KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM IBU PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH SPONTAN DAN KETUBAN TIDAK PECAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus juga meningkatkan resiko persalinan prematur. KPD yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur. kehamilan 20 <37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan. Ketuban pecah dini preterm (KPDP) adalah pecahnya ketuban

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya

Tugas Biologi Reproduksi

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mempunyai plak, kalkulus dan peradangan gingiva. Penyakit periodontal

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. 1 Infeksi

Dr. dr. Mintareja Teguh, Sp.OG(K)

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

SINOPSIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI KAB BOJONEGORO TESIS OLEH INDRAYANTI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh persalinan prematur, sedangkan kematian perinatal sendiri

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney,

BAB IV METODELOGI PENELITIAN Ruang Lingkup Ilmu Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Obstetri dan Ginekologi.

Persalinan Preterm. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB ΙΙ TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Organization (WHO), salah satunya diukur dari besarnya angka kematian

Patofisiologi. ascending infection. Infeksi FAKTOR LAIN. infeksi intraamnion. Pembesaran uterus kontraksi uterus dan peregangan berulang

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang.

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL

BAB I PENDAHULUAN. plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM PADA PERSALINAN PRETERM DAN PERSALINAN ATERM. dr. Tjokorda Gde Agung Suwardewa, SpOG (K)

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi

1. Pengertian Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh

PERSALINAN PRETERM. Dr. Hotma Partogi Pasaribu, Sp.OG. Departemen Obstetri & Ginekologi Fakultas kedokteran USU RSHAM -RSPM

KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS. Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta

KADAR PHOSPHORYLATED INSULIN GROWTH FACTOR BINDING PROTEIN-1 YANG TINGGI PADA SEKRET SERVIKS MENINGKATKAN RISIKO PERSALINAN PRETERM

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sasaran Pembangunan Millenium Development Goals (MDGS) adalah 102 per

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Obstetri dan Ginekologi dan Patologi

BAB 2 TINJAUAN PUSAKA

PEMATANGAN CERVIX (CERVICAL RIPENING) PADA PERSALINAN PRETERM: PERAN INTERLEUKIN-8. Dr. dr. I B G Fajar Manuaba, SpOG, MARS

MASALAH. Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu. sebelum proses persalinan berlangsung.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara terminologi kedokteran abortus ialah suatu keadaan yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara bermakna setelah 2 minggu (Harper, 2005). 75% di antaranya berada di Asia, Afrika (20%), dan Amerika Latin (5%).

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi

BAB I. Pendahuluan. yang berasal dari implantasi endometriosis dan pertumbuhan jaringan. endometrium yang mencapai rongga peritoneal.

PERBEDAAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI ANTARA PRIMIPARA DAN MULTIPARA. Siti Aisyah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai indikasi, yaitu sebagai analgesik, antipiretik, anti-inflamasi dan

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir

BAB 1 PENDAHULUAN. sebesar 25 per-1000 kelahiran hidup dengan Bayi Berat Lahir. Rendah (BBLR) penyebab utamanya. 2 Kematian bayi baru lahir di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEHAMILAN LETAK SUNGSANG DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI PADA IBU BERSALIN

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

BAB 1 PENDAHULUAN. umur kehamilan minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Badan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebelum ada tanda tanda persalinan dan setelah ditunggu satu jam belum ada. tanda dimulainya persalinan. Ada beberapa penyebab

BAB V PEMBAHASAN. bersalin umur sebanyak 32 ibu bersalin (80%). Ibu yang hamil dan

HUBUNGAN ANTARA KETUBAN PECAH DINI DENGAN PERSALINAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT MUTIARA BUNDA SALATIGA

Dr. Hotma Partogi Pasaribu, Sp.OG. Departemen Obstetri & Ginekologi Fakultas kedokteran USU RSHAM -RSPM

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator kesehatan suatu. negara. AKI di dunia secara global sebesar 216/ kelahiran hidup.

PERBANDINGAN ANTARA ANGKA KECUKUPAN PROTEIN (AKP) KURANG DAN ANGKA KECUKUPAN PROTEIN (AKP) CUKUP TERHADAP KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DI RSUD WONOSOBO

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi

BAB I PENDAHULUAN. adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit

Transkripsi:

KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM IBU PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH SPONTAN DAN KETUBAN TIDAK PECAH Dr. dr. I B G Fajar Manuaba, SpOG, MARS BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/RSUP SANGLAH DENPASAR 2012

