PERAN NORMATIF AHLI FORENSIK DALAM PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam menilai kekuatan pembuktian alat-alat bukti yang ada, dikenal

PERAN NORMATIF AHLI FORENSIK DALAM PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

KEJAKSAAN NEGERI JAKARTA PUSAT UNTUK KEADILAN SURAT DAKWAN

Monitoring Persidangan Pembunuhan Munir

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB III PENUTUP. Berdasarkan pembahasan diatas Pembuktian Cyber Crime Dalam. di dunia maya adalah : oleh terdakwa.

BAB V PENUTUP. pertanggungjawaban pidana, dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

PERANAN VISUM ET REPERTUM PADA KASUS PEMBUNUHAN OLEH IBU TERHADAP ANAK (BAYI)

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana.

PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB I PENDAHULUAN. proses acara pidana di tingkat pengadilan negeri yang berakhir dengan pembacaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT. Program Studi Ilmu Hukum

BAB I PENDAHUUAN. lainya, mengadakan kerjasama, tolong-menolong untuk memperoleh. pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama.

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

ALAT BUKTI SAH SURAT: PENEMUAN, PEMBUKTIAN, DAN KETERTERIMAAN Budi Sampurna 1

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. perampokan dan lain-lain sangat meresahkan dan merugikan masyarakat. Tindak

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

P U T U S A N Nomor : 99/Pid.B./2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN BAGI PENUNTUT UMUM DALAM MELAKUKAN PENUNTUTAN DILIHAT DARI PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA

P U T U S A N. Nomor :170/Pid/2014/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar

P U T U S A N Nomor : 108/Pid.B./2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENGADILAN TINGGI MEDAN

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PENGANIAYAAN. Zulaidi, S.H.,M.Hum

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

PENGADILAN TINGGI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

Halaman 1 dari 12 Putusan Nomor : 173/Pid.B/2014/PN.Bkn

BAB I PENDAHULUAN. matinya orang misalkan pembunuhan, aparat kepolisian sebagai penyidik yang

Lex Administratum, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu kehidupan yang adil dan makmur bagi warganya berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

KEWENANGAN PENYIDIK POLISI TERHADAP PEMERIKSAAN HASIL VISUM ET REPERTUM MENURUT KUHAP 1. Oleh : Yosy Ardhyan 2

BAB III KEDUDUKAN REKAMAN CCTV SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PUTUSAN PENGADILAN. PUTUSAN Nomor : 105/PID/B/2015/PN.BDG. : Encep Rustian Bin Eman Sulaiman

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan hukum yang berkaitan dengannya. Anak yang secara harfiah

P U T U S A N Nomor 192/PID.SUS/2015/PT.PBR

Penulisan Hukum (Skripsi)

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang penting bagi sebuah kemajuan bangsa.seiring dengan

P U T U S A N EKSAMINASI PUBLIK ATAS PROSES HUKUM KASUS PEMBUNUHAN MUNIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum, sesuai Pasal 1 ayat (3)

P U T U S A N. Nomor : 646/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB II. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP. yang dibuat tertulis dengan mengingat sumpah jabatan atau dikuatkan dengan

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

TINJAUAN YURIDIS PERANAN BUKTI FORENSIK DAN LAPORAN INTELEJEN PADA TAHAP PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERORISME DI KOTA MEDAN (STUDI DI POLRESTA MEDAN)

Transkripsi:

PERAN NORMATIF AHLI FORENSIK DALAM PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan program studi Strata I pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Oleh : INTAN PUTRI HERMANTO C100130267 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017 1

