PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik. gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. tersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk yang tidak dapat dibatasi

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN JUMLAH LIMFOSIT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA. Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan Nasional Bangsa Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang. kebutuhan dasar manusia termasuk di bidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 3 METODE PENELITIAN. untuk melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2008). Pada penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. gangguan jiwa dari yang ringan hingga berat. cukup besar (Kulik & Mahler et al, 1989; dalam DiMatteo,

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan,

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

Bab 5. Ringkasan. Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. terpisah. Rentang sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis. Rentang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan anak telah mengalami pergeseran yang sangat mendasar, anak sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. muncul dalam masyarakat, diantaranya disebabkan oleh faktor politik, sosial

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT GADING CEMPAKA GRAHA PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. membuat arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit ini juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam pendidikan, pekerjaan dan pergaulan (Keliat, 2006). Menurut

Bab 1. Sebelum Perang Dunia (PD) II, kebanyakan orang Jepang tinggal dalam satu atap

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

Transkripsi:

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : ESTI PERDANA PUSPITASARI F 100 050 253 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan gangguan fungsi otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antar pribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang panca indra).(priyanto, 2007) Terjadinya perang, konflik, lilitan krisis ekonomi berkepanjangan merupakan salah satu pemicu yang memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia. Gangguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran berupa disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai antara lain oleh gejala gangguan pemahaman (delusi waham) gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi serta dijumpai daya nilai realitas yan terganggu yang ditunjukan dengan perilaku-perilaku aneh (bizzare). Gangguan ini dijumpai rata-rata 1-2% dari jumlah seluruh penduduk di suatu wilayah pada setiap waktu dan terbanyak mulai timbul (onset) nya pada usia 15-35 tahun. Bila angkanya 1 dari 1.000 penduduk saja yang menderita gangguan tersebut, di Indonesia bisa mencapai 200-250 ribu orang penderita dari jumlah tersebut bila 10% nya memerlukan rawat inap di rumah sakit jiwa berarti dibutuhkan setidaknya 20-25 ribu tempat tidur (hospital bed) Rumah sakit jiwa yang ada saat ini hanya cukup merawat penderita gangguan jiwa tidak lebih dari 2

8.000 orang. Jadi perlu dilakukan upaya diantaranya program intervensi dan terapi yang implentasinya bukan di rumah sakit tetapi dilingkungan masyarakat (community based psyciatric services) penambahan jumlah rumah sakit jiwa bukan lagi menjadi prioritas utama karena pengembangan program kesehatan jiwa masyarakat (deinstitutionalization) adalah yang diutamakan. Telah banyak ditemukan obat-obatan psikofarmaka yang efektif yang mampu mengendalikan gejala gangguan pada penderitanya, artinya dengan pemberian obat yang tepat dan memadai penderita gangguan jiwa berat, cukup berobat jalan. Sebenarnya kondisi di banyak negara berkembang termasuk Indonesia lebih menguntungkan dibandingkan negara maju, karena dukungan keluarga (primary support groups) yang diperlukan dalam pengobatan gangguan jiwa berat ini lebih baik dibandingkan di negara maju. Stigma terhadap gangguan jiwa berat ini tidak hanya menimbulkan konsekuensi negatif terhadap penderitanya tetapi bagi juga anggota keluarga, meliputi sikap-sikap penolakan, penyangkalan, disisihkan, dan diisolasi. Penderita gangguan jiwa mempunyai risiko tinggi terhadap pelanggaran hak asasi manusia.(priyanto, 2007) Kecenderungan itu tampak dari banyaknya pasien yang menjalani rawat inap maupun rawat jalan di RS Grhasia Yogyakarta dan RS Sardjito Yogyakarta. Pada dua rumah sakit tersebut penderita gangguan jiwa terus bertambah sejak tahun 2002 lalu. Pada tahun 2003 saja jumlahnya mencapai 7.000 orang, sedang pada 2004 naik menjadi 10.610 orang. Sebagian dari penderita menjalani rawat jalan, dan penderita yang menjalani rawat inap mencapai 678 orang pada 2003 dan meningkat menjadi 1.314 orang pada tahun 2004. Pada tahun 2008 penderita 3

