LAPORAN AKHIR PENELITIAN Karya Tulis Ilmiah

dokumen-dokumen yang mirip
PERBANDINGAN VALIDITAS SKOR MAYO END STAGE LIVER DISEASE DAN SKOR CHILD-PUGH DALAM MEMPREDIKSI KETAHANAN HIDUP 12 MINGGU PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif (Sherlock dan Dooley,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang

BAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006).

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu

GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HATI: STUDI KASUS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. etiologi berbeda yang ada dan berlangsung terus menerus, meliputi hepatitis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO pada tahun 2002, memperkirakan pasien di dunia

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

PROFIL PASIEN SIROSIS HATI YANG DIRAWAT INAP DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE AGUSTUS 2012 AGUSTUS 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. hepatitis virus B dan C. Selain itu, faktor risiko lain yang dapat bersama-sama atau berdiri

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan. kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas

Sirosis Hepatis. Etiologi Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.

BAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan,

BAB I PENDAHULUAN. A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HATI: STUDI KASUS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RINGKASAN. Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

SIROSIS HEPATIS R E J O

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. varises pada pasien dengan sirosis sekitar 60-80% dan risiko perdarahannya

BAB 1 PENDAHULUAN. dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar

HUBUNGAN SKOR APRI DENGAN DERAJAT VARISES ESOFAGUS PASIEN SIROSIS HATI KARENA HEPATITIS B

a. Tujuan terapi.. 16 b. Terapi utama pada hepatitis B.. 17 c. Alternative Drug Treatments (Pengobatan Alternatif). 20 d. Populasi khusus

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis. Oleh Rosiana Putri, , Kelas A. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut,

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN SKOR APRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Hepatitis kronik virus B dan virus C adalah masalah kesehatan di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB IV METODE PENELITIAN. Dalam, Sub Bagian Gastroenterohepatologi.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan. penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

Pengukuran Hipertensi Portal dengan Metode Invasive (HVPG) dan Non Invasive (Fibroscan, Spleen size)

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan. menyumbang 1,5-2% dari berat tubuh manusia (Ghany &

HUBUNGAN NILAI PROTHROMBIN TIME DAN ALBUMIN DENGAN STAGING PASIEN SIROSIS HEPATIS DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR PERIODE JANUARI DESEMBER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dan perawatan orang sakit, cacat dan meninggal dunia. Advokasi,

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Bagian/SMF Obstetri Ginekologi dan poliklinik/bangsal

BAB I PENDAHULUAN. limfoid, dan sel neuroendocrine. Dari beberapa sel-sel tersebut dapat berubah

portal, ascites, spontaneous bacterial peritonitis (SBP), varises esofagus, dan ensefalopati hepatik (EASL, 2010). Menurut Doubatty (2009)

LAPORAN KASUS: SIROSIS HEPATIS CASE REPORT: LIVER CIRRHOSIS

PREDIKTOR PROGNOSIS JANGKA PENDEK PENDERITA SIROSIS HATI DEKOMPENSATA Menggunakan Skor Child Pugh dan Skor Model of End Stage Liver Disease

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta

BAB I PENDAHULUAN. Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) yang semakin meningkat

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. FAKTOR RISIKO KEMATIAN PENDERITA SIROSIS HATI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG TAHUN

DEFENISI Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilang nya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. umum disebabkan peningkatan enzim liver. Penyebab yang mendasari fatty liver

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Sirosis diberikan pertama kali oleh Laennec tahun 1819,

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT SANTO YUSUP BANDUNG TAHUN 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

FAKTOR RISIKO TERKAIT PERDARAHAN VARISES ESOFAGUS BERULANG PADA PENDERITA SIROSIS HATI

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang

HEPATITIS DR.H.A.HAMID HASAN INTERNA FK.UNMAL

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Infeksi dengue merupakan penyakit akut yang. disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini dikenal

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Etiologi Alkohol Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis. Obat-obatan Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

"' ' '''l$'-zfi'mei. 1nn. Editdi: SltiNurdianah FufutBayupurnamn. InnaEaruda. llotelyugyakarta. 'ir

Evidence Based Case Report Manfaat Klonidin pada Pasien Sirosis Hepatis dengan Asites

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk. 19 Sirosis hati merupakan

