BAB 1 PENDAHULUAN. kurang berfungsinya lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat, seperti posyandu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memprihatinkan karena mengancam kualitas sumber daya manusia yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan berat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyelenggaraan pembangunan kesehatan dasar terutama ibu, bayi dan anak balita

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Balita termasuk

BAB I PENDAHULUAN. (pos pelayanan terpadu) di wilayah kerja Puskesmas Tampaksiring I sesuai data

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara keseluruhan. Guna. mendukung pertumbuhan dan perkembangan balita, orang tua perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pembangunan kesehatan, yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

GAMBARAN PEMANFAATAN KMS OLEH KADER POSYANDU BALITA SEHAT DI DUSUN BEDOYO KIDUL,DESA BEDOYO, KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita adalah masa yang membutuhkan perhatian lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan. kualitas sumberdaya manusia yang mengoptimalkan potensi tumbuh kembang

BETTY YULIANA WAHYU WIJAYANTI J.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan yang strategis serta

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari

BAB 1 PENDAHULUAN. satunya adalah melalui pelayanan kesehatan di posyandu. Kegiatan-kegiatan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IPENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Balita menjadi istilah umum bagi anak dengan usia dibawah 5 tahun (Sutomo

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ismawati tahun 2010 (dalam Ariyani dkk, 2012), posyandu

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. antara delapan tujuan yang dituangkan dalam Millennium Development Goals

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu ukuran fisik. penduduk (Depkes, 2004). Guna menyukseskan hal tersebut maka

BAB I PENDAHULUAN. target Millenium Depelopment Goals (MDGs) Dimana angka kematian bayi

BAB I PENDAHULUAN. Usia antara 0-5 tahun adalah merupakan periode yang sangat penting

BAB 1 GAMBARAN PROGRAM PUSKESMAS KALIPARE TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan ibu. Posyandu dicanangkan tahun 1986, jumlah posyandu di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan puskesmas (Permenkes RI,2014). Angkat Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberdayaan masyarakat atau kader posyandu (Depkes, 2007). Menurut MDGs (Millenium Development Goals) di tingkat ASEAN, AKB

MOTIVASI BIDAN DESA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS BERGAS, KABUPATEN SEMARANG. Natalia Desty Kartika Sari

BAB I PENDAHULUAN. Peran serta masyarakat di bidang kesehatan sangat besar. Wujud nyata

Sekilas tentang POKJANAL POSYANDU Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu, Kemenkes RI, 2011

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS KEPANJEN Jalan Raya Jatirejoyoso No. 04 Telp. (0341) Kepanjen

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB 1 PENDAHULUAN. dan terdepan dalam mewujudkan komitmen peningkatan mutu pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya bayi dan balita. Tujuan Posyandu adalah menunjang penurunan Angka

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan,

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Kader Kesehatan Dengan Pelayanan Posyandu

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi saat hamil, bersalin atau dalam 42 hari setelah persalinan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun menitikberatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (SDKI) tahun 2012 adalah 40 kematian per 1000 kelahiran hidup. Di Provinsi

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 46

BAB I PENDAHULUAN. utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. 1 Keadaan gizi yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Kader merupakan tenaga non kesehatan yang menjadi. penggerak dan pelaksana kegiatan Posyandu. Kader merupakan titik sentral dalam

Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan Volume 14, Juli 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan wahana pemberdayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia masih rendah disebabkan banyak

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB I PENDAHULUAN. besar terhadap kesejahteraan manusia. Setiap kegiatan dan upaya untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anak usia bawah lima tahun (balita) adalah anak yang berusia 0 59 bulan.

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 155/Menkes/Per/I/2010 TENTANG PENGGUNAAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) BAGI BALITA

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari

KERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI PUSKESMAS KAMPAR KIRI

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama dan berkesinambungan oleh para

BAB I PENDAHULUAN. menjadi 4,9 persen tahun Tidak terjadi penurunan pada prevalensi. gizi kurang, yaitu tetap 13,0 persen. 2

DATA POSYANDU DESA Jumlah seluruh balita di wilayah Jumlah seluruh balita di posyandu. Jumlah balita yang ditimbang bulan ini di wilayah kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem Kesehatan Nasional merupakan suatu tatanan yang mencerminkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN,2014) menyebutkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. gizi anak balitanya. Salah satu tujuan posyandu adalah memantau peningkatan status

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penduduk Indonesia meningkat setiap tahunnya. Keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. Pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan bentuk partisipasi. masyarakat yang membawa arti yang sangat besar bagi kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. kesakitan dan kamatian ibu dan bayi. menurut World Health Organization

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Gizi Pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan strategi pemerintah yang ditetapkan pada kementrian kesehatan untuk. segera dapat diambil tindakan tepat (Mubarak, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di bidang kesehatan (Temu Karya Kader Posyandu dan Kader PKK se

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kualitas lingkungan dapat mempengaruhi kondisi individu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran, tergantung pada keberhasilan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai upaya kesehatan telah diselenggarakan. Salah satu bentuk upaya

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan oleh pita warna hijau muda sampai hijau tua.