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan preterm sampai saat ini masih merupakan masalah yang utama khususnya pada bagian obstetri dan perinatologi, oleh karena baik di negara berkembang maupun negara maju penyebab morbiditas dan mortalitas neonatus tertinggi adalah akibat adanya bayi yang lahir preterm, dimana kurang lebih 75% dari kematian neonatus disebabkan oleh karena bayi yang lahir preterm (Goldenberg, 2000). Ketuban pecah dini ( KPD) preterm dikaitkan dengan 30-40% kelahiran prematur dan diidentifikasi penyebab utama kelahiran prematur, dan terjadi pada sekitar 150.000 kehamilan setiap tahun di Amerika Serikat. Ketika KPD preterm terjadi, risiko yang signifikan terjadi baik untuk janin dan ibu. Kelahiran prematur merupakan masalah yang cukup besar mengingat akan besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Delapan puluh lima persen dari morbiditas dan mortalitas neonatal dikarenakan akibat prematuritas (Goldenberg, 2000). Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan sebelum saatnya persalinan dan terjadi saat usia kehamilan sebelum mencapai 37 minggu. Adapun beberapa faktor risiko terjadinya ketuban pecah spontan pada kehamilan preterm, antara lain: adanya riwayat persalinan preterm, infeksi, kehamilan kembar dan solusio plasenta (Cunningham, 2005).

2 Penyebab dari KPD preterm dan persalinan preterm sering kali tidak diketahui secara pasti. Berbagai penelitian telah memperoleh bahwa infeksi memegang peranan kurang lebih 25-40% dari seluruh persalinan preterm. Invasi mikroorganisme ke dalam cairan amnion terjadi 12,8% pada persalinan preterm dengan selaput ketuban utuh dan 32% pada selaput ketuban pecah dini preterm, dan 51% terjadi pada pasien dengan insufisiensi servik (Creasy, 2009). Beberapa konsep yang menjelaskan penyebab terjadinya persalinan preterm pada dasarnya selalu dihubungkan dengan kejadian-kejadian infeksi didalam cairan amnion, utero-placental ischemia, regangan uterus yang berlebihan, kelainan-kelainan endokrin dan suatu tanggap kebal (immune response) yang tidak normal dari ibu maupun janin. Lockwood mengemukakan tentang hubungan antara kejadian persalinan preterm tersebut dengan proses keradangan yang terjadi pada jaringan desidua, korion dan amnion (Lockwood, 2001). Informasi tentang peran sistem kekebalan dalam mekanisme dan persalinan masih sangat kurang. Beberapa penulis mengemukakan tentang peran sistim kekebalan dan interaksi melalui sistim parakrin dan endokrin pada mekanisme terjadinya persalinan preterm. Yang paling mendapat perhatian adalah hubungan antara ekspresi dan efek dari sitokin. Sitokin mempunyai peran dalam tanggap kebal dan saat ini merupakan mediator dalam sistim reproduksi. Interaksi antar sitokin seperti tumor necroting factor α (TNF-α), interleukin 1 (IL-1), IL-6, IL-8 dan aktivitasnya pada metabolisme asam arakhidonat mungkin mengambil peran dalam hubungan antar infeksi dan persalinan preterm (Muray et al, 2005; McClatchey, 2002). Seiring kemajuan di bidang ilmu kedokteran modern, berbagai penelitian mencurahkan perhatian kepada usaha-usaha untuk dapat

3 menemukan tanda infeksi intra uterin pada wanita hamil yang bisa diperiksa dari cairan amnion, lendir serviks atau vagina dan dari serum ibu. Salah satu petanda infeksi/inflamasi pada kehamilan disini adalah sitokin. Pada pasien-pasien dengan gejala klinis persalinan preterm dan KPD menunjukan peningkatan berbagai sitokin di dalam serum maternal. Sehingga diperkirakan sitokin memainkan peranan penting dalam inisiasi persalinan preterm dan pecahnya selaput ketuban. Salah satu sitokin yang dipercaya memiliki peranan yang penting dalam inisiasi persalinan preterm dan KPD adalah IL-8. Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa peningkatan kadar serum maternal IL-8 berkaitan inisiasi persalinan preterm dan KPD meskipun hasilnya masih bervariasi (Turhan et al., 2000 ; Sozmen et al., 2005). Kadar IL-8 pada cairan ketuban kehamilan preterm normal < 10.000 pg/ml sedangkan pada korioamnionitis didapatkan kadar IL-8 > 10.000 pg/ml (Puchner, 1993). Kadar IL- 8 pada serum maternal persalinan preterm 4,9 (1,0-20,1)pg/ml, sedangkan pada kelahiran preterm 11,5 (1,6-23)pg/ml (Alvarez, 2000). Walaupun berbagai kemajuan dalam penatalaksanaan KPD preterm telah dilakukan untuk memperpanjang periode laten setelah terjadinya KPD preterm dan pencegahan kemungkinan berulangnya kejadian KPD preterm tersebut antara lain dengan menggunakan progesteron dan atau mengobati jika terdapat infeksi. Namun kejadian KPD preterm masih saja merupakan menjadi penyebab utama dari masalah lahir bayi prematur (Getahun, 2010). Untuk pengelolaan persalinan preterm dan KPD preterm di RS Sanglah perlu dikembangkan suatu upaya pencegahan yang berdasarkan pada pemahaman terjadinya persalinan preterm dan KPD yang lebih spesifik. Berdasarkan hal