BAB I PENDAHULUAN. hati. Deskripsi sirosis hati berkonotasi baik dengan status pato-fisiologis

BAB I PENDAHULUAN. kasus. Kematian yang paling banyak terdapat pada usia tahun yaitu

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (

KARAKTERISTIK KLINIS PASIEN KARSINOMA HEPATOSELULER: STUDI KASUS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian Ilmu Penyakit Dalam.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirosis hati (SH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN HEMATOLOGI RUTIN, TES FUNGSI HATI, DAN TES FUNGSI GINJAL PADA PASIEN PREEKLAMPSIA, EKLAMPSIA, DAN HIPERTENSI GESTASIONAL DI RS

Transkripsi:

PERBANDINGAN VALIDITAS MADDREY S DISCRIMINANT FUNCTION DAN SKOR CHILD-PUGH DALAM MEMPREDIKSI KETAHANAN HIDUP 12 MINGGU PADA PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS LAPORAN AKHIR PENELITIAN Karya Tulis Ilmiah Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Pelengkapi Persyaratan dalam Menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran Disusun oleh: MELIA SETIAWATI NIM : G2A005126 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 1

LEMBAR PENGESAHAN PERBANDINGAN VALIDITAS MADDREY S DISCRIMINANT FUNCTION DAN SKOR CHILD-PUGH DALAM MEMPREDIKSI KETAHANAN HIDUP 12 MINGGU PADA PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS Yang Disusun Oleh : MELIA SETIAWATI G2A 005 126 Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang pada tanggal 24 Agustus 2009 dan telah diperbaiki sesuai dengan saran-saran yang diberikan. TIM PENGUJI LAPORAN AKHIR PENELITIAN Penguji, Ketua Penguji, (dr. K. Heri Nugroho HS,Sp.PD) Dr. Noor Wijayahadi,M.Kes, PhD NIP. 132.316.268 NIP. 132.149.104 Pembimbing I, Pembimbing II, (dr.hery Djagat P., Sp.PD-KGEH) (dr.agung Prasetyo, Sp.PD) NIP. 140.318.599 NIP.140.355.275 2

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... ABSTRAK... i ii iii vi vii BAB 1. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 3 1.3. Tujuan Penelitian... 3 1.4. Manfaat Penelitian... 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 5 2.1. Tinjauan Teoritik... 5 2.1.1. Sirosis Hepatis... 5 2.1.1.1. Klasifikasi... 6 2.1.1.2. Manifestasi Klinis... 7 2.1.1.3. Gambaran Laboratorium... 8 2.1.1.4. Diagnosis... 9 2.1.1.5. Komplikasi... 10 2.1.1.6. Tatalaksana... 10 2.1.2. Prognosis... 11 2.1.3. Perangkat Prognostik... 13 3

2.1.3.1. Skor Child-Pugh... 13 2.1.3.2. Maddrey s Discriminant Function... 15 2.2. Kerangka Teori... 17 BAB 3. METODE PENELITIAN... 18 3.1. Ruang Lingkup Penelitian... 18 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian... 18 3.3. Jenis Penelitian... 18 3.4. Populasi dan Sampel Penelitian... 18 3.5. Definisi Operasional... 20 3.6. Cara Pengumpulan Data... 22 3.7. Alur Penelitian... 23 3.8. Analisis Data... 23 BAB 4. HASIL PENELITIAN... 24 4.1. Karakteristik Responden... 24 4.2. Skor Child-Pugh... 25 4.3. Skor MDF... 27 4.4. Uji Diagnostik... 27 BAB 5. PEMBAHASAN... 29 5.1. Karakteristik Responden... 29 5.2. Skor Child-Pugh... 29 5.3. Skor MDF... 31 5.4. Uji Diagnostik... 31 5.5. Keterbatasan Penelitian... 32 4

BAB 6. SIMPULAN DAN SARAN... 33 6.1. Simpulan... 33 6.2. Saran... 33 DAFTAR PUSTAKA... 34 LAMPIRAN... 37 5

DAFTAR TABEL Tabel 1. Skor Child-Pugh Tabel 2. Interpretasi Skor Child-Pugh Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Distribusi jenis kelamin pada pasien Sirosis Hepatis Distribusi umur pada pasien Sirosis Hepatis Kategori Skor Child-Pugh Kategori Bilirubin Kategori Albumin Kategori INR Kategori Ensefalopati Hepatikum Kategori Ascites Kategori Skor MDF Uji diagnostik skor Child-Pugh Uji diagnostik skor MDF 6