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah menumbuh kembangkan pos pelayanan terpadu (posyandu).

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh masyarakat dan bekerja bersama untuk masyarakat secara sukarela (Mantra,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pertama kali posyandu diperkenalkan pada tahun 1985, Posyandu menjadi. salah satu wujud pemberdayaan masyarakat yang strategis

BAB IV HASIL PENELITIAN. Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan dengan jumlah responden 40 0rang dimana

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI POSYANDU

BAB I PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari pertemuan sperma dan ovum sebagai rangkaian kejadian dari

BAB I PENDAHULUAN. eklampsia, sepsis, dan komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyebab terjadinya kasus gizi buruk pada masyarakat adalah kurang berfungsinya lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat, seperti posyandu sehingga berakibat pemantauan gizi pada anak dan ibu hamil tidak berjalan sebagaimana mestinya. Penimbangan berat badan anak yang seharusnya sebagai kegiatan pokok Posyandu hanya menjadi kegiatan sampingan. Penyebab kurang berfungsinya Posyandu karena kemampuan kader di posyandu yang masih rendah (Depkes RI, 1992). Salah satu strategi adalah mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat dan keluarga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali dan menanggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui revitalisasi posyandu. Sebagai unit yang memberi pelayanan langsung kepada masyarakat dan bersifat sebagai unit pelayanan kesehatan dasar masyarakat terutama ibu dan anak, maka organisasi posyandu sesungguhnya bersifat organisasi fungsional yang dipimpin oleh seorang pimpinan/penanggung jawab dan dibantu oleh para pelaksana pelayanan yaitu kader posyandu (Depdagri, 2001). Keberadaan kader di posyandu sebagai salah satu bagian dari penyelenggara pelayanan kebutuhan kesehatan dasar sangat dibutuhkan. Kader posyandu sebaiknya mampu mengelola Posyandu, karena merekalah yang paling memahami kondisi 1

kebutuhan masyarakat. Namun sejalan dengan berjalannya waktu, muncul permasalahan yang dapat menghambat jalannya penyelenggaraan Posyandu. Salah satunya adalah pengetahuan dan keterampilan kader posyandu yang kurang, bahkan ada yang belum memahami hal-hal baru yang berkaitan dengan kegiatan Posyandu (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2006). Menurut Adisasmito (2008) persentase kader aktif secara nasional adalah 69,2%. Peran sebagai kader merupakan pekerjaan sosial yang tidak mempunyai kekuatan mengikat dan regenerasi kader belum terencana dengan baik. Kader diharapkan melakukan pekerjaannya secara sukarela tanpa menuntut imbalan berupa uang atau materi lainnya (Ridwan, 2007). Peran kader memegang peranan penting dalam menjembatani masyarakat khususnya kelompok sasaran posyandu. Berbagai informasi dari pemerintah lebih mudah disampaikan kepada masyarakat melalui kader, karena kader lebih tanggap dan memilliki pengetahuan kesehatan diatas rata-rata dari kelompok sasaran Posyandu (Naim, 2008). Salah satu agenda penting dalam pelayanan kesehatan pada masyarakat langsung adalah pemantauan gizi balita, kesehatan bayi dan balita dan secara permanen menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan balita. Keberhasilan program kesehatan tersebut tidak lepas dari kerja keras kader yang dengan sukarela mengelola posyandu di wilayahnya masing-masing. Kurangnya pelatihan dan pembinaan untuk meningkatkan keterampilan yang memadai bagi kader menyebabkan kurangnya pemahaman terhadap tugas kader, lemahnya informasi serta