4 tersebut melalui penelitian ini akan dilakukan penilaian perbedaan kadar IL-8 serum ibu pada kehamilan preterm ketuban pecah spontan dengan ketuban tidak pecah, dalam rangka pemanfaatan IL-8 sebagai penanda terjadinya infeksi yang mengakibatkan terjadinya ketuban pecah spontan pada kehamilan preterm. Penelitian ini juga diharapkan menjadi masukan atau tambahan pemikiran dalam rangka mendukung pengembangan ide pemanfaatan IL-8 sebagai deteksi dini terjadinya KPD pada kehamilan preterm. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: Apakah ada perbedaan kadar IL-8 serum ibu pada kehamilan preterm ketuban pecah spontan dengan ketuban tidak pecah? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui perbedaan kadar IL-8 serum ibu pada kehamilan preterm ketuban pecah spontan dengan ketuban tidak pecah. 1.3.2 Tujuan khusus Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kadar IL-8 serum ibu pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah spontan. 2. Untuk mengetahui kadar IL-8 serum ibu pada kehamilan preterm dengan ketuban tidak pecah. 3. Untuk mengetahui perbedaan kadar IL-8 serum ibu pada kehamilan preterm ketuban pecah spontan dengan ketuban tidak pecah.

5 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat akademis Apabila terdapat perbedaan kadar IL-8 serum ibu pada kehamilan preterm ketuban pecah spontan dengan ketuban tidak pecah, maka kadar IL-8 serum ibu dapat digunakan sebagai penanda terjadinya infeksi yang mengakibatkan terjadinya ketuban pecah spontan pada kehamilan preterm. 1.4.2 Manfaat klinis Manfaat pada pelayanan, melalui penelitian ini diharapkan setiap kehamilan preterm dapat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kadar IL-8 serum darah ibu sebagai upaya deteksi dini dan pencegahan terjadinya ketuban pecah spontan.

6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Ketuban Pecah Dini Preterm Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan sebelum saatnya persalinan dan terjadi saat usia kehamilan belum mencapai aterm atau 37 minggu. Faktor risiko terjadinya ketuban pecah spontan saat preterm, antara lain: riwayat persalinan preterm, infeksi, kehamilan kembar, dan solusi plasenta. Sedangkan perjalanan dari persalinan tersebut saat dirawat di Rumah Sakit adalah: 75% menjadi inpartu, 5% lahir dengan komplikasi, 10% bersalin dalam waktu 48 jam, 7 % terjadi persalinan lebih dari 48 jam (Cunningham, 2005). 2.2 Insiden Ketuban Pecah Dini Preterm Insidensi KPD berkisar dari sekitar 5% sampai 10% dari semua kelahiran, dan KPD preterm terjadi pada sekitar 2-5% dari seluruh kehamilan. Sekitar 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan di aterm, tetapi di pusat-pusat rujukan, lebih dari 50% kasus dapat terjadi pada kehamilan prematur. Meskipun beberapa kemajuan dalam memperpanjang periode laten setelah terjadinya KPD preterm dan pencegahan kemungkinan terulangnya (seperti dengan menggunakan progesteron atau dengan mengobati jika terdapat Bacterial Vaginosis), akan tetapi KPD preterm tetap menjadi kontributor utama bagi keseluruhan masalah lahir prematur (Gillian, 2000). Ketuban pecah dini preterm dikaitkan dengan 30-40% kelahiran prematur dan diidentifikasi penyebab utama kelahiran prematur, dan terjadi pada sekitar

