanjut untuk seterusnya. 10. Teman-teman Agriminang Nezi, Jauhar, Nisa, Gebry, Diki, dan Ervan, terimakasih atas semangat dan persahabatan selama masa perkuliahan di IPB. 11. Teman-teman Kemawita, keluarga besar IPMM, teman-teman perwira 48, seluruh staf dan dosen Agribisnis Institut Pertanian Bogor, teman-teman Agribisnis khususnya angkatan 45 atas kebersamaan dan perjuangannya yang telah kita lalui, semoga rasa kekeluargaan dan kebersamaan tetap terjaga. 12. Teman-teman satu gladikarya Linda, Hartati, Andre, dan Dharma, serta teman-teman satu bimbingan Dhienar dan Liber, terimakasih untuk semangat dan sharing yang diberikan selama penyusunan skripsi ini. 13. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT mencatat dan membalas semua amal baik ini dengan balasan yang lebih baik. Bogor, Agustus 2012 Penulis

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iii iv v I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan Penelitian... 9 1.4 Manfaat Penelitian... 10 II. TINJAUAN PUSTAKA... 11 2.1 Usaha Ternak Itik... 12 2.1.1 Biologi Komoditi Itik... 12 2.1.2 Output Ternak Itik... 13 2.2 Teknis Budidaya... 14 2.2.1 Pembibitan... 15 2.2.2 Pemeliharaan... 15 2.2.3 Pakan... 15 2.3 Biaya... 16 2.4 Penerimaan... 16 2.5 Penelitian Terdahulu... 16 III. KERANGKA PEMIKIRAN... 20 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual... 20 3.1.1 Studi Kelayakan Bisnis... 20 3.1.2 Manfaat Studi Kelayakan Bisnis... 23 3.1.3 Teori Biaya dan Manfaat... 24 3.1.4 Analisis Finansial... 25 3.1.5 Analisis Sensitivitas... 26 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 27 IV. METODE PENELITIAN... 29 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 29 4.2 Data dan Instrumentasi... 29 4.3 Metode Pengumpulan Data... 29 4.4 Metode Pengolahan Data... 30 4.5 Analisis Kelayakan Non Finansial... 30 4.6 Analisis Kelayakan Investasi... 34 4.7 Asumsi Dasar yang Digunakan... 37 i

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN... 40 5.1 Lokasi Perusahaan... 40 5.2 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan... 40 5.3 Visi dan Misi Perusahaan... 42 5.4 Deskripsi Kegiatan Usaha... 42 VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL... 44 6.1 Aspek Pasar... 44 6.1.1 Analisis Peluang Pasar... 44 6.1.2 Analisis Pesaing... 45 6.1.3 Bauran Pemasaran... 46 6.1.4 Strategi Pemasaran... 48 6.2 Aspek Teknis... 49 6.2.1 Lokasi Usaha... 49 6.2.2 Luas Produksi... 52 6.2.3 Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan... 52 6.2.4 Proses Produksi... 52 6.2.5 Layout... 57 6.3 Aspek Manajemen... 59 6.4 Aspek Hukum... 61 6.5 Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya... 62 6.6 Aspek Lingkungan... 63 VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL... 65 7.1 Proyeksi Arus Kas (Cash Flow)... 65 7.1.1 Arus Kas Masuk... 66 7.1.2 Arus Kas Keluar... 69 7.2 Analisis Laba Rugi... 81 7.3 Analisis Kelayakan Investasi... 82 7.4 Analisis Kepekaan (Sensitivitas)... 86 7.5 Analisis Harga Pokok Produksi (HPP) dan Break Even Point (BEP)... 88 7.5.1 Harga Pokok Produksi... 88 7.5.2 Break Even Point (BEP)... 89 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN... 91 8.1 Kesimpulan... 91 8.2 Saran... 92 DAFTAR PUSTAKA... 93 LAMPIRAN... 95 ii

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Konsumsi Daging Segar per Kapita per Tahun Produk Peternakan 2009-2010... 1 2. Produksi Daging Itik Tahun 2008 20011 (ton)... 3 3. Produksi Telur Itik Tahun 2008 2011 (ton)... 3 4. Analisis Pemenuhan Kebutuhan Bibit Itik Tahun 2008 2010... 4 5. Populasi Itik Tahun 2007-2011... 5 6. Produksi dan Kontribusi daging Ternak di kabupaten Bogor Tahun 2009-2010... 6 7. Padat Tebar Itik per m 2 Lantai Kandang Menurut Umur... 52 8. Produksi dan Panen DOD Tahun Pertama... 66 9. Produksi dan Panen DOD Tahun ke-2 sampai Tahun ke-6 skenario I... 67 10. Produksi dan Panen DOD Tahun ke-2 sampai Tahun ke-6 skenario II... 68 11. Produksi dan Panen Itik Tahun ke-2 sampai Tahun ke-6... 69 12. Hasil Analisis Kriteria Kelayakan Investasi Skenario I... 84 13. Perbandingan Hasil Kelayakan Usaha pada Dua Skenario... 85 14. Perbandingan Hasil Analisis Sensitivitas CV. Usaha Unggas... 86 15. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP)... 88 16. Perhitungan BEP Unit... 90 iii

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Grafik Ternak Unggas Tahun 2007-2011.... 2 2. Kerangka Pemikiran Operasional... 28 3. Grafik Hubungan NPV dan IRR... 35 4. DOD Hibrida... 47 5. Periode Itik Bertelur... 53 6. Pembuatan Jamu Herbal... 56 7. Layout Peternakan... 59 8. Struktur Organisasi CV. Usaha Unggas... 61 9. Grafik Hubungan NPV dan IRR Skenario I... 83 10. Grafik Hubungan NPV dan IRR Skenario II... 85 iv

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Rincian Penerimaan... 96 2. Rincian Biaya Variabel Skenario I... 97 3. Rincian Biaya Variabel Skenario II... 98 4. Rincian Biaya Tetap... 99 5. Rincian Biaya Investasi... 100 6. Rincian Nilai Sisa... 101 7. Rincian Biaya Re-investasi... 102 8. Rincian Biaya Penyusutan... 103 9. Proyeksi Laba Rugi Skenario I... 104 10. Proyeksi Arus Kas (Cash Flow) Skenario I... 106 11. Proyeksi Laba Rugi dan Cash Flow Nilai Sensitivitas Peningkatan Harga Pakan Pur sebesar 39 Persen... 109 12. Proyeksi Laba Rugi dan Cash Flow Nilai Sensitivitas Penurunan Harga Jual DOD sebesar 8,3 Persen... 110 13. Proyeksi Laba Rugi Skenario II... 111 14. Proyeksi Arus Kas (Cash Flow) Skenario II... 113 15. Proyeksi Laba Rugi dan Cash Flow Nilai Sensitivitas Peningkatan Harga Pakan Pur sebesar 39 Persen... 116 16. Proyeksi Laba Rugi dan Cash Flow Nilai Sensitivitas Penurunan Harga Jual DOD sebesar 8,3 Persen... 117 17. Dokumentasi CV Usaha Unggas... 118 v

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk peternakan meningkat setiap tahunnya. Peternakan sebagai penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral sangat dibutuhkan seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi guna meningkatkan kualitas hidup. Salah satu produk yang dihasilkan dari peternakan adalah daging. Konsumsi masyarakat Indonesia terhadap daging secara umum meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 1 yang menunjukkan peningkatan konsumsi daging per kapita per tahun dari tahun 2009-2010. Hasilnya mengindikasikan bahwa pengembangan agribisnis sektor ini masih dibutuhkan. Terkait dengan ide pengembangan, studi kelayakan juga dibutuhkan pada subsektor ini, untuk menjamin bahwa pengembangannya sejalan dengan pertimbangan logis aktivitas usaha. Tabel 1. Konsumsi Daging Segar per Kapita per Tahun Produk Peternakan 2009-2010 Tahun (kg) R (%) No Komoditi 2009 2010 Non Unggas Unggas 1 Sapi 0,334 0,367 10 2 Kerbau 0,014 0,017 21 3 Kambing 0,025 0,024-4 9,9 4 Babi 0,188 0,211 12 5 Ayam ras 3,050 3,514 15 6 Ayam 0,501 0,602 kampung 20 15,7 7 Unggas 0,043 0,048 lainnya 12 8 Daging 0,043 0,032 Lainnya -26 Total 4,199 4,816 Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (diolah) Secara nasional, perkembangan konsumsi berbagai jenis ternak menunjukkan peningkatan yang besar, terutama untuk ternak unggas. Berdasarkan Tabel 1 terlihat peningkatan secara signifikan terjadi pada konsumsi hewan

unggas yaitu lebih dari satu setengah kali lipat dibandingkan dengan hewan bukan unggas. Perkembangan industri perunggasan merupakan salah satu penggerak dalam sektor pertanian Indonesia. Komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang sangat baik. Hal tersebut didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia dengan harga yang relatif murah. Selain itu, produk unggas juga mudah diperoleh karena sudah merupakan barang publik. Salah satu ternak unggas yang cukup populer di masyarakat adalah itik (Simanjuntak 2005). Meskipun tidak sepopuler ternak ayam, itik semakin disukai masyarakat untuk diusahakan sehingga usaha ternak itik semakin berkembang. Perkembangan usaha ternak itik dapat dilihat dari jumlah populasi itik yang cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1. 1.200.000 1.000.000 800.000 600.000 400.000 200.000 Ayam Ras Pedaging (.000 ekor) 2007 2008 2009 2010 2011 891.659 902.052 1.026.379 986.872 1.041.968 Ayam Buras (.000 ekor) 272.251 243.432 249.963 257.544 274.893 Ayam Ras Petelur (.000 ekor) - 111.489 107.955 111.418 105.201 110.300 Itik (.000 ekor) 35.867 39.840 40.676 44.302 49.392 Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 Gambar 1. Grafik ternak Unggas Tahun 2007-2011 Itik mempunyai keunggulan tersendiri sebagai unggas penghasil telur dibandingkan ayam. Kelebihan dari ternak ini adalah itik lebih tahan penyakit dibandingkan dengan ayam ras sehingga pemeliharaannya mudah dan tidak mengandung banyak resiko. 2

Telur dan daging masih menjadi produk utama dari usaha ternak itik. Sampai saat ini telur dan daging itik banyak dimanfaatkan sebagai salah satu sumber protein karena harganya murah. Bagi masyarakat menengah ke bawah, telur dan daging itik merupakan alternatif terbaik untuk memenuhi kebutuhan pangan. Permintaan akan itik juga mengalami peningkatan. Hal tersebut tentunya berpengaruh langsung terhadap peningkatan produksi itik. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan pada Tabel 2 dan 3 menunjukkan bahwa tingkat produksi daging dan telur itik mengalami peningkatan. Tabel 2. Produksi Daging Itik Tahun 2008 2011 Provinsi tahun (ton) 2007 2008 2009 2010 2011 Jawa Barat 4,093 4,987 5,131 6,183 7,430 Jawa Tengah 3,096 3,029 3,180 3,081 3,434 Jawa Timur 1,423 1,443 2,098 1,906 1,914 Banten 21,155 3,746 3,358 3,490 3,627 DKI Jakarta 3,504 3,504 2,909 2,962 3,315 Indonesia 44,105 30,980 25,782 25,999 29,180 Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (diolah) Tabel 3. Produksi Telur Itik Tahun 2008 20011 Provinsi tahun (ton) 2007 2008 2009 2010 2011 Jawa Barat 42,726 43,822 53,560 64,540 77,561 Jawa Tengah 29,601 25,051 40,474 34,846 35,194 Jawa Timur 17,302 17,542 25,502 25,892 26,515 Kalimantan 20,349 24,178 24,938 27,734 29,733 Selatan Sulawesi 10,186 13,261 15,129 16,610 18,945 Selatan Indonesia 207,535 200,969 236,427 245,038 265,789 Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (diolah) 3

Masih rendahnya produksi daging itik dan masih terfokusnya usaha ternak itik untuk menghasilkan telur sementara permintaan daging itik diperkirakan terus meningkat, dapat menjadi peluang bagi peternak untuk mengembangkan usaha ternak itik pedaging. Namun usaha ternak itik pedaging ini haruslah didahului dengan adanya usaha pemenuhan bahan baku dalam melakukan usaha pembesaran itik, yaitu berupa DOD (Day Old Duck). Pembibitan itik merupakan subsistem agribisnis hulu dalam usaha peternakan itik. Tabel 4. Analisis Pemenuhan Kebutuhan Bibit Itik Tahun 2008 2010 No Uraian Tahun 2008 2009 2010 1 Populasi (juta ekor) 49.0 53.0 65.0 2 Daging itik lokal (ribu ton) Kebutuhan 13.5 13.9 14.3 Pemenuhan 13.5 13.9 14.3 3 Telur itik lokal (ribu ton) Kebutuhan 174.0 184.0 193.0 Pemenuhan 174.0 184.0 193.0 4 DOD itik lokal (ribu ton) Kekurangan kelebihan (7.0) (0.3) 3.1 untuk daging Kekurangan untuk telur (17.0) (7.0) (4.0) Jumlah kekurangan (24.0) (7.3) (0.9) 5 Jumlah Penduduk (juta jiwa) 226.8 229.4 232.0 Sumber: Ditjennak 2011 Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4, terdapat kekurangan bibit itik pada tahun 2008, namun kekurangan bibit tersebut turun pada tahun 2009 dan 2010. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaturan penggunaan populasi itik untuk penyediaan bibit (DOD). Populasi itik ini bila diatur dengan baik menggunakan prinsip-prinsip pembibitan, maka diperkirakan permintaan daging dan telur itik terpenuhi dan populasi tumbuh sesuai dengan target. 4

Mengenai penyebarannya, usaha ternak itik di Indonesia tersebar di hampir seluruh provinsi dengan sentra itik terbesar nasional berada di Provinsi Jawa Barat. Populasi itik di Jawa Barat pada tahun 2011 mencapai 11.862.599 ekor atau sekitar 24 persen dari populasi nasional. Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, dan Sulawesi Barat merupakan lima provinsi dengan populasi itik terbesar yang jumlahnya mencapai lebih dari 50 persen populasi nasional (Ditjennak 2012). Tabel 5. Populasi Itik Tahun 2007-2011 Provinsi Tahun (ekor) 2007 2008 2009 2010 2011 Jawa Barat 6.534.753 7.962.095 8.191.708 9.871.091 11.862.599 Jawa tengah 4,541,807 4,530,868 4,848,263 5,006,163 5,551,814 Kalimantan 3,771,176 4,137,949 4,158,452 4,354,121 4,605,310 Selatan Jawa Timur 2,464,623 4,344,838 3,632,813 3,688,275 3,746,676 Sulawesi 1,799,266 1,871,992 2,127,371 2,516,539 3,611,379 Barat Indonesia 35,866,833 39,839,520 40,675,995 44,301,805 49,391,628 Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (diolah) Kabupaten Bogor dapat dikatakan belum menjadikan itik sebagai komoditas ternak unggulan penghasil daging meskipun berada di Provinsi Jawa Barat yang merupakan sentra itik terbesar. Berdasarkan data Disnakan Kabupaten Bogor (2011), produksi daging itik di Kabupaten Bogor menunjukan angka yang masih rendah dibandingkan dengan produksi daging ternak lainnya. Produksi daging itik di Kabupaten Bogor yang rendah menyebabkan kontribusi daging itik terhadap produksi daging Kabupaten Bogor juga rendah. Pada tahun 2009 produksi daging itik di Kabupaten Bogor sebesar 83,721 ton dengan kontribusi sebesar 0,1 persen terhadap produksi daging di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2010 mengalami peningkatan produksi daging menjadi 85,462 ton namun kontribusi terhadap produksi daging Kabupaten Bogor justru turun menjadi hanya 5

0,09 persen. Jumlah produksi daging itik di Kabupaten Bogor jauh lebih rendah dibandingkan dengan produksi daging ternak lainnya seperti sapi, kambing, domba, dan ayam. Tabel 6. Produksi dan Kontribusi Daging Ternak di Kabupaten Bogor Tahun 2009 2010 No Jenis Daging 2009 (ton) Kontribusi (%) 2010 (ton) Kontribusi (%) R (%) 1 Sapi 11.153.409 12,75 10.790.992 11,39-3,25 2 Kerbau 238.800 0,27 262.268 0,28 9,83 3 Kambing 796.475 0,91 869.807 0,92 9,21 4 Domba 2.700.532 3,09 3.183.134 3,36 17,87 5 Ayam Ras 71.540.084 81,81 78.340.100 82,68 9,51 6 Ayam Buras 934.193 1,07 1.220.336 1,29 30,63 7 Itik 83.721 0,10 85.462 0,09 2,08 Jumlah 87.447.214 100,00 94.752.099 100,00 8,35 Sumber: Disnakan Kabupaten Bogor 2011 (diolah) Produksi daging itik yang rendah dibandingkan dengan produksi daging ternak lainnya mengindikasikan peternak yang mengusahakan ternak itik pedaging di Kabupaten Bogor masih rendah. Namun kondisi ini dapat menjadi peluang bagi peternak untuk melakukan usaha mulai dari pembibitan hingga pembesaran itik. Pengembangan usaha ternak itik ini cukup terbuka, baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor. Indonesia memiliki keanekaragaman itik lokal yang mempunyai keunggulan adaptasi dan produksi tinggi 1. Berdasarkan argumen di atas bisa dimengerti bahwa banyak pelaku usaha yang melihat pengembangan usaha itik sebagai bidang yang perlu dimasuki. 1 Stusi Kelayakan Bisnis Itik. http://caedw.blogspot.com [Maret 2012] 6

Sejalan dengan ide pengembangan usaha analisis kelayakan finansial menjadi bagian yang penting. Analisis kelayakan adalah upaya penilaian atas proyek yang didasarkan pada apakah proyek tersebut nantinya secara finansial menguntungkan atau tidak. Dengan diketahui layak atau tidaknya usaha tersebut maka membantu pengembangan dan perencanaan usaha di masa mendatang. Studi kelayakan finansialnya agar dapat diteliti secara ilmiah dan detail mencakup kriteria Pay Back Period (PBP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Break Even Point (BEP).Selain itu diperlukan pula analisis kelayakan non finansial yang akan mengkaji kelayakan usaha dari berbagai aspek seperti asper pasar, aspek teknis, aspek menajemen, aspek hukum, dan aspek sosial, ekonomi, dan budaya, serta aspek lingkungan. Adanya peluang bisnis usaha pembibitan itik di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor menjadikan daya tarik investor untuk berinvestasi. Pemilik CV. Usaha Unggas adalah salah seorang yang mampu membaca peluang bisnis tersebut dengan mendirikan peternakan yang khusus memelihara unggas, dengan salah satu bisnisnya di bidang pembibitan itik. Peternakan ini terletak di Kecamatan Rumpin yang merupakan salah satu daerah sentra peternakan unggas. Dengan hadirnya usaha CV. Usaha Unggas, diharapkan tidak hanya menguntungkan bagi peternaknya sendiri, tetapi juga memiliki manfaat bagi masyarakat sekitar dan sebagai pemasukan pendapatan pemerintah daerah setempat. 1.2. Perumusan Masalah Salah satu produsen unggas di Jawa Barat adalah CV. Usaha Unggas. CV. Usaha Unggas ini memproduksi ayam arab (ayam kampung petelur), ayam arab siap telur, DOC ayam kampung jawa, DOC ayam broiler, DOD bebek jantan dan betina mojosari, DOD bebek peking, DOD tiktok, DOD entok, pakan ternak, telur ayam kampung merah, telur ayam kampung, dll. Khusus untuk peternakan itiknya sendiri, CV. Usaha Unggas berlokasi di Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. CV. Usaha Unggas merupakan salah satu perusahaan peternakan yang bergerak dalam bidang usaha pembibitan itik. Usaha pembibitan itik ini memulai prosesnya dengan pemeliharaan itik petelur. Lalu itik tersebut dikawinkan dan 7

telur yang diproduksi ditetaskan dengan menggunakan mesin tetas. Akhir dari kegiatan ini yaitu menghasilkan produk utama berupa DOD (Day Old Duck). Usaha dijalankan selama umur bisnis yang disesuaikan dengan umur ekonomis kandang yaitu selama enam tahun. Sejarah dimulainya usaha dibidang pembibitan itik ini berawal dari adanya informasi mengenai permintaan itik yang tinggi. Permintaan daging itik di pasaran cukup tinggi, tetapi sumber pasokan daging saat ini sebagian besar merupakan itik afkir, sehingga pedagang kekurangan stok dan akhirnya memotong itik betina yang masih produktif. Belum terpenuhinya permintaan pasar untuk menyuplai itik adalah salah satu alasan pemilik memulai usaha itik. Selain peluang pasar yang besar, jumlah kompetitor juga tidak terlalu banyak pada daerah Jabodetabek. Namun dari sisi peternakan pembesaran juga terdapat kekurangan pasokan bahan baku utama pembesaran itik, yaitu DOD. Pemilik pun mencoba merambah bisnis pembibitan DOD. Permintaan dari restoran di Jakarta mencapai 100 ekor itik per hari dari satu restoran. Dan untuk permintaan pasar, satu lapak membutuhkan 100 ekor per hari, sedangkan jumlah lapak di satu pasar jumlahnya mencapai 48 lapak. Hal ini menyebabkan pengusaha yang bergerak dibidang pembesaran itik mencari sumber bahan baku untuk itik yang akan dibesarkan. Adanya gap antara permintaan dan penawaran yang terdapat di pasar menjadikan usaha ini menjadi sebuah peluang usaha yang baik. Sebagaimana suatu proyek atau bisnis yang dibangun dan telah menghabiskan biaya investasi yang cukup besar, CV. Usaha Unggas diharapkan dapat mendatangkan manfaat yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkannya. Gambaran mengenai biaya dan manfaat dapat diketahui melalui cash flow perusahaan dari hasil studi kelayakan usaha. Studi kelayakan usaha perlu dilakukan pada CV. Usaha Unggas baik dari aspek non finansial maupun finansial. Hal itu untuk memastikan bahwa usaha pembibitan itik layak untuk dijalankan dan mengetahui tingkat kelayakan dari usaha pembibitan itik pedaging tersebut. Adanya permasalahan yang dihadapi seperti tidak selalu habisnya stok DOD yang ditawarkan pada saat-saat tertentu membuat CV. Usaha Unggas ini 8

juga merintis usaha pembesaran itik. Hal ini dilakukan karena jika sewaktu-waktu DOD tidak terjual, maka DOD itu akan dibesarkan sendiri. CV. Usaha Unggas tidak terlepas dari lingkungan bisnis yang senantiasa berubah. Terdapat beberapa ketidakpastian yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan yang akan mempengaruhi kelayakan usaha pembesaran itik pedaging. Setidaknya peternakan dihadapkan pada adanya potensi peningkatan harga pakan pur, dan penurunan harga jual DOD. Adanya potensi perubahan dari variabel input dan output tersebut di atas dapat mempengaruhi kelayakan usaha dari aspek finansial. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis switching value untuk melihat kepekaan (sensitivitas) usaha pembibitan itik pada CV. Usaha Unggas dari adanya kemungkinan perubahan-perubahan pada variabel input dan output produksi. Analisis kepekaan (sensitivitas) tepat dilakukan pada CV. Usaha Unggas mengingat peternakan ini telah lumayan lama didirikan sehingga perusahaan telah mengalami adanya perubahan harga pakan pur, dan harga bibit. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana kelayakan usaha pembibitan itik yang dilakukan CV. Usaha Unggas dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial ekonomi dan budaya, serta aspek lingkungan? 2. Bagaimana kelayakan finansial usaha pembibitan itik pada CV. Usaha Unggas? 3. Bagaimana tingkat kepekaan kelayakan usaha apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis kelayakan usaha pembibitan itik yang dilakukan CV. Usaha Unggas dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek 9

manajemen, aspek hukum, aspek sosial ekonomi dan budaya, serta aspek lingkungan. 2. Menganalisis kelayakan finansial usaha pembibitan itik yang akan dilakukan CV. Usaha Unggas. 3. Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan usaha apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya dari usaha tersebut. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak investor, sebagai pemilik modal yang memiliki kepentingan langsung tentang keuntungan yang akan diperoleh serta jaminan keselamatan atas modal yang ditanamkannya; bagi pihak kreditor, dimana dari pihak ini dana bisa dipinjamkan yang pada akhirnya keputusan pemberian pinjaman dipertimbangkan setelah melakukan kajian ulang studi kelayakan bisnis yang telah dibuat sebelumnya; bagi pihak manajemen perusahaan, sebagai pihak yang memberikan kebijakan terhadap langkah perencanaan dari studi kelayakan bisnis tersebut sebagai bentuk realisasi dari ide proyek dalam rangka meningkatkan laba perusahaan; bagi pihak pemerintah dan masyarakat, ini disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah yang akan mempengaruhi kebijakan perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung terkait prioritas pemerintah sebagai unsur pendukung rencana yang akan dijalankan. Bagi mahasiswa dan kalangan akademisi, diharapkan penelitian penelitian ini dapat memberikan pengetahuan mengenai pengembangan pembibitan itik dan kelayakannya, serta dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. Bagi pembaca, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi atau rujukan ketika terjun ke dunia usaha atau pemilihan bisnis dalam pengambilan keputusan. 10

II. TINJAUAN PUSTAKA Studi kelayakan usaha adalah suatu penelitian tentang layak atau tidaknya suatu usaha dilakukan dengan menguntungkan secara terus menerus. Studi kelayakan sangat diperlukan oleh banyak kalangan, khususnya terutama bagi para investor yang selaku pemrakarsa, bank selaku pemberi kredit, dan pemerintah yang memberikan fasilitas tata peraturan hukum dan perundang-undangan, yang tentunya kepentingan semuanya itu berbeda satu sama lainya. Investor berkepentingan dalam rangka untuk mengetahui tingkat keuntungan dari investasi, bank berkepentingan untuk mengetahui tingkat keamanan kredit yang diberikan dan kelancaran pengembaliannya, pemerintah lebih menitik-beratkan manfaat dari investasi tersebut secara makro baik bagi perekonomian, pemerataan kesempatan kerja, dan lain lain. Beberapa alasan yang mendasar bagi kegiatan studi kelayakan adalah alasan bahwa kondisi yang akan datang dipenuhi dengan ketidakpastian, maka diperlukan pertimbangan-pertimbangan tertentu karena di dalam studi kelayakan terdapat berbagai aspek yang harus dikaji dan diteliti kelayakannya sehingga hasil daripada studi tersebut digunakan untuk memutuskan apakah sebaiknya proyek atau bisnis layak dikerjakan atau ditunda atau bahkan dibatalkan. Hal ini menunjukan bahwa dalam studi kelayakan akan melibatkan banyak tim dari berbagai ahli yang sesuai dengan bidang atau aspek masing-masing seperti ekonom, hukum, psikolog, akuntan, perekayasa teknologi dan lain sebagainya. Studi kelayakan biasanya digolongkan menjadi dua bagian yang berdasarkan pada orientasi yang diharapkan oleh suatu perusahaan yaitu berdasarkan orientasi laba, yang dimaksud adalah studi yang menitik-beratkan pada keuntungan yang secara ekonomis, dan orientasi tidak pada laba (social), yang dimaksud adalah studi yang menitik-beratkan suatu proyek tersebut bisa dijalankan dan dilaksanakan tanpa memikirkan nilai atau keuntungan ekonomis.