kurangnya koordinasi antara petugas dengan kader dalam pelaksanaan kegiatan dapat mengakibatkan rendahnya tingkat kehadiran anak Bawah Lima Tahun (balita) ke posyandu. Hal ini juga akan menyebabkan rendahnya cakupan deteksi dini tumbuh kembang balita (Kemenkes RI, 2010). Pembinaan kader merupakan sarana penting dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader dalam kegiatan posyandu. Kader yang terampil akan sangat membantu dalam pelaksanaan kegiatan posyandu, sehingga informasi dan pesanpesan gizi akan dapat dengan mudah disampaikan kepada masyarakat. Dampak kurang dilaksanakan peran kader posyandu akan memberikan akibat tidak baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak secara langsung bagi anak, pemantauan tumbuh kembang yang kurang baik menyebabkan tidak termonitornya kesehatan anak. Dampak tidak langsung: (1) bagi kader Posyandu, bila informasi pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat) kurang jelas, maka penerapan di Posyandu juga kurang tepat. Hasil penelitian yang dilakukan di Posyandu Sraturejo, Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro diperoleh informasi yaitu dari 10 0rang tua balita, 8 orang (80%) di antaranya pengisian KMS kurang lengkap, dan (2) bagi keluarga, bila informasi yang diterima kurang jelas, maka tindak lanjut kurang sesuai (Fitri, 2005). Peranan kader yang lain, memberitahu hari dan jadwal posyandu kepada para ibu pengguna posyandu, menyiapkan peralatan untuk menyelenggarakan Posyandu sebelum dimulai, melakukan pendaftaran bayi dan balita, ibu hamil, ibu usia subur yang hadir di posyandu, melakukan penimbangan bayi dan balita, mencatat

hasil penimbangan ke dalam Kartu Menuju Sehat (KMS), melakukan penyuluhan perorangan dan kelompok, menyiapkan dan membagi makanan tambahan untuk bayi dan balita (bila ada), melakukan kunjungan rumah khususnya pada ibu hamil, ibu bayi dan balita serta pasangan usia subur untuk menyuluh dan mengingatkan agar datang ke Posyandu (Depkes, 1992). Agar kader di posyandu dapat melakukan penimbangan lebih akurat, perlu pelatihan dan supervisi yang memadai serta penggantian kader yang minimal. Pembinaan kader merupakan sarana penting dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader dalam kegiatan posyandu. Sebagai unit yang memberi pelayanan langsung kepada masyarakat dan bersifat sebagai unit pelayanan kesehatan dasar masyarakat terutama ibu dan anak, maka organisasi posyandu sesungguhnya bersifat organisasi fungsional yang dipimpin oleh seorang pimpinan/penanggung jawab dan dibantu oleh para pelaksana pelayanan yaitu kader posyandu. Kementerian Kesehatan RI (2010), menitikberatkan bahwa cakupan keaktifan kader posyandu secara nasional hingga tahun 2010 baru mencapai 78% dari target 80% dan pada tahun 2011 mencapai cakupan program atau partisipasi masyarakat sangat bervariasi, mulai dari terendah 10% sampai tertinggi 80%. Adanya variasi dari cakupan posyandu dan pelayanan kesehatan lainnya dimasyarakat karena adanya perbedaan keaktifan kader kesehatan di masing-masing wilayah. Menteri Kesehatan RI Endang Rahayu Sedyaningsih, mulai tanggal 28 Desember Tahun 2009 telah mencanangkan KMS terbaru. Oleh karena itu Kader perlu memiliki

pengetahuan tentang cara mengisi dan menafsirkan KMS baru tersebut. Pengetahuan kader dalam mengisi KMS baru akan membantu kader dalam mendeteksi secara dini adanya balita dengan kurang gizi (Depkes, 2010). Pelaksanaan Posyandu sering kita jumpai petugas kesehatan dan kader melakukan kesalahan, seperti kesalahan dalam hal teknik penimbangan yang tidak sesuai prosedur, dalam mengeinterpretasikan hasil penimbangan naik dan turun sehingga hasil yang didapat tidak akurat, hal ini dapat kita lihat dalam penelitianpenelitian yang telah dilakukan, seperti penelitian Sukiarko (2007), yang menyatakan bahwa pelaksanaan Posyandu yang satu bulan sekali tergantung pada keberadaan serta dorongan petugas kesehatan dan aktivitas dari para kader Posyandu, namun demikian tingkat kemampuan, ketelitian dan akurasi data yang dikumpulkan kader masih rendah, serta 90% kader membuat kesalahan. Salah satu kesalahan kader yang paling sering dijumpai adalah teknik penimbangan yang kurang tepat. Lebih jauh lagi, hanya 40% kader yang tahu manfaat Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk konseling gizi. Menurut penelitian Rosphita (2007), pengetahuan kader tentang interpretasi hasil penimbangan naik dan turun, didapatkan hasil dengan nilai rata-rata adalah 13,06, sedangkan nilai tertinggi adalah 17 (94,4%) dan nilai terendah adalah 9 (50%). Keterampilan kader menggambar grafik pertumbuhan anak dalam KMS didapatkan hasil dengan nilai rata-rata adalah 21,49, sedangkan nilai tertinggi adalah 26 (100%) dan nilai terendah adalah 5 (19,23%). Keterampilan kader dalam menginterpretasikan hasil penimbangan naik dan turun dari KMS, didapatkan hasil dengan nilai rata-rata