7 150.000 kehamilan setiap tahun di Amerika Serikat. Ketika KPD preterm terjadi, risiko yang signifikan terjadi baik untuk janin dan ibu. Kelahiran prematur merupakan masalah yang cukup besar mengingat akan besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Delapan puluh lima persen dari morbiditas dan mortalitas neonatal dikarenakan akibat prematuritas (Goldenberg, 2000). Di negara berkembang angka kejadian persalinan preterm bervariasi, di India sekitar 30%, Afrika Selatan sekitar 15%, Sudan 31% dan Malaysia 10%. Di Indonesia angka kejadian prematuritas nasional belum ada, namun angka kejadian Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dapat mencerminkan angka kejadian prematuritas secara kasar. Angka kejadian BBLR nasional rumah sakit adalah 27,9% (Depkes, 2007). Krisnadi pada tahun 2000 mencatat kejadian prematuritas di RSUP Dr Hasan Sadikin sebesar 18% dan tidak banyak berubah selama 10 tahun terakhir (Krisnadi, 2000). Di RSU Sanglah Denpasar tahun 2001-2003, persalinan preterm sekitar 8,3% dari seluruh persalinan (Udiarta, 2004). 2.3 Patogenesis Ketuban Pecah Dini Ketuban pecah dini atau premature rupture of membranes (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tandatanda persalinan/inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan. Bila pecahnya selaput ketuban terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut KPD preterm / preterm premature rupture of membrane (PPROM) (Cunningham, 2005). Ketuban pecah dini terjadi pada 5-10% kehamilan dan dapat terjadi komplikasi seperti korioamnionitis sampai 30% dari kasus KPD. Komplikasi pada

8 janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin kurang dari 7 hari dengan risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Reaksi radang yang hebat di tempat pecahnya selaput ketuban sudah ditemukan sejak 1950, dan hal ini diketahui sebagai infeksi. Mc Gregor dkk, tahun 1987 mendemonstrasikan bahwa pajanan invitro terhadap protease bakteri meningkatkan kemungkinan selaput ketuban untuk pecah. Jadi, mikroorganisme yang memperoleh akses ke selaput janin mungkin dapat menyebabkan pecah ketuban, persalinan preterm atau keduanya (Cunningham, 2005; Gillian, 2000). Pecah ketuban yang terjadi sebelum aterm terjadi oleh karena berbagai faktor, yang akhirnya mempercepat lemahnya membran ketuban melalui peningkatan sitokin lokal dan ketidakseimbangan dalam interaksi antara matrix metalloproteinase(mmp) dan tissue inhibitor matrixmetalloproteinase (TiMP), meningkatnya aktivitas kolagenase dan protease, peningkatan tekanan intrauterin (misalnya, polyhydramnion), dan sejumlah faktor risiko klinis, termasuk gangguan jaringan ikat (misalnya, sindrom Ehlers-Danlos). Kolonisasi bakteri juga dapat menyebabkan lokal respon inflamasi termasuk produksi sitokin, prostaglandin, dan MMP yang dapat menyebabkan melemahnya dan degradasi dari membran ketuban (Gillian, 2000). 2.3.1 Faktor infeksi Gambaran karakteristik korioamnionitis adalah infiltrasi plasenta oleh neutrofil. IL-8 mempunyai aktivitas kemotaktik yang spesifik yaitu membawa netrofil menuju sel inflamasi. Netrofil aktif memainkan peranan penting dalam mengeliminasi bakteri dengan memproduksi IL- 8 ( Puchner, 1993). Pengeluaran

9 mediator endogen (sitokin) akibat reaksi inflamasi, begitu juga infeksi dapat merangsang monosit untuk mengeluarkan sitokin termasuk IL-1, TNF dan IL-6 sebagai produk yang diduga menyebabkan persalinan preterm. Konsentrasi sitokin dalam cairan amnion akan meningkat setelah terjadinya infeksi dan diikuti oleh terbentuknya prostaglandin E2 dan F2 sehingga terjadi kontraksi uterus. Sitokin inflamasi IL-1, IL-6, IL-8 dan TNF- telah terbukti sebagai mediator yang berperan dalam produksi prostaglandin, akhir-akhir ini ditemukan konsentrasinya meningkat secara bermakna pada KPD preterm (Alvarez, 1999). Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan KPD preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostaglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin E2 mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-3 ( Lockwood, 2005).

10 Gambar 2.1 Jalur Infeksi Intra Uterin (diambil dari William Obstetric, 23 rd Edition). Infeksi sistemik bisa berasal dari penyakit periodontal, pneumonia, sepsis, prankreatitis, pielonefritis, infeksi traktus genitalis, korioamnionitis dan infeksi amnion semuanya berhubungan dengan terjadinya pecahnya ketuban. Infeksi bakteri juga merangsang produksi prostaglandin, dimana dapat meningkatkan resiko pecahnya selaput ketuban preterm yang diakibatkan oleh degradasi dari selaput ketuban. Beberapa bakteri vaginal menghasilkan phospolipase A2, dimana phospolipase A2 ini akan melepaskan asam arakidonat. Lebih lanjut, respon imun tubuh terhadap infeksi bakteri akan meningkatkan produksi sitokin yang akan meningkatkan produksi dari prostaglandin. Rangsangan terhadap sitokin juga berhubungan dengan induksi dari siklooksigenase II, yaitu suatu enzim yang akan merubah asam arakidonat menjadi prostaglandin. Dimana sitokin ini juga akan meningkatkan kadar MMP dimana akan mengakibatkan degradasi kolagen yang akan dapat mengakibatkan pecahnya selaput ketuban (Samuel Parry,1998).