2.1. Usaha Ternak Itik Saragih (1998), berpendapat bahwa dilihat dari pengusahaan, kegiatan ekonomi berbasis peternakan dapat diselenggarakan oleh dua golongan kepengusahaan, yaitu: (1) peternakan rakyat; dan (2) perusahaan peternakan. Kemudian dari tingkat komersialisasinya usaha peternakan dikelompokkan menjadi empat pola usaha yaitu: (1) usaha sampingan; (2) cabang usaha; (3) usaha pokok; dan (4) industri peternakan. Menurut Samosir (1983), dengan kebutuhan modal yang relatif kecil, adanya pendapatan setiap hari, dan tidak adanya hambatan sosial budaya dalam pemeliharaannya, merupakan beberapa hal yang menguntungkan ternak itik dibandingkan dengan ternak besar. Sebagai sumber penghasil daging, itik sebenarnya memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan hewan ternak lainnya. Menurut Williamson dan Payne (1993), itik memiliki sifat lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan karena tidak terpengaruh iklim, lebih mudah dalam perawatan karena tidak rentan terhadap penyakit, pemeliharaannya lebih organik, tidak memerlukan pakan khusus, dan modal yang diperlukan untuk membuka usaha peternakan itik pun relatif kecil. Telur dan daging itik merupakan komoditi ekspor yang dapat memberikan keuntungan besar. Kebutuhan akan telur dan daging pasar internasional sangat besar dan masih tidak seimbang dari persediaan yang ada. Hal ini dapat dilihat bahwa baru dua negara Thailand dan Malaysia yang menjadi negara pengekspor terbesar. Hingga saat ini budidaya itik masih merupakan komoditi yang menjanji untuk dikembangkan secara intensif. Di Indonesia, ternak itik merupakan ternak unggas penghasil telur yang cukup potensial disamping ayam. 2.1.1. Biologi Komoditi Itik Menurut Suharno dan Amri (1995), itik menurut tipenya dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu: (1) itik petelur seperti Indian Runner, Khaki Campbell, Buff (Buff Orpington), dan CV 2000-INA; (2) itik pedaging seperti Peking, Rouen, Aylesbury, Muscovy, dan Cayuga; dan (3) itik ornamental (itik kesayangan/hobby) seperti East India, Call (Grey Call), Mandariun, Blue Swedish, Crested, Wood. 12

Jenis bibit unggul yang diternakkan, khususnya di Indonesia ialah jenis itik petelur seperti itik tegal, itik khaki campbell, itik alabio, itik mojosari, itik bali, itik CV 2000-INA, dan itik-itik petelur unggul lainnya yang merupakan produk dari BPT (Balai Penelitian Ternak) Ciawi, Bogor. 2.1.2. Output ternak itik Menurut Yulidc (2011), terdapat beberapa bagian dari itik yang bisa dipasarkan, yaitu: 1. Telur Itik Telur berwarna hijau kebiru-biruan merupakan produk utama dari peternak itik. Telur ini sebagian komoditas terbagi menjadi dua macam, yaitu telur konsumsi dan telur tetas. Sebagai barang yang dikonsumsi, telur itik banyak diperdagangkan baik dalam keadaan segar maupun olahan. Telur asin merupakan salah satu bentuk olahan dari telur itik. Sebagai telur tetas, peternak harus memelihara beberapa pejantan agar telur yang dihasilkan dapat ditetaskan. 2. Bibit Itik Bisnis dalam peternakan itik ternyata tidak hanya terbatas pada telurnya saja. Dengan bermodalkan alat-alat penetasan (baik yang alami maupun buatan, kita dapat menjadi produsen bibit anak itik (DOD)). Harga jual bibit jauh lebih tinggi daripada harga telur itik, sekalipun itik tersebut baru saja memecahkan kulit telur penyelubung dirinya. Harga DOD bisa Rp 3.500,00 sampai Rp 6.500,00 per ekornya. Harga jual bibit umur 2 minggu menjadi lebih menggiurkan lagi karena bisa mencapai Rp 10.000,00 per ekornya. 3. Itik Dara Menjadi produsen itik dara juga memberi suatu peluang bisnis yang menarik bagi peternak itik. Itik dara yang berumur 4-6 bulan yang siap bertelur paling banyak dicari peternak itik. Harga jual itik dara juga cukup tinggi, diawal tahun 2011 harganya mencapai Rp 35.000,00 per ekor. 13

4. Itik Pedaging Daging itik merupakan makanan yang lezat cita rasanya jika yang memasak cukup berpengalaman. Selain itu, kandungan gizinya juga setara dengan daging ayam dan ternak lainnya. Pada penetasan itik, selalu ditemukan 50 persen jantan. Oleh karena itu, bila itik jantan yang 50 persen ini dimanfaatkan secara optimal sebagai penghasil daging, tentu akan lebih menguntungkan lagi. 5. Bulu Itik Bulu itik yang halus bisa menjadi salah satu mata dagang ekspor yang dapat menghasilkan devisa yang cukup baik. Bulu itik juga dibutuhkan untuk campuran pakan ternak. Selain itu, bulu itik biasanya dimanfaatkan sebagai pengisi mainan anak, bantal, mantel, dan lain-lain. 6. Faeces (Kotoran) Kotoran itik dapat mendatangkan keuntungan karena dapat digunakan sebagai pupuk. Berdasarkan analisa kimia, setiap ton kotoran itik memberi hasil 22 lbs (9,99 kg) Nitrogen (N), 29 lbs (13,17 kg) Asam Fasfat, dan 10 lbs (4,54 kg) Potash (K). 2 2.2. Teknis Budidaya Kunci keberhasilan usaha produksi ternak itik terletak pada pelaksanaan program tata laksana pemeliharaan itik sampai umur 22 minggu. Kesalahan nutrisi pada masa pertumbuhan ini bisa menyebabkan itik terlambat mencapai kedewasaan kelamin sehingga itik tidak bisa berproduksi pada umur yang diharapkan. Dalam usaha ternak itik secara intensif, ada tiga evaluasi pokok yang memiliki andil keberhasilan yakni : (1) bibit itik; karakteristik ekonominya dalam menunjang keberhasilan usaha adalah 20 persen; (2) makanan itik; dalam menunjang keberhasilan usaha mempunyai andil sebesar 30 persen; dan (3) tata laksana pemeliharaan, termasuk kandang, cara pemeliharaan dan keterampilan, memegang peranan paling besar yakni 50 persen. 3 2 3 Yulidc. 2011. Budidaya Ternak Itik Tanpa Air. http://www.perpuskita.com [Februari 2012] Eniza Saleh.2004. Pengelolaan Ternak Itik di Pekarangan Rumah. http://librari.usu.ac.id [Februari 2012] 14

2.2.1. Pembibitan Ternak itik yang dipelihara harus benar-benar merupakan ternak unggul yang telah diuji keunggulannya dalam memproduksi hasil ternak yang diharapkan. Menurut Suharno dan Amri (1995), dalam pemilihan bibit terdapat tiga cara untuk memperoleh bibit itik yang baik adalah sebagai berikut : (1) membeli telur tetas dari induk itik yang dijamin keunggulannya; (2) memelihara induk itik yaitu pejantan ditambah betina itik unggul untuk mendapatkan telur tetas kemudian meletakannya pada mentok, ayam atau mesin tetas, (3) membeli DOD (Day Old Duck) dari pembibitan yang sudah dikenal mutunya maupun yang telah mendapat rekomendasi dari dinas peternakan setempat. Ciri DOD yang baik adalah tidak cacat (tidak sakit) dengan warna bulu kuning mengkilap. 2.2.2. Pemeliharaan Menurut Suharno dan Amri (1995), dalam pemeliharaan itik ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: (1) sanitasi dan tindakan preventif, sanitasi kandang mutlak diperlukan dalam pemeliharaan itik dan tindakan preventif (pencegahan penyakit) perlu diperhatikan sejak dini untuk mewaspadai timbulnya penyakit; (2) pengontrol penyakit, dilakukan setiap saat dan secara hati-hati serta menyeluruh. Cacat dan tangani secara serius bila ada tanda-tanda kurang sehat pada itik; dan (3) pemberian pakan, pemberian pakan itik tersebut dalam tiga fase, yaitu fase stater (umur 0 8 minggu), fase grower (umur 8 18 minggu), dan fase layar (umur 18 27 minggu). Pakan ketiga fase tersebut berupa pakan jadi dari pabrik (secara praktisnya) dengan kode masing-masing fase. 2.2.3. Pakan Pakan alternatif yang diberikan dapat terdiri dari bahan baku yang ditambah konsentrat (campuran bahan-bahan yang berkadar protein tinggi, tetapi berenergi rendah). Bahan pakan yang dapat dipilih antara lain dedak/bekatul, jagung tepung ikan, bungkil kedelai, bungkil kelapa, ampas tahu, daging kelapa/kopra, sargum, dan menir. 15

2.3. Biaya Lipsey et al. (1995), mendefinisikan biaya atau pengeluaran adalah nilai input yang dikeluarkan untuk memproduksi output. Biaya mencakup suatu pengukuran nilai sumberdaya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas-aktivitas yang bertujuan mencari keuntungan. Berdasarkan volume kegiatan, biaya dibedakan atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan (Boediono 1998). Murtidjo (1999), menyatakan bahwa biaya-biaya dalam usaha ternak itik antara lain: (1) biaya tetap, terdiri dari biaya tanah (pajak usaha, pajak bumi dan bangunan, iuran koperasi, sewa, taksiran biaya penggunaan tanah milik sendiri), biaya sarana produksi tahan lama (kandang itik, peralatan kandang, kantor dan gudang, peralatan kantor dan gudang, ternak itik), biaya sarana produksi rutin bulanan (upah tenaga kerja, biaya listrik); dan (2) biaya tidak tetap, terdiri dari biaya jasa (persentase upah jasa pemasaran produksi), biaya obat-obatan dan vaksin, biaya makanan ternak dan biaya kerusakan produksi (biaya kerusakan telur dan lain-lain). 2.4. Penerimaan Samuelsen dan Nordhaus (1996), menyatakan bahwa penerimaan adalah harga dikalikan dengan kuantitas atau total hasil penjualan. Soekartawi et al. (1986), mendefinisikan penerimaan adalah : (1) penerimaan tunai, yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan produk; dan (2) penerimaan kotor, yaitu produk total usaha dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual. 2.5. Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian mengenai studi kelayakan sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Namun jenis proyek yang diteliti berbeda. Andi Crhistiawan (2002), melakukan penelitian mengenai analisis kemitraan dan kelayakan finansial usaha peternakan ayam potong peternak plasma PT. Mitra Asih Abadi Purwokerto. Cakupan penelitian dalam analisis kelayakan usaha peternakan ayam potong secara finansial terbagi menjadi dua skala besar dan skala kecil. Secara finansial usaha peternakan usaha ayam potong skala besar dan 16

skala kecil layak untuk diusahakan. Pada analisis finansial skala besar diperoleh nilai NPV sebesar 323.106 juta, Net B/C 12,08 dan IRR 240,78 persen. Sedangkan analisis finansial untuk skala kecil diperoleh NPV sebesar 38.079 juta, Net B/C 3,49 dan IRR 75,03 persen. Hasil analisis payback period, usaha peternakan ayam potong skala besar dapat mengembalikan biaya investasi dalam waktu lima bulan, sedangkan skala kecil dalam waktu dua tahun enam bulan. Berdasarkan kriteria kelayakan tersebut, dimana NPV bernilai positif, Net B/C lebih besar dari satu dan IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku (16,5 persen), maka secara finansial usaha peternakan ayam potong skala besar dan skala kecil layak untuk diusahakan. Laeli Komalasari (2008), meneliti tentang Kelayakan Finansial Peternakan Ayam Broiler Terpadu. Penelitian ini adalah menganalisis kelayakan finansial peternakan ayam broiler terpadu pada kapasitas 10.000 dan 25.000 ekor. Hasil analisis kelayakan finansial dan analisis switching value dapat disimpulkan bahwa peternakan ayam broiler terpadu pada skala 10.000 ekor tidak layak diusahakan. Dengan meningkatkan skala usaha menjadi 25.000 ekor maka usaha menjadi layak. Peningkatan nilai indikator kelayakan finansial dari 10.000 menjadi 25.000 ekor cukup besar. Artinya bila usaha peternakan ayam broiler dilakukan secara integrasi dengan skala usaha yang relatif besar maka usaha semakin layak secara finansial dibandingkan bila usaha peternakan ayam broiler saja. Hasil analisis kelayakan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 1.1481.498.164, Net B/C lebih besar dari satu yaitu 1,59 dan IRR sebesar 30,60 persen. Jangka waktu pengembalian investasi selama tiga tahun dua bulan 12 hari. Dari analisis kelayakan finansial maka peternakan ayam broiler terpadu merupakan model terbaik untuk diterapkan, dan untuk usaha tersebut diperlukan modal awal sebesar Rp 2.854.611.767. Kombinasi usaha antara pabrik pakan dan peternakan ayam broiler dengan kapasitas 25.000 ekor layak untuk diusahakan. Analisis switching value menunjukkan bahwa batas maksimum penurunan harga jual ayam broiler yang dapat membuat usaha tetap layak sebesar 11,08 persen dan kenaikan harga DOC maksimal 62,73 persen. Indriani Ikapertiwi Kusumawardani (2010), melakukan analisis kelayakan finansial usaha peternakan ayam broiler. Analisis data dilakukan dengan 17

menggunakan analisis kelayakan finansial (Net Present Value), Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return dan Pay Back Periode serta analisis sensitivitas terhadap perubahan tingkat harga, baik tingkat harga input maupun tingkat harga output. Hasil perhitungan kelayakan finansial pada peternakan X didapatkan usaha peternakan X selama 10 tahun ke depan yaitu 2007 2017 menunjukkan bahwa dengan menggunakan tingkat suku bunga deposito 7,00 persen maka didapatkan nilai NPV yang positif, yaitu sebesar Rp. 752.504.929,86. Nilai BCR sebesar 1,04. Nilai IRR yang didapat dari hasil perhitungan adalah 27,58 persen dengan Pay Back Period tiga tahun delapan bulan. Berdasarkan kriteria kelayakan, dimana NPV bernilai positif, BCR lebih dari satu dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka secara finansial usaha peternakan X layak untuk dijalankan. Hasil sensitivitas menunjukkan bahwa usaha peternakan X rentan terhadap perubahan harga. Hasil analisis switching value peningkatan harga DOC sampai dengan 28,71 persen masih dinyatakan layak dan akan menjadi tidak layak jika kenaikan harga DOC lebih dari 28,71 persen, analisis switching value peningkatan harga pakan akan menjadikan usaha peternakan X tidak layak pada peningkatan harga pakan lebih dari 10,31 persen dan analisis switching value penurunan harga jual ayam broiler lebih dari 4,40 persen akan menyebabkan usaha peternakan X menjadi tidak layak dan mengalami kerugian. Mulatsih et al. (2010), melakukan penelitian mengenai intensifikasi usaha peternakan itik petelur dalam rangka peningkatan pendapatan rumah tangga pinggir kota. Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha ternak itik secara intensif. Analisis keuntungan dilakukan pada dua kategori yaitu pemeliharaan mulai dari DOD (kategori I) dan pemeliharaan mulai dari itik dara (kategori II). Selama periode usaha 10 tahun dan dengan biaya investasi sebesar Rp 11.550.000,00 (kategori I) dan Rp 47.050.000,00 (kategori II), NPV yang diperoleh sebesar Rp 19.695.093,00 (kategori I) dan Rp 179.405.378,00 (kategori II). Nilai Net B/C pada kategori I sebesar 1,42 dan kategori II sebesar 5,94. Nilai IRR pada periode yang sama kategori I sebesar 34,76 persen dan kategori II sebesar 159 persen. Nilai Payback period pada kategori I selama dua tahun tujuh bulan dan kategori II selama 8 bulan. Secara 18

umum usaha peternakan itik tersebut layak untuk dilaksanakan dari aspek finansial. Penelitian Mulatsih et al. (2010) tidak meneliti mengenai aspek non finansial dan analisis nilai pengganti. Penilitian yang dilakukan identik dengan penelitian yang dilakukan oleh Indriani Ikapertiwi Kusumawardani (2010), mengenai analisis kelayakan finansial usaha peternakan ayam broiler. Namun peneliti juga meneliti tentang kelayakan usaha dari aspek non finansial. Terdapat beberapa kesamaan dengan penelitian terdahulu dengan topik kelayakan usaha ternak non itik misalnya ayam terutama dalam hal topik penelitian yakni kelayakan usaha ternak, mengambil kasus pada perusahaan peternakan. Selain itu, persamaan penelitian analisis kelayakan usaha pembibitan itik Pada CV. Usaha Unggas dengan keempat penelitian sebelumnya adalah adanya persamaan alat analisis untuk menentukan kelayakan non-finansial dan finansial. Alat analisis kelayakan finansial adalah NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit-Cost Rasio) dan PBP (Payback Period). Untuk aspek nilai kelayakan non-finansial digunakan pembahasan dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, serta aspek sosial dan lingkungan. Sedangkan perbedaan analisis kelayakan usaha pembibitan itik pada CV. Usaha Unggas dengan kelima penelitian sebelumnya yaitu, pada penelitian ini, dianalisis mengenai kelayakan pembibitan itik yang bukan merupakan sebuah proyek lagi, namun merupakan sebuah usaha yang telah dijalankan selama beberapa tahun yang berlokasi di Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jadi analisis kebekaan yang dilakukan pun dilakukan karena telah terdapat pengalanan akan perubahan harga yang terjadi. Selain itu belum adanya penelitian terdahulu mengenai kelayakan usaha pada perusahaan ini. Dilihat dari waktu, tempat penelitian, dan kompleksitas permasalahannya penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu. 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Bisnis adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu dan sekelompok orang (organisasi) yang menciptakan nilai (create value) melalui penciptaan barang dan jasa (create of good and service) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memperoleh keuntungan melalui transaksi. Bisnis sebagai suatu sistem yang memproduksi barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan masyarakat (bussinessis then simply a system that produces goods and service to satisfy the needs of our society) (Huat 1990) 4. Menurut Brown dan Petrello (1976), bisnis ialah suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat 5. Apabila kebutuhan masyarakat meningkat, maka lembaga bisnis pun akan meningkat pula perkembangannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sambil memperoleh laba (Business is an institution which produces goods and services demanded by people). Griffin dan Ebert (1996) mengatakan, Business is an organization that provides goods or services in order toearn provit 6. Sejalan dengan definisi tersebut, aktifitas bisnis melalui penyediaan barang dan jasa bertujuan untuk menghasilkan profit (laba). Suatu perusahaan dikatakan menghasilkan laba apabila total penerimaan pada suatu periode (Total Revenues) lebih besar dari total biaya (Total Costs) pada periode yang sama. Laba merupakan daya tarik utama untuk melakukan kegiatan bisnis, sehingga melalui laba pelaku bisnis dapat mengembangkan skala usahanya untuk meningkatkan laba yang lebih besar. Setiap bisnis atau perusahaan berusaha mengolah bahan untuk dijadikan produk yang diperlukan oleh konsumen produk dapat berupa barang atau jasa. Tujuan perusahaan membuat produk adalah untuk mendapatkan laba, yakni imbalan yang diperoleh perusahaan dari penyediaan suatu produk bagi konsumen. 4 5 6 Novianto. 2009. Konsep dan Fungsi Bisnis. http://tris.staff.gunadarma.ac.id [Maret 2012] Ahmad Buldani. 2010. Pengertian Bisnis. http://abuligious.blogspot.com [Februari 2012] Novianto. 2009. Konsep dan Fungsi Bisnis. http://tris.staff.gunadarma.ac.id [Maret 2012]

Analisis bisnis adalah suatu metode untuk menentukan pilihan berbagai penggunaan yang kompetitif dari sumberdaya-sumberdaya dengan cara sederhana. Pada dasarnya analisis bisnis adalah menaksir manfaat dan biaya suatu usaha serta merumuskannya menjadi alat ukur yang berlaku umum. Menurut Kasmir dan Jakfar (2007), Studi Kelayakan Bisnis merupakan suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidaknya usaha tersebut dijalankan. Kelayakan artinya penelitian yang dilakukan secara mendalam tersebut dilakukan untuk menentukan apakah usaha yang sedang atau akan dijalankan tersebut dilakukan untuk menentukan apakah usaha yang sedang atau akan dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Menurut Kadariah et al (1978), adapun tujuan analisis kegiatan usaha adalah: (1) menghindari keuntungan yang dicapai dari investasi suatu usaha; (2) menghindari pemborosan sumberdaya dengan tidak melaksanakan usaha yang tidak menguntungkan; (3) mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada, sehingga dapat dipilih alternatif usaha yang paling menguntungkan; dan (4) menentukan prioritas usaha. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), suatu usaha dapat berhasil apabila memenuhi kriteria manfaat investasi sebagai berikut: (1) manfaat ekonomis terhadap usaha itu sendiri; (2) manfaat bagi negara tempat usaha itu dilaksanakan; dan (3) manfaat sosial tersebut bagi masyarakat di sekitar tempat usaha. Dalam melakukan studi kelayakan perlu memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan secara seksama untuk menentukan bagaimana manfaat yang akan diperoleh dari suatu investasi tertentu dan harus dipertimbangkan pada setiap tahap dalam perencanaan usaha dan siklus pelaksanaan. Secara umum aspekaspek yang diteliti dalam studi kelayakan bisnis meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek soial ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek finansial. 21

1. Aspek Pasar Berkaitan dengan adanya peluang pasar untuk suatu produk yang akan di tawarkan oleh suatu proyek tersebut. Mencakup potensi pasar (jumlah konsumen potensial, konsumen yang mempunyai keinginan atau hasrat untuk membeli) dan perkembangan/ pertumbuhan penduduk (daya beli dan pemasaran yang menyangkut tentang strategi yang digunakan untuk meraih sebagian pasar potensial atau peluang pasar atau seberapa besar pengaruh strategi tersebut dalam meraih besarnya market share) 2. Aspek Teknis Aspek teknis yaitu analisa yang berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang dan jasa. Aspek teknis memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya usaha. Evaluasi ini mempelajari kebutuhan-kebutuhan teknis proyek, seperti karakteristik produk yang diusahakan, lokasi di mana proyek akan didirikan dan sarana pendukungnya, serta layout bangunan yang dipilih (Husnan dan Suwarsono 2000). Dalam suatu usaha, hubungan aspek-aspek teknis sangat menentukan keberhasilan usaha terutama keberhasilan proses produksi. Masing-masing komponen dalam aspek teknis ini saling terkait satu sama lain dan ketidaklayakan salah satu komponen akan mengganggu proses produksi secara keseluruhan. 3. Aspek Manajemen Aspek ini berhubungan dengan penetapan institusi atau lembaga proyek yang harus mempertimbangkan struktur kelembagaan, pola sosial dan budaya yang ada pada suatu daerah atau negara setempat. Aspek ini meneliti sistem manajerial suatu usaha antara lain kesanggupan dan keahlian staf dalam menangani masalah proyek. Evaluasi aspek manajemen operasional bertujuan untuk menentukan secara efektif dan efisien mengenai bentuk badan usaha yang dipilih, struktur organisasi yang akan digunakan, jenis-jenis pekerjaan yang diperlukan agar usaha tersebut dapat berjalan dengan lancar serta kebutuhan biaya gaji dan upah tenaga kerja (Umar 2005). 22

4. Aspek Hukum Berkaitan dengan keberadaan secara legal dimana proyek akan dibangun yang meliputi ketentuan hukum yang berlaku termasuk sertifikat, akte pendirian perusahaan dari notaris setempat PT/ CV atau berbentuk badan hukum lainnya, NPWP, dan izin lainnya yang diperlukan dalam menjalankan usaha. Suatu perusahaan yang layak, perlu memenuhi persyaratan legalitas agar mempermudah hubungan ke luar perusahaan, memiliki kekuatan hukum, diakui serta terikat kebijakan hukum yang berlaku. 5. Aspek Ekonomi dan Sosial Berkaitan dengan dampak yang diberikan kepada masyarakat karena adanya suatu proyek tersebut. Dari sudut ekonomi, apakah proyek dapat mengubah atau justru mengurangi income per capita panduduk setempat. Seperti seberapa besar tingkat pendapatan per kapita penduduk, pendapatan nasional atau upah rata-rata tenaga kerja setempat atau UMR, dll. Dari segi sosial, apakah dengan keberadaan proyek wilayah menjadi semakin ramai, lalulintas semakin lancar, adanya jalur komunikasi, penerangan listrik dan lainnya, pendidikan masyarakat setempat. 6. Aspek Finansial Berkaitan dengan sumber dana yang akan diperoleh dan proyeksi pengembaliannya dengan tingkat biaya modal dan sumber dana yang bersangkutan. Menurut Gittinger (1986), aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisis usaha menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu usaha yang diusulkan terhadap para peserta. 3.1.2. Manfaat Studi Kelayakan Bisnis Manfaatnya dalam studi adalah sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, baik persetujuan ataupun penolakan terhadap kelayakan suatu rencana bisnis yang akan direalisasikan sesuai dengan kepentingan pihak yang terkait didalamnya. Adapun pihak-pihak yang membutuhkan laporan studi kelayakan bisnis adalah sebagai berikut: (1) pihak investor, investor adalah pemilik modal yang memiliki kepentingan langsung tentang keuntungan yang akan diperoleh serta 23

jaminan keselamatan atas modal yang ditanamkannya; (2) pihak kreditor, dari pihak ini dana bisa dipinjamkan yang pada akhirnya keputusan pemberian pinjaman dipertimbangkan setelah melakukan kajian ulang studi kelayakan bisnis yang telah dibuat sebelumnya; (3) pihak manajemen perusahaan, sebagai pihak yang memberikan kebijakan terhadap langkah perencanaan dari studi kelayakan bisnis tersebut sebagai bentuk realisasi dari ide proyek dalam rangka meningkatkan laba perusahaan; (4) pihak pemerintah dan masyarakat, ini disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah yang akan mempengaruhi kebijakan perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung terkait prioritas pemerintah sebagai unsur pendukung rencana yang akan dijalankan; dan (5) bagi tujuan pembangunan ekonomi, sebagai analisis manfaat yang akan didapat dan biaya yang akan ditimbulkan oleh proyek terhadap perekonomian nasional. Aspek-aspek yang perlu dianalisis untuk mengetahui biaya dan manfaat tersebut antar lain ditinjau dari aspek kebijakan pemerintah, distribusi nilai tambah pada seluruh masyarakat, nilai investasi per tenaga kerja, pengaruh sosial, serta analisis kemanfaatan dan beban sosial. 3.1.3. Teori Biaya dan Manfaat Dalam menganalisis suatu usaha tujuan analisis harus disretai dengan defenisi biaya dan manfaat. Menurut Mulyadi (2001), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi, sedang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Biaya dapat dibedakan sebagai berikut: (1) biaya modal, yaitu pengeluaran yang akan memberikan manfaat/benefit pada periode akuntansi atau pengeluaran yang akan dapat memberikan manfaat pada periode akuntansi yang akan datang; (2) biaya operasional, yaitu kebutuhan dana yang diperlukan pada saat usaha mulai dilaksanakan; dan (3) biaya lainnya seperti pajak, bunga, dan pinjaman Manfaat adalah sesuatu yang dapat menimbulkan kontribusi terhadap suatu bisnis. Manfaat (benefit) dapat dibedakan menjadi: (1) manfaat langsung (direct benefit) yaitu manfaat yang diperoleh dari adanya kenaikan fisik dan atau dari penurunan biaya; (2) manfaat tidak langsung (indirect benefit) yaitu manfaat yang disebabkan adanya usaha tersebut dan biasanya dirasakan oleh orang-orang tertentu dan masyarakat berupa adanya effect multiplier, skala ekonomi yang lebih 24

besar dan adanya perubahan produktifitas tenaga kerja disebabkan keahlian; dan (3) manfaat yang tidak dapat dilihat dan sulit dinilai dengan uang (intangible benefit) misalnya perbaikan pendapatan, peningkatan ketahanan nasional, dan lain-lain. 3.1.4. Analisis Finansial Menurut Husnan dan Sarwono (2000), analisis finansial adalah analisis yang digunakan untuk membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu usaha akan menguntungkan selama umur usaha. Analisis finansial terdiri dari: 1. Net Present Value (NPV) Keuntungan netto suatu usaha adalah pendapatan bruto dikurangi jumlah biaya. Maka, NPV suatu proyek adalah selisih present value arus benefit dengan present value arus biaya. Suatu proyek dapat dinyatakan bermanfaat untuk dilaksanakan apabila NPV proyek tersebut sama atau lebih besar dari nol. Jika NPV samadengan nol, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar social opportunity cost faktor produksi modal. Jika NPV lebih kecil dari nol, proyek tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan dan oleh sebab itu pelaksanaannya harus ditolak (Gray, Clive, dkk. 1992). 2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio) Rasio manfaat dan biaya atau net benefit cost (B/C ratio) adalah nilai nilai perbandingan antara jumlah present value yang bernilai positif (pembilang) dengan present value yang bemilai negatif (penyebut). Nilai net B/C ratio menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah (Husan dan Suwarsono 2000). 3. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return adalah discount rate yang menyamakan nilai sekarang (present value) dari arus kas masuk dan nilai investasi usaha atau dapat didefenisikan sebagai tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang (present value) dari arus kas yang diharapkan di masa datang. Dengan kata lain, IRR adalah discount rate yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Jika biaya modal suatu usaha lebih besar dari IRR, maka NPV 25

menjadi negatif, sehingga usaha tersebut tidak layak untuk diambil (Kasmir dan Jakfar, 2007). 4. Payback Period (PBP) Payback period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio antara pengeluaran investasi dengan cash inflow yang hasilnya merupakan satuan waktu (Umar, 2005). Selama proyek dapat mengembalikan modal/ investasi sebelum berakhirnya umur proyek, berarti proyek masih dapat dilaksanakan. 3.1.5. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas merupakan suatu analisis untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Tujuan analisis sensitivitas yaitu: (1) menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan didalam perhitungan biaya atau manfaat; (2) analisis kelayakan suatu usaha ataupun bisnis perhitungan umumnya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung ketidakpastian tentang apa yg akan terjadi di waktu yang akan datang; dan (3) analisis pascainvestasi yang digunakan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan kondisi ekonomi dan hasil analisa bisnis jika terjadi perubahan atau ketidaktepatan dalam perhitungan biaya atau manfaat. Bisnis sangat sensitif atau peka terhadap perubahan akibat beberapa hal, yaitu : (1) perubahan harga (terutama harga output), (2) keterlambatan, (3) kenaikan biaya ("cast over run"), (4) ketidaktepatan dan perkiraan hasil (produksi). Terutama bila cara produksi baru yang sedang diusulkan yang dipakai sebagai ukuran atau informasi agronomis terutama didasarkan pada hasil penelitian. Analisis sentivitas dilihat terhadap kelayakan bisnis terhadap perbedaan dari perkiraan hasil bisnis dengan hasil yang betul-betul dihasilkan di lokasi bisnis. 26