adalah 14,80, sedangkan nilai tertinggi adalah 20 (76,92%) dan nilai terendah adalah 7 (26,92%). Pelatihan dipakai sebagai salah satu metode pendidikan khusus untuk meningkatkan pengetahuan kader hal ini senada dengan penelitian Otto, dkk (2013), menunjukan bahwa dari 30 bidan desa yang pernah mengikuti pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN), 19 bidan desa memiliki pengetahuan cukup (63,35%) dan dari12 bidan desa yang belum pernah mengikuti pelatihan Asuhan Persalinan Normal 3 bidan desa memiliki pengetahuan baik (25%). Hasil uji statistik dengan uji chiquare menunjukan bahwa nilai p sebesar 0,025 (p<0,05), hal ini berarti bahwa pelatihan Asuhan Persalinan Normal mampu meningkatkan pengetahuan bidan dalam pertolongan persalinan walaupun kekuatan hubungannya sangat lemah. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) Susenas 2001, hanya 46,6% kader posyandu yang pernah mendapat pelatihan mengenai KMS. Menurut 58,6% kader yang disurvei ditanya tentang penggunaan KMS, adalah untuk memantau pertumbuhan balita. Akibatnya pemanfaatan KMS sebagai sarana penyuluhan gizi dinilai masih rendah (Susenas, 2001 dalam Ekawaty, 2009). Jika pengetahuan dan kemampuan kader posyandu dalam menafsirkan KMS kurang maka akan berakibat terjadinya kesalahan penafsiran pertumbuhan sehingga tidak diketahui penyimpangan. Gizi buruk yang seharusnya terdeteksi secara dini tak dapat dilakukan pada akhirnya terjadilah keterlambatan dalam intervensi dan penatalaksanaanya, Sebaliknya jika keder mampu mengisi dan menafsirkan KMS

dengan baik maka keadaan kurang gizi akan cepat terdeteksi dan cepat tertangani sehingga status gizi balita menjadi baik (Lenocoly, 2008). Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur tahun 2013 dari 2176 kader hanya 260 (11,10%) yang terlatih dan tahun 2012, di Kecamatan Peureulak prevalensi status gizi kurang 18,28 %, dan status gizi buruk 10,15% data ini diperoleh berdasarkan data yang diambil dari hasil penimbangan oleh kader yang diolah dengan software WHO anthro. Menurut Trintrin (2003), prevalensi gizi kurang pada anak balita yang masih tinggi merupakan salah satu cerminan bahwa masih ada kader melakukan kesalahan dalam memantau pertumbuhan balita. Berdasarkan laporan data posyandu Puskesmas Peureulak Tahun 2013, di Kecamatan Peureulak terdiri dari 38 desa dengan jumlah kader 177, sebanyak 80 diantaranya sudah pernah dilakukan pelatihan tentang cara menilai pertumbuhan balita, namun belum dapat meningkatkan sepenuhnya pengetahuan dan keterampilan kader, sehingga perlu dilakukan pelatihan ulang. 1.2. Permasalahan Bagaimana pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan dan keterampilan kader dalam menilai pertumbuhan balita di Puskesmas Peureulak Kabupaten Aceh Timur Tahun 2014. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan dan keterampilan kader dalam menilai pertumbuhan balita.

1.4. Hipotesis Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Ada pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan kader dalam menilai pertumbuhan balita. 2. Ada pengaruh pelatihan terhadap keterampilan kader dalam menilai pertumbuhan balita. 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur dalam merumuskan kebijakan revitalisasi posyandu dan peningkatan keaktifan kader posyandu agar pelayanan kesehatan ibu dan anak di masyarakat dapat terus berlangsung dalam rangka menciptakan bayi dan balita sehat. 2. Untuk peningkatan kapasitas kader dalam hal pengetahuan dan keterampilan kader terutama dalam hal menilai pertumbuhan balita. 3. Menjadi masukan bagi puskesmas dalam melakukan evaluasi pelaksanaan program-program posyandu di wilayah kerja puskesmas.