11 2.3.2 Faktor nutrisi Gangguan nutrisi seperti mikronutrien merupakan faktor predisposisi adanya gangguan pada struktur kolagen. Asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix kolagen berhubungan dengan pecahnya selaput ketuban. Zat tersebut kadarnya lebih rendah pada kasus ketuban pecah dini (Mc Gregor, 1996). 2.3.3 Faktor hormon Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini dapat menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TiMP pada fibroblas serviks. Tingginya konsentrasi progesteron menyebabkan penurunan produksi kolagenase. Hormon relaxin yang diproduksi oleh sel desidua dan plasenta berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat, dan mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP- 3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban saat aterm ( Mc Gregor, 1996). 2.3.4 Apoptosis Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel terprogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama di sekitar robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut ( Mc Gregor, 1996).

12 2.3.5 Faktor mekanis Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban seperti Prostaglandin E2 dan IL-8. Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. IL-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korion bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktivitas kolagenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban ( Gillian, 2000). Lapisan dalam amnion merupakan mikrovilli yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat penghambat metalloproteinase-1. Sel mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan kuat (McLaren, 2000). Disamping itu, jaringan tersebut menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, monosit chemoattractant protein-1(mcp-1); zat ini bermanfaat untuk melawan bakteri. Disamping itu, selaput amnion menghasilkan zat vasoaktif seperti endotelin-1 suatu vasokonstriktor, dan parathyroid hormone related protein (PHRP) suatu vasorelaksan. Dengan demikian, selaput amnion mengatur peredaran darah dan tonus pembuluh lokal (Casey ML, 1992). Upaya yang dilakukan ketika terjadi KPD preterm ada dua, yaitu: 1. Penatalaksanaan non intervensi yaitu menunggu terjadinya persalinan spontan. 2. Pemberian kortikosteroid dimana diberikan bersama atau tanpa tokolitik untuk mencegah terjadinya persalinan preterm. ACOG tahun 1998 membuat tinjauan tentang pecah ketuban preterm. Faktor risiko yang diketahui untuk pecah ketuban preterm adalah riwayat persalinan

13 preterm sebelumnya, infeksi cairan amnion tersembunyi, janin ganda dan solusio plasenta (Cunningham, 2005). Meskipun komplikasi ini ditemukan hanya 1,7% kehamilan, kondisi ini merupakan penyebab 20% kematian perinatal selama periode waktu ini. Pecah ketuban preterm ternyata berkaitan dengan komplikasi obstetri lain yang mempengaruhi hasil perinatal, antara lain kehamilan multijanin, presentasi bokong, korioamnionitis dan gawat janin intrapartum. Sebagai konsekuensi komplikasi- komplikasi ini, seksio sesaria dilakukan hampir 40% wanita. Pada saat masuk, 75 persen wanita sudah inpartu, 5 persen melahirkan karena penyulit lain, dan 10 persen lainnya melahirkan setelah persalinan spontan dalam 48 jam. Hanya terdapat 7 persen wanita yang pelahirannya tertunda 48 jam atau lebih setelah pecah ketuban. Periode waktu dari ketuban pecah preterm sampai pelahiran berbanding terbalik dengan usia gestasi saat ketuban pecah (Gillian, 2000). Jika ketuban pecah pada trimester ke tiga, hanya diperlukan beberapa hari saja hingga pelahiran terjadi dibanding dengan trimester dua (Cunningham, 2005). 2.4 Peran Sitokin pada Ketuban Pecah Dini Preterm 2.4.1 Definisi sitokin Sitokin (Bahasa Yunani; cyto: sel, dan kinos: gerakan) adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh sel-sel spesifik sistem kekebalan tubuh yang membawa sinyal lokal antara sel dan memiliki efek pada sel-sel lain. Sitokin adalah kategori isyarat molekul yang digunakan secara ekstensif dalam komunikasi selular terdiri protein, peptida, atau glikoprotein. Istilah sitokin meliputi keluarga besar dan beragam regulator polipeptida yang diproduksi secara luas di seluruh tubuh oleh beragam sel embriologis (Gillian, 2000).