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Peluang pengembangan usaha peternakan itik cukup prospektif dengan pasar domestik yang cukup potensial. Usaha pembibitan itik memiliki prospek yang berkembang di masa yang akan datang. Pembibitan itik merupakan mata rantai penting dalam suplai itik nasional yang dituntut dapat memberikan kontribusi besar dalam penyediaan bahan baku maupun bahan jadi bagi industri ternak nasional. Dalam usaha pembibitan itik, setiap biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi baik biaya tetap maupun biaya variabel perlu diperhitungkan. Hal ini agar beberapa tarif yang ditetapkan dalam proses pembibitan serta harga jual produk. Biaya-biaya yang dikeluarkan adalah biaya tetap dan variabel atau disebut biaya produksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha dari pembibitan itik. Usaha pembibitan itik memiliki produktivitas yang berbeda-beda. Untuk itu diperlukan analisis kelayakan untuk menghasilkan keuntungan optimal. Dalam penilaian kelayakan usaha maka ada beberapa komponen yang harus dilihat yaitu biaya produksi, pendapatan, serta analisis finansial (NPV, IRR, Net B/C, Discount PP). Dengan menganalisa beberapa komponen ini, maka dapat diketahui bahwa secara finansial apakah usaha pembibitan itik di tempat penelitian layak untuk dikembangkan. Kerangka pemikiran operasional yang digunakan dapat dilihat pada gambar 2. 27

Usaha pembibitan itik Adanya tren permintaan terhadap itik, namun terkendala pada pemenuhan jumlah kebutuhan pasar Adanya prospek dan peluang bisnis itik Apakah usaha pembibitan itik CV. Usaha Unggas layak dijalankan Aspek non Finansial: Aspek Finansial : Aspek pasar Aspek teknis Aspek manajemen Aspek sosial, ekonomi dan budaya Aspek Lingkungan Analisis Kriteria Investasi (NPV, IRR, Net B/C, PBP) Analisis Sensitivitas Skenario I (usaha pembibitan itik) Skenario II (usaha pembibitan + pembesaran itik) Pengusahaan pembibitan itik Layak Usaha terus dilanjutkan dan dapat menjadi bahan masukan bagi pemilik CV. Usaha Unggas maupun pengusaha baru. Tidak Layak Dilakukan perbaikan dan pengembangan usaha atau diinvestasikan ke usaha lain Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional 28

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di CV Usaha Unggas, yaitu unit usaha peternakan yang terletak di Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengambilan data dilakukan pada bulan April sampai Mei 2012. 4.2. Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara peternak dengan panduan kuisioner yang telah dipersiapkan. Data sekunder yang digunakan adalah data yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Data sekunder diperoleh dari lembaga dan instansi terkait yang relevan dengan penelitian. 4.3. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: (1) Interview, yaitu pengumpulan data yang berasal dari wawancara secara langsung dengan responden, dalam hal ini adalah konsumen yaitu peternak pembesaran itik untuk mengetahui jumlah produk yang diterima dan siklus penerimaan produk tersebut dan pada produsen yaitu pihak manajemen perusahaan dan karyawan untuk mengetahui informasi internal perusahaan; (2) Observasi, yaitu dengan cara pengamatan langsung secara sistematis terhadap aktivitas perusahaan. disini dilakukan pengamatan secara langsung terhadap kegiatan pada perusahaan tersebut; (3) Dokumentasi, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan mempelajari catatan-catatan yang ada pada perusahaan yang dianggap perlu; (4) Studi pustaka, yaitu guna menunjang pengumpulan data di lapangan, diperlukan studi kepustakaan dimana digunakan literature yang berhubungan dengan judul penelitian. Selain itu juga digunakan data praktis yang didapat dari surat kabar, majalah, dan buletin.

4.4. Metode Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diolah secara deskriptif. Analisis data meliputi analisis kelayakan usaha dan analisis sensitifitas. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan komputer (program Microsoft Excel). 4.5. Analisis Kelayakan Non Finansial Pada penelitian ini, analisis kelayakan non finansial akan mengkaji kelayakan usaha dari berbagai aspek seperti asper pasar, aspek teknis, aspek menajemen, aspek hukum, dan aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan. 1. Aspek Pasar Ibrahim (2003) menjelaskan bahwa analisis pasar dilakukan dengan tujuan untuk menguji serta menilai sejauh mana pemasaran dari produk yang dihasilkan dapat mendukung pengembangan usaha atau proyek yang dilaksanakan. Husnan dan Suwarsono (2000) menyatakan aspek pasar mempelajari tentang permintaan, penawaran, program pemasaran, dan pangsa pasar (market share) perusahaan. 2. Aspek Teknis Aspek teknis memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya usaha. Menurut Ibrahim (2003) aspek teknis merupakan kelanjutan dari aspek pemasaran, kegiatan ini timbul apabila sebuah gagasan usaha atau proyek yang direncanakan telah menunjukan peluang yang cukup cerah dilihat dari segi pemasaran. Aspek pokok yang perlu dibahas dalam aspek teknis produksi antara lain masalah lokasi, luas produksi, proses produksi, peralatan yang digunakan, serta lingkungan yang berhubungan dengan proses produksi. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000) aspek teknis merupakan suatu aspek berkenaan dengan proses pembangunan usaha secara teknis dan pengorganisasiannya setelah usaha tersebut selesai dibangun. Penilaian terhadap aspek ini penting dilakukan sebelum suatu usaha dijalankan. Penentuan aspek teknis perusahaan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan teknis dan operasi. Sedangkan menurut Nurmalina et al. (2009) aspek teknis meliputi pembahasan menganai lokasi bisnis, luas produksi, proses produksi, layout, dan pemilihan jenis teknologi dan equipment. 30

Berdasarkan beberapa pendapat menganai aspek teknis maka terdapat halhal yang perlu diperhatikan terkait aspek teknis antara lain: a) Lokasi usaha Lokasi usaha untuk perusahaan industri mencakup dua pengertian, yaitu lokasi lahan pabrik dan lokasi bukan pabrik. Lokasi bukan pabrik mengacu pada lokasi untuk kegiatan yang secara langsung tidak berkaitan dengan proses produksi, yaitu lokasi pembangunan administrasi perkantoran dan pemasaran. Terdapat beberapa variabel yang dapat diperhatikan dalam pemilihan lokasi usaha. Variabel tersebut di dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu variabel utama (primer) dan variabel bukan utama (sekunder). Variabel utama meliputi ketersediaan bahan mentah, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, supply tenaga kerja, dan fasilitas transportrasi. Sedangkan variabelvariabel sekunder terdiri dari hukum dan peraturan yang berlaku, iklim dan keadaan tanah, sikap dari masyarakat setempat (adat istiadat) dan perencanaan masa depan perusahaan. b) Skala Operasional atau Luas Produksi Skala operasional atau luas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk mencapai keuntungan optimal. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan luas produksi yaitu batasan permintaan, persediaan kapasitas mesin, jumlah dan kemampuan tenaga kerja pengelola proses produksi, kemampuan finansial dan manajemen, serta kemungkinan adanya perubahan teknologi produksi di masa yang akan datang. c) Layout atau Tata Letak Alur Produksi Layout merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki suatu perusahaan. Dengan demikian pengertian layout mencakup layout site (layout lokasi usaha), layout pabrik, layout bangunan bukan pabrik dan fasilitas-fasilitasnya. 31

d) Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan Prinsip-prinsip yang dipegang dalam penentuan jenis teknologi dan peralatan antara lain seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan, manfaat ekonomi yang diharapkan, ketepatan teknologi dengan bahan mentah yang digunakan, keberhasilan penggunaan jenis teknologi tersebut di tempat lain yang memiliki ciri-ciri mendekati lokasi usaha, kemampuan pengetahuan penduduk (tenaga kerja setempat), dan kemungkinan pengembangannya serta pertimbangan kemungkinan adanya teknologi lanjutan. e) Proses Produksi Menurut Nurmalina et al. (2009) terdapat tiga jenis proses produksi yaitu proses produksi yang terputus-putus, kontinu, dan kombinasi. Pada proses produksi perlu mempertimbangakan risiko produksi yang mungkin terjadi dari usaha agar analisis tidak over estimate. Menurut Kadarsan (1992) risiko dan ketidakpastian menjelaskan suatu keadaan yang meumungkinkan adanya berbagai macam hasil usaha atau berbagai macam akibat dari usaha-usaha tertentu. Harwood et al. (1999) menyatakan bahwa sumber risiko pada kegiatan pertanian meliputi: 1) risiko produksi; 2) risiko harga atau pasar; 3) risiko institusi; serta 4) risiko finansial. 3. Aspek Manajemen Menurut Ibrahim (2003) aspek manajemen berhubungan dengan institusi atau lembaga proyek yang harus mempertimbangkan struktur kelembagaan, pola sosial dan budaya yang ada pada suatu daerah atau negara setempat. Pengkajian aspek manajemen pada dasarnya menilai para pengelola usaha dan struktur organisasi yang ada (Husnan & Suwarsono 2000). Usaha yang dijalankan akan berhasil apabila dijalankan oleh orang-orang yang profesional mulai dari merencanakan, melaksanakan, sampai dengan mengendalikan agar tidak terjadi penyimpangan. Demikian pula dengan struktur organisasi yang dipilih harus sesuai dengan bentuk dan tujuan usahanya. 32

Pada proyek pertanian, perusahaan harus mempertimbangkan kemampuan manajerial para petani yang akan ikut serta dalam proyek. Jika petani memiliki pengalaman terbatas pada masalah produksi, maka mereka harus diberikan waktu yang cukup agar dapat meningkatkan kemampuan mereka (Gittinger 1986). Menurut Husnan dan Suwartono (1994) hal yang perlu diperhatikan dalam aspek manajemen ini adalah bentuk badan usaha yang digunakan, jenis pekerjaan yang diperlukan agar usaha dapat berjalan dengan lancar, persyaratan-persyaratan yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan tersebut, struktur organisasi yang digunakan, dan penyediaan tenaga kerja yang dibutuhkan. 4. Aspek Hukum Aspek hukum berkaitan dengan legalitas perusahaan. Analisis aspek hukum terdiri dari bentuk badan usaha yang digunakan, jaminanjaminan yang dapat diberikan apabila hendak meminjam dana, serta akta, sertifikat, dan izin yang diperlukan dalam menjalankan usaha (Nurmalina et al. 2009). 5. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya Dalam aspek sosial, ekonomi, dan budaya yang akan dinilai adalah seberapa besar bisnis mempunyai dampak sosial, ekonomi, dan budaya terhadap masyarakat keseluruhan. Pada aspek sosial yang dipelajari diantaranya penambahan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran, semakin ramainya daerah lokasi bisnis, memperlancar lalu lintas, adanya penerangan listrik, telepon, dan sarana lainnya. Aspek sosial memperhatikan manfaat dan pengorbanan sosial yang mungkin dialami oleh masyarakat di sekitar lokasi bisnis. Pada aspek ekonomi suatu bisnis diantaranya dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), pendpatan dari pajak, dan dapat menambah aktivitas ekonomi. Dari aspek sosial sejauhmana bisnis dapat secara budaya mengubah jenis kebudayaan pada masyarakat (Nurmalina et al. 2009). 6. Aspek Lingkungan Aspek ini mempelajari bagaimana pengaruh bisnis tersebut terhadap lingkungan apakah dengan adanya bisnis menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin rusak. Mereka yang merancang 33

atau menganalisis kegiatan investasi harus mempertimbangkan masalah dampak lingkungan yang merugikan. 4.6. Analisis Kelayakan Investasi Analisis yang digunakan untuk mengetahui kelayakan usaha dapat diukur melalui perhitungan Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PBP). Analisis kelayakan investasi dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun aliran tunai diskontokan (discounted cashflow) karena adanya pengaruh waktu terhadap nilai uang atau semua biaya dan manfaat yang akan datang harus diperhitungkan. 1. Net Present Value (NPV), Net Present Value digunakan untuk menilai manfaat investasi dengan ukuran nilai kini (present value) dari keuntungan bersih proyek. NPV menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi, merupakan jumlah nilai penerimaan arus tunai pada waktu sekarang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama waktu tertentu. Perumusannya sebagai berikut (Kadariah et al. 1999): Dimana: B t = Penerimaan (Benefit) tahun ke-t (Rupiah) C t n i t = Biaya (cost) tahun ke-t (Rupiah) = Umur ekonomis proyek (Tahun) = Tingkat suku bunga/ discount rate (persen) = periode (Tahun) Kriterianya adalah: Jika NPV > 0, maka secara finansial usaha layak untuk dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya. Jika NPV = 0, maka manfaat investasi sama dengan tingkat social opportunity cost of capital, secara finansial proyek sulit dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan. Jika 34

NPV < 0, maka investasi tidak layak untuk dilaksanakan, hal ini dikarenakan manfaat yang diperoleh lebih kecil dari biaya/tidak cukup untuk menutup biaya yang dikeluarkan. 2. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return merupakan suku bunga maksimal (discount rate) untuk sampai pada NPV bernilai sama dengan nol (seimbang), dengan kata lain Internal Rate of Return adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan dinyatakan dalam satuan persen. Jika diperoleh dari IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku, maka proyek layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Perumusannya adalah sebagai berikut (Kadariah et al. 1999): Dimana: NPV 1 = NPV yang bernilai positif NPV 2 = NPV yang bernilai negatif i 1 i 2 = discount rate yang menghasilkan NPV positif = discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV 1 IRR NPV 2 i 1 i 2 Gambar 3. Grafik hubungan NPV dan IRR 3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Net B/C ratio merupakan perbandingan antara nilai sekarang dari keuntungan bersih yang positif dengan nilai sekarang dari keuntungan bersih yang negatif. Angka tersebut menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan uang. 35

Kriteria yang digunakan untuk pemilihan ukuran Net B/C ratio dari manfaat proyek adalah memilih semua proyek yang nilai B/C rasionya sebesar satu atau lebih jika manfaat didiskontokan pada tingkat biaya opportunitis capital (Gittinger, 1986), tetapi jika nilai Net B/C < 1, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Rumus yang digunakan adalah (Kadariah et al. 1999): Dimana: Net B/C = Nilai Benefit-cost ratio B t C t n i t = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t = Umur ekonomis proyek = discount rate (persen) = periode untuk pembilang yaitu B t -C t > 0 dan penyebut yaitu B t -C t < 0 4. Payback of Period (PBP) Payback of Period (PBP) dilakukan untuk mengetahui jangka waktu pengembalian investasi. Payback Period merupakan jangka waktu periode yang dibutuhkan untuk membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan di dalam investasi suatu proyek. Semakin cepat waktu pengembalian, semakin baik proyek tersebut untuk diusahakan. PP Dimana: PP = Waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal/investasi (Tahun/bulan) I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan (Rupiah) Ab = Manfaat bersih rata-rata per tahun (Rupiah) 36

Selama proyek dapat mengembalikan modal/investasi sebelum berakirnya umur proyek, berarti proyek masih dapat dilaksanakan. 5. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas merupakan suatu analisis untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Bisnis sangat sensitif atau peka terhadap perubahan akibat beberapa hal, yaitu : (1) perubahan harga (terutama harga output), (2) keterlambatan, (3) kenaikan biaya ("cast over run"), (4) ketidaktepatan dan perkiraan hasil (produksi). Terutama bila cara produksi baru yang sedang diusulkan yang dipakai sebagai ukuran atau informasi agronomis terutama didasarkan pada hasil penelitian. Analisis sentivitas dilihat terhadap kelayakan bisnis terhadap perbedaan dari perkiraan hasil bisnis dengan hasil yang betulbetul dihasilkan di lokasi bisnis. 4.7. Asumsi Dasar yang Digunakan 1. Lahan yang digunakan adalah lahan milik sendiri, luasan lahan yang ada seluas 500 m 2. 2. Umur proyek adalah enam tahun berdasarkan pada umur kelayakan kandang. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kandang dan peralatan investasi lainnya yang merupakan aset penting dalam usaha jika dijumlahkan merupakan biaya investasi terbesar. Sumber modal yang digunakan berdasarkan pada dua skenario, skenario I merupakan usaha yang usahanya 100 % pembibitan itik, sedangkan skenario II merupakan usaha pembibitan itik ditambah usaha pembesaran itik; dalam hal ini terdapat sewaktu-waktu stok DOD yang tidak terserap oleh pasar. 3. Jumlah hari dalam satu bulan adalah 30 hari dan kapasitas kandang besar menampung 500 ekor itik petelur (400 ekor indukan betina dan 100 ekor indukan jantan) dan 500 ekor itik dewasa lainnya jika ada pembesaran dan tiap unit kandang kecil dapat menampung 100 ekor DOD. 4. Setiap masa produksi DOD maupun pembesaran diasumsikan produk yang dihasilkan habis terjual. 5. Kegiatan penjualan produk dilakukan satu kali dalam seminggu. Total kemampuan menghasilkan DOD sebanyak 1.325 ekor per minggu. 37

Perhitungan ini didasarkan dari rataan produksi telur itik hibrida yang mencapai 265 butir per tahun. Maka dari 400 indukan betina jumlah yang dihasilkan perminggu adalah sekitar 2.200 butir, dan yang berhasil ditetaskan adalah 60 persen yaitu sekitar 1.325 ekor DOD. 6. Harga jual DOD adalah Rp 6.000,00 per ekor, itik dewasa Rp 22.000,00 per ekor dan nilai ternak afkir Rp 35.000,00 per ekor. Harga ini ditetapkan berdasarkan harga rata-rata di lapang yang berlaku pada saat penelitian. 7. Nilai penerimaan/penjualan usaha pada skenario I pada tahun pertama belum mencapai 100 persen, dikarenakan pada tahun tersebut, sembilan bulan pertama digunakan untuk pembangunan proyek dan persiapan lainnya. 8. Biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dan operasional dikeluarkan pada tahun pertama dan biaya reinvestasi yang dikeluarkan untuk peralatan-peralatan yang sudah habis umur ekonomisnnya. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan variabel. 9. Harga input dan output yang digunakan adalah konstan hal ini untuk mempermudah perhitungan cash flow. 10. Nilai sisa dihitung berdasarkan perhitungan metode garis lurus dimana harga beli dibagi umur ekonomis. Sedangkan untuk harga tanah dasumsikan sama harga beli dengan harga jual pada akhir umur proyek. 11. Tipe lahan adalah kelas A3, mengingat lokasi peternakan jauh dari keramaian dan jalan yang dilewati merupakan jalan desa. 12. Setiap kelahiran DOD sebanyak satu ekor, dari total anak yang dilahirkan tingkat kematian sebesar lima persen. 13. Setiap itik yang dibesarkan ataupun itik petelur, tingkat kematian sebesar 15 persen. 14. Tingkat suku bunga yang digunakan untuk modal sendiri adalah tingkat suku bunga deposito BI bulan April-Mei 2012 sebesar 5,75 persen. Pemakaian suku bunga deposito BI dikarenakan BI merupakan bank sentral Indonesia. 38

15. Nilai sisa pada akhir umur proyek diasumsikan bernilai nol, kecuali barang-barang yang masih memiliki umur ekonomis lebih dari enam tahun. 16. Besarnya pajak yang digunakan berdasarkan undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2008 tentang pajak yang ditetapkan tarif pajak penghasilan sebesar 25 persen. 39

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1. Lokasi Perusahaan CV. Usaha Unggas terletak di Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih karena lokasi ini merupakan salah sentra peternakan unggas yang berpotensi di daerah Jabodetabek. Perusahaan ini bergerak dalam usaha unggas, dimana ternak yang diusahakan tidak hanya itik, namun juga beternak ayam. Oleh karena itu kandangnya pun harus terpisah. Berdasarkan keterangan pemilik, kandang itik memiliki syarat-syarat tertentu. Diantaranya harus berjarak 1,5 km dari kandang ayam, dan lokasi harus dekat dengan kuburan. Selain hal tersebut merupakan mitos, pemilihan lokasi harus di dekat kuburan adalah karena lingkungan tersebut biasanya sepi dan menghindarkan itik dari keramaian. Hal ini juga merupakan pertimbangan agar warga tidak terganggu dengan polusi bau, karena wilayah kuburan biasanya di luar pemukiman warga. 5.2. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan CV. Usaha Unggas merupakan perusahaan yang bergerak di bidang peternakan dan perdagangan unggas. CV. Usaha Unggas berdiri pada tahun 1999. Pada awalnya perusahaan ini hanya bersifat sebagai usaha sampingan. Pemilik memulai usaha ini dengan beternak ayam arab dengan produk awal berupa DOC, telur konsumsi, dan karkas. Sumber modal usaha ini adalah modal dari tiga orang pemilik dan pinjaman KUR BRI. Tujuan jangka pendek perusahaan ini adalah menambah penghasilan, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah pemberdayaan masyarakat. Seiring dengan meningkatnya tingkat permintaan konsumen atas produk yang diproduksi oleh CV. Usaha Unggas ini, para pemilik perusahaan mulai mengembangkan usahanya. Usaha ini menjadi mata pencaharian utama bagi mereka, bukan lagi sampingan. Pada tahun 2005 keadaan perusahaan sudah lebih stabil dan pemilik mulai merintis bidang ternak itik. Hal ini karena pemilik melihat sebuah peluang pasar yang bagus.