i 2

ii 1

1 iii

PERAN NORMATIF AHLI FORENSIK DALAM PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peran ahli forensik dalam penyelesaian perkara pidana, bantuan dan kedudukan ahli forensik dalam penyelesaian perkara pidana, dalam penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis-normative, karena penelitian mengkaji peran normatif dari ahli forensik dalam penyelesaian perkara pidana, yang dalam kajiannya dengan menggunakan sumber data sekunder dalam bentuk peraturan perundangan dan keputusan pengadilan.penelitian ini menggunakan putusan pengadilan No. 2554 K/Pid.Sus/2011, putusan pengadilan No. 109 PK/Pid/2007 dan putusan No. 178/Pid.Sus-ITE/2015/PT.BDG.Hasil penelitian tentang pengaturan dan jenis ahli forensik dapat dilihat pada KUHAP, Staatsblad no 350 tahun 1937, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 10 tahun 2009 dan Perkap no 12 tahun 2011 tentang kedokteran kepolisian. Kata kunci: ahli forensik, penyelesaian perkara pidana ABSTRACT This study aims to determine the extent to which the role of forensic experts in solving criminal cases, the help and the position of forensic experts in solving criminal cases, in this study using a form of juridical-normative, because research examines the normative role of forensic experts in solving criminal cases, which in studies using secondary data sources in the form of legislation and court decisions. This study uses a court decision No. 2554 K / Pid.Sus / 2011, the court ruling No. 109 PK / Pid / 2007 and the decision No. 178 / Pid.Sus-ITE / 2015 / PT.BDG. Results of research on the setting and type of forensic experts could be seen in the Criminal Procedure Code, the State Gazette No. 350 of 1937, Police Chief Regulation of the Republic of Indonesia Number 10 of 2009 and the Regulation No. 12 of 2011 on medical police. Keywords: forensic experts, the completion of the criminal case 1. PENDAHULUAN Dalam menilai kekuatan pembuktian alat- alat bukti yang ada, dikenal beberapa sistem atau teori pembuktian.pembuktian yang didasarkan melulu kepada alat-alat pembuktian yang disebut sistem atau teori pembuktian berdasar undangundang secara positif (positief wettelijk bewijstheorie).dikatakan secara positif, 1

karena hanya berdasarkan pada undang-undang melulu. Artinya, jika terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat- alat bukti yang disebut oleh undang- undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori pembuktian formal (formale bewijstheorie). 1 Pasal 183 KUHAP berbunyi sebagai berikut: 2 Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinana bahwa suatu tindak pidana benar benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Menilik dari rumusan yang terdapat dalam KUHAP maka dapat disimpulkan apabila hakim dapat menjatuhkan pidana jika minimal ada dua alat bukti yang sah, dimana alat bukti tersebut menguatkan sangkaan yang telah diberikan pada terdakwa. Penjelasan mengenai alat bukti yang sah menurut KUHAP terdapat pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang menyebutkan: (1) Alat bukti yang sah ialah: (a) Keterangan saksi, (b) Keterangan ahli, (c)surat, (d) Petunjuk dan (e) Keterangan terdakwa. Salah satu unsur penting dalam penyidikan adalah adanya saksi ahli. Saksi ahli yang dimaksudkan sebagai ilmuwan yang melakukan pemeriksaan dan mengemukakan pendapat (kesimpulan) tentang bekas fisik dan mengelola untuk menemukan bekas psikis tersebut serta hal ini bisa merupakan salah satu dasar untuk membantu pembuktian dari terdakwa atas kasus yang akan diusut di pengadilan. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti 1 Andi Hamzah, 2008,Hukum Acara Pidana Indonesia, Bandung : Sinar Grafika, Hal 251 2 Op.cit, hal 254 2