14 2.4.2 Peran sitokin pada pecah ketuban Inflamasi pada koriodesidua akan mengaktifkan berbagai sitokin yang selanjutnya menimbulkan kontraksi uterus, perubahan pada servik dan pecahnya selaput ketuban. Cairan amnion pada wanita dengan persalinan prematur yang disertai dengan infeksi intraamnion memperlihatkan peningkatan kadar sitokin seperti : IL-1, TNFα, IL-6 dan regulated on activation normal t-cell expressed and secreted (RANTES). Efek dari IL-1 dan TNFα diperkuat oleh IL-6 yang dihasilkan oleh desidua dan sel korion oleh karena adanya IL-1 dan TNFα. Kadar sitokin-sitokin ini dalam cairan amnion berhubungan dengan adanya korioamnionitis histologis. Produksi prostanoid pada desidua, korion, amnion dan sel miometrium dan produksi endotelin oleh sel amnion dan sel desidua dirangsang oleh tingginya konsentrasi endotoksin dan juga oleh IL-1 dan TNFα. Peningkatan kadar prostanoid dan endotelin seperti halnya leukotrien dalam cairan amnion wanita hamil dengan persalinan prematur disertai dengan infeksi intraamnion. Peningkatan kadar IL-6 amnion pada 16 minggu kehamilan dan peningkatan IL-6 plasenta disertai terjadinya persalinan prematur, apalagi bila disertai dengan infeksi intra amnion. Aktivasi dari jejaring sitokin menyebabkan peningkatan apoptosis plasenta dan selaput korioamnion dengan glikoprotein pada fas ligand (Fasl). Ekspresi Fasl diatur oleh TNFα pada plasenta. Apoptosis dari sel otot polos serviks berperan dalam pembukaan serviks dan mengambil tempat pada sel epitel amnion dalam sel selaput janin dan menimbulkan pecahnya selaput ketuban. Aktivasi jejaring sitokin juga meningkatkan produksi protease yang memecahkan matriks ekstraseluler pada desidua, selaput janin dan servik. Sel korion dan sel servik diaktivasi oleh IL-1 pelepas kolagenase dan IL-8 oleh sel

15 amnion, desidua dan servik. Kadar IL-8 cairan amnion dan servik meningkat pada persalinan prematur, khususnya yang disertai infeksi intraamnion. Kadar IL-8 dalam miometrium, desidua dan selaput berhubungan dengan kadar spesifik kolagenase (MMP-8, MMP-9). Efek kombinasi dari protease-protease ini cukup efisien memecah kolagen, laminin, elastin dan fibronektin yang merupakan komponen matriks ekstraseluler yang penting dari selaput janin, desidua dan serviks. Pemeriksaan petanda-petanda tadi dengan amniosintesis termasuk kultur dengan pengukuran sitokin cairan amnion mempunyai sensitifitas dan nilai prediksi positif lebih baik dibandingkan pemeriksaan IL-6 sekret vagina dan serviks untuk memprediksi persalinan prematur, hanya memang tindakan amniosintesis merupakan prosedur yang invasif. Preterm Prediction Study meneliti apakah kadar sitokin dalam serum ibu hamil tanpa gejala infeksi dapat memprediksi kejadian persalinan prematur. Mereka melakukan evaluasi terhadap kadar granulocyt colony stimulating factor (GCSF), suatu sitokin yang diproduksi oleh monosit pada kehamilan 24 dan 28 minggu. Ibu hamil yang mengalami persalinan prematur <32 minggu ternyata mempunyai kadar GCSF yang tinggi dibandingkan kehamilan 24 dan 28 minggu. Kadar GCSF tidak berhubungan dengan persalinan prematur diatas kehamilan 32 minggu (Goldenberg, 2000). 2.4.3 Peran sitokin proinflamasi Inflamasi dan mediator-mediator, kemokin seperti IL-8, sitokin proinflamasi ( IL-1β, TNFα ), platelet activating factor dan prostaglandin merupakan faktor utama terjadinya persalinan preterm yang disebabkan oleh infeksi. IL-1 merupakan sitokin pertama yang diketahui terdapat pada persalinan preterm yang