Perbandingan Validitas Skor Maddrey s Discriminant Function dan Skor Child-Pugh dalam Memprediksi Ketahanan Hidup 12 Minggu pada Pasien dengan Sirosis Hepatis Melia Setiawati 1 Agung Prasetyo 2 Hery Djagat P 3 ABSTRAK Latar Belakang : Prediksi terhadap ketahanan hidup jangka pendek pada pasien sirosis hepatis sangatlah penting untuk menentukan derajat beratnya penyakit dan menentukan prioritas pasien yang akan menjalani terapi intervensi. Untuk itu diperlukan suatu perangkat prognostik yang akurat. Beberapa perangkat prognostik yang dapat digunakan adalah skor Child-Pugh dan skor MDF. Kedua skor tersebut perlu diuji validitasnya dalam memprediksi ketahanan hidup pasien sirosis hepatis. Tujuan : Membandingkan tingkat validitas skor Child-Pugh dan skor MDF dalam memprediksi ketahanan hidup 12 minggu pada pasien dengan sirosis hepatis. Metode : Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan jumlah sample 50 orang. Data diambil dari catatan medik pasien sirosis hepatis yang dirawat karena sirosis dekompensata di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang, usia > 14 tahun, terdiagnosis sirosis hepatis melalui pemeriksaan Ultrasonografi. Dari data tersebut dihitung skor Child-Pugh dan skor MDF kemudian dievaluasi ketahanan hidup setelah 12 minggu penghitungan skor. Untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas dilakukan perhitungan menggunakan tabel 2x2. Hasil : Dari 50 responden didapatkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki dan usia terbanyak antara 51-61 tahun. Sensitivitas skor Child-Pugh 72,41%, spesifisitasnya 57,14%, nilai duga positif 70%, dan nilai duga negatif 60%. Sensitivitas skor MDF 46,67%, spesifisitasnya 50%, nilai duga positif 58,33%, dan nilai duga negatif 38,46%. Simpulan : Pada penelitian ini, tingkat validitas skor Child-Pugh lebih tinggi dari skor MDF. Kata Kunci : sirosis hepatis, skor Child-Pugh, skor MDF, ketahanan hidup 12 minggu, prognosis, validitas 1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro 2,3 Staf Pengajar bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro 7

The Comparison Between Validity of Maddrey s Discriminant Function Score and Child-Pugh Score for Predicting 12-weeks Survival in Hepatic Cirrhosis Patients Melia Setiawati 1 Agung Prasetyo 2 Hery Djagat P 3 ABSTRACT Background : Predicting short-term mortality of cirrhosis patients is important for assessing prognosis and predict survival following intervention therapy. Valid prognostic modality is needed for that intention. Some prognostic modalities that can be used are Child-Pugh score and MDF score. The validity for predicting short-term prognostic of cirrhosis between these scores need to be compare. Objective : to compare the validity of Maddrey s Discriminant Function Score and Child-Pugh Score for predicting 12-weeks survival in hepatic cirrhosis patients. Methods : This diagnostic test research used 50 patients. The data were taken from medical records of cirrhosis patients in Dr. Kariadi Hospital Semarang with characterized by >14 years old, diagnose of cirrhosis by USG, and suffering decompensated cirrhosis. Child-Pugh score and MDF score were calculated based on the data. The condition of the patients was evaluated 12 weeks after calculated the scores. Table 2x2 used to calculate the sensitivity, specificity, positive predictive value, and negative predictive value. Results : The sensitivity of Child-Pugh score is 72,41%, the specificity is 57,14%, positive predictive value is 70%, and negative predictive value is 60%. The sensitivity of MDF score is 46,67%, the specificity is 50%, positive predictive value is 58,33%, and negative predictive value is 38,46%. Conclusions : In this research, the validity of Child-Pugh score is higher than MDF score. Key word : hepatic cirrhosis, Child-Pugh score, MDF score, 12-weeks survival, prognosis, validity 1 Student of Medical Faculty of Diponegoro Univesity, Semarang 2,3 Lecturer Staff Department of Internal Medicine Medical Faculty of Diponegoro University, Semarang 8