gangguan jiwa tidak lagi didominasi kalangan bawah, tetapi kalangan mahasiswa, pegawai negeri sipil, pegawai swasta, dan kalangan professional. Kepala staf medik fungsional jiwa RS Sardjito Yogyakarta, Prof.Dr. Suwadi menjelaskan, pada tahun 2003 jumlah penderita gangguan jiwa yang dirawat inap sebanyak 371 pasien. Tahun 2004 jumlahnya meningkat menjadi 433 pasien. Jumlah itu, belum termasuk penderita rawat jalan di poliklinik yang sehari-hari rata-rata 25 pasien. Demikian juga di propinsi Sumatera Selatan, gangguan kejiwaan dua tahun terakhir ini menunjukkan kecenderungan peningkatan. Beban hidup yang semakin berat, diperkirakan menjadi salah satu penyebab bertambahnya penderita gangguan jiwa. Kepala Rumah Sakit Jiwa (RSJ) daerah Propinsi Sumatera Selatan menjelaskan, setahun ini jumlah penderita gangguan jiwa yang ditangani di RSJ mengalami peningkatan 10-15% dibandingan dengan tahun sebelumnya. Kecenderungannya, kasus-kasus psikotik tetap tinggi, disusul kasus neurosis yang cenderung meningkat, rekam medis di RSJ Sumsel mencatat, jumlah penderita yang dirawat meningkat dari jumlah 4.101 orang (2003) menjadi 4.384 orang (2004). Dari keseluruhan jumlah penderita yang dirawat selama 2004, sebanyak 1.872 pasien diantaranya dirawat inap di RSJ itu. Sebanyak 1.220 orang adalah sebagai pasien lama yang sebelumnya pernah dirawat.(kesehatan online, 2008, http://www.warmasif.co.id/kesehatanonline) Catatan medik ruangan Jiwa Rumah Sakit Dr.Moch. Ansyari Saleh Banjarmasin, dalam kurun waktu januari sampai desember 2004, jumlah penderita 4

skizofrenia keseluruhan 971 orang. Hal ini menunjukkan bahwa penderita yang menderita skizofrenia memiliki kecenderungan kekambuhan sehingga ia harus mengalami perawatan kembali di rumah sakit. Hal ini juga disebabkan kurangnya kunjungan dari keluarga. Maka dari itu peran serta keluarga adalah satu usaha untuk mengurangi angka kekambuhan penderita skizofrenia. Mengingat keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan sehat sakit penderita. Umumnya, keluarga meminta bantuan tenaga kesehatan jika mereka tidak sanggup lagi merawatnya. Oleh karena itu, perawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan penderita, tetapi bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi kesehatan dalam keluarga tersebut (Anna K, dalam Nurdiana, 2007). Sedikitnya 20% penduduk dewasa di Indonesia pada tahun 2007 menderita gangguan jiwa, dengan empat jenis penyakit langsung yang ditimbulkannya yaitu depresi, penggunaan alkohol, gangguan bipolar, dan skizofrenia. Berdasarkan studi pendahuluan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada tanggal 25 November 2008 jumlah penderita gangguan mental pasien skizofrenia jumlah penderita gangguan mental rawat inap pada 3 bulan terakhir (April, Mei, Juni), sebanyak 209 orang, dimana 122 berjenis kelamin laki-laki dan 87 orang adalah perempuan. Berdasarkan status pasien skizofrenia yang mengalami depresi sebanyak 112 orang. Angka kejadian skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta menjadi jumlah kasus terbanyak dengan jumlah 1,893 pasien dari 2.551 pasien yang tercatat dari jumlah seluruh pasien pada tahun 2005, itu berarti 72,7% dari jumlah kasus yang ada, skizofrenia hebefrenik 471, 5

paranoid 648, tak khas 317, akut 231, katatonia 95, residual 116, dalam remisi 15 (Rekam Medik RSJD, 2008). Keluarga merupakan unit paling dekat dengan penderita, dan merupakan perawat utama bagi penderita. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau perawatan yang diperlukan penderita di rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit akan sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan penderita harus dirawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal perawatan di tumah sakit akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat penderita di rumah sehingga kemungkinan kambuh dapat dicegah. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya kekambuhan penderita skizofrenia adalah kurangnya peran serta keluarga dalam perawatan terhadap anggota keluarga yang menderita penyakit tersebut. Salah satu penyebabnya adalah karena keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku penderita di rumah. Keluarga jarang mengikuti proses keperawatan penderita karena jarang mengunjungi penderita di rumah sakit, dan tim kesehatan di rumah sakit juga jarang melibatkan keluarga (Anna K, dalam Nurdiana, 2007). Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Kebutuhan fisik (sandang, pangan, papan), kebutuhan sosial (pergaulan, pengakuan, sekolah, pekerjaan) dan kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan religiusitas, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi masalah, baik ringan maupun berat. Pada saat menghadapi masalah seseorang akan mencari 6