yang dibenarkan undang-undang dan boleh di pergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan. 3 Banyaknya saksi ahli yang terlibat dalam pembuktian kasus pidana seperti yang sedang ramai di bicarakan oleh masyarakat akhir-akhir ini mengenai sidang pembunuhan I Wayan Mirna Salihin oleh terdakwa Jessica Kumala Wongso.Beberapa saksi ahli yang sudah didatangkan oleh kedua belah pihak untuk menguatkan sangkaan mereka, seperti yang terjadi pada sidang lanjutan kasus tewasnya I Wayan Mirna Salihin kembali digelar dengan terdakwa Jessica di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (15/8/2016). Kali ini, tim jaksa penuntut menghadirkan saksi ahli dari Psikolog dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Antonia Ratih Anjayani. 4 Pemeriksaan pendahuluan dan tahap pemeriksaan lanjutan di sidang pengadilan, bantuan dari seorang ahli sangat dibutuhkan dalam suatu proses pemeriksaan perkara pidana. Seorang ahli mempunyai peran dalam hal membantu aparat penegak hukum yang berwenang untuk membuat terang suatu perkara pidana, dengan cara mengumpulkan bukti bukti yang berkaitan dengan bidang ahlinya, dan memberikan petunjuk yang lebih kuat dan lebih mengarah kepada siapa pelaku tindak pidana tersebut, serta memberikan bantuan bagi hakim untuk menjatuhkan putusan dengan tepat terhadap perkara yang diperiksanya. 5 Untuk dapat memperjelas masalah skripsi ini agar pembahasannya lebih terarah dan efisien maka rumusan masalahnya yaitu (1) Bagaimana pengaturan 3 M. Yahya Harahap, 2006, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Penyidikan dan Penuntutan Jakarta : Sinar Grafika, Hal 273 4 http://sumut.pojoksatu.id/2016/08/15/keterangan-saksi-ahli-dari-psikolog-klinis-rscm-sudutkanjessica/ 5 Amelia Fransiska Rompas, KAJIAN YURIDIS PASAL 134 KUHAP TENTANG BEDAH MAYAT DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA, Lex et Societatis, Vol. III/No.1/Jan-Mar 2015, hal 1 3

hukum yang mengatur tentang ahli forensik? (2) Bagaimanakah bantuan dan kedudukan ahli forensik dalam penyelesaian perkara pidana dalam putusan pengadilanno. 109 PK/Pid/2007, putusan pengadilan No. 178/Pid.Sus- ITE/2015/PT.BDG dan putusanno. 2554 K/Pid.Sus/2011? Tujuan penelitian ini adalah memperlajari dan memperdalam hal-hal yang selama ini dipelajari agar lebih memahami maksud dan tujuan seorang ahli forensik. Maka berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Untuk mengetahui bagaimana kedudukan ahli forensik dalam penyelesaian perkara pidana. (2) Untuk mengetahui bantuan apa saja yang dapat diberikan ahli forensic dalam proses penyelesaian perkara pidana. Manfaat penelitian ini adalah diharapkan dapat menambah khanasah keilmuan dalam bidang hukum pidana khususnya mengenai ahli forensic dan diharapkan dapat memberikan gambaran tentang porsi ahli forensic dalam penyelesaian perkara pidana. Kerangka pemikiran ini berasal dari kekuatan pembuktian yang dilakukan oleh seorang ahli forensik yang terdapat dalam pasal 184 ayat (1) KUHP.Pembuktian yang diberikan oleh seorang ahli adalah secara lisan atau tertulis yang dimana pembuktian tersebut digunakan di pengadilan untuk penjatuhan vonis bagi seorang terdakwa. 2. METODE PENELITIAN Metode pendekatan yang digunakan adalah metode Normatif yang hanya mengenal data sekunder saja, yang terdiri dari: bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, maka dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum tersebut tidak bisa melepaskan diri dari berbagai penafsiran yang dikenal 4

dalam ilmu hukum. 6 Bentuk penelitian ini demikian karena penelitian mengkaji peran normatif dari ahli forensik dalam penyelesaian perkara pidana, yang dalam kajiannya dengan menggunakan sumber data sekunder dalam bentuk peraturan perundangan dan putusan pengadilan.penelitian demikian oleh Peter Mahmud Marzuki 7 disebut dengan penelitian hukum dengan pendekatan perundang undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) dalam putusan pengadilan No. 2554 K/Pid.Sus/2011, putusan pengadilan No. 109 PK/Pid/2007 dan putusan No. 178/Pid.Sus-ITE/2015/PT.BDG. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pengaturan Hukum Ahli Forensik Ahli forensik mempunyai pengertian yang terdapat dalam pasal 1 angka 28 KUHAP yang artinya adalahketerangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Ahli forensik merupakan ahli yang dapat dimintai keterangan untuk membuat terang perkara sehingga bisa menemukan kebenaran materiil. Pengaturan hukum mengenai ahli forensik terdapat dalam KUHAP, Staatsblad No.350 tahun 1937, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor12 tahun 2011 tentang kedokteran kepolisian. 6 Amuruddin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,hal 163 7 Peter Mahmud Marzuki, 2013, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, edisi revisi, hal 136 dan 158 5