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sirosis hepatis adalah adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir dari fibrosis hepatik yang berlangsung kronik dan progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukkan nodulus regeneratif. Secara klinis, sirosis hepatis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata yang berarti belum ada gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis dekompensata yang ditandai dengan gejala klinis yang nyata. 1,2 Dahulu, sirosis hepatis dianggap sebagai kelainan yang ireversibel. Akan tetapi dalam perkembangannya, apabila etiologi dari sirosis berhasil diatasi, fibrosis hepar yang terjadi masih dapat bersifat reversibel. Beberapa tindakan intervensi juga telah dikembangkan dalam pengelolaan sirosis hepatis untuk mencegah progresivitas dari penyakit ini. 1,3 Setiap tahun, sepuluh persen pasien sirosis hepatis kompensata dapat menjadi dekompensata. Oleh karena itu, perlu diketahui dan dipahami faktor prognosis yang mempengaruhi perubahan tersebut. Perangkat prognostik yang dapat menilai derajat beratnya penyakit juga diperlukan untuk menentukan prioritas pasien yang akan menjalani terapi intervensi sperti transplantasi. Perangkat prognostik yang dapat digunakan antara lain skor Child-Pugh dan skor Maddrey s Discriminant Function (MDF). 4 9

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk tujuan menilai derajat beratnya penyakit dengan menggunakan perangkat prognostik, diantaranya: 1. B Angermayr et al (2003) : penelitian ini bertujuan untuk membandingkan validitas skor Child-Pugh dengan skor Mayo End-Stage Liver Disease (MELD) untuk memprediksi prognosis pasien sirosis hepatis yang menjalani Tranjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS). Dari hasil penelitian tersebut, meskipun skor MELD lebih banyak dipakai untuk memprediksi angka ketahanan hidup pasien sirosis pasca TIPS, namun uji statistik menunjukan baik skor MELD maupun skor Child-Pugh mempunyai akurasi yang sama. 5 2. P Langlet : Maddrey s Discriminant Function (MDF) digunakan untuk menilai prognosis pada pasien hepatitis alkoholik. Angka diatas 32 menunjukkan derajat penyakit yang berat dengan nilai mortalitas yang tinggi. 6 3. Ima Nugraheni Pratamayanti (2007) : penelitian ini bertujuan untuk menilai ketahanan hidup pasien sirosis hepatis dengan menggunakan skor MDF. Hasil penelitian menunjukkan ketahanan hidup pasien sirosis hepatis dengan skor MDF>32 lebih buruk daripada pasien sirosis hepatis dengan skor MDF 32. 7 Skor Child-Pugh memiliki variabel yang berupa bilirubin, albumin, INR atau PT, ascites, dan ensefalopati hepatik dapat digunakan untuk menilai prognosis pasien dengan penyakit hepar kronik terutama sirosis hepatis. Saat ini 10

skor Child-Pugh digunakan untuk menilai staging secara klinis pada sirosis hepatis dan ketahanan hidup jangka panjang pasien sirosis hepatis. 5,6 MDF memiliki variabel yang berupa Plasma Protrombine Time (PT) dan bilirubin digunakan sebagai perangkat prognostik untuk menilai prognosis pasien hepatitis alkoholik. MDF berhasil baik memprediksi angka ketahanan hidup jangka pendek pada pasien hepatitis alkoholik. Oleh karena tujuan awalnya adalah untuk menilai prognosis hepatitis alkoholik, maka belum diketahui sensitivitas dan spesifisitas MDF dalam menilai prognosis jangka pendek sirosis hepatis. 7,8 1.2. Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Bagaimanakah perbandingan validitas antara skor Child-Pugh dengan skor Maddrey s Discriminant Function dalam memprediksi angka ketahanan hidup 12 minggu pada pasien dengan sirosis hepatis? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Umum Mengetahui perbandingan validitas skor Child-Pugh dan Maddrey s Discriminant Function dalam menilai angka ketahanan hidup 12 minggu pada pasien dengan sirosis hepatis. 11