Permintaan daging itik di pasaran cukup tinggi, tetapi sumber pasokan daging saat ini sebagian besar merupakan itik afkir, sehingga pedagang kekurangan stok dan akhirnya memotong itik betina yang masih produktif. Belum terpenuhinya permintaan pasar untuk menyuplai itik adalah salah satu alasan pemilik memulai usaha itik. Selain peluang pasar yang besar, jumlah kompetitor juga tidak terlalu banyak pada daerah Jabodetabek. Usaha di bidang ini dilakukan dengan sistim kemitraan. Pemilik dalam bidang ini lebih fokus pada bidang pembibitan dan pembesaran itik. Pada perusahaan ini membeli lahan seluas 500 m 2 dan membuat kandang. Disamping itu, perusahaan juga membeli itik indukan sebanyak 500 ekor dan dua unit mesin tetas. Dalam usaha ini, pemilik menetaskan telur dari hasil mengawinkan indukan. Setelah tahap penyortiran, bibit yang dihasilkan akan diambil oleh mitra yang berjumlah enam orang untuk dibesarkan. Kandang yang dimiliki oleh pemilik dipergunakan seperlunya hanya pada saat-saat mitra tidak mengambil bibit tersebut, contohnya pada hari liburan dan hari raya, atau sekedar untuk dibesarkan sendiri. Bibit-bibit ini dibesarkan pada kandang sederhana yang dipersiapkan. Mitra yang diberdayakan merupakan penduduk setempat. Perusahaan menyediakan pakan untuk ternak, sementara mitra menyediakan kandang. Hasil dari penjualannya itik yang sudah besar dibagi sesuai dengan kesepakatan. Selain mitra yang diberdayakan dari penduduk setempat, tenaga kerja yang dipekerjakan juga merupakan penduduk setempat. Karena daerah ini pada awalnya memang merupakan daerah peternakan, maka tenaga kerja yang direkrut sudah berpengalaman dalam hal ini. Sampai saat ini, perusahaan mengembangkan kemitraannya ke Tulung Agung, Jawa Timur. Hal ini disebabkan oleh rongrongan masyarakat pada perusahaan ini. Semakin besar perusahaan, maka semakin banyak pula permintaan dari masyarakat setempat. Oleh karena itu pemilik mengambil inisiatif untuk membatasi produksinya di daerah ini dan melakukan kemitraan dengan peternak di wilayah Jawa Timur. Mitra ini menyediakan DOD itik hibrida yang merupakan hasil perkawinan silang antara itik peking dan itik mojosari. Setelah DOD ini dipasok, sebagian dijual dan sebagian dibesarkan sendiri oleh CV. Usaha Unggas. 41

Semakin stabilnya perusahaan, maka pihak pelanggan dan mitra pun menyarankan untuk menyediakan sebuah tempat yang nyaman untuk bertransaksi ataupun untuk memasarkan produknya. Pemilik pun mengembangkan lagi usahanya dengan menyewa sebuah kios yang terletak di pasar prumpung, Gunung Sinder. Kios ini juga berfungsi sebagai kantor sederhana bagi perusahaan. Keahlian yang dimiliki oleh para pemilik pun menjadi salah satu aset perusahaan. Dalam satu tahun terakhir mereka melakukan pelatihan dan sharing tentang bagaimana cara untung beternak unggas. Kegiatan ini direspon positif dan banyak diminati berbagai kalangan. Pelatihan ini telah dilakukan sebanyak tujuh kali. 5.3. Visi dan Misi Perusahaan CV. Usaha Unggas memiliki visi menjadi perusahaan terbaik dalam kemitraan usaha unggas. Misi yang dilakukan diantaranya menghasilkan produk yang berkualitas tinggi, memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan, mengembangkan kemitraan yang menguntungkan, mengejar efisiensi dan produktivitas yang tinggi, mengembangkan dan membentuk SDM yang berkualitas, dan membangun perusahaan dengan budaya hidup terbaik. 5.4. Deskripsi Kegiatan Usaha CV. Usaha Unggas merupakan perusahaan peternakan dengan fokus bisnis pada kemitraan unggas. Kegiatan utama yang dilakukan yaitu penetasan dan pembesaran unggas. Dalam bisnis itik, perusahaan ini menetaskan itik dari indukan yang dimiliki dan menjualnya dalam bentuk produk utama yaitu Day Old Duck (DOD). Alur produksi pada CV. Usaha Unggas diawali dengan mengawinkan indukan dan menghasilkan telur, melakukan penyortiran, menetaskan telur dalam mesin tetas dan menyerahkan proses pembesaran pada mitra. Dalam hal ini perusahaan bertidak sebagai pemasok. Proses dari mengawinkan hingga bertelur memakan waktu 28 hari. Harga jual DOD ini berkisar antara Rp 6.000,00 hingga Rp 6.500,00 per ekor. Sisa dari bibit yang tidak diambil mitra dibesarkan sendiri. Bibit itik ini selanjutnya itik dipelihara selama kurang lebih dua bulan untuk mencapai bobot sekitar 1,2 kilogram. Setelah itu produk dijual pada pengumpul yang berjumlah 42

tiga orang. Harga jual itik dengan ukuran tersebut yaitu Rp 22.000,00 per ekor. Namun pada saat terjadi penurunan produksi, harga yang ditawarkan menjadi Rp 26.000,00 hingga Rp 28.000,00 per ekor. Pendistribusian produk ke mitra dilakukan melalui dua alternatif. Alternatif pertama perusahaan mengantarkan produk ke mitra sedangkan alternatif kedua mitra yang mengambil produk dari perusahaan. Kegiatan promosi dilakukan melalui layanan internet dan kemitraan. Selain itu kegiatan pelatihan juga menjadi salah satu bentuk promosi tak langsung untuk memperluas kemitraan. Mitra yang ditargetkan yaitu orang-orang dalam masa pensiun dan peternak yang kekurangan bibit untuk dibesarkan. Kegiatan promosi juga dapat dilakukan melalui bantuan dari para peternak lain misalnya ketika terjadi tukar informasi diantara para peternak mengenai bisnis itik. 43

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL Analisis yang dilakukan terhadap aspek non finansial penting untuk dilakukan karena dapat memberikan gambaran terhadap usaha yang akan maupun sedang dijalankan. Walaupun aspek non finansial belum ada keseragaman yang pasti tentang aspek apa saja yang menjadi acuan untuk diteliti. Namun pada penelitian ini yang dilakukan terhadap aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi dan budaya, serta aspek lingkungan. 6.1. Aspek Pasar 6.1.1. Analisis Peluang Pasar 1. Permintaan Informasi dari berbagai sumber misalnya media menyatakan bahwa permintaan itik tinggi dan semakin meningkat. Walaupun data mengenai hal tersebut belum pasti, namun dari beberapa pengakuan dari pemasok dan penjual, mereka mengkonfirmasi hal tersebut. Menurut pemilik CV. Usaha Unggas, daerah Jakarta yang menjadi salah satu tujuan pemasarannya pun masih mengalami kekurangan pasokan. Dari permintaan masing-masing pengumpul yang berjumlah 3 orang, sampai saat ini hanya terpenuhi 1/5 saja 7. Berapapun hasil DOD yang ditawarkan selalu dibagi rata pada para pengumpul tersebut. Sebagai contohnya, kebutuhan DOD oleh satu orang pengumpul sebanyak 2000 ekor per minggunya, namun yang diterima dari CV. Usaha Unggas hanyalah sebanyak 400 ekor saja. Kekurangan dari permintaan ini dipenuhi dari peternakan serupa. 7 hasil wawancara langsung dengan peternak

Pada CV. Usaha Unggas peluang pasar diperoleh dari adanya jalinan kemitraan dengan beberapa peternakan dan pengumpul. Pengumpul yang datang untuk mengambil pasokan dari CV. Usaha Unggas ini biasanya menyuplai itik ke restoran ataupun menjualnya langsung ke pasar. Permintaan dari restoran di Jakarta mencapai 100 ekor itik per hari dari satu restoran. Dan untuk permintaan pasar, satu lapak membutuhkan 100 ekor per hari, sedangkan jumlah lapak di satu pasar jumlahnya mencapai 48 lapak. Permintaan tidak hanya datang dari daerah Jabodetabek, melainkan dari dalam dan luar Pulau Jawa. Untuk beberapa mitra tetap terdapat kesepakatan. Namun bila terjadi penurunan produksi, perusahaan hanya bisa membagi rata hasil produksinya. Hal ini biasanya diterima dengan baik oleh para mitranya mengingat mitra tersebut rata-rata sudah berpengalaman dan mengetahui kondisi yang terjadi. 2. Penawaran Seperti halnya permintaan, data mengenai penawaran itik di tingkat industri juga belum lengkap. Namun berdasarkan pemberitaan di berbagai media baik elektronik ataupun cetak menginformasikan bahwa penawaran itik lebih kecil dibandingkan dengan permintaannya. Begitu juga dengan pernyataan dari pemasok. Penawaran di tingkat perusahaan yaitu pada CV. Usaha Unggas, ditunjukan dengan kemampuan peternakan melakukan produksi. Kemampuan produksi tersebut didasarkan dari jumlah indukan sebanyak 500 ekor. Dalam satu minggu, DOD yang dihasilkan berjumlah 1.000 sampai 1.500 ekor. 6.1.2. Analisis Pesaing Pesaing utama dari CV. Usaha Unggas yaitu peternak lain yang mampu mempertahankan kestabilan stoknya. Loyalitas mitra sangat berperan dalam hal ini. Biasanya bila terjadi kekurangan stok, mitra akan mendapatkan jumlah yang lebih sedikit dari pada awalnya. Kekurangan stok menjadikan harga melambung. Namun biasanya, karena faktor utama penyebab kekurangan stok adalah cuaca 45

yang memburuk, maka peternak lain pun mengalami hal yang sama. Maka kenaikan harga sama-sama terjadi. Mitra yang kekurangan produk dapat meminta ke CV. Usaha Unggas, begitu juga sebaliknya, CV. Usaha Unggas dapat mengambil produk dari mitranya, salah satunya yaitu peternak yang berada di wilayah Jawa Timur, karena terdapat perbedaan keadaan cuaca. Selain itu, dengan berkembangnya kemitraan, CV. Usaha Unggas mendapatkan pelanggan dari rekomendasi mitra yang lain dan juga sebaliknya. Persaingan terjadi apabila ada peternak yang bernegosiasi dengan pelanggan yang sama. Namun, karena adanya kemitraan, jadi sejauh ini tidak terdapat masalah dalam pemasaran produk. Terjadinya kelebihan permintaan juga menyebabkan stok yang disediakan selalu habis. 6.1.3. Bauran Pemasaran Bauran pemasaran yang diterapkan oleh CV. Usaha Unggas meliputi price, product, place, dan promotion. Tujuan menerapkan bauran pemasaran diharapkan mengetahui tingkat intensitas persaingan sesama pelaku usaha, sehingga produk yang dihasilkan ketika dipasarkan dapat diterima oleh konsumen. Selain itu juga menguntungkan bagi pelaku usaha yang akan menjalankan suatu usaha. 1. Harga (price) CV. Usaha Unggas menghasilkan produk utama yaitu DOD dijual dalam satuan ekor. Harga DOD yang ditetapkan berkisar antara Rp 6.000,00 hingga Rp 6.500,00 per ekor. Sedangkan satu ekor itik dengan berat 1,2 kilogram dijual dengan harga Rp 22.000,00, dengan penambahan rata-rata Rp 1.000,00 untuk setiap kenaikan 0,1 kilogram bobotnya. Itik afkir dijual dengan harga Rp 35.000,00 per ekor. 2. Produk (product) Produk utama yang dihasilkan dari CV. Usaha Unggas adalah DOD, itik petelur, dan itik pedaging. Produk yang dapat dihasilkan dalam satu minggu produksi sebesar 1.000 hingga 1.500 ekor DOD. 46

Gambar 4. DOD Hibrida Selain itu untuk pembesaran itik diperlukan waktu hingga dua bulan untuk mencapai berat rata-rata 1,2 kilogram. Produk dijual dalam bentuk DOD dikemas box. Selain itu perusahaan juga menjual itik afkir yang telah berusia dua tahun. 3. Tempat (place) Dalam mendistribusikan produk ke pelanggan terdapat beberapa cara yang disesuaikan dengan permintaan dari pelanggan tersebut. Pelanggan ataupun mitra dapat mengambil sendiri DOD ataupun itik dari CV. Usaha Unggas. Cara lain ialah dilakukan pengiriman produk untuk mitra ataupun pelanggan. Jika daerah pengiriman disekitar wilayah Jabodetabek, biasanya mitra tidak dikenakan biaya, namun jika lokasi mitra diluar wilayah ini maka mereka pun dikenai biaya pengiriman. Sebagian besar mitra yang membeli langsung adalah pedagang pengumpul. Rantai pemasaran pada peternakan ini ada empat dalam mendistribusikan produk yang dihasilkan, yaitu: a. Rantai pertama yaitu dari CV. Usaha Unggas Mitra pembesaran CV. Usaha Unggas Pengumpul Konsumen. b. Rantai kedua yaitu dari CV. Usaha Unggas Mitra pembesaran Konsumen. c. Rantai ketiga adalah CV. Usaha Unggas Mitra pembesaran Restoran. d. Rantai keempat adalah CV. Usaha Unggas Pengumpul Konsumen. 47

Dalam perencanaannya peternakan memilih rantai pertama yaitu dari CV. Usaha Unggas memberikan DOD ke mitra untuk dibesarkan, setelah besar diambil lagi untuk dijual pada pengumpul, setelah itu pengumpul biasanya akan menjual pada konsumen akhir di pasar. Cara ini dipilih karena dinilai paling efisien dan tidak menguras banyak tenaga kerja di kandang. Selain itu juga sesuai dengan misi perusahaan yaitu mengembangkan kemitraan yang menguntungkan. Daerah tujuan pemasaran utama yaitu daerah Jabodetabek dengan daerah pemasaran utama Jakarta. Antara lain daerah Tanjung Priok, Klender, dan Pos (Tanggerang). Peternakan ini juga melayani permintaan dalam dan luar Jawa. Alternatif distribusi bisa melalui jalur darat dan udara. 4. Promosi (promotion) Proses promosi dilakukan dengan media internet. CV. Usaha Unggas memiliki beberapa situs website internet, salah satunya usahaunggas.blogspot.com. Selain itu juga terdapat media facebook dan layanan email. Promosi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang terus berlangsung membuat CV. Usaha Unggas dikenal masyarakat. Pelatihan dan sharing yang rutin diagendakan secara tidak langsung juga menjadi salah satu saluran promosi peternakan ini. Selain itu, terdapat juga beberapa stasiun TV yang datang untuk meliput dan tidak mengenakan biaya promosi pada peternakan ini, antara lain tvone dan transtv. 6.1.4. Strategi Pemasaran Strategi pemasaran terdiri dari tiga bagian, yaitu segmentation, targetting, dan positioning. Pasar dari produk CV. Usaha Unggas disegmentasikan berdasarkan georgafis, skala usaha, dan kepemilikan modal. Dari segi geografis, pasar dibedakan menjadi pasar Jabodetabek, luar Jabodetabek, Jawa Barat, Pulau Jawa, dan luar Pulau Jawa. Dari segi skala usaha, dalam kemitraan dibedakan menjadi usaha skala kecil dan menengah. Target pemasaran utama CV. Usaha Unggas pada saat ini yaitu mitra CV. Usaha Unggas, peternak kecil, dan peternak menengah yang mandiri. Sesuai dengan tujuan perusahaan untuk memberdayakan masyarakat, maka mitra yang 48

dipilih adalah mitra yang mampu mengelola produksi, namun kekurangan suplai dan pengalaman. CV. Usaha Unggas memposisikan diri sebagai peternakan penghasil unggas, mulai dari bibit hingga dewasa di wilayah Bogor. Berdasarkan analisis aspek pasar, dapat dikatakan bahwa CV. Usaha Unggas layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan masih terbukanya peluang pasar dari DOD dan itik pedaging. Bahkan menurut pemilik, berapapun jumlah produk yang dihasilkan, pasti akan terserap oleh pasar. 6.2. Aspek Teknis Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis tersebut selesai dibangun. Beberapa aspek teknis yang perlu dianalisis dalam studi kelayakan bisnis diantaranya lokasi bisnis, luas produksi, pemilihan jenis teknologi dan peralatan, dan proses produksi (Nurmalina et al. 2009). 6.2.1. Lokasi Usaha CV. Usaha Unggas terletak di Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih karena lokasi ini merupakan salah sentra peternakan unggas yang berpotensial di daerah Jabodetabek. Sedangkan kios yang digunakan sebagai kantor pemasaran terletak di dekat pasar prumpung, Gunung Sindur. Analisis pada lokasi usaha menunjukan bahwa CV. Usaha Unggas memilih lokasi yang tepat. Hal ini dikarenakan semua variabel utama dapat dipenuhi dengan baik. Variabel-variabel utama antara lain meliputi ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, supply tenaga kerja, dan fasilitas transportasi. 1. Ketersediaan Bahan Baku Bahan baku merupakan komponen penting dalam proses produksi. Pada CV. Usaha Unggas bahan baku yang diperlukan berupa input produksi yang diantaranya indukan itik, pakan, obat-obatan, vitamin, dan vaksin. Jumlah indukan itik yaitu 500 ekor. Indukan itik ini aktif berproduksi dalam dua tahun. Setelah dua tahun berproduksi, itik afkir dijual dan diganti dengan indukan baru. Kebutuhan indukan dipenuhi dari 49

pemasok yang berasal dari Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor. Jenis itik yang dihasilkan dan dibudidayakan yaitu jenis itik lokal (mojosari), itik hibrida, dan itik peking. Itik hibrida merupakan hasil perkawinan antara itik peking dan itik mojosari. Hasil perkawinan ini memiliki keunggulan tersendiri. Itik hibrida mampu panen lebih cepat dibandingkan dengan itik jenis lain. Nafsu makannya tinggi dan tingkat mortalitasnya rendah. Kebutuhan pakan terdiri dari pakan buatan pabrik dan pakan buatan sendiri. Pakan pabrik yang berupa pakan starter, pakan grower, dan pakan pur didapatkan dari toko pakan. Kebutuhan pakan strarter cukup tinggi terutama untuk itik umur 1 14 hari, dilanjutkan dengan pakan grower untuk itik umur >14 hari, karena pada umur tersebut itik memerlukan komposisi nutrisi pakan yang tepat yang terdapat pada pakan buatan pabrik. Pakan buatan sendiri dipenuhi dengan cara membuat ransum pakan yang terdiri dari campuran pakan pur, dedak, menir, limbah sayuran pasar, dan mineral. Alternatif lainnya adalah sisa mie dan sisa roti. Bahan-bahan tersebut cukup banyak tersedia di sekitar lokasi usaha seperti di toko sarana pertanian dan pasar parung, sehingga memudahkan untuk mendapatkannya. Selain bahan baku, pemilihan lokasi peternakan juga mempertimbangkan kemudahan mendapatkan peralatan dan ketersediaan lahan. Peralatan kerja dapat diperoleh dari pasar terdekat yang banyak terdapat disekitar lokasi kandang sehingga banyak alternatif pemilihan pemasok peralatan. Lahan cukup banyak tersedia di sekitar lokasi peternakan. Lokasi yang juga merupakan tempat peternakan unggas, memudahkan kemitraan dengan warga sekitar. 2. Letak Pasar yang Dituju Semakin banyaknya pedagang yang menjual itik karena permintaan itik terus meningkat, mengakibatkan banyaknya mitra maupun pengumpul yang bekerjasama dengan CV. Usaha Unggas. Pengumpul 50

yang datang pada umumnya menjual itik di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya. Namun tidak jarang CV. Usaha Unggas menerima permintaan dari dalam dan luar Jawa. Lokasi peternakan ke daerah pemasaran dapat dikatakan cukup strategis karena Bogor sendiri merupakan wilayah Jabodetabek yang merupakan salah satu target pasar utama. Melihat jarak yang tidak terlalu jauh, maka lokasi perusahaan cukup strategis dengan daerah pemasaran. 3. Supply Tenaga Kerja Tenaga kerja cukup mudah didapatkan dari lokasi sekitar peternakan. Hal ini disebabkan penduduk disekitar perusahaan rata-rata memiliki pengalaman beternak. Tenaga kerja diperlukan pada proses pembibitan dan bekerja di kandang. Selain itu juga ada yang bekerja sebagai supir untuk pengiriman dan penjaga kios. Hingga saat ini, perusahaan tidak kesulitan dalam mendapatkan tenaga kerja. 4. Ketersediaan Air dan Listrik Air dan listrik merupakan variabel yang sangat penting pada CV. Usaha Unggas. Fungsi utama air yaitu untuk minum itik dan membersihkan peralatan kerja. Fungsi utama listrik yaitu sebagai penghangat suhu kandang dan untuk penetasan. Suhu udara untuk bibit hingga umur dua minggu harus tetap hangat. Selain itu, listrik juga berfungsi untuk penerangan di malam hari. 5. Fasilitas Transportasi Transportasi terutama dibutuhkan dalam mengangkut input dan output produksi misalnya mengangkut pakan dan mengirim produk. Untuk kegiatan harian peternakan masih menggunakan fasilitas transportasi yang berupa sepeda motor. Untuk menyuplai DOD, perusahaan mengirim langsung pada mitra dengan biaya transportasi ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan jika lokasi berada disekitar Bogor. Untuk jarak jauh, seperti daerah Bandung, perusahaan menggunakan mobil pick up dengan biaya pengiriman ditanggung oleh pembeli. 51

6.2.2. Luas Produksi Luas produksi dapat dilihat dari jumlah produk yang sebaiknya diproduksi untuk mencapai keuntungan maksimum. Pada CV. Usaha Unggas, luas produksi dapat diukur dari kapasitas mesin tetas dan kapasitas kandang. CV. Usaha Unggas memiliki dua unit mesin dengan kapasitas mesin tetas maksimum adalah 6.000 telur per unit. Sedangkan untuk produk sampingan berupa itik dewasa, CV. Usaha Unggas memiliki beberapa kandang. Kapasitas kandang besar optimum pada CV. Usaha Unggas sekitar 1.000 ekor itik. Kapasitas kandang tersebut disesuaikan dengan ukuran kandang yaitu 20 meter x 5 meter atau luas kandang 100 m 2, yang terdapat pada CV. Usaha Unggas sebanyak dua unit. Selain itu juga terdapat kandang kecil dengan ukuran 3 meter x 1,8 meter sebanyak 10 unit. Masingmasing kandang dapat menampung DOD sampai 100 ekor. Berdasarkan wawancara dengan pemilik, padat tebar itik umur >14 hari per m 2 lantai kandang yaitu delapan ekor. Padat tebar itik dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Padat Tebar Itik per m2 Lantai Kandang Menurut Umur Umur Padat Tebar per m 2 (Ekor) 1-14 hari 25 >14 hari 8 Sumber: hasil wawancara dengan peternak 2012 (diolah) 6.2.3. Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan Teknologi dan peralatan yang digunakan bertujuan untuk mempermudah jalannya usaha pembesaran itik. Teknologi dan peralatan yang terdapat pada CV. Usaha Unggas diantaranya mesin tetas, instalasi listrik, instalasi air, dan peralatan kerja. Keberadaan teknologi dan peralatan tersebut diharapkan dapat mendukung jalannya proses produksi. Hal itu dikarenakan peralatan-peralatan tersebut memiliki peran yang penting dalam produksi sehingga proses produksi menjadi optimal. 6.2.4. Proses Produksi 1. Pola Produksi Satu siklus produksi penetasan itik memerlukan waktu sekitar 28 hari, sedangkan pembesaran itik pedaging dimulai dari DOD hingga panen 52

memerlukan waktu sekitar dua bulan. Kegiatan utama yaitu pembibitan dilakukan dengan berpola sehingga setiap hari pasti ada kegiatan produksi. Indukan yang menghasilkan telur berselisih hari bertelurnya, sehingga telur yang dihasilkan tidak terputus. Itik petelur umumnya memiliki masa produktif selama 18-24 bulan sejak tahap belajar bertelur pada umur 5-6 bulan. Itik petelur dapat melewati 1-3 periode bertelur. Namun, itik hibrida pada CV. Usaha Unggas melakukan produksi hingga 2 periode. Selanjutnya itik petelur itu dijual sebagai betina afkir. Selama masa produktif, itik betina mampu bertelur rata-rata 60-85 persen tergantung jenisnya. Pada itik hibrida sendiri rata-rata telur yang dihasilkan mencapai 70 persen. Angka itu diartikan, dari 400 ekor itik petelur, maka produksi rata-rata mencapai 280 butir per hari. Puncak produksi telur 94 persen (10-15 persen lebih tinggi dari itik jenis lainnya). Umur pertama bertelur 18 minggu (4,5 bulan) atau satu bulan lebih awal dari jenis itik lainnya. Masa produksi telurnya 10-12 bulan per siklus, tanpa rontok bulu. 80%80% 85%94% 90%80%80% 70% 60% 70%70%70% 60% 70%70% 60% 50%50%50% 50% 40% 30% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Gambar 5. Periode Itik Bertelur Untuk kegiatan pembesaran itik, perusahaan mengerjakannya sebagai usaha sambilan, jadi siklus produksi sesuai dengan kondisi tertentu. Penyebabnya adalah mitra yang berhalangan mengambil DOD pada hari hari tertentu seperti hari libur dan lebaran. 53

2. Pengelolaan Usaha Ternak a. Kebutuhan Indukan Awalnya kebutuhan indukan dipenuhi dari pemasok yang berasal dari Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor. Balitnak menyediakan itik hibrida yang merupakan hasil perkawinan silang antara itik mojosari dan itik peking. Namun, setelah beberapa tahun berusaha, perusahaan dapat membesarkan itik hibrida sendiri dan menyortir itik dengan kualitas yang baik dan dijadikan indukan untuk itik generasi selanjutnya. Selain itu, indukan tersebut juga dipasok ke daerah Tulung Agung, Jawa Timur, yang merupakan mitra CV. Usaha Unggas untuk pembibitan DOD. Alasan pemilihan itik jenis ini adalah karena itik hibrida mampu panen lebih cepat dibandingkan itik jenis lainnya. Selain itu, sifat yang diwarisi dari salah satu induknya yaitu itik peking yang juga memiliki keunggulan. Itik peking memiliki nafsu makan yang tinggi, postur lebih besar, kantung telur betina besar, dan tingkat mortalitas (kematian) lebih rendah. b. Pemberian Pakan Pemberian pakan dibedakan sesuai dengan perbedaan umur itik. Untuk pakan indukan atau itik petelur, pakan yang diberikan adalah pakan pur sebanyak 2 ons per ekor per hari. Sedangkan untuk pembesaran itik, itik pada umur antara 1-14 hari, itik diberikan pakan yang seluruhnya merupakan pakan buatan pabrik yakni pakan jenis broiler (BR 511). Hal tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa kebutuhan nutrisi pada umur 1-14 hari sangat tinggi dan perlu formulasi pakan yang lengkap. Formulasi nutrisi yang lengkap biasanya sudah terdapat pada pakan pabrik. Pada umur >14 hari minggu itik diberikan pakan campuran yaitu dengan membuat ransum. Ransum pakan yang terdiri dari campuran pakan pur, dedak menir, limbah sayuran pasar, dan mineral. Alternatif lainnya adalah sisa mie dan sisa roti. 54