3.2 Bantuan dan Kedudukan Ahli Forensic dalam Penyelesaian Perkara Pidana dalam Putusan Pengadilan No. 109 PK/Pid/2007, Putusan Pengadilan No. 178/Pid.Sus-ITE/2015/PT.BDG dan Putusan Pengadilan No. 2554 K/Pid.Sus/2011 Dekripsi kasus: 3.2.1 Putusan pengadilan No. 109 PK/Pid/2007 Perkara pidana dalam peninjauan kembali yang memutuskan dalam perkara pidana atas nama Pollycarpus Budihari Priyanto, yang didakwa melakukan pembunuhan terhadap Munir S.H, Ketua Dewan Pengurus Kontras Dan Direktur Eksekutif Imparsial. Dakwaan pertama dikenakan Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Terdakwa memulai aksinya dengan meminta perubahan tugas penerbangan sebagai extra crewyang bersamaan dengan keberangkatan Munir ke Belanda, sedangkan jadwal tugas terdakwa pada tanggal 5 september 2004 sampai dengan 9 september 2004 seharusnyalah berangkat ke Peking, China, namun kemudian dirubah pada tanggal 6 september 2001 yang di buat oleh Rohainil Aini dengan alasan yang dikemukakan Terdakwa saat itu adalah karena adanya tugas dari saksi Remelgia Anwar selaku Vice President Coorporate Security PT. Garuda padahal sebenarnya penugasan tersebut tidak pernah ada.tanggal 6 September 2004 Terdakwa pergi ke Singapura dengan menumpang pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-974, pesawat yang sama dengan korban Munir S.H. Setelah melakukan check in terdakwa mengahampiri Munir S.H sambil menyapa dan menanyakan tempat duduk yang ditunjukkan oleh Munir S.H seat numbernya yakni nomor 40G. Terdakwa kemudian menawarkan tempat duduknya kepada Munir S.H di bussines class nomor 3K yang dimaksudkan untuk mempermudah Terdakwa melaksanakan rencananya 6

untuk menghilangkan nyawa Munir S.H dimana di bussines class tersebut hanya terdapat 18 tempat duduk. Untuk menghilangkan kecurigaan orang lain, Terdakwa kemudian memberitahukan kepada saksi Brahmanie Hastawati selaku purser pesawat tersebut perihal perubahan fasilitas tempat duduk Terdakwa di Bussines class kemudian saksi Brahmanie Hastawati memepersilahkan terdakwa untuk kembali ke tempat duduk terdakwa di Premium Class. Beberapa saat kemudian sebelum pesawat tinggal landas Saksi Oedi Riyanto sebagai pramugara pun melaksanakan tugasnya menyiapkan welcome drink kepada para penumpang termasuk Munir SH. Ketika saksi Oedi Riyanto sedang menyiapkan welcome drink tersebut terdakwa segera beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju pantry di dekat bar premium yang bertujuan untuk memasukkan sesuatu ke dalam minuman orange juice yang akan di hidangkan kepada Munir SH, terdakwa tahu bahwa Munir SH tidak minum alcohol sedangkan minuman yang disajikan sebagai welcome drink hanyalah orange juice dan wine. Penerbangan yang berlangsung selama kurang lebih 120 (seratus dua puluh) menit maka pada pukul 23.32 WIB pesawat mendarat di bandara Changi Singapura dan transit kurang lebih 1 jam 13 menit. Selanjutnya Munir S.H yang kembali naik pesawat harus duduk pada seatnya sendiri di nomor 40 G economy class dan pada pukul 00.45 waktu Singapura, tanggal 7 September 2004 pesawat tinggal landas dari bandara Changi Singapura. Setelah 3 (tiga) jam kemudian setelah take off dari Singapura tersebut saksi Pantun Martondang selaku pilot mendapat laporan dari purser Madjib R 7