1.3.2. Khusus 1. Menilai validitas skor Child-Pugh dalam memprediksi angka ketahanan hidup 12 minggu pada pasien dengan sirosis hepatis. 2. Menilai validitas MDF dalam memprediksi angka ketahanan hidup 12 minggu pada pasien dengan sirosis hepatis. 3. Menilai perbandingan validitas antara skor Child-Pugh dan MDF dalam memprediksi ketahanan hidup 12 minggu pada pasien dengan sirosis hepatis. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Mendapatkan informasi mengenai perbandingan validitas antara skor Child- Pugh dan MDF dalam memprediksi angka ketahanan hidup 12 minggu pada pasien dengan sirosis hepatis. 2. Skor MDF dengan cara perhitungan yang mudah dan praktis diharapkan dapat merupakan salah satu perangkat prognostik dalam memperkirakan ketahanan hidup pasien sirosis hepatis. 3. Memberikan informasi yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TINJAUAN TEORITIK 2.1.1. SIROSIS HEPATIS Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung kronik dan progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Nekrosis parenkim hepar, nodul regenerasi, dan deposit jaringan ikat akan selalu ada pada semua pasien sirosis walaupun etiologi yang mendasarinya berbeda. 2,9 Gambaran klinis sirosis hepatis diakibatkan oleh perubahan patologis dan menggambarkan beratnya kerusakan hepar. Grading dan staging digunakan untuk mengevaluasi sampel biopsi hepar. Grading menunjukkan beratnya aktivitas penyakit hepar, sedangkan staging menunjukkan perjalanan penyakit yaitu akut/kronik, presirosis/sirosis/end-stage liver disease. 1 Secara klinis, sirosis hepatis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata yang berarti belum ada gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis dekompensata yang ditandai dengan gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan sering sukar dibedakan secara klinis. Pemerikasaan biopsi hepar perlu dilakukan untuk membedakan keduanya. 2 13

2.1.1.1. Klasifikasi Sirosis hepatis diklasifikasikan berdasar: 2,4,9 1. Morfologi: a. makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm) b. mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) c. campuran 2. Etiologi a. alkoholik b. kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis) c. biliaris d. kardiak e. metabolik, penyakit keturunan, dan terkait obat f. Nonalcoholic steatohepatitis g. Gangguan imunitas Di negara barat, etiologi sirosis hepatis yang tersering adalah akibat alkoholik, sedangkan di Indonesia terutama adalah akibat infeksi virus Hepatitis B dan C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus Hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus Hepatitis C sebesar 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus non B-non C. Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya. 2 14

2.1.1.2. Manifestasi Klinis Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga terkadang ditemukan saat pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis kompensata bersifat non spesifik seperti perasaan mudah lelah dan lemas, mual dan muntah, anoreksia, berat badan berkurang, dan pada laki-laki dapat terjadi impotensi, testis mengecil, sampai hilangnya dorongan seksualitas. Gejala-gejala lebih menonjol jika sudah terjadi sirosis dekompensata, terutama bila muncul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi, gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus, muntah darah, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. 1,2 Temuan klinis pada pasien sirosis meliputi erithema palmaris, spider angiomata, gynaecomastia, atrofi testis, kontraktur Dupuytren, foetor hepatikum, ikterus, batu pada vesika felea, diabetes melitus, dan tanda-tanda hipertensi porta seperti splenomegali, asites, varises esophagus, dan caput medusae. 2,9 Pada sebagian besar pasien sirosis, ukuran hepar membesar dan dapat diraba di bawah costal margin. Hepar yang mengecil dan keras merupakan tanda pada sirosis yang sangat lanjut. Nodul regeneratif dapat teraba pada sirosis makronodular. 9 15

Sesuai dengan konsensus Baveno IV, sirosis hepatis dapat diklasifikasikan menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan perdarahan varises, yaitu: a. Stadium 1 : tidak ada varises, tidak ada ascites b. Stadium 2 : varises tanpa ascites c. Stadium 3 : ascites dengan atau tanpa varises d. Stadium 4 : perdarahan dengan atau tanpa ascites Stadium 1 dan 2 dikategorikan sebagai kelompok sirosis kompensata, sementara stadium 3 dan 4 dalam kelompok sirosis dekompensata. 10 2.1.1.3. Gambaran Laboratorium Tes fungsi hati pada pasien sirosis hepatis dapat memberikan gambaran Aspartat Aminotransferase (AST) dan Alanin Aminotransferase (ALT) yang meningkat tetapi tidak begitu tinggi. Namun, bila ditemukan transaminase normal tidak menghilangkan kemungkinan adanya sirosis hepatis. Oleh karena itu pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan yang spesifik. Alkali fosfatase dan Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) juga meningkat tetapi tidak khas. Kadar bilirubin meningkat terutama pada sirosis dekompensata. Albumin yang disintesis di jaringan hepar menurun konsentrasinya sesuai dengan perburukan sirosis. Kadar globulin meningkat, natrium serum menurun, dan terjadi kelainan hematologi. Prothrombin Time memanjang pada sirosis dan peningkatannya mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hepar. 2 16