16 disebabkan infeksi. TNFα dan IL1β mempengaruhi ekspresi IL-8 sedangkan sitokin lain dan kemokin ( IL-6,IL-10, IL-16, IL-18, CSF, MCP-1) juga merupakan implikasi terjadinya persalinan preterm (Creasy, 2009). 2.4.4 Interleukin 8 sebagai proinflamatori dalam kehamilan Interleukin-8 adalah hormon golongan kemokina polipeptida dengan massa sekitar 8-10 kda yang digunakan untuk proses dasar, pengikatan heparin, peradangan dan perbaikan jaringan. Ciri khas IL-8 terdapat pada dua residu sisteina dekat N-terminus yang disekat oleh sebuah asam amino. Tidak seperti sitokina umumnya, IL-8 bukan merupakan glikoprotein. IL-8 diproduksi oleh berbagai macam sel, termasuk monosit, neutrofil, sel T, fibroblas, sel endotelial dan sel epitelial, setelah terpapar antigen atau stimulan radang (ischemia dan trauma). Dua bentuk IL-8 (77 CXC dan 72 CXC) merupakan sekresi neutrofil saat teraktivasi. Produksi IL-8 yang berlebihan selalu dikaitkan dengan penyakit peradangan, seperti asma, leprosy, psoriasis dll. IL-8 juga dapat menginduksi perkembangan tumor sebagai salah satu efek angiogenik yang ditimbulkan, selain vaskularisasi. Dari beberapa kemokina yang memicu kemotaksis neutrofil, IL-8 merupakan chemoattractant yang terkuat. Sesaat setelah terpicu, neutrofil menjadi aktif dan berubah bentuk oleh karena aktivasi integrin dan sitoskeleton aktin. Basofil, sel T, monosit dan eosinofil juga menunjukkan respon kemotaktik terhadap IL-8 dengan terpicunya aktivasi integrin yang dibutuhkan untuk adhesi dengan sel endotelial pada saat migrasi (Kufe, 2003). IL-8 atau neutrofil activating peptide-1 adalah sitokin yang dapat merangsang aktifitas secara selektif dari neutrofil kemotaktik faktor. Konsentrasi sitokin ini dalam cairan amnion meningkat selama kehamilan dan persalinan

17 normal. Respon amnion dan korion terhadap bakteri lipopolisakarida pada persalinan preterm ditandai dengan peningkatan IL-8 dan tidak merangsang untuk terbentuknya prostaglandin pada jaringan intrauteri, tetapi efek stimulasinya sangat potensial seperi sitokin lain misalnya IL-1dan berperan dalam proses kelahiran seperti proses biokimia yang memerlukan partisipasi kemokin dalam proses ripening servik (Goldenberg, 2000). IL-8 adalah bagian kemokin CXC yang memulai terjadinya migrasi netrofil transendothelial dengan menginduksi perubahan metabolisme dan peningkatan ekspresi molekul adhesi, kemoatraktan, dan aktivasi netrofil. Infiltrasi netrofil pada servik dan selaput ketuban amnion dihubungkan dengan KPD preterm dan persalinan preterm bersama infeksi intraamnion, namun belum dievaluasi secara spesifik pada solusio atau solusio yang berhubungan dengan KPD preterm. Penelitian terakhir menunjukkan hubungan perdarahan desidua pada solusio dengan infiltrasi neutrofil. Penumpukkan deposisi disertai infiltrasi neutrofil telah ditunjukkan, meskipun jumlah spesimen yang tersedia terbatas, infiltrasi neutrofil pada desidua telah diamati pada solusio yang memicu timbulnya KPD preterm. IL-8 adalah mediator utama dari infiltrasi neutrofil pada desidua dan selaput ketuban amnion yang diobservasi pada kondisi patologis bahwa kadar IL-8 meningkat pada serum, sekresi servikovagina dan cairan amnion pada wanita yang berisiko terjadi persalinan preterm dan KPD preterm (Lockwood, 2005 ). 2.4.5 Peningkatan Interleukin 8 sebagai penanda KPD preterm IL-8 adalah kemotaktik ampuh dan merupakan faktor pengaktif neutrofil, pertama kali dijelaskan pada 1980-an (Larsen, 1989). Kemokin ini merupakan bagian dari respon ditimbulkan dalam host terhadap invasi mikroba, itulah

18 sebabnya mengapa diperkirakan bahwa IL-8 bertanggung jawab atas pelepasan neutrofil pada selaput ketuban dan plasenta, selama terjadi infeksi intrauterin. Menariknya, selama persalinan, IL-8 meningkat secara signifikan, yang diikuti dilatasi servik. Konsentrasi IL-8 dalam cairan ketuban meningkat pada wanita dengan persalinan prematur dan aterm dibandingkan dengan wanita tidak inpartu. Selain itu, diketahui bahwa pada pasien dengan persalinan prematur terkait dengan KPD, konsentrasi kemokin ini meningkat dibandingkan dengan ketika KPD terjadi pada akhir kehamilan, yang menunjukkan kemungkinan perbedaan mekanisme KPD pada aterm dan prematur (Witczak, 2003). Servik manusia mampu menghasilkan sejumlah besar IL-8 in vitro, dan sekresi ini dipengaruhi oleh hormon steroid, dimana hal itu mungkin memainkan peran penting dalam dilatasi leher rahim. Namun tidak berkaitan dengan pematangan serviks. Temuan lain menunjukkan bahwa dalam persalinan normal terdapat ekspresi signifikan IL-8 mrna pada leher rahim dan miometrium, yang bersamaan dengan munculnya sebuah infiltrasi leukosit, terutama neutrofil dan makrofag. Yang penting, diyakini bahwa infiltrasi neutrofil dalam stroma serviks dan di segmen bawah rahim berperan dalam pelepasan MMP8 dan MMP9, enzim yang dapat memainkan peran penting dalam dilatasi servik. IL-8 adalah komponen normal dalam lendir serviks, menurun setelah menopause dan meningkat cukup selama kehamilan dan bahkan lebih setelah minggu ke-38 kehamilan dan selama inpartu (Luo, 2000). Selain itu diketahui bahwa konsentrasi IL-8 dalam lendir serviks secara signifikan lebih tinggi pada wanita yang mengalami persalinan prematur, dan mungkin menjadi penanda prognostik persalinan prematur dan KPD (Sakai, 2004).