Nasution bahwa korban Munir S.H sakit dan sudah di tangani oleh dr. Tarmidzi. Saat itu korban Munir SH diputuskan dibawa ke business class untuk dibaringkan oleh saksi dr.tarmidzi. Namun, 2 jam sebelum mendarat, saksi Pantun Martondang kembali menerima laporan dari purser Mujib Nasution bahwa korban Munir S.H telah meninggal dunia, yang selanjutnya saksi Pantun Martondang selaku pilot mengundang dr. Tarmidzi untuk mendapat penjelasan bahwa saudara Munir S.H menderita sakit perut dan mentaber yang beberapa saat setelah mendapat laporan bahwa korban MUNIR S.H meninggal dunia dan dibuatkan surat kematian. Hasil Visum et Repertum dari kasus Munir yang dibuat pro justisia dari Kementrian Kehakiman lembaga Forensik Belanda tanggal 13 Oktober 2004 yang ditandatangani oleh dr.robert Visser, dokter dan patolog bekerjasama dengan dr.b Kubat, menerangkan tentang telah dilakukannya pemeriksaan atau autopsi mayat atas nama Munir S.H berlangsung dari tanggal 8 September 2004 sampai dengan tanggal 13 Oktober 2004 dengan kesimpulan bahwa pada Munir S.H, umur 38 tahun, terjadinya kematian dapat dijelaskan disebabkan oleh karena pada pemeriksaan toksikologi ditemukan konsentrasi arsen sangat meningkat di dalam darah, konsentrasi arsen meningkat di dalam urin dan konsentrasi arsen sangat meningkat di dalam isi lambung. Dalam melakukan analisis terhadap akibat kematian seseorang, seorang ahli patologi forensik melakukannya dengan mengambil sedikit cairan atau jaringan dalam tubuh seperti di dalam lambung atau urin untuk mengetahui dan membuktikan zat apa yang terkandung dalam tubuh sehingga menyebabkan kematian. 8

3.2.2 Putusan No. 178/Pid.Sus-ITE/2015/PT.BDG Terdakwa bernama Wisni Yetti binti H. Jasran. Kejadian berawal tahun 2008 ketika saksi Harry Budiman, saudara dari terdakwa, membuatkan akun facebook untuk Wisni Yetti dengan maksud dan tujuan supaya terdakwa dapat berkomunikasi dijejaring sosial dengan sesama pengguna akun facebook. Seiring berjalannya waktu Terdakwa sering menggunakan akun facebooknya untuk berinteraksi di dunia maya yang kemudian pada bulan Januari 2011 terdakwa teringat teman lamanya yaitu Nugraha Mursyid yang dikenal terdakwa saat masih bersekolah di SMP Negeri I Solok, Sumatra Barat dimana terdakwa merupakan kakak kelas dari Nugraha Mursyid. Terdakwa kemudian mengirimkan pertemanan di facebook kepada Nugraha Mursyid dan kemudian terjadilah komunikasi yang intens antara terdakwa dengan Nugraha Mursyid yang berkomitmen dalam melakuan percakapan dalam bentuk tulisan chatting di akun facebook masing-masing. Dengan adanya komitmen antara kedua belah pihak tersebut sejak bulan Januari 2011 sampai dengan oktober 2011 terdakwa melakukan komunikasi yang begitu intens dengan Nugraha Mursyid dimana dalam isi percakapanya terdapat perkataan atau kalimat yang memuat pelanggaran kesusilaan, karena didalam isi percakapan antara terdakwa dan Nugraha Mursyid menggambarkan hubungan badan layaknya suami istri. Perbuatan terdakwa dan Nugraha Musyid baru diketahui oleh H. Haska Etika, suami dari terdakwa Wisni Yetti, pada tanggal 6 Oktober 2011 pada saat membuka handphone milik terdakwa dan melihat percakapan antara terdakwa dengan Nugraha Mursyid yang isi percakapannya sayang istriku sambil 9