Pemberian pakan dan pembuatan ransum disesuaikan dengan SOP (Standar Operational Procedure) yang terdapat di CV usaha Unggas. Prosedur dalam SOP tersebut misalnya mengenai waktu pemberian pakan, jumlah pemberian pakan, dan pembuatan ransum pakan. Jumlahnya sangat ditentukan karena itik merupakan unggas yang jago makan, dengan kata lain berapapun kuantitas pakan yang disediakan pasti habis dimakannya. Oleh karena itu perlu pengontrolan dalam segi ini. Selain untuk menjaga kualitas itik, pengaturan ini juga untuk meminimalisir biaya produksi. c. Kebutuhan Air dan Pemberian Minum Itik Kebutuhan akan air digunakan terutama untuk minum itik. Untuk keperluan minum itik, air harus selalu tersedia di kandang. Hal ini dikarenakan itik pada dasarnya unggas air yang memerlukan banyak air. Penggantian air minum dilakukan setelah air dalam tempat minum terlihat kotor. Selain untuk keperluan minum itik, air digunakan untuk mencuci peralatan misalnya tempat pakan dan tempat minum. Kebutuhan air dapat dipenuhi dari instalasi air yang telah dibangun. Instalasi air menggunakan sumur dengan mesin pompa air untuk mengalirkan air dari sumur hingga ke perkandangan. d. Vitamin dan Vaksin Tujuan diberikannya vitamin yakni agar nafsu makan itik bertambah sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan dan bobot badan itik. Selain itu agar itik lebih kebal dari penyakit. Selain itu, CV Usaha Unggas juga membuat jamu herbal sendiri. Jamu herbal merupakan campuran temulawak, kuyit, dan kayu manis. Campuran tersebut direbus kemudian disaring. Jamu ini berkhasiat sebagai antibodi agar itik rentan dan tidak diserang oleh penyakit. Selain itu jamu ini juga dapat meningkatkan pertumbuhan karena berfungsi sebagai penambah nafsu makan. Pemberian jamu ataupun vitamin dilakukan dengan cara dicampur dengan air minum. Komposisi vitamin dalam campuran dengan air yakni 200 gram 55

vitamin dilarutkan ke dalam air satu liter. Sedangkan komposisi jamu herbal dalam campuran dengan air yakni dua sendok jamu dilarutkan ke dalam satu liter air. Gambar 6. Pembuatan Jamu Herbal e. Penanganan Penyakit Beberapa jenis penyakit yang sering menyerang itik antara lain: batulismus (keracunan), fowl cholera (kolera unggas), salmonellosis (parathypus), penyakit lumpuh, dan penyakit bubul (Departemen Pertanian 1990 dalam Oktavia 2005). Adapun cara terbaik untuk menghindari serangan penyakit menurut Widhyarti (2003), adalah dengan memelihara itik dalam kandang yang memadai, baik sanitasi maupun luasnya (kepadatan kandang), serta pemberian pakan yang mencukupi jumlah, gizi, dan kesegarannya. Penanganan terhadap itik yang terkena penyakit yaitu diisolasi dan diberikan pengobatan. Obat yang diberikan pada CV. Usaha Unggas berupa bubuk sachet dengan merk medion. Takaran yang diberikan antara 1 2 sedot. Selain penyakit, kematian juga dapat disebabkan oleh faktor selain penyakit. Kematian terutama terjadi pada saat masih DOD yang disebabkan karena bibit saling injak. Penyebabnya adalah padat tebar itik terlalu padat atau pada saat pemberian pakan saling berebutan sehingga terjadi saling injak. Namun, adanya pengaturan tebar itik perkandang pada CV. Usaha Unggas dapat memperkecil resiko kematian karena terinjak. Kematian yang tidak bisa dihindarkan terjadi akibat faktor alam. Perubahan cuaca yang 56

signifikan menyebabkan kematian pada DOD maupun itik. Faktor human error juga salah satu penyebab kematian itik. f. Kegiatan Pembesaran Itik Pembesaran itik merupakan kegiatan sampingan bagi CV. Usaha Unggas. Proses produksi yang dilakukan yaitu membesarkan itik pedaging dari itik umur 0 hari (Day Old Duck/ DOD) hingga itik dewasa yang siap dijual dengan bobot sekitar 1,2 kilogram per ekor. Periode produksi yang dilakukan sekitar dua bulan. Tata laksana pengelolaan pembesaran itik dilakukan berdasarkan pengetahuan yang didapat dari hasil studi lapangan di peternakan yang sudah lebih dulu berdiri, uji coba dan pengalaman. Terdapat beberapa tahapan dalam kegiatan pembesaran itik pedaging. Tahapan produksi tersebut berupa tahap persiapan, tahap pemeliharaan itik starter, grower, dan finisher, dan tahap pemasaran. Kegiatan diawali dengan pengkondisian kandang dilakukan agar kandang sesuai dengan keperluan pembesaran. Pada pemeliharaan itik tahap starter, DOD ditempatkan pada induk buatan yang telah disediakan. Tahap pemeliharaan starter dimulai dengan pemeliharaan itik umur 1-14 hari. Setelah itu, itik disortir dan dipisahkan untuk dilanjutkan pada tahap pemeliharaan grower. Perbedaan pada setiap tahapan pemeliharaan yaitu pada pemberian pakan baik jumlah, komposisi, maupun waktunya. Setelah itik berumur lebih dari 14 hari komposisi pakan berubah. Tahap grower dan finisher ini sampai itik berumur dua bulan. Pada umur tersebut bobot itik hidup mencapai antara 1,0-1,3 kilogram. Setelah itu itik dipasarkan menurut bobotnya. 6.2.5. Layout Layout merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki suatu perusahaan. Fasilitas yang terdapat di CV. Usaha Unggas terdiri dari kandang, peralatan pemeliharaan, instalasi listrik, instalasi air, dan mesin tetas. 57

CV. Usaha Unggas memiliki dua unit mesin tetas dengan kapasitas mesin tetas maksimum adalah 6.000 telur per unit. CV. Usaha Unggas memiliki beberapa jenis kandang, yaitu sebanyak dua unit kandang itik dewasa dan 10 unit kandang DOD. Ukuran kandang besar yaitu 20 meter x 5 meter atau luas kandang 100 m 2. Sedangkan kecil berukuran 3 meter x 1,8 meter sebanyak 10 unit. Sistem sirkulasi udara cukup baik karena dinding di atas satu meter terbuat dari kawat ram yang memungkinkan udara masuk. Hal itu juga mempengaruhi pencahayaan sehingga sinar matahari dapat masuk ke dalam kandang. Pusat instalasi listrik berada pada ruangan penetasan telur. Instalasi air berpusat di area sekitar kandang. Selain itu jarak rumah karyawan berada di sekitar lokasi peternakan. Didalam kandang terdapat penerangan untuk menjaga suhu ruangan hangat. Pada area kandang juga disediakan ruangan untuk menyimpan pakan dan menyimpan peralatan, dan penampungan sementara kotoran. Keran untuk air pembersihan dan minum terdapat di luar kandang yaitu di depan kandang. Pada bagian depan kandang juga terdapat arena bermain itik. Sesekali itik dapat bermain di tempat tersebut. Terdapat juga kolam sederahana untuk tempat berenang itik. Gambaran layout peternakan dapat dilihat pada Gambar 7. 58

1 2 3 4 5 6 10 7 8 9 Keterangan: 1. Ruang Penetasan 2. Tempat pemeliharaan indukan 3. Tempat pemeliharaan tahap grower 4. Tempat pemeliharaan DOD 5. Pusat instalasi air 6. Kolam tempat bermain itik 7. Tempat penyimpanan peralatan 8. Tempat penyimpanan pakan 9. Tempat penyimpanan kotoran sementara 10. Tempat bermain itik Gambar 7. Layout Peternakan Berdasarkan hasil analisis terhadap aspek teknis, dapat dikatakan CV. Usaha Unggas layak dijalankan. Hal itu dikarenakan peternakan telah melakukan produksi uji coba dan telah belajar dari peternakan yang telah ada sebelumnya. Selain itu perlu mewaspadai ancaman penyakit dan faktor penyebab kematian lainnya. Peternakan perlu memproduksi DOD dan itik sesuai kapasitas mesin dan kandang untuk mengoptimalkan penerimaan. 6.3. Aspek Manajemen Manajemen memiliki peran yang besar dalam memadukan sumberdaya yang dimiliki sehingga arah dan tujuan perusahaan dapat tercapai. Manajemen berperan dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki perusahaan. Variabel umum yang dipelajari dari aspek manajemen yaitu berkaitan dengan bentuk perusahaan, 59

struktur organisasi, deskripsi setiap jabatan, jumlah tenaga kerja, menentukan siapa anggota direksi dan tenaga-tenaga inti, dan sistem pemberian upah. CV. Usaha Unggas merupakan perusahaan patungan atau bentuk usaha bersama. Sebagai usaha bersama, permodalan berasal dari para anggotanya. Pemilik perusahaan ini sebanyak tiga orang yang berperan aktif dalam kegiatan perusahaan. Pembagian posisi dan keuntungan didasarkan dari jumlah investasi dan pembagian kerja. Ketiga pemilik ini memiliki posisi tertinggi pada perusahaan. Salah satu dari pemilik yaitu Bapak Budi berperan sebagai direktur. Tugas daripada direktur diantaranya mencari pelanggan dan memperluas daerah pemasaran, mendistribusikan produk ke pelanggan, meninjau jalannya proses pembesaran itik, berperan aktif membantu anak kandang, dan mengontrol kualitas produk. Pemilik lainnya yaitu Bapak Mustafa memiliki posisi sebagai manajer keuangan dan satu pemilik lain, Bapak Ali, bertanggung jawab dalam bidang komunikasi dan informasi. Namun selain dari mengelola keuangan ataupun komunikasi dan informasi, kedua pemilik ini juga bertugas untuk bertanggung jawab penuh pada pengadaan input produksi, proses produksi, membantu pemasaran, dan tugas-tugas-tugas lain yang dilimpahkan dari direktur. Pada bagian produksi, terdapat tiga orang karyawan bagian penetasan dan dua orang karyawan pada kandang. Karyawan pada kandang bertugas melaksanakan kegiatan di kandang yang bersifat teknis misalnya memberi pakan dan minum itik, dan membersihkan kandang dan peralatan. Selain itu terdapat satu karyawan pada kios, dan satu orang supir untuk bagian pengiriman produk. Struktur organisasi pada CV Usaha Unggas terdapat pada Gambar 8. 60

Direktur Site Manager Manajer Komunikasi dan Informasi Bagian Penetasan Bagian Kandang Bagian Distribusi dan Pemasaran K K K K K Supir K. Kios Keterangan : K = Karyawan Gambar 8. Struktur Organisasi CV. Usaha Unggas Sistem pemberian upah yakni upah bulanan. Besarnya gaji bulanan yang diterima karyawan kandang dan karyawan penetasan yakni Rp 500.000,00 per bulan. Karyawan pendistribusian mendapatkan gaji yang lebih tinggi yakni supir sebanyak Rp 1.200.000,00 per bulan dan karyawan kios sebanyak Rp 950.000,00 per bulan. Selain dengan sistem upah, juga terdapat bonus apabila dalam penjualan perusahaan mendapatkan keuntungan yang dinilai tinggi tergantung dari keputusan pemilik perusahaan. Untuk pemilik sebenarnya tidak mendapatkan gaji atau upah karena keuntungan dari usaha itulah yang merupakan gaji atau upah para pemilik. Namun karena pemilik berperan aktif, maka gajinya diperhitungkan sebagai tenaga kerja. Masing-masing dari ketiga pemilik ini mendapatkan gaji sebanyak Rp 2.000.000,00 perbulan. Setelah itu sisa keuntungannya baru dibagi lagi sesuai posisi dan jumlah saham. Pembagian keuntungan antara Bapak Budi, Bapak Mustafa dan Bapak Ali adalah 45 : 35 : 20. Berdasarkan analisis aspek manajemen, usaha ini sudah layak dijalankan. Hal ini dikarenakan telah memiliki garis koordinasi yang jelas dan tegas. 6.4. Aspek Hukum Aspek hukum berkenaan dengan bentuk badan usaha yang digunakan dan legalitas usaha. CV. Usaha Unggas merupakan perusahaan patungan atau usaha 61

bersama. Hal ini didasarkan pada proses berdirinya perusahaan didirikan oleh beberapa orang dan modal usaha merupakan modal bersama daripada para pendirinya. Perusahaan dijalankan sepenuhnya oleh pemilik dan risiko kerugian ditanggung oleh pemilik. Aspek legal yang telah didapatkan yaitu berupa Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU) dari kelurahan. Dengan demikian, perusahaan telah terdaftar di kelurahan setempat sehingga perusahaan diakui secara legal keberadaannya. Menurut pemaparan pihak manajemen bahwa peternakan terjamin keamananya karena sudah mendapatkan izin dari kelurahan setempat. Berdasarkan aspek hukum, CV. Usaha Unggas belum dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan perusahaan hanya memiliki izin dari kelurahan, RW, dan RT setempat. Peternakan belum memiliki aspek legal yang mencirikan suatu bentuk perusahan misalnya persekutuan komanditer dan belum tercatat dalam akta notaris yang dikarenakan skala usaha yang dijalankan masih merupakan skala kecil. Menurut SK Menteri Pertanian No 362/Ktps/TN.120/5/1990 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan pemberian izin dan pendaftaran usaha peternakan dijelaskan bahwa jika populasi ternak itik dalam suatu peternakan > 1500 ekor, maka harus mengajukan izin usaha peternakan. Perusahaan juga perlu memiliki peraturan internal yang disepakati diantara para pemilik sehingga setiap pihak yang terlibat di dalam CV. Usaha Unggas dapat menjalankan hak dan kewajibannya serta dapat memudahkan penyelesaian apabila terjadi konflik internal perusahaan. 6.5. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya Dalam aspek sosial, ekonomi, dan budaya yang dianalisis adalah seberapa besar bisnis mempunyai dampak sosial, ekonomi, dan budaya terhadap masyarakat keseluruhan. Pada aspek sosial, pengaruh dari didirikannya CV. Usaha Unggas adalah menciptakan lapangan pekerjaan baru. Peternakan mampu menyerap tenaga kerja dari daerah sekitar lokasi perusahaan. Dengan demikian, peternakan berperan dalam menyediakan lapangan pekerjaan baru. Dari aspek ekonomi tentunya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dengan adanya 62

kesempatan kerja baru. CV. Usaha Unggas juga menyisihkan sebagian keuntungannya untuk dana sosial bagi wilayah setempat. Selain itu dapat menambah aktivitas ekonomi baik pada bagian hulu maupun bagian hilir agribisnis. Pada aktivitas hulu, semakin berkembangnya usaha pada hulu produksi misalnya penyediaan DOD sebagai bahan baku bagi mitra. Begitu pula dalam aktivitas hilir dengan penyuplaian itik pada mitra ataupun pengumpul. Dari segi budaya, bisnis ini tidak merugikan budaya setempat. Justru dengan adanya bisnis ini bisa mempopulerkan mengkonsumsi daging itik. Hal ini dikarenakan daging unggas yang sangat popular selama ini adalah daging ayam. Adanya kegiatan usaha pada tahap pembesaran dapat menjadi alternatif usaha selain usaha yang telah umum dilakukan yaitu usaha itik petelur. Dengan demikian usaha ternak itik pedaging terutama pada tahap pembibitan dan pembesaran menjadi populer di masyarakat. Berdasarkan aspek sosial, ekonomi, dan budaya dapat dikatakan CV. Usaha Unggas layak dijalankan. Hal ini dikarenakan banyaknya dampak positif yang ditimbulkan misalnya menyediakan lapangan pekerjaan baru, menggiatkan kegiatan ekonomi off farm agribisnis itik, dan mempopulerkan mengkonsumsi daging itik untuk meningkatkan gizi masyarakat, dan memberikan alternatif dalam melakukan usaha ternak yaitu tahap pembibitan dan pembesaran. 6.6. Aspek Lingkungan Aspek lingkungan mempelajari bagaimana pengaruh bisnis terhadap lingkungan, apakah dengan adanya bisnis menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin rusak. Limbah dari sisa produksi merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan pengaruhnya terhadap lingkungan. Pada CV. Usaha Unggas limbah yang dihasilkan berupa kotoran ternak. Sebenarnya kotoran itik tidak menjadi ancaman bagi timbulnya pencemaran lingkungan apabila penanganan yang dilakukan sudah sesuai. Namun pada CV. Usaha Unggas belum memiliki unit pengelolahan limbah. Untuk mengatasi hal ini, pekerja CV. Usaha Unggas mengumpulkan kotoran tersebut. Menurut pemilik, mereka membiarkan pekerjanya mengumpulkan kotoran tersebut untuk dijual pada pengolah pupuk kandang. Kotoran tersebut dijadikan 63

sebagai bahan baku pupuk kandang. Hasil penjualan ini dapat menambah pendapatan para pekerja. Dengan demikian kotoran itik justru berdampak positif bagi lingkungan karena menjadi pupuk, dan bermanfaat bagi para pekerja untuk menambah penghasilan. Penanganan kotoran yang dilakukan CV. Usaha Unggas yakni pembersihan kotoran dari kandang, penempatan pada karung, penyimpanan, dan penjualan. Pembersihan dilakukan secara rutin setiap dua minggu sekaligus mengganti alas sekam sehingga kandang selalu terjaga kebersihannya. Selain dari limbah produksi, potensi pencemaran yang mungkin terjadi adalah berupa bau kotoran. Namun hal ini tidak menjadi masalah besar bagi warga sekitar karena posisi kandang jauh dari pemukiman warga. Walaupun demikian, untuk menangani pencemaran ini sekaligus untuk kesehatan itik, kandang senantiasa dijaga kebersihannya. Pembersihan kandang dilakukan setiap dua minggu sehingga bau kotoran dapat diminimalkan. Dampak positif lainnya terhadap lingkungan ialah CV. Usaha Unggas memanfaatkan limbah sayuran pasar setiap harinya. Hal ini dapat mengurangi sampah dari limbah sayuran pasar. Berdasarkan analisis aspek lingkungan, dapat dikatakan CV. Usaha Unggas layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan adanya dampak positif terhadap lingkungan yakni sebagai penyedia pupuk kandang. Selain itu upaya mengantisipasi pencemaran udara berupa bau sudah diantisipasi dengan membangun kandang yang cukup jauh dari permukiman warga, dan dilakukan pembersihan secara rutin dan teratur sehingga kandang terjamin kebersihannya. 64

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana CV. Usaha Unggas dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Penilaian layak atau tidak usaha tersebut dari aspek finansial menggunakan kriteria kelayakan investasi. Kriteria kelayakan investasi yang dapat digunakan diantaranya Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PBP). Analisis kriteria kelayakan investasi tersebut menggunakan arus kas (cash flow) untuk mengetahui besarnya manfaat dan biaya yang dikeluarkan selama umur bisnis. Selain menyusun cash flow, dalam penelitian ini juga akan dilakukan analisis laba rugi. Dari hasil analisis laba rugi dapat diketahui jumlah pajak yang harus dibayarkan perusahaan yang akan mempengaruhi cash flow perusahaan yaitu sebagai pengurang atas manfaat bersih (net benefit) yang diterima perusahaan. Selain itu, melalui laporan laba rugi dapat dihitung Break Even Point (BEP) dan Harga Pokok Produksi (HPP) yang berguna dalam pengelolaan bisnis. CV. Usaha Unggas dihadapkan pada kemungkinan perubahan variabel yang mempengaruhi cash flow. Perusahaan perlu mengetahui sejauh mana perubahan tersebut mempengaruhi aliran kas yang pada akhirnya mempengaruhi kelayakan usaha. Perubahan pada variabel input dan output hingga saat ini memang belum terjadi karena usaha masih relatif baru. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan analisis nilai pengganti (switching value). Analisis nilai pengganti (switching value) dilakukan terhadap variabel yang berpotensi mempengaruhi kelayakan usaha apabila terjadi perubahan dalam jumlah tertentu misalnya penurunan volume produksi. 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cash flow) Aktivitas dalam bisnis diantaranya dapat dilihat dari penerimaan dan pengeluaran perusahaan. Aliran penerimaan dan pengeluaran tersebut dikenal dengan istilah aliran kas (cash flow). Suatu aliran kas (cash flow) terdiri dari beberapa unsur yang nilainya disusun berdasarkan tahapan-tahapan kegiatan bisnis. Unsur-unsur dalam cash flow diantaranya, inflow (arus kas masuk), outflow (arus kas keluar), dan manfaat bersih.

7.1.1. Arus Kas Masuk Arus kas masuk adalah segala sesuatu yang dapat meningkatkan pendapatan proyek. Pada CV. Usaha Unggas penerimaan berasal dari produk utama, produk sampingan, itik afkir, dan nilai sisa. Produk utama perusahaan berupa DOD (Day Old Duck) sedangkan produk sampingan berupa itik dewasa. Nilai sisa berasal dari peralatan investasi atau re-investasi yang tidak habis dipakai selama umur bisnis. Rincian arus kas skenario 1 dan skenario 2 masuk dapat dilihat pada Lampiran 1. 1. Penerimaan Penjualan DOD Pada CV. Usaha Unggas DOD dijual dalam satuan ekor. Harga jual DOD yaitu sebesar Rp 6.000,00 per ekor. Pada tahun pertama hanya berproduksi selama tiga bulan, karena adanya persiapan bisnis di awal tahun. Dalam satu minggu, jumlah DOD yang diproduksi sebanyak 1.325 ekor. Tingkat kelangsungan hidup DOD adalah 85 persen, sehingga dalam satu bulan dengan jumlah produksi 5.300 ekor awalnya, jumlah yang bertahan adalah 4.505 ekor. Penerimaan tahun pertama dengan harga satuan itik Rp 6.000,00 adalah Rp 81.090.000,00. Produksi dan panen DOD tahun pertama dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Produksi dan panen DOD tahun pertama Bulan Jumlah produksi ke- (ekor) SR (%) Jumlah DOD dijual (ekor) 1 5.300 85 4.505 2 5.300 85 4.505 3 5.300 85 4.505 total DOD dijual (ekor) 13.515 harga DOD per ekor (Rp) 6.000 Nilai (Rp) 81.090.000 Sumber : hasil wawancara dengan peternak 2012 (diolah) Pada tahun kedua hingga ke enam, produksi dilakukan satu tahun penuh tiap tahunnya. Dalam satu minggu, jumlah DOD yang diproduksi sebanyak 1325 ekor, sehingga dalam satu bulan dengan jumlah produksi 66

5.300 ekor. Dengan 85 persen tingkat kelangsungan hidup itik, jumlah yang bertahan adalah 4.505 ekor. Penerimaan tahun ke-2 hingga tahun ke- 6 dengan harga satuan itik Rp 6.000,00 pada skenario I adalah Rp 324.360.000,00 per tahun sedangkan pada skenario II adalah Rp 297.330.000,00 per tahun. Produksi dan panen DOD tahun pertama dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10. Tabel 9. Produksi dan panen DOD tahun ke-2 sampai tahun ke-6 skenario I Jumlah DOD dijual tahun ke- (ekor) Bulan ke- Jumlah produksi (ekor) SR 2 3 4 5 6 1 5.300 85% 4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 2 5.300 85% 4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 3 5.300 85% 4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 4 5.300 85% 4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 5 5.300 85% 4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 6 5.300 85% 4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 7 5.300 85% 4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 8 5.300 85% 4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 9 5.300 85% 4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 10 5.300 85% 4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 11 5.300 85% 4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 12 5.300 85% 4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 total DOD dijual (ekor) 54.060 54.060 54.060 54.060 54.060 harga DOD per ekor (Rp) 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 Nilai (Rp.000) 324360 324360 324360 324360 324360 Sumber : hasil wawancara dengan peternak 2012 (diolah) 67

Tabel 10. Produksi dan panen DOD tahun ke-2 sampai tahun ke-6 skenario II Bulan ke- Jumlah produksi (ekor) SR (%) Jumlah DOD (ekor) Dibesarkan (ekor)*) Jumlah DOD dijual tahun ke- (ekor) 2 3 4 5 6 1 5.300 85 4.505 1.126 3.379 3.379 3.379 3.379 3.379 2 5.300 85 4.505-4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 3 5.300 85 4.505-4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 4 5.300 85 4.505-4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 5 5.300 85 4.505-4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 6 5.300 85 4.505-4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 7 5.300 85 4.505 1.126 3.379 3.379 3.379 3.379 3.379 8 5.300 85 4.505-4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 9 5.300 85 4.505-4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 10 5.300 85 4.505-4.505 4.505 4.505 4.505 4.505 11 5.300 85 4.505 1.126 3.379 3.379 3.379 3.379 3.379 12 5.300 85 4.505 1.126 3.379 3.379 3.379 3.379 3.379 total DOD dijual (ekor) 49.555 49.555 49.555 49.555 49.555 harga DOD per ekor (Rp) 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 Nilai (Rp.000) 397330 397330 397330 397330 397330 Keterangan : *) bulan 1, 7, dan 12 diasumsikan terdapat 1 minggu libur, sehingga mitra meliburkan diri dan tidak mengambil DOD ke peternakan, sedangkan bulan 8 diasumsikan terdapat 1 minggu libur lebaran. Sumber : hasil wawancara dengan peternak 2012 (diolah) 2. Penerimaan Penjualan Itik Dewasa Jumlah pembesaran itik dewasa pada CV. Usaha Unggas sekitar 4.505 ekor dalam satu tahun. Hal ini terjadi pada skenario II. Pada tahun pertama usaha, tidak ada itik yang dibesarkan. Pembesaran itik dimulai pada tahun ke-2 sampai tahun ke-6. Tingkat kelangsungan hidup itik pada CV Usaha Unggas sangat besar, yaitu 95 persen. Sehingga total itik yang dijual dalam satu tahun adalah 4.279 ekor. Harga itik dengan bobot satu kilogram yaitu Rp 20.000,00. Penambahan 0,1 kilogram bobot itik menambah harga Rp 1.000,00. Rata-rata bobot itik yang dijual yaitu 1,2 kilogram dengan penjualan seharga Rp 22.000,00. Penerimaan dari penjualan itik dewasa adalah sebesar Rp 93.133.600,00 per tahun. Produksi dan panen itik tahun ke-2 sampai tahun ke-6 dapat dilihat pada Tabel 11. 68

Tabel 11. Produksi dan panen itik tahun ke-2 sampai tahun ke-6 Jumlah Bulan SR Jumlah panen tahun ke- (ekor) produksi ke- (%) (ekor) 2 3 4 5 6 1 1.126 95 1.070 1.070 1.070 1.070 1.070 7 1. 126 95 1.070 1.070 1.070 1.070 1.070 8 1. 126 95 1.070 1.070 1.070 1.070 1.070 12 1. 126 95 1.070 1.070 1.070 1.070 1.070 total panen (ekor) 4.279 4.279 4.279 4.279 4.279 harga itik per ekor (Rp) 22.000 22.000 22.000 22.000 22.000 Nilai (Rp.00) 93.133.6 93.133.6 93.133.6 93.133.6 93.133.6 Sumber : hasil wawancara dengan peternak 2012 (diolah) 3. Penerimaan Penjualan Itik Afkir Itik afkir merupakan itik yang sudah habis masa reproduksinya. Itik indukan pada CV. Usaha Unggas habis masa produksinya setelah fua tahun. Dari 500 ekor indukan itik, pada akhir dua tahun setelahnya hanya tersisa sebanyak 475 ekor, karena tingkat kelangsungan hidup itik adalah 95 persen. Total pendapatan dari hasil jual itik afkir yang harga per ekornya Rp 35.000,00 adalah Rp 16.625.000,00. Pendapatan dipeoleh pada akhir tahun ke-2, ke-4 dan ke-6 produksi. 4. Penerimaan Nilai Sisa Nilai sisa berasal dari nilai investasi yang tidak habis nilai ekonomisnya pada akhir umur bisnis yaitu tahun ke-6. Peralatan itu diantaranya meja, kursi, dan sepeda motor. Pada CV. Usaha Unggas, jumlah nilai sisa sebesar Rp 13.840.000,00. Perincian nilai sisa dapat dilihat dalam Lampiran 6. 7.1.2. Arus Kas Keluar (Outflow) Arus kas keluar adalah komponen biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Biaya yang dikeluarkan dibedakan menjadi biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan faktor-faktor produksi yang akan digunakan dalam proses produksi. Sedangkan biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan agar usaha bisa berlangsung. 69