Kadar asam empedu termasuk salah satu tes faal hepar yang peka untuk mendeteksi kelainan hepar secara dini. Pada penderita dengan sirosis hepatis, terdapat peningkatan kadar asam empedu puasa lebih dari 10 Umol/L. Telah dinyatakan dalam penelitian bahwa kadar asam empedu merupakan tes faal hepar yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. 11 Pemeriksaan radiologis barium meal digunakan untuk memastikan adanya hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) digunakan secara rutin karena pemeriksaannya mudah dan non invasif, walaupun sensitivitasnya kurang. Pada sirosis lanjut, dengan USG dapat dilihat hepar mengecil, nodular, permukaan ireguler, dan ada peningkatan ekogenisitas parenkim hati. Selain itu, USG juga dapat digunakan untuk melihat ascites, splenomegali, trombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hepar pada pasien sirosis. CT-scan dapat memberi informasi yang sama dengan USG sehingga tidak rutin dilaksanakan mengingat biaya yang relatif mahal. MRI juga tidak dipakai untuk memeriksa sirosis karena peranannya belum jelas selain biaya yang mahal. 2 2.1.1.4. Diagnosis Diagnosis sirosis hepatis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik, laboratorium, dan USG. Biopsi hati dan peritoneoskopi kadang diperlukan untuk kasus-kasus tertentu karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif dengan sirosis dini. Untuk sirosis dekompensata, diagnosis tidak sulit dilakukan karena gejala dan tanda klinis sudah tampak nyata dengan adanya komplikasi. 2 17

2.1.1.5. Komplikasi Komplikasi yang sering dijumpai pada pasien sirosis hepatis antara lain peritonitis bakterial spontan, Sindroma Hepatorenal, varises esofagus, ensefalopati hepatikum, dan Sindroma Hepatopulmonal. Peritonitis bakterial spontan terjadi karena infeksi cairan ascites tanpa infeksi intraabdomen. Pada sindroma hepatorenal terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum dan kreatinin tanpa kelainan primer pada ginjal. Varises esofagus merupakan salah satu menifestasi hipertensi porta yang menimbulkan angka kematian tinggi meskipun sudah dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini. Ensefalopati hepatik merupakan kelainan neuropsikiatri, mula-mula terjadi gangguan tidur dan dapat timbul gangguan kesadaran sampai koma. Pada sindroma Hepatopulmonal ditemukan hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal. 2 2.1.1.6. Tatalaksana Etiologi sirosis mempengaruhi tatalaksana yang diberikan. Terapi ditujukan untuk mengurangi progresivitas penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hepar, serta pencegahan dan penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis juga tergantung pada manifestasi klinis yang timbul, usia, gambaran histopatologis, dan modalitas terapi yang tersedia. Tatalaksana sirosis kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hepar. Sedangkan terapi definitif untuk pasien sirosis dekompensata adalah transplantasi hepar. Namun sebelum dilakukan transplantasi hepar ada 18

beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dulu. Untuk itu, diperlukan penentuan prognosis yang akurat sehingga dapat dilakukan pada saat yang tepat. 1,2 2.1.2. PROGNOSIS Sirosis hepatis biasanya dianggap sebagai perubahan yang ireversibel, tetapi fibrosis bisa mengalami regresi seperti yang terlihat dalam hemokromatosis dan penyakit Wilson. Dengan terapi, pengurangan progresivitas sirosis dapat terlihat. Perbaikan hasil oleh karana transplantasi hepar menekankan perlunya membuat prognosis tepat pada pasien sehingga pembedahan dapat dilakukan pada waktu terbaik. 4 Prognosis pasien sirosis hepatis kompensata mempunyai harapan hidup lebih lama, bila tidak berkembang menjadi sirosis dekompansata. Diperkirakan harapan hidup 10 tahun pasien sirosis kompensata sekitar 47%. Sebaliknya, pasien sirosis dekompensata, mempunyai harapan hidup hanya sekitar 16% dalam waktu 5 tahun. 10 Prognosis sirosis hepatis dipengaruhi oleh: 1. Etiologi : dari penelitian disebutkan sirosis hepatis alkoholik mempunyai prognosis lebih baik daripada sirosis hepatis makronodular primer lainnya karena dengan penghentian konsumsi alkohol, progresivitas penyakit juga akan berkurang. 11 2. Jika sirosis dekompensata terjadi setelah perdarahan, infeksi, atau alkoholisme, maka prognosis akan lebih baik daripada jika terjadi sirosis dekompensata spontan karena faktor-faktor pencetusnya dapat dikoreksi. 4 19

3. Prothrombine Time yang memanjang menunjukkan prognosis sirosis hepatis yang makin buruk karena mencerminkan fungsi sintesis hepar yang makin berkurang. 2 4. Ikterus pada sirosis hepatis menunjukkan kelainan yang serius. Ikterus disebabkan karena kegagalan fungsi hepar untuk mengekskresikan bilirubin direk dan indirek. Tingkat ikterus pada sirosis hepatis menunjukkan tingkat keparahan penyakitnya. 11 5. Ascites adalah penimbunan cairan pada ruang peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Timbulnya ascites pada penderita sirosis hepatis mempunyai prognosis yang jelek, terutama untuk ascites yang resisten terhadap pengobatan medikamentosa. 11 6. Ukuran hepar yang kecil menunjukkan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan hepatomegali. Pada hepatomegali, hepar mengandung lebih banyak nodul sel regeneratif dibandingkan pada hepar yang mengecil. Hepar yang mengecil ditemukan pada stadium lanjut sirosis hepatis. 1,11 7. Komplikasi neurologis yang timbul karena kerusakan hepatosit mempunyai prognosis yang buruk. 11 8. Hipoalbuminemia kurang dari 2,5gr% mempunyai prognosis yang buruk. Penyebab hipoalbuminemia adalah penurunan sintesis, hemodilusi, dan menurunan sekresi albumin. 11 9. Hiponatremia kurang dari 120 meq/l mempunyai prognosis yang buruk. 10 20

10. Hipotensi persisten dengan sistolik kurang dari 100 mmhg mempunyai prognosis yang buruk. 11 11. Perubahan histologi hepar bermanfaat dalam mengevaluasi luas nekrosis dan infiltrat peradangan. Perlemakan hepar berespon baik terhadap terapi. 4 12. Kadar transaminase dan globulin tidak berhubungan langsung dengan prognosis. Pada sirosis hepatis yang lanjut ada kemungkinan fluktuasi AST dan penurunan ALT. 11 2.1.3. PERANGKAT PROGNOSTIK 2.1.3.1. Skor Child-Pugh Skor Child-Pugh atau sering disebut juga skor Child-Turcotte-Pugh digunakan untuk menilai prognosis pasien dengan penyakit hepar kronik terutama sirosis hepatis. Meskipun pada awalnya skor ini hanya digunakan untuk memprediksi mortalitas pasien selama menjalani pembedahan, saat ini skor Child- Pugh digunakan untuk menilai prognosis yang diperlukan untuk transplantasi hepar serta staging secara klinis pada sirosis hepatis. Skor Child-Pugh A menunjukkan sirosis hepatis kompensata, sedangkan B menunjukkan sirosis hepatis dekompensata. 12,13 21