mencium dengan bahasa (muuuuach) jika saya harus menghubungi kamu melalui telepon papih akan keluar rumah untuk melakukan komunikasi sama kamu, selanjutnya H. Haska Etika memberi tahu saksi Harry Budiman untuk mengakses akun facebook milik Terdakwa yang ternyata didalam pesan masuk atau inbox facebook milik terdakwa terdapat percakapan yang menggambarkan hubungan badan layaknya suami istri yang selanjutnya suami dari terdakwa melaporkan perbuatan terdakwa ke Polda Jawa Barat untuk di proses secara hukum. Perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Nugraha Mursyid diatur dan diancam pidana dalam Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.Dalam Putusan No.178/Pid.Sus-ITE/2015/PT.BDG, pihak kepolisian juga melibatkan seorang ahli forensik cyber crime, bukan untuk melakukan suatu kejahatan namun untuk mengungkap sebuah kejahatan. Ahli forensik cyber crime yang membantu pihak kepolisian berasal dari mabes polri.pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan berita acara hasil pemeriksaan forensik atas barang bukti digital/dokumen elektronik/informasi elektronik dari Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus No.47-III-2014-CYBER tanggal 10 Maret 2014. 3.2.3 Putusan Pengadilan No. 2554 K/Pid.Sus/2011 Dalam putusan ini perkaranya telah sampai di tingkat kasasi dengan terdakwa yang bernama Samad bin Raba, bertempat lahir di Bulukumba (Batu, 10

Kecamatan Herlang), umur 42 tahun, yang sebelumnya mendapatkan putusan dari Pengadilan Negeri Bulukumba Nomor 16/PID.B/2011/PN.BLK. Terdakwa pada hari minggu, tanggal 23 mei 2010 kira-kira pada pukul 02.00 WITA merasa gelisah dalam tidurnya dan tiba-tiba terbangun sembari mengambil sebilah parang yang terletak di bawah tempat tidurnya. Terdakwa yang merasa gelisah langsung berteriak meminta pertolongan dan teriakan tersebut didengar oleh saksi Ati Binti Lebu, saksi Kardi Bin Samad dan korban mati perempuan Panno binti Kareta,namun saat saksi Ati bin Lebu melihat terdakwa Samad berada di ruang makan sambil mengayun-ayunkan parang yang kemudian menyerang saksi Ati dan mengenai bagian tubuh Ati di lengan sebelah kiri sebanyak 1 (satu) kali, 1 (satu) kali di pundak sebelah kiri, 1 (satu) kali pada bagian pundak sebelah kanan, 1 (satu) kali pada kepala bagian belakang sebelah kanan dan 1 (satu) kali pada kepala bagian belakang sebelah kiri. Kemudian saksi selanjutnya yaitu Kardi bin Samad yang melihat terdakwa menganiaya saksi Ati berusaha menolong saksi Ati dengan cara menarik tangan saksi Ati namun saksi Kardi juga terkena ayunan parang dari terdakwa yang mengenai kepala bagian belakangnya.korban mati merupakan mertua terdakwa, saksi Ati merupakan istri terdakwa dan saksi Kardi merupakan anak terdakwa. Dalam putusan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Bulukumba, Nomor: 16/Pid.B/2011/PN.BLK tanggal 20 april 2011 atas nama terdakwa Samad Bin Raba merupakan putusan pembebasan tidak murni (lepas dari segala tuntutan). Putusan tersebut didasarkan pada pendapat hakim Pengadilan 11

Negeri Bulukumba yang menilai bahwa walaupun perbuatan Terdakwa Samad bin Raba telah terbukti secara sah menurut hukum sebagaimana Dakwaan Penuntut Umum. Namun terdapat alasan pemaaf sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 44 ayat (1) KUHP yang berbunyi Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit tidak dapat dipidana. Hal tersebut didasarkan pada fakta persidangan antara lain keterangan ahli dari dr.theodorus Singara Sp.KJ (K) selaku dokter ahli (spesialis) Kesehatan Jiwa/Psikiater pada rumah sakit khusus Daerah (RSKD) Provinsi Sulawesi Selatan yang diberikan di bawah sumpah di depan persidangan. Dalam itu juga terdapat sebuah alat bukti surat yang dihadirkan di depan persidangan berupa surat keterangan ahli kedokteran jiwa (Visum et Repertum Psychiatricum) Nomor: 431.617893/X/2010 tanggal 19 oktober 2010 yang dibuat sekaligus ditandatangani oleh dokter Theodorus Singara, Sp.KJ (K) selaku dokter ahli (spesialis) kesehatan jiwa/psikiater pada rumah sakit Khusus Daerah (RSKD) provinsi Sulawesi Selatan berupa surat-surat yang berisi rekam medic pasien Samad bin Raba.Visum et Repertum Psychiatricumitu menerangkan bahwa setelah melakukan pemeriksaan psikiatrik dan observasi terhadap terdakwa ditemukan adanya ganggungan jiwa berat berupa Psikosa Non Organik YTT (yang tidak tergolong), sehingga terperiksa menunjukkan unsur-unsur ketidakmampuan untuk bertanggungjawab atas perbuatannya. 12