1. Biaya Investasi Biaya investasi dikeluarkan pada awal tahun pertama bisnis. Biaya ini digunakan untuk membangun kandang, membeli indukan itik, membeli lahan, dan mengadakan mesin dan peralatan yang diperlukan dalam usaha pembibitan dan pembesaran itik. Rincian biaya investasi diuraikan pada lampiran 5. Rincian biaya investasi dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Indukan Itik Indukan itik merupakan investasi yang paling pokok dalam usaha pembibitan itik. CV. Usaha Unggas memiliki 500 ekor itik petelur. Satu ekor indukan itik dibeli dengan harga Rp 50.000,00. Jadi pembelian indukan itik menghabiskan biaya Rp 25.000.000,00. Indukan ini berproduksi sampai dua tahun. Setelah masa produktifnya habis, itik dijual dengan harga per ekor Rp 35.000,00. b. Lahan Lahan dipergunakan sebagai tempat pembangunan kandang, kolam, dan tempat bermain itik. Lahan dibeli dengan luas 500 m 2. Harga beli luas per m 2 adalah Rp 20.000,00. Jadi total harga pembelian lahan ialah Rp 10.000.000,00. c. Kandang Kandang merupakan salah satu komponen investasi pokok pada CV. Usaha Unggas. Peternakan memiliki dua kandang besar dan 10 kandang kecil untuk DOD. Kandang besar pada CV. Usaha Unggas terbagi dua, yaitu kandang indukan dan kandang pembesaran. Kandang indukan merupakan kandang permanen dan tertutup. Kandang ini berfungsi sebagai tempat bertelur dan tempat untuk tidur bagi itik. Kandang pembesaran ada bagian yang tertutup dan ada pula bagian yang terbuka. Kandang tertutup berfungsi sebagai tempat tidur dan makan itik, sehingga itik tidak langsung terkena matahari ataupun hujan. Sebagian kandang dengan atap yang terbuka digunakan untuk tempat bermain itik. Ditempat terbuka ini dibuatkan pula kolam sederhana. Dalam 70

kandang tersebut, untuk memisahkan umur itik dibuat sekat-sekat dari bilah-bilah bambu. Pembangunan kandang menghabiskan biaya yang cukup besar yakni mencapai Rp 13.000.000,00. Umur ekonomis kandang diperkirakan sekitar enam tahun operasional. d. Instalasi Air Instalasi air dibangun untuk menjamin ketersediaan pasokan air untuk keperluan peternakan. Umur ekonomis instalasi air selama enam tahun. Pembangunan instalasi air menghabiskan biaya sekitar Rp 2.500.000,00. Biaya tersebut digunakan dalam pembuatan sumur galian, pembelian selang, paralon, mesin pompa air, lem paralon, keran air, dan biaya pemasangan. e. Tempat Pakan dan Minum Tempat pakan dan minum merupakan peralatan yang penting dalam peternakan itik pedaging. Tempat pakan dan minum berfungsi untuk tempat makan dan minum itik yang disediakan di kandang. Tempat pakan yang terdapat di CV. Usaha Unggas terbagi dua, yaitu ukuran besar dan ukuran kecil. Tempat berukuran satu liter berjumlah 60 buah, sedangkan tempat berukuran dua liter berjumlah 50 buah. Harga setiap tempat pakan yang berukuran satu liter sekitar Rp 4.500,00. Sedangkan untuk tempat pakan berukuran dua liter berharga Rp 9.000,00 per buah. Umur ekonomis tempat pakan dan minum dapat diperkirakan selama dua tahun. f. Bola Lampu Fungsi utama lampu adalah untuk digunakan dalam induk buatan. Induk buatan diperuntukan bagi bibit yang berumur 0 hingga umur tiga minggu. Induk buatan sangat penting untuk menjadikan ruangan tetap hangat sehingga seolah itik berada dengan induknya. Selain itu itik dewasa pun juga memerlukan kehangatan di kandangnya. Jumlah bola lampu yang digunakan per 100 ekor itik berjumlah dua bola. Harga setiap bola lampu yaitu Rp 71

4.000,00. Umur ekonomis bola lampu diperkirakan selama dua tahun. g. Mesin Tetas Dalam usaha pembibitan itik mesin tetas sangat penting penggunaannya. CV. Usaha Unggas memiliki dua unit mesin tetas dengan kapasitas 600 butir telur per unit. Harga mesin tetas perunitnya ialah Rp 2.500.000,00. Mesin ini terbuat dari bahan multiplex. Umur ekonomis mesin ini diperkirakan sekitar enam tahun. h. Serokan Serokan digunakan sebagai peralatan pembersihan kandang. Peternakan memiliki dua buah serokan. Harga beli serokan yaitu Rp 5.000,00 per buah. Umur ekonomis serokan yaitu selama tiga tahun. i. Ember Ember digunakan untuk diantaranya mencuci peralatan, tempat menuangkan pakan dari karung, dan penggunaan lainnya. Peternakan memiliki tiga buah ember dengan ukuran besar. Ember diperoleh dari toko perkakas setempat dengan harga Rp 15.000,00 per buah. Umur ekonomis ember diperkirakan mencapai dua tahun. j. Sepatu Boot Sepatu boot digunakan untuk kerja para karyawan. Hal ini supaya kebersihan badan karyawan dapat terjaga mengingat kandang banyak kotoran ternak itik, sisa pakan, dan sekam. Peternakan memiliki inventaris sepatu boot sebanyak dua buah. Harga setiap sepatu yaitu Rp 60.000,00. Umur ekonomis sepatu boot selama dua tahun. k. Meja dan Kursi Meja dan kursi merupakan investasi untuk kelengkapan administrasi perusahaan. Perusahaan membeli meja dengan harga Rp 400.000,00 dan kursi dengan harga Rp 200.000,00. Umur 72

ekonomis meja dan kursi ini diperkirakan 10 tahun sejak pembelian. l. Sepeda Motor Sepeda motor digunakan sebagai alat transportasi bagi karyawan untuk membeli kebutuhan variabel perusahaan, maupun untuk mendistribusikan produk untuk daerah dalam jarak jangkauan yang tidak jauh. Harga beli sepeda motor adalah Rp 9.000.000. Umur ekonomis sepeda motor diperkirakan 10 tahun. Selain melakukan investasi, perusahaan juga melakukan reinvestasi. Reinvestasi dilakukan untuk mengganti peralatan investasi yang telah habis umur ekonomisnya. Pada awal tahun ke-3 dan ke-5 perusahaan melakukan reinvestasi untuk peralatan investasi seperti indukan, tempat pakan dan minum, ember besar, sepatu boot dan bola lampu dengan jumlah biaya reinvestasi sebesar Rp 26.405.000,00. Pada tahun ke-4 jumlah biaya reinvestasi yang dikeluarkan hanya sebesar Rp 10.000,00 untuk membeli serokan. Total biaya reinvestasi selama umur bisnis mencapai Rp 52.100.000,00. Rincian biaya reinvestasi dapat dilihat dalam Lampiran 7. 2. Biaya Operasional Biaya operasional dikeluarkan secara berkala selama proyek berjalan. Biaya operasional meliputi biaya tetap dan biaya variabel. a. Biaya Tetap Biaya tetap merupakan biaya yang secara total tidak mengalami perubahan, walaupun ada perubahan volume produksi atau penjualan (dalam batas tertentu). Biaya tetap pada CV. Usaha Unggas meliputi biaya sewa kios, biaya gaji karyawan kandang, biaya gaji karyawan penetasan, biaya gaji karyawan penjualan dan pendistribusian (supir dan karyawan kios), biaya listrik, biaya komunikasi, biaya pemeliharaan kandang, biaya sekam, dan sapu lidi, biaya pemeliharaan mesin tetas, sewa mobil pick-up, gaji pemilik sebagai tenaga kerja diperhitungkan, pajak dan perawatan sepeda motor, THR karyawan, dan biaya kemanusiaan. 73

Biaya tetap yang dikeluarkan pada tahun ke-1 sebesar Rp 38.054.750,00. Pada tahun ke-2 hingga ke-6 dibutuhkan biaya tetap masing-masing sebesar Rp 140.372.000,00, Rp 142.356.250,00, Rp 142.340.500,00, Rp 142.324.750,00, dan Rp 142.309.000. 1) Biaya Sewa Kios Kios ini mulai disewa pada empat tahun terakhir. Besarnya biaya sewa kios yang bertempat di dekat Pasar Prumpung, yaitu Rp 5.000.000,00 per tahun. Namun karena kios tidak hanya menjual/ mendistribusikan DOD atau itik saja, melainkan mendistribusikan DOC, ayam, dan produk lainnya juga, maka diambil asumsi untuk pembagian pembayaran sewa kios. Dari usaha ternak itik, dibayarkan sebanyak Rp 2.000.000 per tahun untuk menyewa kios. 2) Gaji Karyawan Kandang dan Karyawan Penetasan Gaji karyawan kandang dan karyawan penetasan dibayarkan perbulan. Karyawan kandang bertugas membersihkan kandang dan memberi makan ternak. CV Usaha Unggas memiliki dua orang karyawan di peternakan. Masing-masing gaji karwayan kandang adalah Rp 500.000,00. Begitu juga untuk karyawan bagian penetasan. Total karyawan pada bagian penetasan adalah tiga orang. Masing-masing karyawan dibayarkan gajinya setiap bulan dengan besar Rp 500.000,00 per orang. Total gaji karyawan kandang pada tahun ke-1 sebesar Rp 3.000.000,00. Sedangkan total gaji pada tahun ke-2 sampai tahun ke-6 masing-masing sebesar Rp 12.000.000,00 per tahun. Total gaji karyawan penetasan pada tahun ke-1 sebesar Rp 4.500.000,00. Sedangkan total gaji pada tahun ke-2 sampai tahun ke-6 masing-masing sebesar Rp 18.000.000,00 per tahun. 3) Gaji Karyawan Kios Karyawan kios bertugas menjaga dan melakukan segala aktifitas distribusi dan penjualan pada kios. Karyawan kios berjumlah dua orang, namun yang diperhitungkan dari usaha itik 74

adalah satu orang. Besarnya gaji yang diberikan untuk karyawan ini adalah Rp 950.000,00 perbulan. 4) Gaji Supir Supir bertugas untuk distribusi produk ke mitra atau konsumen. Supir menggunakan mobil pick up yang disediakan perusahaan. Supir digaji perbulan sebesar Rp 1.200.000,00. 5) Biaya Sekam Sekam digunakan sebagai alas untuk itik supaya lantai tidak terlalu lembab dan kandang tidak terlalu bau. Sekam yang dibutuhkan sebanyak 10 karung per minggu. Harga setiap karung sekam sebesar Rp 5.000,00. Dengan demikian biaya sekam pada setiap bulan sebesar 40 karung dikalikan Rp 5.000,00 per karung hasilnya adalah Rp 200.000,00. Pada tahun ke-1 dilakukan sembilan bulan produksi sehingga biaya sekam yang dikeluarkan sebesar Rp 1.800.000,00. Pada tahun ke-2 hingga ke-6 biaya sekam yang diperlukan sebesar Rp 2.400.000,00 per tahun. 6) Biaya Pemeliharaan Kandang Pada setiap awal siklus produksi, peternakan menyiapkan kesiapan produksi misalnya membersihkan halaman kandang dan sekitarnya, dan melakukan perbaikan kandang yang terlihat rusak. Biaya tersebut dirangkum ke dalam biaya pemeliharaan kandang. Besarnya biaya pemeliharaan kandang yaitu Rp 300.000,00 per tahun. Pada tahun ke-1 tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya pemeliharaan kandang, sehingga biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100.000,00. 7) Biaya Pemeliharaan Mesin Tetas Pada setiap bulan, peternakan membersihkan mesin tetas agar tingkat kegagalan produksi dapat diminimalisasi. Besarnya biaya pemeliharaan mesin tetas yaitu Rp 300.000,00 per tahun. Pada tahun ke-1 tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya pemeliharaan mesin tetas, sehingga biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100.000,00. 75

8) Biaya Komunikasi Biaya komunikasi adalah biaya untuk pembelian pulsa. Menurut pemilik, pembelian pulsa tidak diperhitungkan, melainkan memakai dana pribadi. Namun jika diasumsikan, pemakaian pulsa setiap tahunnya khusus untuk peternakan itik sekitar Rp 600.000,00 per tahun. Sedangkan untuk tahun pertama diasumsikan sekitar Rp 400.000,00. 9) Biaya Listrik Biaya listrik tetap yang dikeluarkan setiap bulan sebesar Rp 50.000,00. Biaya tetap listrik per bulan diantaranya berupa biaya beban listrik, dan pemakaian penerangan kandang. Jumlah bulan dalam satu tahun yaitu 12 bulan. Dengan demikian biaya listrik tetap per tahun sebesar Rp 600.000,00. Sedangkan untuk tahun pertama biaya listrik yang terpakai adalah Rp 150.000,00. 10) Biaya Sewa Mobil Pick-up CV Usaha Unggas telah memiliki mobil pick-up sebelumnya pada saat usaha bisnis ayam. Namun untuk memperhitungkan biayanya, maka diasumsikan menjadi biaya sewa mobil pick-up. Mobil ini digunakan empat kali dalam sebulan dengan asumsi satu kali pemakaian dikenakan biaya Rp 50.000,00. Dengan asumsi ini maka penggunaan dalam satu bulan mengeluarkan biaya Rp 200.000,00. Besarnya biaya yang dikeluarkan pada tahun pertama adalah Rp 600.000,00. Sedangkan total biaya untuk tahun ke-2 sampai tahun ke-6 adalah Rp 2.400.000,00 per tahun. 11) Gaji Pemilik Gaji pemilik diperhitungkan sebagai tenaga kerja, diasumsikan gaji masing-masing pemilik yang diperhitungkan adalah Rp 2.000.000,00 per bulan. Karena CV Usaha Unggas memiliki tiga orang pemilik yang aktif, maka total biaya untuk gaji mereka setiap bulan adalah Rp 6.000.000,00. 76

Besarnya biaya yang dikeluarkan pada tahun pertama adalah Rp 18.000.000,00. Sedangkan total biaya untuk tahun ke-2 sampai tahun ke-6 adalah Rp 72.000.000,00 per tahun. 12) Biaya Pajak Sepeda Motor Biaya yang dikeluarkan untuk pajak sepeda motor adalah 1,75 persen dari nilai jual motor. Karena tiap pertambahan tahun sepeda motor mengalami penyusutan, maka biaya yang dikeluarkan dari tahun pertama sampai tahun ke-6 masing-masing adalah Rp 141.750,00, Rp 126.000,00, Rp 110.250,00, Rp 94.500,00, Rp 78.750,00, dan Rp 63.000,00. 13) Biaya Perawatan Sepeda Motor Biaya yang dikeluarkan untuk perawatan sepeda motor pada tahun pertama adalah Rp 60.000,00. Sedangkan biaya perawatan untuk tahun selanjutnya adalah Rp 240.000,00 per tahun. 14) THR Karyawan THR atau Tunjangan Hari Raya diberikan pada masingmasing karyawan sebesar Rp 500.000,00. Jumlah karyawan pada CV. Usaha Unggas adalah sembilan orang, maka per tahunnya total THR yang dikeluarkan adalah Rp 3.500.000,00. 15) Biaya Sapu Lidi Sapu lidi menjadi biaya tetap karena umur ekonomisnya tidak lebih dari satu tahun. Sapu lidi yang dibutuhkan sebanyak dua buah per tahun. Harga sapu lidi yaitu Rp 3.000,00 per buah. Dengan demikian biaya yang dibutuhkan untuk pembelian sapu lidi sebesar Rp 6.000,00 per tahun. 16) Biaya Kemanusiaan Biaya Kemanusiaan adalah pendapatan yang disisihkan CV. Usaha Unggas untuk membantu lingkungan di sekitar tempat usaha. Besarnya biaya yang dikeluarkan pada tahun pertama adalah Rp 300.000,00. Pada tiap tahun berikutnya biaya yang dikeluarkan adalah Rp 1.500.000,00. 77

b. Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya tergantung dengan jumlah produk yang akan dihasilkan. Pada CV. Usaha Unggas biaya variabel berupa biaya pakan broiler, pakan pur, pakan starter, dedak, sisa sayuran, sisa mie, obat-obatan, jamu herbal, box pengiriman, dan bensin. Pada skenario I tidak terdapat biaya variabel untuk pembesaran DOD. Rincian jumlah biaya variabel untuk masing-masing skenario dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Rincian penggunaan biaya variabel dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Biaya Pakan Pur Pakan pur diberikan untuk itik indukan. Jumlah yang diberikan yaitu sebanyak 0,12 kilogram per hari per ekor itik. Kebutuhan pakan pur untuk pemeliharaan 500 ekor itik yaitu 60 kilogram perhari. Dalam satu karung pakan memiliki netto 50 kilogram sehingga pakan pur yang diperlukan sebanyak 1,2 karung. Harga pakan pur yaitu Rp 180.000,00 per karung sehingga biaya yang diperlukan untuk pembelian pakan pur dalam satu bulan sebanyak Rp 6.480.000,00. Pada tahun ke-2 hingga ke-6 biaya untuk pembelian pakan pur yang diperlukan sebesar Rp 77.760.000,00 per tahun. Sedangkan pada tahun ke-1 biaya pakan pur yang diperlukan sebesar Rp 19.440.000,00. 2) Biaya Pakan Starter Pakan starter diberikan kepada DOD dari umur 0 hingga umur 14 hari. Jumlah yang diberikan adalah dua kg per 100 ekor DOD. Jenis pakan starter yang digunakan adalah pakan broiler (BR) 511. Untuk DOD yang akan dijual, diperhitungkan umur ke-0 nya, maka jumlah pakan yang diberikan adalah 4.800 ekor dikalikan 0,02 kilogram yaitu 120 kilogram per hari satu hari dalam jangka produksi satu bulan. Sedangkan untuk DOD yang akan dibesarkan yaitu sebanyak 4.080 ekor per tahun, diberikan hingga umur 14 hari. Jumlah yang dikonsumsi setiap harinya 78

adalah 0,02 kilogram per ekor. Harga pakan BR 511 ini adalah Rp 260.000.000 per 50 kilogram. 3) Biaya Pakan Grower Pakan grower diberikan kepada itik yang berumur besar dari 14 hari. Jenis pakan yang diberikan adalah BR 512 atau BR 611. Pakan yang dikonsumsi tidak banyak, namun dicampur dengan dedak dan mineral. Harga pakan ini adalah Rp 3.750,00 per kg. Setiap itik diberikan 0,12 kilogram pakan grower hingga berumur dua bulan. 4) Biaya Dedak Dedak diberikan untuk itik umur 14 hari-2 bulan. Jumlah yang diberikan yaitu sebanyak 3,5 kilogram per hari per 1.000 ekor itik. Kebutuhan dedak untuk pemeliharaan 4.080 itik pembesaran dan 500 itik indukan ekor itik yaitu 3,15 kilogram per hari. Harga dedak yaitu Rp 2.000,00 per kilogram. 5) Biaya Sisa Sayuran dan Mie Limbah sayuran pasar dan mie diberikan untuk itik umur 14 hari 2 bulan. Jumlah yang diberikan masing-masing yaitu sebanyak 50 kilogram per hari per 1.000 ekor itik. Satu karung sisa sayuran dan satu karung mie memiliki netto masing-masing sebesar 25 kilogram. Harga limbah sayuran dan mie yaitu Rp 750,00 dan Rp 700,00 per karung. 6) Biaya Bensin Biaya yang dikeluarkan untuk membeli bensin sekitar Rp 500.000,00 per bulan. Bensin dipergunakan untuk kendaraan yang dipergunakan untuk distribusi dan kebutuhan lainnya. Pada tahun ke-2 hingga ke-6 dikeluarkan sebanyak Rp 6.000.000,00 per tahun, sedangkan untuk tahun pertama dikeluarkan biaya sebanyak Rp 1.500.000,00. 79

7) Biaya Obat-obatan Biaya obat-obatan dikeluarkan untuk membeli obat-obatan kimia. Pada CV. Usaha Unggas penggunaan obat herbal lebih besar dibandingkan kimia. Biaya obat-obatan kimia tidak lebih dari Rp 35.000,00 per bulan. Pada tahun ke-2 hingga ke-6 produksi biaya untuk pembelian obat-obatan yang diperlukan sebesar Rp 420.000,00 per tahun. Pada tahun ke-1 biaya obat-obatan yang diperlukan sebesar Rp 105.000,00. 8) Biaya Jamu Herbal Biaya jamu herbal adalah biaya yang dikeluarkan untuk membuat jamu herbal yang berfungsi sebagai obat ataupun vitamin bagi itik. Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan temu lawak yaitu temulawak, kunyit, dan kayu manis. Bahan-bahan tersebut direbus, disaring, kemudian ditutup untuk fermentasi selama seminggu. Pembuatan jamu herbal dilakukan setiap bulan dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100.000,00. Pada tahun ke-2 hingga tahun ke-6 produksi biaya untuk pembuatan jamu herbal sebanyak Rp 1.200.000,00 per tahun. Pada tahun pertama biaya yang dikeluarkan sebanyak Rp 300.000,00. 9) Biaya Box Pengiriman Box pengiriman digunakan untuk pengiriman DOD. Dalam satu minggu dibutuhkan paling banyak 40 box. Harga box adalah Rp 15.000,00 per 80 buah. Jadi biaya yang dikeluarkan dalam satu bulan adalah Rp 30.000,00. Pada tahun ke-2 hingga ke-6 biaya untuk box pengiriman yang diperlukan sebesar Rp 360.000,00 per tahun. Pada tahun ke-1 biaya box pengiriman yang diperlukan sebesar Rp 90.000,00. 10) Biaya Variabel Listrik Biaya variabel listrik yaitu biaya listrik yang digunakan pada mesin tetas. Biaya ini disesuaikan dengan jumlah telur tetas itik yang diproduksi. Oleh karena itu biaya biaya listrik dibedakan 80

menjadi biaya variabel dan biaya tetap. Untuk penetasan telur itik diperlukan biaya listrik sebesar Rp 120.000,00 per bulan produksi. Pada tahun pertama biaya listrik yang dikeluarkan sebesar Rp 360.000,00. Pada tahun ke-2 hingga ke-6 biaya untuk listrik yang diperlukan sebesar Rp 1.440.000,00 per tahun. 7.2. Analisis Laba Rugi Analisis laba rugi dilakukan untuk mengetahui perkembangan laba usaha setiap tahunnya. Laba bersih merupakan hasil dari penerimaan dikurangi biaya tetap dan biaya variabel. Selain itu, terdapat komponen yang dapat mengurangi laba bersih yaitu biaya penyusutan dan pajak penghasilan. Rincian perhitungan rugi laba, dimana perhitungan rugi laba akan berpengaruh terhadap pajak penghasilan usaha, yang secara otomatis akan mempengaruhi hasil perhitungan cashflow tersebut. Peralatan investasi pada CV. Usaha Unggas dianggap tidak memiliki nilai sisa (nilai sisa = 0) karena peralatan investasi tersebut tidak memiliki nilai jual ketika sudah habis umur ekonomisnya. Kecuali untuk sepeda motor, kursi, dan meja yang masih layak dipakai karena umur ekonomisnya lebih lama, maka setelah enam tahun masih memiliki nilai sisa. Pada CV. Usaha Unggas besarnya penyusutan per tahun dari tahun ke-1 hingga ke-6 sebesar Rp 17.402.500,00. Rincian biaya penyusutan dapat dilihat dalam Lampiran 8. Besarnya tarif pajak penghasilan mengacu pada Undang- Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2008 tentang pajak yang ditetapkan tarif pajak penghasilan sebesar 25 persen. Total pajak penghasilan yang harus dibayarkan selama umur proyek pada skenario I yaitu Rp 97.755.738,00, dan pada skenario II sebesar Rp 61.203.325,00. Berdasarkan proyeksi laba rugi skenario I pada CV. Usaha Unggas menunjukan bahwa selama umur proyek, total laba bersih yang didapatkan perusahaan sebesar Rp 294.683.700,00. Rata-rata laba bersih per tahun sebesar Rp 49.113.950,00. Rincian proyeksi laba rugi skenario I dapat dilihat dalam Lampiran 9. Proyeksi laba rugi skenario II pada CV. Usaha Unggas menunjukan bahwa total laba bersih yang didapatkan perusahaan sebesar Rp 185.296.463,00. Rata- 81

rata laba bersih per tahun sebesar Rp 30.882.744,00. Rincian proyeksi laba rugi skenario II dapat dilihat dalam Lampiran 13. Dapat dilihat dari hasil laba bersih yang dihasilkan menunjukan bahwa skenario I memperoleh laba bersih lebih besar dibandingkan pada skenario II. Hal ini dikarenakan adanya usaha pembesaran itik pada skenario II. Hal ini karena terdapat lebih banyak jumlah biaya variabel yang dikeluarkan pada skenario II yang juga melakukan usaha di bidang pembesaran itik, sedangkan skenario I hanya usaha pembibitan saja. 7.3. Analisis Kelayakan Investasi Analisis kelayakan investasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha dari aspek finansial. Skenario usaha yang digunakan terdiri dari dua skenario yaitu, skenario I merupakan usaha pembibitan saja dengan asumsi seluruh DOD yang diproduksi terserap oleh pasar. Sedangkan skenario II merupakan usaha pembibitan dan pembesaran itik, dengan asumsi pembesaran hanya dilakukan pada saat terdapat DOD yang tidak terserap pasar. Modal usaha pada CV Usaha Unggas menggunakan modal bersama sehingga tingkat diskonto yang digunakan yaitu tingkat suku bunga Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Indonesia. Suku bunga diskonto BI pada saat penelitian (April-Mei 2012) yaitu sebesar 5,75 persen. Penggunaan suku bunga diskonto juga sebagai discount rate juga dikarenakan adanya time value of money atau keadaan dimana sejumlah uang di masa kini nilainya lebih berharga daripada nilai uang di masa mendatang. Kriteria yang digunakan dalam analisis finansial pada CV Usaha Unggas yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). Besarnya NPV menggambarkan nilai kini dari manfaat bersih yang diperoleh dari bisnis selama umur bisnis tersebut. Perusahaan dikatakan layak untuk dijalankan apabila memiliki NPV besar dari 0. Hasil perhitungan pada skenario I, Net Present Value pada CV. Usaha Unggas yaitu sebesar Rp 177.740.355,80. Hasil perhitungan NPV tersebut menunjukan bahwa CV. Usaha Unggas akan mendapatkan manfaat kini bersih dari usaha yang dijalankan selama umur proyek sebesar Rp 177.740.355,80. CV. Usaha Unggas dikatakan layak untuk dijalankan karena NPV yang dihasilkan besar dari nol. Nilai IRR mengindikasikan besarnya kemampuan usaha untuk memberikan 82

pengembalian atas modal yang dikeluarkan. IRR merupakan discount rate yang dapat membuat nilai NPV sama dengan nol. Dengan kata lain, ketika IRR sama dengan nilai discount rate yang digunakan dalam analisis finansial maka usaha tersebut tidak menghasilkan keuntungan bersih karena NPV yang dihasilkan bernilai nol. Selain itu opportunity cost atas deposito yang mungkin akan didapatkan menjadi tidak ada karena pada saat modal ditanamkan pada bank sebagai deposito, pemilik tidak memiliki biaya imbangan yang harus dikorbankan ketika modal didepositokan. Perusahaan dikatakan layak untuk dijalankan ketika IRR yang dihasilkan lebih besar dari discount rate yang ditentukan dalam analisis. Berdasarkan perhitungan pada cash flow didapatkan, nilai IRR pada CV. Usaha Unggas sebesar 148,34 persen. Hal itu menunjukan bahwa usaha mampu memberikan pengembalian atas modal yang dikeluarkan sebesar 148,34 persen. Berdasarkan IRR, dapat dikatakan bahwa CV. Usaha Unggas layak untuk dijalankan karena IRR yang dihasilkan yaitu 148,34 persen lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakan yaitu sebesar 5,75 persen. NPV (Rp) 177.740.355,80 5,75 IRR 148,34 i (%) Gambar 9. Grafik Hubungan NPV dan IRR Skenario I Nilai Net B/C menunjukan seberapa besar manfaat yang akan didapatkan atas biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan proyek. Perusahaan dikatakan layak untuk dijalankan apabila nilai Net B/C besar dari 1. Nilai Net B/C pada CV. Usaha Unggas yaitu 6,11 yang artinya setiap Rp 1 yang dikeluarkan sebagai biaya akan menghasilkan manfaat bersih sebesarrp 6,11. Berdasarkan kriteria Net B/C usaha CV. Usaha Unggas layak untuk dijalankan. 83