dukungan sosial dari orang-orang di sekitarnya, sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan di cintai. Contoh nyata yang paling sering dilihat dan dialami adalah bila ada seseorang yang sakit dan terpaksa dirawat di rumah sakit, maka sanak saudara ataupun teman-teman biasanya datang berkunjung. Dengan kunjungan tersebut maka orang yang sakit tentu merasa mendapat dukungan sosial. Dukungan sosial (social support) didefenisikan oleh Kuntjoro (2005) sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkahlaku penerimanya. Dalam hal ini, orang yang merasa memperoleh dukungan sosial secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Pendapat senada dikemukakan juga oleh Sarason (Kuntjoro, 2005) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Cobb yang mendefinisikan dukungan sosial sebagai adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima kondisinya, dukungan sosial tersebut diperoleh dari individu maupun kelompok. Menurut Eli, dkk (2008) dukungan sosial merupakan ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis yang didapat lewat 7

pengetahuan bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai oleh orang lain dan ia juga merupakan anggota dalam suatu kelompok yang berdasarkan kepentingan bersama. Dukungan sosial bersumber antara lain : orangtua, saudara kandung, anak-anak, kerabat, pasanga hidup, sahabat, rekan kerja, atau juga dari tetangga. Dukungan tersebut biasanya diinginkan dari orang-orang yang signifikan seperti keluarga, saudara, guru, dan teman, dimana memiliki derajat keterlibatan yang erat. Selain itu, dukungan sosial merupakan pemberian hiburan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diterima seseorang dari orang lain atau kelompoknya. Penderita gangguan jiwa sering mendapatkan stigma dan diskriminasi yang lebih besar dari masyarakat disekitarnya dibandingkan individu yang menderita penyakit medis lainnya. Hal ini tampak lebih jelas dialami oleh penderita skizofrenia, mereka sering mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi, misalnya perlakuan kekerasan, diasingkan, diisolasi atau dipasung. Mereka sering sekali disebut sebagai orang gila (insanity atau madness). Perlakuan ini disebabkan karena ketidaktahuan atau pengertian yang salah dari keluarga atau anggota masyarakat mengenai skizofrenia. Hal itu menyebabkan penderita skizofrenia yang sudah sehat memiliki kecenderungan untuk mengalami kekambuhan lagi sehingga membutuhkan penanganan medis dan perlu perawatan di Rumah Sakit Jiwa lagi. Dari beberapa uraian diatas yang dikemukakan oleh penulis yaitu bahwa penderita skizofrenia yang mendapatkan dukungan keluarga mempunyai kesempatan berkembang kearah positif secara maksimal, sehingga 8

penderita skizofrenia akan bersikap positif, baik terhadap dirinya maupun lingkungannya karena keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal. Dengan dukungan keluarga yang seimbang bagi penderita skizofrenia diharapkan baginya agar dapat meningkatkan keinginan untuk sembuh dan memperkecil kekambuhannya. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis membuat rumusan masalah yaitu Bagaimana peran keluarga terhadap penanganan penderita skizofrenia?, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Peran Dukungan Keluarga pada Penanganan Penderita Skizofrenia B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang peran dukungan keluarga pada penanganan penderita skizofrenia yang telah mendapatkan perawatan medis di Rumah Sakit Jiwa, kembali dalam keluarga sehingga meminimalisir kekambuhan dan masuk lagi ke RSJ. C. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Bagi orangtua penderita skizofrenia, penelitian diharapkan dapat menambah pegetahuan dan informasi dalam rangka untuk memberikan dukungan pada keluarga yang terkena penyakit skizofrenia 2. Bagi tenaga medis di RSJ, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang dukungan sosial yang diperlukan pada penderita 9

skizofrenia, sehingga tenaga medis di RSJ dapat memberikan masukan pada keluarga penderita skizofrenia tentang peran dukungan keluarga seperti apa yang harus keluarga berikan untuk membantu kesembuhan penderita skizofrenia. 3. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat memberikan informasi pada masyarakat mengenai peran dukungan keluarga yang seperti apa yang bisa membantu kesembuhan pada penderita skizofrenia. 4. Bagi Pembaca, penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada pembaca tentang peran dukungan keluarga pada penanganan penderita skizofrenia. D. Keaslian Penelitian 1. Diah Widodo (2002) dengan judul Hubungan tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan penderita gangguan jiwa di rumah dan tingkat penerimaan keluarga terhadap frekuensi kekambuhan di RSJ pusat Lawang dan RSJ daerah Surabaya. Penelitian ini adalah penelitian korelasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan tingkat penerimaan keluarga terhadap penderita gangguan jiwa dengan frekuensi kekambuhan 2. Nurdiana, Syafwani, Umbranshah (2005) dengan judul Hubungan peran serta keluarga terhadap tingkat kekambuhan penderita skizofrenia di RS Dr. Moch Ansyari Saleh Banjarmasin. Penelitian ini adalah penelitian korelasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara peran serta keluarga terhadap tingkat kekambuhan pasien skizofrenia. 10