BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/07/53/Th.XX, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR Maret 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN Maret 2017 MENCAPAI 1.150,79 RIBU ORANG (21,85 PERSEN) Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Timur pada bulan Maret 2017 sebesar 1.150,79 ribu orang (21,85 persen) meningkat sekitar 710 orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2016 yang berjumlah 1.150,08 ribu orang (22,01 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, selama periode September 2016 Maret 2017, jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan menurun sebanyak 4.210 orang (dari 1.037,60 ribu orang menjadi 1.033,39 ribu orang) dan untuk perkotaan mengalami kenaikan sebanyak 4.920 orang (dari 112,48 ribu orang menjadi 117.40 ribu orang). Periode September 2016 Maret 2017, Garis Kemiskinan (GK) naik sebesar 5,01 persen, yaitu dari Rp 327.003,- per kapita per bulan pada September 2016 menjadi Rp 343.396,- per kapita per bulan pada Maret 2017. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2017 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 79,37 persen, sedikit mengalami kenaikan dibanding periode September 2016 yang hanya sebesar 79,20 persen. Pada periode September 2016 Maret 2017, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami Kenaikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 3,827 pada September 2016 menjadi 4,340 pada Maret 2017. Kenaikan juga terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan yaitu naik dari 0,957 menjadi 1,166 pada periode yang sama. 1 Berita Resmi Statistik No. 05/07/53/Th.XX, 17 Juli 2017
1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan September 2016 Maret 2017 Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Timur pada bulan Maret 2017 sebesar 1.150,79 ribu orang (21,85 persen) meningkat sekitar 710 orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2016 yang berjumlah 1.150,08 ribu orang (22,01 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, selama periode September 2016 Maret 2017, jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan menurun sebanyak 4.210 orang (dari 1.037,60 ribu orang menjadi 1.033,39 ribu orang) dan untuk perkotaan mengalami kenaikan sebanyak 4.960 orang (dari 112,48 ribu orang menjadi 117,40 ribu orang). Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2016 Maret 2017 Jumlah Penduduk Persentase Daerah/Tahun Miskin (ribuan) Penduduk Miskin (1) (2) (3) Perkotaan Maret 2016 112,02 10,58 September 2016 112,48 10,17 Maret 2017 117,40 10,32 Perdesaan Maret 2016 1.037,90 25,17 September 2016 1.037,60 25,19 Maret 2017 1.033,39 25,03 Kota+Desa Maret 2016 1.149,92 22,19 September 2016 1.150,08 22,01 Maret 2017 1.150,79 21,85 Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2016, September 2016 dan Maret 2017 Beberapa faktor terkait peningkatan jumlah penduduk miskin dan penurunan persentase penduduk miskin selama periode September 2016 - Maret 2017: a. Selama periode September 2016 - Maret 2017 inflasi umum sebesar 2,84 persen. Kelompok Bahan Makanan pada periode ini mengalami inflasi yaitu sebesar 5.78 persen. b. Kendati persentase penduduk miskin mengalami penurunan, jumlah penduduk miskin nyatanya bertambah. Hal ini disebabkan karena pertambahan penduduk NTT lebih cepat dibanding pertambahan penduduk miskinnya. c. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di NTT pada Bulan Februari 2017 yang sebesar 3,21 persen mengalami penurunan 0,38 persen dibandingkan keadaan Agustus 2016 yang mencapai 3,59 persen 2 Berita Resmi Statistik No. 05/07/53/Th.XX, 17 Juli 2017
d. Pada Januari 2017 dan Februari 2017, penerima raskin/rastra masing-masing 2,01 persen dan 0,90 persen dari seluruh rumah tangga padahal pada tahun 2016 (periode yang sama) penerima raskin/rastra tercatat sebesar 5,38 persen (Januari 2016) dan 3,22 persen (Pebruari 2016). Hal ini diduga berpengaruh pada melambatnya penurunan kemiskinan 2. Perkembangan Kemiskinan Tahun 2010 Maret 2017 Perkembangan tingkat kemiskinan di Nusa Tenggara Timur selama Tahun 2010 September 2016 cenderung mengalami penurunan walaupun sempat naik pada periode Maret 2015 akan tetapi mulai bergerak turun secara perlahan. (lihat Gambar 1.). Gambar 1. Perkembangan Kemiskinan Provinsi NTT, 2010-2017 24 23 22 21 20 19 23,03 21,23 20,48 20,88 20,41 20,03 20,24 19,82 19,6 22,61 22,58 22,19 22,01 21,85 18 17 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 3. Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2016 - Maret 2017 Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. 3 Berita Resmi Statistik No. 05/07/53/Th.XX, 17 Juli 2017