Payback Period (PBP) menunjukan seberapa lama modal investasi yang telah dikeluarkan dapat kembali. Perusahaan dikatakan layak untuk dijalankan apabila nilai PBP lebih kecil dari umur proyek. Nilai PBP pada CV. Usaha Unggas yaitu 1,35 tahun yang artinya adalah modal investasi yang telah ditanamkan perusahaan akan kembali setelah 1,35 tahun atau kurang lebih satu tahun empat bulan empat hari sejak usaha dijalankan. CV. Usaha Unggas dikatakan layak untuk dilaksanakan karena PBP terjadi pada tahun ke-1,35 yang masih berada dalam umur proyek dimana proyek dilakukan hingga tahun ke-6. Tabel 12. Hasil Analisis Kriteria Kelayakan Investasi Skenario I No Kriteria Kelayakan Hasil Penilaian 1 NPV Rp 177.740.355,80 2 IRR 148,34% 3 Net B/C 6,11 4 PP 1,35 tahun Berdasarkan hasil analisis menggunkan kriteria investasi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa CV Usaha Unggas layak untuk dijalankan berdasarkan aspek finansial. Dengan demikian, usaha pembibitan dan pembesaran itik pada CV Usaha Unggas dapat direalisasikan selama umur proyek yaitu enam tahun. Rincian arus kas (cash flow) skenario I dapat dilihat dalam Lampiran 10. Hasil analisis skenario II dengan usaha dibidang pembibitan dan pembesaran itik, diperoleh nilai NPV lebih besar dari pada nol yaitu sebesar 106.989.779,57 rupiah. Artinya pengusahaan pembibitan itik yang dijalakan memberikan manfaat positif selama umur proyek menurut nilai sekarang akan menghasilkan keuntungan sebesar 106.989.779,57 rupiah dengan suku bunga deposito 5,75 persen, sehingga dari kriteria tersebut usaha ini layak untuk dilaksanakan. Dilihat dari nilai IRR pada skenario satu yaitu sebesar 97,61 persen nilai tersebut menunjukan lebih besar dari tingkat suku bunga diskonto sebesar 97,61 persen. Berdasarkan kriteria IRR usaha ini layak untuk dijalankan. 84

NPV (Rp) 106.989.779,57 5,75 IRR 97,61 i (%) Gambar 10. Grafik Hubungan NPV dan IRR Skenario II Nilai net benefit cost ratio (Net B/C) yang diperoleh sebesar 4,16 nilai tersebut menunjukan lebih dari satu. Artinya bahwa setiap nilai pengeluaran sekarang sebesar 1,00 rupiah akan memberikan manfaat bersih sebesar 4,16 rupiah. Nilai tersebut menunjukan usaha ini layak untuk dijalankan. Payback Periode yang diperoleh adalah selama 2,14 tahun setara dengan dua tahun satu bulan 21 hari. Hal ini menunjukan kemampuan tingkat pengembalian modal pada skenario II CV. Usaha Unggas lebih kecil dari pada umur proyek. Rincian arus kas (cash flow) skenario II dapat dilihat dalam Lampiran 14. Tabel 13. Perbandingan Hasil Kelayakan Usaha pada Dua Skenario No. Kriteria Kelayakan Skenario I Skenario II 1 NPV (Rp) 177.740.355,80 106.989.779,57 2 IRR (%) 148,34 97,61 3 Net B/C 6,11 4,16 4 PBP (tahun) 1,35 2,14 Hasil perbandingan dua skenario tersebut pada Tabel 13. Secara umum skenario I lebih layak dibandingkan dengan skenario II. Tingkat penerimaaan yang diperoleh pada skenario I lebih besar dibandingkan hasil skenario II. Investasi ini layak meskipun discount factor yang dipakai 15 persen. Oleh karena itu usulan investasi ini sangat menjanjikan, baik skenario I maupun skenario II. 85

7.4. Analisis Kepekaan (Sensitivitas) Analisis sensitivitas pada CV. Usaha Unggas dilakukan terhadap variabelvariabel yang paling mempengaruhi kelayakan usaha. Pada CV. Usaha Unggas, variabel yang dianggap paling mempengaruhi kelayakan usaha menurut pengalaman beberapa tahun belakangan adalah kenaikan harga pakan pur, dan penurunan harga jual produk. Analisis nilai sensitivitas dilakukan terhadap peningkatan harga pakan pur dikarenakan biaya untuk pakan pur merupakan biaya terbesar dalam biaya variabel pada CV. Usaha Unggas yaitu sebesar 78,9 persen dari total biaya variabel. Selain terhadap pakan pur, analisis sensitifitas dilakukan terhadap penurunan harga jual produk karena sebagian besar pendapatan berasal dari hasil penjualan produk. Dari fluktuasi harga selama beberapa tahun terakhir, didapatkan informasi bahwa harga DOD itik terendah adalah Rp 5.500,00 per ekor. Jika dibandingkan dengan harga yang berlaku saat ini yaitu Rp 6.000,00 per ekor, maka harga DOD mengalami penurunan sebesar Rp 500,00 atau 8,3 persen. Sedangkan harga pakan pur tertinggi mencapai Rp 250.000,00 per karungnya, jika dibandingkan dengan harga yang berlaku saat ini yaitu Rp 180.000,00 per karung, maka terdapat kenaikan sekitar 39 persen. Tabel 14. Perbandingan Hasil Analisis Sensitifitas CV. Usaha Unggas Nilai Kepekaan Kriteria Kelayakan Harga Jual DOD Harga Pakan harga Rp 5.500 Pur Rp 250.000 per ekor per karung Skenario I NPV (Rp) 106.497.941,7 97.987.270,2 Net B/C 3,79 3,54 IRR (%) 87 81 Skenario II NPV (Rp) 41.296.344,8 23.499.301,5 Net B/C 2,2 1,75 IRR (%) 43 30 Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 14) nilai kepekaan skenario I dan skenario II terhadap harga pakan pur didapatkan nilai kriteria kelayakan skenario 86

II yang lebih kecil dibandingkan nilai kriteria kelayakan pada skenario I. Hasil perbandingan tersebut menunjukan skenario II lebih peka atau sensitif terhadap perubahan baik dari penurunan harga DOD maupun kenaikan biaya pakan seperti pada Tabel 14. Semakin sensitif terhadap suatu perubahan dampak usaha yang akan dijalankan semakin beresiko. Berdasarkan hasil perhitungan nilai sensitifitas, perusahaan perlu mewaspadai fluktuasi harga input dan output produksi. Hasil perhitungan sensitivitas dapat bermanfaat bagi pemilik dan pengelola CV. Usaha Unggas dalam menjalankan usahanya. Hal ini disebabkan oleh pernahnya terjadi penurunan harga dimasa lalu yang menyebabkan adanya potensi penurunan harga jual DOD kembali di masa yang akan datang. Begitu pula dengan fluktuasi harga pakan pur. Hal ini perlu dicermati pemilik dan pengelola perusahaan. Pengelola perlu memperhatikan potensi terjadinya penurunan harga jual DOD dengan melakukan tindakan preventif terhadap penurunan harga jual DOD tersebut. Alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan menurunkan tingkat persaingan dan melakukan efisiensi biaya. Tingkat persaingan dapat diturunkan dengan cara memperbaiki kualitas produk. Sementara itu, efisiensi biaya dilakukan untuk menurunkan biaya produksi. Salah satu alternatif yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan efisiensi usaha atau biaya yaitu dengan menambah skala usaha. Hal itu dikarenakan skala usaha peternakan sangat menentukan efisiensi usaha (Siregar dan Ilham 2002). Memperbesar skala usaha sampai batas tertentu akan mengakibatkan turunnya biaya produksi rata-rata. Hal ini dalam ilmu ekonomi dikenal sebagai skala usaha dengan hasil bertambah (increasing return to scale), yang kemudian menghasilkan economies of scale yang tinggi. Perluasan selanjutnya sampai pada suatu titik minimum, dalam hal dimana biaya produksi rata-rata tidak berubah (constant return to scale) dan bila dilanjutkan perluasan tersebut akan mengakibatkan naiknya biaya produksi rata-rata (decreasing return to scale). Proyeksi laba rugi dan arus kas (cash flow) nilai pengganti untuk peningkatan harga pakan pur dan penurunan volume produksi dapat dilihat masing-masing dalam Lampiran 11, 12, 15, dan 16. 87

7.5. Analisis Harga Pokok Produksi (HPP) dan Break Even Point (BEP) 7.5.1. Harga Pokok Produksi (HPP) Harga Pokok Produksi (HPP) merupakan cara penentuan harga berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu produk dan besarnya harga pokok produksi merupakan acuan yang digunakan oleh produsen dalam penetapan harga jual produk. Penentuan HPP dilakukan pada harga DOD dengan menggunakan skenario I, karena DOD merupakan produk utama yang dihasilkan. Harga pokok penjualan yang menguntungkan bagi suatu usaha yaitu apabila lebih besar dari harga pokok produksi. Demikian juga pada CV. Usaha Unggas yang perlu mengetahui harga pokok penjualan DOD apakah telah berada di atas atau di bawah harga pokok produksi. Perhitungan harga pokok produksi mengacu pada laporan laba rugi untuk mengetahui jumlah total biaya tetap, biaya variabel, dan output yang dihasilkan. Biaya tetap dalam perhitungan harga pokok produksi sudah termasuk biaya penyusutan. Sedangkan output yang dihasilkan berupa DOD karena DOD merupakan variabel penerimaan yang paling besar yaitu mencapai 75-78 persen dari total penerimaan perusahaan. Berdasarkan perhitungan, HPP untuk satu ekor DOD adalah Rp 4.572,61. Nilai HPP lebih rendah daripada harga penjualan sehingga perusahaan akan mendapatkan keuntungan apabila harga jual yang ditetapkan sebesar harga penjualan saat ini yaitu Rp 6.000,00 per ekor DOD. Perhitungan HPP secara terinci dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Uraian Total biaya Tetap (TFC) Total Biaya Variabel (TVC) Jumlah DOD yang dihasilkan (Q) HPP = (TFC + TVC) / Q Jumlah Rp37.904.750 Rp23.894.100 13.515 ekor Rp4.572,61 88

7.5.2. Break Even Point (BEP) Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan usaha yang berada pada titik impas yaitu pada saat tingkat produksi atau besarnya pendapatan sama dengan besarnya pengeluaran perusahaan sehingga pada saat itu, perusahaan tidak mengalami keuntungan maupun kerugian. Perhitungan BEP dilakukan terhadap DOD dengan menggunakan skenario I, karena DOD merupakan produk utama yang dihasilkan. Perhitungan BEP yang dilakukan dalam analisis ini adalah BEP unit. Nilai BEP unit digunakan untuk mengetahui jumlah DOD yang harus dihasilkan dan dijual oleh CV. Usaha Unggas sehingga usaha berada pada kondisi tidak untung atau rugi. Variabel yang digunakan dalam perhitungan BEP berasal dari laporan laba rugi selama umur bisnis yaitu total biaya tetap, biaya variabel per unit, dan harga jual DOD. Biaya tetap dalam perhitungan BEP merupakan seluruh biaya tetap dan biaya penyusutan investasi. Total biaya tetap selama umur bisnis yaitu Rp 744.607.250,00. Biaya variabel per unit merupakan seluruh biaya variabel yang dikeluarkan selama umur bisnis yang dibagi dengan jumlah output yang dihasilkan. Total biaya variabel selama umur bisnis yaitu Rp 510.813.150,00 dan jumlah DOD yang dihasilkan yaitu 283.815 ekor sehingga biaya variabel per unit sebesar Rp 1.799,87. Harga jual DOD yaitu Rp 6.000,00 per ekor. Berdasarkan perhitungan, nilai BEP unit pada CV Usaha Unggas yaitu 177.282 ekor DOD. Artinya adalah usaha akan mencapai titik dimana tidak untung atau rugi ketika berhasil menjual DOD sebanyak 177.282 ekor dari hasil produksi perusahaan. Dengan kata lain, selama umur proyek dipastikan usaha akan mengalami keuntungan karena total DOD yang akan dihasilkan sebanyak 283.851 ekor yang lebih besar dari BEP unit. Rincian perhitungan BEP dapat dilihat pada Tabel 16. 89

Tabel 16. Perhitungan BEP Unit Uraian Jumlah Total biaya Tetap (TFC) Rp 744.607.250,00 Total Biaya Variabel (TVC) Rp 510.831.150,00 Jumlah DOD yang dihasilkan (Q) 283.815 ekor Biaya variabel satu ekor DOD (AVC = TVC/Q) Rp 1.799,87 Harga penjualan (P) Rp 6.000,00 BEP = TFC / (P-AVC) 177.282 ekor 90

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari penelitian mengenai Studi Kelayakan Usaha Pembibitan Itik (Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat), sebagai berikut: 1. Berdasarkan aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi dan budaya, serta aspek lingkungan usaha ini layak untuk dijalankan. Hal ini karena bibit DOD hibrida memiliki peluang pasar yang tinggi; kondisi iklim lokasi sangat cocok untuk usaha pembibitan serta sarana dan prasarana usaha juga mendukung; organisasi serta pembagian tugas dan wewenang yang jelas sehingga memberikan kemudahan dalam koordinasi diantara karyawan, mendapat izin usaha dari kelurahan setempat; dan usaha pembibitan itik ini membawa dampak baik kepada sosial ekonomi dan lingkungan sekitar. 2. Berdasarkan hasil analisis finansial dari usaha pembibitan itik, nilai NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period yang diperoleh telah memenuhi ukuran kelayakan berdasarkan kriteria investasi. Hasil analisis kriteria kelayakan finansial CV Usaha Unggas berdasarkan dua skenario, menunjukan bahwa Skenario I dilihat dari kriteria NPV, IRR, net B/C, dan PBP lebih menguntungkan dibandingkan dengan Skenario II. Masing-masing nilai yang diperoleh pada skenario I adalah NPV sebesar Rp 177.740.355,80, IRR: 148,34 persen, Net B/C: 6,11 dan PBP: 1,35 tahun atau setara dengan satu tahun empat bulan empat hari. Sedangkan pada skenario II hasil yang diperoleh dari pendekatan NPV adalah Rp 106.989.779,57, IRR : 97,61 persen, Net B/C : 4,16 dan PBP : 2,14 tahun, atau dua tahun satu bulan 21 hari. Dengan demikian secara finansial, usaha pembibitan itik layak untuk dijalankan. 3. Dari hasil analisis sensitivitas, nilai kepekaan skenario I dan skenario II terhadap harga pakan pur didapatkan nilai kriteria kelayakan skenario II yang lebih kecil dibandingkan nilai kriteria kelayakan pada skenario I. Hasil perbandingan tersebut menunjukan skenario II lebih peka atau

sensitif terhadap perubahan baik dari penurunan harga DOD maupun kenaikan biaya pakan pur. 8.2. Saran 1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan saran yang dapat diberikan pada usaha pembibitan itik di CV. Usaha Unggas yaitu, sebaiknya perusahaan tetap melakukan peningkatan kapasitas produksi dengan menambah jumlah indukan sehingga dapat memenuhi permintaan yang selama ini belum mampu dipenuhi oleh perusahaan. Selain dapat memenuhi permintaan terhadap perusahaan maka secara tidak langsung akan menambah pendapatan perusahaan. Penambahan jumlah produksi produk sampingan yang berupa itik dewasa sangat berpengaruh terhadap perubahan pendapatan. 2. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan adanya perbaikan dan tambahan skenario yang digunakan. Aspek yang dikaji dalam skenario bisa berupa penambahan atau pengembangan skala usaha. Hal ini dimaksudkan agar terdapatnya perbandingan antara usaha yang telah ada sekarang dengan usaha dengan skala yang lebih besar dan kelebihannya terhadap investasi atau penggunaan peralatan yang optimal. 92

DAFTAR PUSTAKA Andy C. 2002. Analisis Kemitraan dan Kelayakan Finansial Usaha Peternakan Ayam Potong Peternak Plasma PT. Mitra Asih Abadi Purwokerto [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Boediono. 1998. Ekonomi Mikro. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta. Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011. Jakarta : CV. Karya Cemerlang Gittinger, J.P. 1986. Evaluasi Proyek-proyek Pertanian. Jakarta : UI-Press Gray, C, l. K. Sabur, P. Simanjuntak, P. F. I Haspaitella. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Husnan S, Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta : Penerbit dan Pencetak AMP YKPN. Indriani IK. 2010. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Peternakan Ayam Broiler (Studi Kasus Usaha Peternakan X Di Desa Polokarto, Kecamatan Bekonang, Solo) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Kadariah et al. 1978. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomis. Edisi Kedua. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonimi. Universitas Indonesia. Kadariah, L. Karlina, C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Revisi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonimi. Universitas Indonesia. Kasmir dan Jakfar. 2007. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor : Prenada Media Laeli K. 2008. Kelayakan Finansial Peternakan Ayam Broiler Terpadu [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Lipsey, R. G. P. N. Courant, D. C. Purvis dan p. O. Steiner. 1995. Pengantar Mikroekonomi. 10th Edit. Terjemahan.Wasana, J dan Kirbrandoko. Jakarta : Binarupa Aksara. Mulatsih S, Sumiati, Tjakradidjaja AS. 2010. Intensifikasi Usaha Peternakan Itik Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Pinggir Kota. Laporan Akhir Program Ipteks Bagi Masyarakat (IbM). Bogor: Pusat Studi Hewan Tropika Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen. Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Murtidjo, B.A. 1999. Mengelola Itik. Yogyakarta : Kanisius. Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor: Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Oktavia H. 2005. Evaluasi Kelayakan Usaha Pembibitan Itik di Desa Kagokan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Samosir DJ. 1983. Ilmu Ternak Itik. Jakarta : PT Gramedia dan Pemda DKI Jakarta. Samuelson, P. A., and W. D. Nordhaus. 1996. Ekonomi. 12th Edit. Terjemahan. Wasana, K. Jakarta : Penerbit Erlangga. Saragih B. 1998. Kumpulan Pemikiran Agribisni Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Jakarta : CV Nasional. Siregar M, Ilham N. 2003. Upaya Peningkatan Efisiensi Usaha Ternak Ditinjau dari Aspek Agribisnis yang Berdaya Saing. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Soekartiwi, A. Soehardjo, J. Dillon and J. B. Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta : UI-Press. Suharno B, Amri K. 1995. Beternak Itik secara Intensif. Jakarta : PT Penebar Swadaya. Suharno B, Nazaruddin. 1994. Ternak Komersial. Jakarta : PT Penebar Swadaya. Umar, Husein. 2007. Studi Kelayakan Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Windhyarti S S. 2003. Beternak Itik Tanpa Air. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya. Williamson GA, Payne WJA. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Ed Ke-3. Darmadja D. penerjemah; DjagraIB, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: An Introduction to Animal Husbandary in The Tropics, Third Edition. 94

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rincian Penerimaan 1. Rincian Penerimaan Skenario I No Sumber Penerimaan Tahun ke 1 2 3 4 5 6 1 DOD 81.090.000 324.360.000 324.360.000 324.360.000 324.360.000 324.360.000 2 Itik Afkir - 16.625.000-16.625.000-16.625.000 3 Nilai Sisa - - - - - 13.840.000 Total Penerimaan 81.090.000 340.985.000 324.360.000 340.985.000 324.360.000 354.825.000 2. Rincian Penerimaan Skenario II No Sumber Penerimaan Tahun ke 1 2 3 4 5 6 1 DOD 81.090.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 2 Itik - 94.133.600 94.133.600 94.133.600 94.133.600 94.133.600 3 Itik Afkir - 16.625.000-16.625.000-16.625.000 4 Nilai Sisa - - - - - 13.840.000 Total Penerimaan 81.090.000 408.088.600 391.463.600 480.088.600 391.463.600 421.928.600

Lampiran 2. Rincian Biaya Variabel Skenario I No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 1 Pakan Pur 19.440.000 77.760.000 77.760.000 77.760.000 77.760.000 77.760.000 2 Pakan Starter (DOD) 1.653.600 6.614.400 6.614.400 6.614.400 6.614.400 6.614.400 3 Dedak Menir 315.000 2.679.075 2.679.075 2.679.075 2.679.075 2.679.075 4 Sisa Sayuran 67.500 472.725 472.725 472.725 472.725 472.725 5 Sisa Mie 63.000 441.210 441.210 441.210 441.210 441.210 6 Bensin 1.500.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 7 Obat-obatan 105.000 420.000 420.000 420.000 420.000 420.000 8 Jamu Herbal 300.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 9 Box pengiriman 90.000 360.000 360.000 360.000 360.000 360.000 10 Biaya Variabel Listrik 360.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 Total Biaya Variabel 23.894.100 97.387.410 97.387.410 97.387.410 97.387.410 97.387.410

Lampiran 3. Rincian Biaya Variabel Skenario II No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 1 Pakan Pur 19.440.000 77.760.000 77.760.000 77.760.000 77.760.000 77.760.000 2 Pakan Starter (DOD) 1.653.600 6.614.400 6.614.400 6.614.400 6.614.400 6.614.400 3 Pakan Starter (pembesaran) - 6.559.280 6.559.280 6.559.280 6.559.280 6.559.280 4 Pakan grower - 91.226.250 91.226.250 91.226.250 91.226.250 91.226.250 5 Dedak Menir 315.000 2.679.075 2.679.075 2.679.075 2.679.075 2.679.075 6 Sisa Sayuran 67.500 472.725 472.725 472.725 472.725 472.725 7 Sisa Mie 63.000 441.210 441.210 441.210 441.210 441.210 8 Bensin 1.500.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 9 Obat-obatan 105.000 420.000 420.000 420.000 420.000 420.000 10 Jamu Herbal 300.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 11 Box pengiriman 90.000 360.000 360.000 360.000 360.000 360.000 12 Biaya Variabel Listrik 360.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 Total Biaya Variabel 23.894.100 195.172.940 195.172.940 195.172.940 195.172.940 195.172.940

Lampiran 4. Rincian Biaya Tetap No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 1 Sewa Kios - - 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2 Gaji PJ Kandang 3.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 3 Gaji Supir 3.600.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 4 Gaji karyawan kios 2.850.000 11.400.000 11.400.000 11.400.000 11.400.000 11.400.000 5 Gaji Karyawan penetasan 4.500.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 6 Biaya Sekam 600.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 7 Pemeliharaan Kandang 100.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 8 Pemeliharaan mesin tetas 100.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 9 Biaya Komunikasi 400.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 10 Biaya Listrik 150.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 11 Sewa mobil Pick-up 600.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 12 Gaji Pemilik 18.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 13 Pajak sepeda motor 141.750 126.000 110.250 94.500 78.750 63.000 14 Perawatan sepeda motor 60.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 15 THR karyawan 3.500.000 3.500.000 3.500.000 3.500.000 3.500.000 3.500.000 16 Biaya sapu lidi 3.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 17 Biaya kemanusiaan 300.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 Total Biaya Tetap 38.904.750 139.772.000 141.756.250 141.740.500 141.724.750 141.709.000

Lampiran 5. Rincian Biaya Investasi No Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) 1 Indukan Itik 500 ekor 50.000 25.000.000 2 Lahan 500 m2 20.000 10.000.000 3 Kandang Kandang besar 2 unit 1.500.000 3.000.000 Kandang Kecil 10 unit 1.000.000 10.000.000 4 Instalasi Air Biaya pemasangan dan gali sumur 1 unit 1.500.000 1.500.000 Mesin Pompa 1 unit 1.000.000 1.000.000 5 Tempat makan dan minum ukuran 1 liter 60 buah 4.500 270.000 ukuran 2 liter 50 buah 9.000 450.000 6 Bola Lampu 40 unit 4.000 160.000 7 Mesin Tetas 2 unit 2.500.000 5.000.000 8 Serokan 2 buah 5.000 10.000 9 Ember 3 buah 15.000 45.000 10 Sepatu Boot 2 buah 60.000 120.000 11 Meja 1 buah 400.000 400.000 12 Kursi 1 buah 200.000 200.000 13 Sepeda Motor 1 unit 9.000.000 9.000.000 Total biaya investasi 66.155.000

Lampiran 6. Rincian Nilai Sisa Umur Sisa Biaya Penyusutan No Investasi Nilai beli Ekonomis Umur Nilai sisa (tahun) (per tahun) ekonomis 1 Indukan Itik 25.000.000 2 12.500.000 0 0 2 Lahan 10.000.000 - - - 10.000.000 3 Kandang besar 3.000.000 6 500.000 0 0 4 Kandang Kecil 10.000.000 6 1.666.667 0 0 5 Biaya pemasangan dan gali sumur 1.500.000 6 250.000 0 0 6 Mesin Pompa 1.000.000 6 166.667 0 0 7 tempat makan minum ukuran 1 liter 270.000 2 135.000 0 0 8 tempat makan minum ukuran 2 liter 450.000 2 225.000 0 0 9 Bola Lampu 160.000 2 80.000 0 0 10 Mesin Tetas 5.000.000 6 833.333 0 0 11 Serokan 10.000 3 3.333 0 0 12 Ember 45.000 2 22.500 0 0 13 Sepatu Boot 120.000 2 60.000 0 0 14 Meja 400.000 10 40.000 4 160.000 15 Kursi 200.000 10 20.000 4 80.000 16 Sepeda Motor 9.000.000 10 900000 4 3.600.000 Total Nilai Sisa 13.840.000

Lampiran 7. Rincian Biaya Re-investasi Umur No Uraian Ekonomis Nilai (Rp) Tahun ke- (tahun) 1 2 3 4 5 6 1 Indukan Itik 2 25.000.000 0 0 25.000.000 0 25.000.000 0 2 Lahan - 10.000.000 0 0 0 0 0 0 3 Kandang besar 6 3.000.000 0 0 0 0 0 0 4 Kandang Kecil 6 10.000.000 0 0 0 0 0 0 5 Biaya pemasangan dan gali sumur 6 1.500.000 0 0 0 0 0 0 6 Mesin Pompa 6 1.000.000 0 0 0 0 0 0 7 tempat makan minum ukuran 1 liter 2 270.000 0 0 270.000 0 270.000 0 8 tempat makan minum ukuran 2 liter 2 450.000 0 0 450.000 0 450.000 0 9 Bola Lampu 2 160.000 0 0 160.000 0 160.000 0 10 Mesin Tetas 6 5.000.000 0 0 0 0 0 0 11 Serokan 3 10.000 0 0 0 10.000 0 0 12 Ember 2 45.000 0 0 45.000 0 45.000 0 13 Sepatu Boot 2 120.000 0 0 120.000 0 120.000 0 14 Meja 10 400.000 0 0 0 0 0 0 15 Kursi 10 200.000 0 0 0 0 0 0 16 Sepeda Motor 10 9.000.000 0 0 0 0 0 0 Total Biaya Reinvestasi 66.155.000 - - 26.045.000 10.000 26.045.000 -

Lampiran 8. Rincian Biaya Penyusutan No Uraian Nilai Beli Nilai sisa Umur Ekonomis Penyusutan per tahun (Rp) (Rp) (tahun) (Rp) 1 Indukan Itik 25.000.000-2 12.500.000 2 Lahan 10.000.000 - - 0 3 Kandang besar 3.000.000-6 500.000 4 Kandang Kecil 10.000.000-6 1.666.667 5 Biaya pemasangan dan gali sumur 1.500.000-6 250.000 6 Mesin Pompa 1.000.000-6 166.667 7 tempat makan minum ukuran 1 liter 270.000-2 135.000 8 tempat makan minum ukuran 2 liter 450.000-2 225.000 9 Bola Lampu 160.000-2 80.000 10 Mesin Tetas 5.000.000-6 833.333 11 Serokan 10.000-3 3.333 12 Ember 45.000-2 22.500 13 Sepatu Boot 120.000-2 60.000 14 Meja 400.000 160.000 10 40.000 15 Kursi 200.000 80.000 10 20.000 16 Motor 9.000.000 3.600.000 10 900.000 Total Biaya Penyusutan 17.402.500