Tabel 1. Skor Child-Pugh 12,14 Faktor Poin 1 Poin 2 Poin 3 Bilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3 (mmol/l) <34 34-50 >50 Serum albumin (gr/l) >3,5 2,8-3,5 <2,8 INR <1,7 1,7-2,2 >2,2 atau PPT 1-3 4-6 >6 Ascites (-) Dengan perbaikan Refrakter Ensefalopati hepatik (-) Dengan perbaikan Refrakter Tabel 2. Interpretasi Skor Child-Pugh Poin Klas 1-year Survival 2-year Survival 5-6 A 100% 85% 7-9 B 81% 57% 10-15 C 45% 35% Variabel-variabel yang digunakan untuk perhitungan skor Child-Pugh bukan spesifik marker untuk menggambarkan fungsi sintesis dan eliminasi hepar. Perubahan serum albumin dapat menunjukkan peningkatan permeabilitas vaskuler karena sepsis dan ascites. Demikian juga peningkatan bilirubin dapat disebabkan oleh kegagalan fungsi ginjal, proses hemolisis, atau sepsis. Akan tetapi, secara 22

umum, skor Child-Pugh dapat menilai kondisi umum pasien sirosis dan menilai perubahan multiorgan yang disebabkan oleh sirosis hepatis. 15 Penelitian-penelitian sebelumnya membuktikan bahwa skor Child-Pugh dapat digunakan sebagai perangkat prognostik pada kejadian ascites, ruptur varises esofagus, sirosis alkoholik, sirosis hepatis terkait hepatitis C, sirosis biliaris primer, primary sclerosing cholangitis, dan sindrom Budd-Chiari. 15 Kelemahan skor Child-Pugh : Oleh karena kelima variabel yang digunakan dalam skor Child-Pugh dipilih secara empiris, maka tidak semua variabel tersebut merupakan variabel independen terhadap prediksi prognosis. Nilai cut-off untuk tiap variabel juga ditetapkan secara empiris sehingga belum dapat mencakup semua kemungkinan. Sebagai contoh, pasien dengan nilai bilirubin 100 mmol/l disamakan poinnya dengan pasien dengan nilai bilirubin 51mmol/L. 15 2.1.3.2. Maddrey s Discriminant Function (MDF) MDF digunakan sebagai perangkat prognostik untuk menilai prognosis pasien hepatitis alkoholik. MDF berhasil baik dalam memprediksi angka mortalitas jangka pendek (30 hari) pada pasien hepatitis alkoholik. Nilai MDF di atas 32 menunjukkan penyakit yang berat dengan angka kematian jangka pendek yang tinggi. MDF juga berguna untuk menentukan tatalaksana yang tepat bagi pasien hepatitis alkoholik sesuai dengan derajat penyakitnya. Nilai MDF di atas 23

32 juga menunjukkan perlunya pemberian terapi kortikosteroid atau pentoxyfiline untuk mengurangi kematian. 6,16 Dari hasil penelitian sebelumnya telah diketahui sensitivitas dan spesifisitas skor MDF dalam memprediksi kematian 30 hari pada pasien hepatitis alkoholik yaitu sebesar 86% dan 48%. Oleh kerena tujuan awal perhitungan skor MDF adalah untuk menilai prognosis hepatitis alkoholik, maka belum diketahui nilai sensitivitas dan spesifisitasnya dalam menilai prognosis sirosis hepatis. 16 Keunggulan skor MDF dibandingkan dengan skor Child-Pugh adalah semua variabel pada skor MDF dapat diperiksa dengan objektif sedangkan pada skor Child-Pugh terdapat pengukuran yang sangat tergantung subjektivitas pemeriksa yaitu pemeriksaan ensefalopati dan ascites. 17 Bila dibandingkan dengan skor MELD, skor MDF mempunyai keunggulan karena rumus perhitungannya yang lebih mudah dan sederhana. Baik skor MELD maupun MDF telah dibuktikan sebagai prediktor yang baik dalam menilai prognosis kematian jangka pendek pada pasien hepatitis alkoholik. 16,18 Rumus Maddrey s Discriminant Function : 4,6 x [PPT-kontrol PPT] + bilirubin total (mg/dl) 24

2.2. KERANGKA TEORI SIROSIS HEPATIS KOMPENSATA DEKOMPENSATA Kegagalan fungsi hati Hipertensi porta Ikterus Edema Koagulopati Ascites Ensefalopati Splenomegali Varises Gastroesofageal Faktor-faktor Prognostik PERANGKAT PROGNOSTIK KOMPLIKASI KEMATIAN Penyebab lain: Infeksi, penyakit kardiovaskuler, kegananasan SKOR CHILD-PUGH SKOR MDF Bilirubin Serum Albumin INR Ascites Ensefalopati PPT Bilirubin 25