Tabel 2. Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, Maret 2016 Maret 2017 Daerah/Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Makanan Bukan Makanan Total (1) (2) (3) (4) Perkotaan Maret 2016 275.382 110.757 386.139 September 2016 277.266 112.395 389.661 Maret 2017 290.711 116.262 406.973 Perubahan Sept 16-Mart 17 (%) 4,85 3,44 4,44 Perdesaan Maret 2016 252.012 54.709 306.721 September 2016 254.257 56.039 310.296 Maret 2017 268.004 58.316 326.320 Perubahan Sept 16-Mart 17 (%) 5,41 4,06 5,16 Kota+Desa Maret 2016 256.245 66.702 322.947 September 2016 258.985 68.018 327.003 Maret 2017 272.537 70.859 343.396 Perubahan Sept 16-Mart 17 (%) 5,23 4,18 5,01 Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2016- Maret 2017 Periode September 2016 Maret 2017, Garis Kemiskinan (GK) naik sebesar 5,01 persen, yaitu dari Rp 327.003,- per kapita per bulan pada September 2016 menjadi Rp 343.396,- per kapita per bulan pada Maret 2017. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada September 2016 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 79.20 persen, dan pada Maret 2017 sebesar 79.37 persen Pada Maret 2017, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, seperti beras, rokok dan gula pasir. Sedangkan komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan besar adalah perumahan, pendidikan, Angkutan, kayu bakar, listrik dan bensin. Komoditi beras memberikan kontribusi terbesar baik di perkotaan maupun perdesaan dan disusul rokok kretek filter yang memiliki kontribusi terbesar kedua. 4 Berita Resmi Statistik No. 05/07/53/Th.XX, 17 Juli 2017
Makanan Tabel 3 Daftar Komoditi Yang Memberikan Sumbangan Besar Terhadap Garis Kemiskinan Beserta Kontribusinya (%), Maret 2017 Jenis Komoditi Perkotaan Jenis Komoditi Perdesaan (1) (2) (3) (4) Beras 29,64 Beras 41,49 Rokok kretek filter 7,81 Rokok kretek filter 6,50 Gula Pasir 2,34 Jagung pipilan/beras jagung 3,89 Telur Ayam Ras 2,27 Gula pasir 3,38 Tongkol/tuna/cakalang 2,23 Daun ketela pohon 2,67 Mie instan 2,11 Kopi bubuk & kopi instan (sachet) 2,43 Roti 2,03 Daging ayam kampung 2,09 Kembung 1,77 Daging Babi 1,93 Kopi bubuk & kopi instan (sachet) 1,67 Mie Instan 1,62 Bukan Makanan Perumahan 9,05 Perumahan 6,91 Pendidikan 3,43 Pendidikan 1,51 Angkutan 2,31 Kayu Bakar 1,47 Bensin 1,71 Angkutan 1,01 Listrik 1,70 Bensin 0,88 Minyak tanah 1,46 Perlengkapan Mandi 0,70 Kayu Bakar 1,18 Listrik 0,68 Air 1,13 Kesehatan 0,51 Perlengkapan mandi 1,12 Pakaian jadi anak-anak 0,50 Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2017 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini maka semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau dengan kata lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin, dan dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan Pada periode September 2016 - Maret 2017, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) maupun Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) terlihat mengalami kenaikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 3,827 pada September 2016 menjadi 4,340 pada Maret 2017. Indeks Keparahan Kemiskinan juga menunjukan hal yang sama yaitu naik dari 0,957 menjadi 1,166 pada periode yang sama (Tabel 4). Jika diamati secara total pada periode Maret 2016 - Maret 2017, penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit. 5 Berita Resmi Statistik No. 05/07/53/Th.XX, 17 Juli 2017
Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) di NTT Menurut Daerah, Maret 2016 - Maret 2017 Tahun Kota Desa Kota + Desa (1) (2) (3) (4) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) Maret 2016 1,747 5,441 4,686 September 2016 1,698 4,398 3,827 Maret 2017 1,823 5,034 4,340 Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) Maret 2016 0,458 1,509 1,295 September 2016 0,455 1,092 0,957 Maret 2017 0,483 1,354 1,166 Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2016 Maret 2017 Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan masih tetap lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan. Pada periode September 2016 Maret 2017, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) daerah perkotaan mengalami peningkatan dari 1,698 menjadi 1,823 dan nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan juga naik dari 0,455 menjadi 0,483. Pada periode yang sama nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di daerah perdesaan mempunyai pola yang sama yaitu naik dari 4,398 menjadi 5,034. Sama halnya dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk daerah perdesaan juga terlihat naik yaitu dari 1,092 menjadi 1,354. 6 Berita Resmi Statistik No. 05/07/53/Th.XX, 17 Juli 2017
5. Penjelasan Teknis dan Sumber Data a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. c. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). d. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. e. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan Maret dan September. Jumlah sampel sebesar ± 75.000 rumah tangga secara nasional dimaksudkan supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan. 7 Berita Resmi Statistik No. 05/07/53/Th.XX, 17 Juli 2017
BADAN PUSAT STATISTIK Informasi lebih lanjut hubungi: MARITJE PATTIWAELLAPIA Kepala BPS Provinsi NTT Telepon/Fax: 0380-8554535 E-mail: bps5300@bps.go.id 8 Berita Resmi Statistik No. 05/07/53/Th.XX, 17 Juli 2017