4. PENUTUP 4.1 Kesimpulan Ahli forensik memiliki peran penting dalam penyelesaian perkara pidana.maka wajar kiranya jika diterapkan aturan-aturan untuk seorang ahli forensik tersebut.pengaturan dan pengertian tentang ahli forensik sudah ada sejak jaman dahulu.hal itu di buktikan dengan adanya Staatsblad No. 350 tahun 1937 yang menjelaskan tentang pengertian ahli forensik. Selain tercantum dalam Staatsblad No. 350 tahun 1937, pengaturan hukum tentang ahli forensik juga terdapat dalam KUHAP, Perkap Nomor 10 tahun 2009 dan Perkap Nomor 12 tahun 2012. Dalam putusan No. 2554 K/Pid.Sus/2011, putusan pengadilan No. 109 PK/Pid/2007 dan putusan No. 178/Pid.Sus-ITE/2015/PT.BDG peran ahli forensik di butuhkan dalam pengungkapan suatu perkara pidana, antara lain ahli pantologi yaitu seorang ahli yang memeriksa penyebab kematian seseorang dengan cara meneliti cairan apa yang ada di dalam lambung, lalu ahli psikologi yaitu bidang keahlian yang mempelajari tentang ilmu jiwa manusia tentang dapat dikatakan normal tidaknya manusia berdasarkan kejiwaan yang dimiliki seorang individu tersebut dan seorang ahli Informasi Teknologi dan Elektronik (ITE) dimana ahli tersebut mempelajari tentang kejahatan yang terjadi didunia maya melalui media elektronik seperti telepon seluler dan personal computer (PC). 4.2 Saran Pertama, diberikannya mata kuliah tambahan mengenai ahli forensikuntuk para mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Surakarta karena selain tindak kejahatan yang semakin berkembang, suatu penguasaan tentang ilmu tertentu tidak 13

menghalangi siapapun untuk bersaksi dan memberikan keterangan di Pengadilan untuk membantu penyelesaian suatu perkara pidana. Kedua, ditambahnya saksi-saksi ahli secara gratis yang dimulai dari tingkat pengadilan pertama untuk membantu pihak-pihak yang memliki kemampuan ekomoni rendah dan seperti yang kita tahu bahwa mendatangkan saksi ahli memerlukan biaya yang tidak sedikit terlebih dengan saksi ahli yang telah memiliki jam terbang tinggi. Persantunan Penulis mempersembahkan skripsi ini kepada orang tua dan adik yang telah memberikan dukungan dan doa yang selalu mengiringi langkah penulisbeserta teman-teman yang membantu dan menemani penulis dalam menyelesaikan skirpsi ini. DAFTAR PUSTAKA Buku-buku Asikin, A. d. 2012. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hamzah, A. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Grafika. Harahap, M. Y. 2006. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika. Marzuki, P. M. 2013. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group edisi revisi. Soemitro, R. H. 1990. Metodologi penelitian hukum dan Jurumetri. Jakarta: Ghalia Indonesia. 14

Jurnal Rompas, A. F. (Jan-Mar 2015). KAJIAN YURIDIS PASAL 134 KUHAP TENTANG BEDAH MAYAT DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA. Lex et Societatis, Vol. III/No.1, hal 1. Internet http://sumut.pojoksatu.id/2016/08/15/keterangan-saksi-ahli-dari-psikolog-klinisrscm-sudutkan-jessica/ 15