Lampiran 9. Proyeksi Laba Rugi Skenario I No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 A. PENERIMAAN 1 DOD 81.090.000 324.360.000 324.360.000 324.360.000 324.360.000 324.360.000 2 Itik Afkir 16.625.000-16.625.000-16.625.000 Total Penerimaan 81.090.000 340.985.000 324.360.000 340.985.000 324.360.000 340.985.000 B. PENGELUARAN a. Biaya Variabel 1 Pakan Pur 19.440.000 77.760.000 77.760.000 77.760.000 77.760.000 77.760.000 2 Pakan Starter (DOD) 1.653.600 6.614.400 6.614.400 6.614.400 6.614.400 6.614.400 3 Dedak Menir 315.000 2.679.075 2.679.075 2.679.075 2.679.075 2.679.075 4 Sisa Sayuran 67.500 472.725 472.725 472.725 472.725 472.725 5 Sisa Mie 63.000 441.210 441.210 441.210 441.210 441.210 6 Bensin 1.500.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 7 Obat-obatan 105.000 420.000 420.000 420.000 420.000 420.000 8 Jamu Herbal 300.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 9 Box pengiriman 90.000 360.000 360.000 360.000 360.000 360.000 10 Biaya Variabel Listrik 360.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 Total Biaya Variabel 23.894.100 97.387.410 97.387.410 97.387.410 97.387.410 97.387.410 Laba Kotor 57.195.900 243.597.590 226.972.590 243.597.590 226.972.590 243.597.590 b. Biaya Tetap 1 Sewa Kios - - 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2 Gaji PJ Kandang 3.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 3 Gaji Supir 3.600.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 4 Gaji karyawan kios 2.850.000 11.400.000 11.400.000 11.400.000 11.400.000 11.400.000 5 Gaji Karyawan penetasan 4.500.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 6 Biaya Sekam 600.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 7 Pemeliharaan Kandang 100.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 8 Pemeliharaan Mesin Tetas 100.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 9 Biaya Komunikasi 400.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000

Lanjutan Lampiran 9. Proyeksi Laba Rugi Skenario I No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 10 Biaya Listrik 150.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 11 Sewa mobil Pick-up 600.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 12 Gaji Pemilik 18.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 13 Pajak sepeda motor 141.750 126.000 110.250 94.500 78.750 63.000 14 Perawatan sepeda motor 60.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 15 THR karyawan 3.500.000 3.500.000 3.500.000 3.500.000 3.500.000 3.500.000 16 Biaya sapu lidi 3.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 17 Biaya kemanusiaan 300.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 18 Biaya Penyusutan 17.402.500 17.402.500 17.402.500 17.402.500 17.402.500 17.402.500 Total Biaya Tetap 55.307.250 157.174.500 159.158.750 159.143.000 159.127.250 159.111.500 Laba Bersih sebelum pajak 1.888.650 86.423.090 67.813.840 84.454.590 67.845.340 84.486.090 Pajak (25%) 472.163 21.605.773 16.953.460 21.113.648 16.961.335 21.121.523 Laba Bersih 1.416.488 64.817.318 50.860.380 63.340.943 50.884.005 63.364.568

Lampiran 10. Proyeksi Arus Kas (Cash Flow) Skenario I No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 A. INFLOW 1 DOD 81.090.000 324.360.000 324.360.000 324.360.000 324.360.000 324.360.000 3 Itik Afkir - 16.625.000-16.625.000-16.625.000 4 Nilai Sisa - - - - - 13.840.000 Total Inflow 81.090.000 340.985.000 324.360.000 340.985.000 324.360.000 354.825.000 B. OUTFLOW a. Biaya Investasi 1 Indukan Itik 25.000.000-25.000.000-25.000.000-2 Lahan 10.000.000 - - - - - 3 Kandang besar 3.000.000 - - - - - 4 Kandang Kecil 10.000.000 - - - - - 5 Biaya pemasangan dan gali sumur 1.500.000 - - - - - 6 Mesin Pompa 1.000.000 - - - - - 7 tempat makan minum ukuran 1 liter 270.000-270.000-270.000-8 tempat makan minum ukuran 2 liter 450.000-450.000-450.000-9 Bola Lampu 160.000-160.000-160.000-10 Mesin Tetas 5.000.000 - - - - - 11 Serokan 10.000 - - 10.000 - - 12 Ember 45.000-45.000-45.000-13 Sepatu Boot 120.000-120.000-120.000-14 Meja 400.000 - - - - - 15 Kursi 200.000 - - - - - 16 Sepeda Motor 9.000.000 - - - - - Total Biaya Investasi 66.155.000-26.045.000 10.000 26.045.000 - b. Biaya Variabel 1 Pakan Pur 19.440.000 77.760.000 77.760.000 77.760.000 77.760.000 77.760.000 2 Pakan Starter (DOD) 1.653.600 6.614.400 6.614.400 6.614.400 6.614.400 6.614.400 3 Dedak Menir 315.000 2.679.075 2.679.075 2.679.075 2.679.075 2.679.075

Lanjutan Lampiran 10. Proyeksi Arus Kas (Cash Flow) Skenario I No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 4 Sisa Sayuran 67.500 472.725 472.725 472.725 472.725 472.725 5 Sisa Mie 63.000 441.210 441.210 441.210 441.210 441.210 6 Bensin 1.500.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 7 Obat-obatan 105.000 420.000 420.000 420.000 420.000 420.000 8 Jamu Herbal 300.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 9 Box pengiriman 90.000 360.000 360.000 360.000 360.000 360.000 10 Biaya Variabel Listrik 360.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 Total Biaya Variabel 23.894.100 97.387.410 97.387.410 97.387.410 97.387.410 97.387.410 c. Biaya Tetap 1 Sewa Kios - - 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2 Gaji PJ Kandang 3.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 3 Gaji Supir 3.600.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 4 Gaji karyawan kios 2.850.000 11.400.000 11.400.000 11.400.000 11.400.000 11.400.000 5 Gaji Karyawan penetasan 4.500.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 6 Biaya Sekam 600.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 7 Pemeliharaan Kandang 100.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 8 Pemeliharaan Mesin Tetas 100.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 9 Biaya Komunikasi 400.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 10 Biaya Listrik 150.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 11 Sewa mobil Pick-up 600.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 12 Gaji Pemilik 18.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 13 Pajak sepeda motor 141.750 126.000 110.250 94.500 78.750 63.000 14 Perawatan sepeda motor 60.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 15 THR karyawan 3.500.000 3.500.000 3.500.000 3.500.000 3.500.000 3.500.000 16 Biaya sapu lidi 3.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 17 Biaya kemanusiaan 300.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 Total Biaya Tetap 37.904.750 139.772.000 141.756.250 141.740.500 141.724.750 141.709.000 Total Biaya Operasional 61.798.850 237.159.410 239.143.660 239.127.910 239.112.160 239.096.410

Lanjutan Lampiran 10. Proyeksi Arus Kas (Cash Flow) Skenario I No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 Total Outflow 127.953.850 237.159.410 265.188.660 239.137.910 265.157.160 239.096.410 Manfaat bersih sebelum pajak (46.863.850) 103.825.590 59.171.340 101.847.090 59.202.840 115.728.590 Pajak 25 % 472.163 21.605.773 16.953.460 21.113.648 16.961.335 21.121.523 Net Benefit (47.336.013) 82.219.818 42.217.880 80.733.443 42.241.505 94.607.068 DF (DR= 5,75 %) 0,946 0,894 0,846 0,800 0,756 0,715 PV net benefit (44.762.187) 73.521.737 35.698.938 64.555.309 31.940.191 67.645.876 PV benefit/tahun 76.680.851 304.912.004 274.274.962 272.655.191 245.259.259 253.706.711 PV cost/tahun 120.996.548 212.070.182 224.240.380 191.217.187 200.494.045 170.958.540 NPV Rp177.740.355,80 PV + 273.362.050 PV - (44.762.187) Net B/C 6,106986051 IRR 148,34% Rata-rata penerimaan bersih 49.113.950 PP 1,346969649

Lampiran 11. Proyeksi Laba Rugi dan Cash Flow Nilai Sensitivitas Peningkatan Harga Pakan Pur sebesar 39 Persen PROYEKSI LABA RUGI No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 A. PENERIMAAN 1 DOD 81.090.000 324.360.000 324.360.000 324.360.000 324.360.000 324.360.000 2 Produk Lainnya - 16.625.000-16.625.000-16.625.000 Total penerimaan 81.090.000 340.985.000 324.360.000 340.985.000 324.360.000 340.985.000 B. PENGELUARAN a. Biaya Variabel 1 Pakan Pur 27.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 2 Biaya Variabel Lainnya 4.454.100 19.627.410 19.627.410 19.627.410 19.627.410 19.627.410 Total Biaya Variabel 31.454.100 127.627.410 127.627.410 127.627.410 127.627.410 127.627.410 Laba Kotor 49.635.900 213.357.590 196.732.590 213.357.590 196.732.590 213.357.590 b. Total Biaya Tetap 55.307.250 157.174.500 159.158.750 159.143.000 159.127.250 159.111.500 Laba Bersih Sebelum Pajak (5.671.350) 56.183.090 37.573.840 54.214.590 37.605.340 54.246.090 Pajak (25 %) - 14.045.773 9.393.460 13.553.648 9.401.335 13.561.523 Laba Bersih (5.671.350) 42.137.318 28.180.380 40.660.943 28.204.005 40.684.568 CASH FLOW No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 A. TOTAL INFLOW 81.090.000 340.985.000 324.360.000 340.985.000 324.360.000 354.825.000 B. OUTFLOW a. Total Biaya Investasi 66.155.000-26.045.000 10.000 26.045.000 - b. Biaya Variabel 1 Pakan Pur 27.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 2 Biaya Variabel Lainnya 4.454.100 19.627.410 19.627.410 19.627.410 19.627.410 19.627.410 Total Biaya Variabel 31.454.100 127.627.410 127.627.410 127.627.410 127.627.410 127.627.410 c. Total Biaya Tetap 37.904.750 139.772.000 141.756.250 141.740.500 141.724.750 141.709.000 TOTAL OUTFLOW 135.513.850 267.399.410 295.428.660 269.377.910 295.397.160 269.336.410 Net Benefit (54.423.850) 73.585.590 28.931.340 71.607.090 28.962.840 85.488.590 Pajak - 14.045.773 9.393.460 13.553.648 9.401.335 13.561.523 Net Benefit After tax (54.423.850) 59.539.818 19.537.880 58.053.443 19.561.505 71.927.068 DF (DR=5,75%) 0,946 0,894 0,846 0,800 0,756 0,715 PV Net Benefit (51.464.634) 53.241.067 16.520.999 46.420.143 14.791.097 51.429.239 NPV Rp97.987.270,2 Net B/C 3,54 IRR 81% PP 2,279

Lampiran 12. Proyeksi Laba Rugi dan Cash Flow Nilai Sensitivitas Penurunan Harga Jual DOD sebesar 8,3 Persen PROYEKSI LABA RUGI No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 A. PENERIMAAN 1 DOD 74.332.500 297.330.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 2 Produk Lainnya - 16.625.000-16.625.000-16.625.000 Total penerimaan 74.332.500 313.955.000 297.330.000 313.955.000 297.330.000 313.955.000 B. PENGELUARAN a. Total Biaya Variabel 23.894.100 97.387.410 97.387.410 97.387.410 97.387.410 97.387.410 Laba Kotor 50.438.400 216.567.590 199.942.590 216.567.590 199.942.590 216.567.590 b. Total Biaya Tetap 55.307.250 157.174.500 159.158.750 159.143.000 159.127.250 159.111.500 Laba Bersih Sebelum Pajak (4.868.850) 59.393.090 40.783.840 57.424.590 40.815.340 57.456.090 Pajak (25 %) - 14.848.273 10.195.960 14.356.148 10.203.835 14.364.023 Laba Bersih (4.868.850) 44.544.818 30.587.880 43.068.443 30.611.505 43.092.068 CASH FLOW No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 A. INFLOW 1 DOD 74.332.500 297.330.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 2 Produk Lainnya - 16.625.000-16.625.000-30.465.000 TOTAL INFLOW 74.332.500 313.955.000 297.330.000 313.955.000 297.330.000 327.795.000 B. OUTFLOW a. Total Biaya Investasi 66.155.000-26.045.000 10.000 26.045.000 - b. Total Biaya Variabel 23.894.100 97.387.410 97.387.410 97.387.410 97.387.410 97.387.410 c. Total Biaya Tetap 37.904.750 139.772.000 141.756.250 141.740.500 141.724.750 141.709.000 TOTAL OUTFLOW 127.953.850 237.159.410 265.188.660 239.137.910 265.157.160 239.096.410 Net Benefit (53.621.350) 76.795.590 32.141.340 74.817.090 32.172.840 88.698.590 Pajak - 14.848.273 10.195.960 14.356.148 10.203.835 14.364.023 Net Benefit After tax (53.621.350) 61.947.318 21.945.380 60.460.943 21.969.005 74.334.568 DF (DR=5,75%) 0,946 0,894 0,846 0,800 0,756 0,715 PV Net Benefit (50.705.768) 55.393.876 18.556.753 48.345.205 16.611.487 53.150.648 NPV Rp106.497.941,7 Net B/C 3,79 IRR 87% PP 2,122

Lampiran 13. Proyeksi Laba Rugi Skenario II No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 A. PENERIMAAN 1 DOD 81.090.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 2 Itik - 94.133.600 94.133.600 94.133.600 94.133.600 94.133.600 3 Itik Afkir - 16.625.000-16.625.000-16.625.000 Total Penerimaan 81.090.000 408.088.600 391.463.600 408.088.600 391.463.600 408.088.600 B. PENGELUARAN a. Biaya Variabel 1 Pakan Pur 19.440.000 77.760.000 77.760.000 77.760.000 77.760.000 77.760.000 2 Pakan Starter (DOD) 1.653.600 6.614.400 6.614.400 6.614.400 6.614.400 6.614.400 3 Pakan Starter (pembesaran) - 6.559.280 6.559.280 6.559.280 6.559.280 6.559.280 4 Pakan grower - 91.226.250 91.226.250 91.226.250 91.226.250 91.226.250 5 Dedak Menir 315.000 2.679.075 2.679.075 2.679.075 2.679.075 2.679.075 6 Sisa Sayuran 67.500 472.725 472.725 472.725 472.725 472.725 7 Sisa Mie 63.000 441.210 441.210 441.210 441.210 441.210 8 Bensin 1.500.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 9 Obat-obatan 105.000 420.000 420.000 420.000 420.000 420.000 10 Jamu Herbal 300.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 11 Box pengiriman 90.000 360.000 360.000 360.000 360.000 360.000 12 Biaya Variabel Listrik 360.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 Total Biaya Variabel 23.534.100 193.732.940 193.732.940 193.732.940 193.732.940 193.732.940 Laba Kotor 57.555.900 214.355.660 197.730.660 214.355.660 197.730.660 214.355.660 b. Biaya Tetap 1 Sewa Kios - - 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2 Gaji PJ Kandang 3.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 3 Gaji Supir 3.600.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 4 Gaji karyawan kios 2.850.000 11.400.000 11.400.000 11.400.000 11.400.000 11.400.000 5 Gaji Karyawan penetasan 4.500.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 6 Biaya Sekam 600.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000

Lanjutan Lampiran 13. Proyeksi Laba Rugi Skenario II No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 7 Pemeliharaan Kandang 100.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 8 Pemeliharaan Mesin Tetas 100.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 9 Biaya Komunikasi 400.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 10 Biaya Listrik 150.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 11 Sewa mobil Pick-up 600.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 12 Gaji Pemilik 18.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 13 Pajak sepeda motor 141.750 126.000 110.250 94.500 78.750 63.000 14 Perawatan sepeda motor 60.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 15 THR karyawan 3.500.000 3.500.000 3.500.000 3.500.000 3.500.000 3.500.000 16 Biaya sapu lidi 3.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 17 Biaya kemanusiaan 300.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 18 Biaya Penyusutan 17.402.500 17.402.500 17.402.500 17.402.500 17.402.500 17.402.500 Total Biaya Tetap 55.307.250 157.174.500 159.158.750 159.143.000 159.127.250 159.111.500 Laba Bersih Sebelum Pajak 2.248.650 57.181.160 38.571.910 55.212.660 38.603.410 55.244.160 Pajak (25%) 562.163 14.295.290 9.642.978 13.803.165 9.650.853 13.811.040 Laba Bersih 1.686.488 42.885.870 28.928.933 41.409.495 28.952.558 41.433.120

Lampiran 14. Proyeksi Arus Kas (Cash Flow) Skenario II No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 A. INFLOW 1 DOD 81.090.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 2 Itik - 94.133.600 94.133.600 94.133.600 94.133.600 94.133.600 3 Itik Afkir - 16.625.000-16.625.000-16.625.000 4 Nilai Sisa - - - - - 13.840.000 Total Inflow 81.090.000 408.088.600 391.463.600 408.088.600 391.463.600 421.928.600 B. OUTFLOW a. Biaya Investasi 1 Indukan Itik 25.000.000-25.000.000-25.000.000-2 Lahan 10.000.000 - - - - - 3 Kandang besar 3.000.000 - - - - - 4 Kandang Kecil 10.000.000 - - - - - 5 Biaya pemasangan dan gali sumur 1.500.000 - - - - - 6 Mesin Pompa 1.000.000 - - - - - 7 tempat makan minum ukuran 1 liter 270.000-270.000-270.000-8 tempat makan minum ukuran 2 liter 450.000-450.000-450.000-9 Bola Lampu 160.000-160.000-160.000-10 Mesin Tetas 5.000.000 - - - - - 11 Serokan 10.000 - - 10.000 - - 12 Ember 45.000-45.000-45.000-13 Sepatu Boot 120.000-120.000-120.000-14 Meja 400.000 - - - - - 15 Kursi 200.000 - - - - - 16 Sepeda Motor 9.000.000 - - - - - Total Biaya Investasi 66.155.000-26.045.000 10.000 26.045.000 - b. Biaya Variabel 1 Pakan Pur 19.440.000 77.760.000 77.760.000 77.760.000 77.760.000 77.760.000 2 Pakan Starter (DOD) 1.653.600 6.614.400 6.614.400 6.614.400 6.614.400 6.614.400

Lanjutan Lampiran 14. Proyeksi Arus Kas (Cash Flow) Skenario II No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 3 Pakan Starter (pembesaran) - 6.559.280 6.559.280 6.559.280 6.559.280 6.559.280 4 Pakan grower - 91.226.250 91.226.250 91.226.250 91.226.250 91.226.250 5 Dedak Menir 315.000 2.679.075 2.679.075 2.679.075 2.679.075 2.679.075 6 Sisa Sayuran 67.500 472.725 472.725 472.725 472.725 472.725 7 Sisa Mie 63.000 441.210 441.210 441.210 441.210 441.210 8 Bensin 1.500.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 9 Obat-obatan 105.000 420.000 420.000 420.000 420.000 420.000 10 Jamu Herbal 300.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 11 Box pengiriman 90.000 360.000 360.000 360.000 360.000 360.000 12 Biaya Variabel Listrik 360.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 Total Biaya Variabel 23.534.100 193.732.940 193.732.940 193.732.940 193.732.940 193.732.940 c. Biaya Tetap 1 Sewa Kios - - 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2 Gaji PJ Kandang 3.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 3 Gaji Supir 3.600.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 14.400.000 4 Gaji karyawan kios 2.850.000 11.400.000 11.400.000 11.400.000 11.400.000 11.400.000 5 Gaji Karyawan penetasan 4.500.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 6 Biaya Sekam 600.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 7 Pemeliharaan Kandang 100.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 8 Pemeliharaan Mesin Tetas 100.000 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000 9 Biaya Komunikasi 400.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 10 Biaya Listrik 150.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 11 Sewa mobil Pick-up 600.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 12 Gaji Pemilik 18.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 13 Pajak sepeda motor 141.750 126.000 110.250 94.500 78.750 63.000 14 Perawatan sepeda motor 60.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 15 THR karyawan 3.500.000 3.500.000 3.500.000 3.500.000 3.500.000 3.500.000 16 Biaya sapu lidi 3.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000

Lanjutan Lampiran 14. Proyeksi Arus Kas (Cash Flow) Skenario II No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 17 Biaya kemanusiaan 300.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 Total Biaya Tetap 37.904.750 139.772.000 141.756.250 141.740.500 141.724.750 141.709.000 Total Biaya Operasional 61.438.850 333.504.940 335.489.190 335.473.440 335.457.690 335.441.940 Total Outflow 127.593.850 333.504.940 361.534.190 335.483.440 361.502.690 335.441.940 Manfaat bersih sebelum pajak (46.503.850) 74.583.660 29.929.410 72.605.160 29.960.910 86.486.660 Pajak 25 % 562.163 14.295.290 9.642.978 13.803.165 9.650.853 13.811.040 Net Benefit (47.066.013) 60.288.370 20.286.433 58.801.995 20.310.058 72.675.620 DF (DR= 5,75 %) 0,946 0,894 0,846 0,800 0,756 0,715 PV net benefit (44.506.868) 53.910.429 17.153.966 47.018.693 15.357.102 51.964.468 PV benefit/tahun 76.680.851 364.916.676 331.016.969 326.311.935 295.998.497 301.687.078 PV cost/tahun 120.656.123 298.223.264 305.709.015 268.256.086 273.344.068 239.847.450 NPV Rp106.989.779,57 PV + 185.404.660 PV - (44.506.868) Net B/C 4,16575395 IRR 97,61% Rata-rata penerimaan bersih 30.882.744 PP 2,142134797

Lampiran 15. Proyeksi Laba Rugi dan Cash Flow Nilai Sensitivitas Peningkatan Harga Pakan Pur sebesar 39 Persen PROYEKSI LABA RUGI No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 A. PENERIMAAN 1 DOD 81.090.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 2 Produk Lainnya - 110.758.600 94.133.600 110.758.600 94.133.600 110.758.600 Total penerimaan 81.090.000 408.088.600 391.463.600 408.088.600 391.463.600 408.088.600 B. PENGELUARAN a. Biaya Variabel 1 Pakan Pur 27.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 2 Biaya Variabel Lainnya 4.454.100 117.412.940 117.412.940 117.412.940 117.412.940 117.412.940 Total Biaya Variabel 31.454.100 225.412.940 225.412.940 225.412.940 225.412.940 225.412.940 Laba Kotor 49.635.900 182.675.660 166.050.660 182.675.660 166.050.660 182.675.660 b. Total Biaya Tetap 55.307.250 157.174.500 159.158.750 159.143.000 159.127.250 159.111.500 EBIT (5.671.350) 25.501.160 6.891.910 23.532.660 6.923.410 23.564.160 Pajak (25 %) - 6.375.290 1.722.978 5.883.165 1.730.853 5.891.040 EAT (5.671.350) 19.125.870 5.168.933 17.649.495 5.192.558 17.673.120 CASH FLOW No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 A. TOTAL INFLOW 81.090.000 408.088.600 391.463.600 408.088.600 391.463.600 421.928.600 B. OUTFLOW a. Total Biaya Investasi 66.155.000-26.045.000 10.000 26.045.000 - b. Biaya Variabel 1 Pakan Pur 27.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 2 Biaya Variabel Lainnya 4.454.100 117.412.940 117.412.940 117.412.940 117.412.940 117.412.940 Total Biaya Variabel 31.454.100 225.412.940 225.412.940 225.412.940 225.412.940 225.412.940 c. Total Biaya Tetap 37.904.750 139.772.000 141.756.250 141.740.500 141.724.750 141.709.000 TOTAL OUTFLOW 135.513.850 365.184.940 393.214.190 367.163.440 393.182.690 367.121.940 Net Benefit (54.423.850) 42.903.660 (1.750.590) 40.925.160 (1.719.090) 54.806.660 Pajak - 6.375.290 1.722.978 5.883.165 1.730.853 5.891.040 Net Benefit After tax (54.423.850) 36.528.370 (3.473.568) 35.041.995 (3.449.943) 48.915.620 DF (DR=5,75%) 0,946 0,894 0,846 0,800 0,756 0,715 PV Net Benefit (51.464.634) 32.664.013 (2.937.207) 28.019.948 (2.608.615) 34.975.611 NPV Rp23.499.301,5 Net B/C 1,75 IRR 30% PP 6,712

Lampiran 16. Proyeksi Laba Rugi dan Cash Flow Nilai Sensitivitas Penurunan Harga Jual DOD sebesar 8,3 Persen PROYEKSI LABA RUGI No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 A. PENERIMAAN 1 DOD 74.332.500 272.552.500 272.552.500 272.552.500 272.552.500 272.552.500 2 Produk Lainnya - 110.758.600 94.133.600 110.758.600 94.133.600 110.758.600 Total penerimaan 74.332.500 383.311.100 366.686.100 383.311.100 366.686.100 383.311.100 B. PENGELUARAN a. Total Biaya Variabel 23.534.100 193.732.940 193.732.940 193.732.940 193.732.940 193.732.940 Laba Kotor 50.798.400 189.578.160 172.953.160 189.578.160 172.953.160 189.578.160 b. Total Biaya Tetap 55.307.250 157.174.500 159.158.750 159.143.000 159.127.250 159.111.500 Laba Bersih Sebelum Pajak (4.508.850) 32.403.660 13.794.410 30.435.160 13.825.910 30.466.660 Pajak (25 %) - 8.100.915 3.448.603 7.608.790 3.456.478 7.616.665 Laba Bersih (4.508.850) 24.302.745 10.345.808 22.826.370 10.369.433 22.849.995 CASH FLOW No Uraian Tahun ke- 1 2 3 4 5 6 A. INFLOW 1 DOD 74.332.500 272.552.500 272.552.500 272.552.500 272.552.500 272.552.500 2 Produk Lainnya - 110.758.600 94.133.600 110.758.600 94.133.600 124.598.600 TOTAL INFLOW 74.332.500 383.311.100 366.686.100 383.311.100 366.686.100 397.151.100 B. OUTFLOW a. Total Biaya Investasi 66.155.000-26.045.000 10.000 26.045.000 - b. Total Biaya Variabel 23.534.100 193.732.940 193.732.940 193.732.940 193.732.940 193.732.940 c. Total Biaya Tetap 37.904.750 139.772.000 141.756.250 141.740.500 141.724.750 141.709.000 TOTAL OUTFLOW 127.593.850 333.504.940 361.534.190 335.483.440 361.502.690 335.441.940 Net Benefit (53.261.350) 49.806.160 5.151.910 47.827.660 5.183.410 61.709.160 Pajak - 8.100.915 3.448.603 7.608.790 3.456.478 7.616.665 Net Benefit After tax (53.261.350) 41.705.245 1.703.308 40.218.870 1.726.933 54.092.495 DF (DR=5,75%) 0,946 0,894 0,846 0,800 0,756 0,715 PV Net Benefit (50.365.343) 37.293.224 1.440.297 32.159.431 1.305.790 38.677.176 NPV Rp41.296.344,8 Net B/C 2,20 IRR 43% PP 4,606

Lampiran 17. Dokumentasi CV Usaha Unggas Logo CV. Usaha Unggas Tampak Luar CV. Usaha Unggas Kandang Pembesaran Kolam dan Tempat bermain itik Kandang DOD DOD itik hibrida Distribusi dengan pick up Distribusi dengan motor 118