19 Selama persalinan, ekspresi IL-8 mrna pada selaput ketuban meningkat, dan meskipun koriodesidua menghasilkan jumlah IL-8 yang lebih besar dibandingkan amnion, amnion adalah sumber IL-8 yang ditemukan dalam cairan ketuban. Koriodesidua kehamilan aterm (dengan atau tanpa inpartu) menghasilkan lebih banyak IL-8 dibandingkan koriodesidua dari jaringan prematur dan korioamnionitis, IL-8 diproduksi sebagai tanda awal yang mendahului munculnya gejala klinis (Laham N, 1999). Produksi IL-8 saat kehamilan diinduksi oleh sitokin seperti IL1B dan TNF. Karena sintesis IL-8 di korion dan desidua dirangsang oleh IL1B, telah diusulkan hipotesis bahwa sitokin terjadi umpan balik positif pada infeksi intrauterin dan dapat menyebabkan kelahiran prematur (Dudley, 1993). Selain fakta bahwa IL-8 dipengaruhi oleh IL1B, IL-8 dapat meningkatkan kontraksi miometrium uterus dimana diinduksi oleh IL1B melalui prostaglandin E2 saat inpartu dan meningkatkan ekspresi reseptor transforming growth factor alpha (TGFα) di miometrium (Khatun, 1999). Demikian juga TGFB1 meningkat selama persalinan, dan mungkin bahwa pengendalian jalur TGFA dalam miometrium aterm membuat uterus dari keadaan beristirahat menjadi kontraktil. Diperkirakan bahwa efek utama IL-8 adalah untuk mempertahankan aliran neutrofil ke jaringan radang dan menyebabkan respon inflamasi, sehingga berkontribusi terhadap produksi prostaglandin sebagai mediator sekunder (Dudley, 1993). IL-8 dihasilkan oleh makrofag, monosit, sel endotel, keratinosit, fibroblas dengan target sel yaitu : netrofil, sel T, basofil. Cara kerja IL-8 ini adalah dengan

20 aktivasi netrofil dan kemotaktik degranulasi pada netrofil dan T sel (Creasy, 2009). Kadar IL-8 pada cairan ketuban kehamilan preterm normal < 10.000 pg/ml sedangkan pada korioamnionitis didapatkan kadar IL-8 > 10.000 pg/ml (Puchner, 1993). Kadar IL-8 pada serum maternal persalinan preterm 4,9 (1,0-20,1)pg/ml, sedangkan pada kelahiran preterm 11,5 (1,6-23)pg/ml (Alvarez, 2000). Gambar 2.2 Mekanisme Ketuban Pecah Spontan (diambil dari Paediatric and Perinatal Epidemiology, 2001).

21 BAB III KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Pikir Infeksi, polihidramnion, hamil kembar, dan solusio plasenta, merupakan keadaan yang berperanan dalam terjadinya pecah ketuban pada kehamilan preterm. Inflamasi pada koriodesidua akan mengaktifkan berbagai sitokin yang selanjutnya menimbulkan kontraksi uterus, perubahan pada servik dan pecahnya selaput ketuban. Aktivasi axis HPA ibubayi Inflamasi infeksi Perdarahan desidua Uterus overdistensi CRH IL 1,6,8 Thrombin stress mekanik E1-E3 TNF, CSF ThrombinRC PG synthetase Korion Desidua Protease Uterotonin Perubahan Servik Kontraksi Uterus Servik Matang Terbuka Tahanan menurun Ketuban Pecah Spontan

22 3.2.Konsep Penelitian Kehamilan preterm Infeksi IL-8 Faktor lain : Polihidramnion Hamil kembar Solusio plasenta Ketuban Pecah Spontan Gambar 3.1 Konsep Penelitian 3.3.Hipotesis Penelitian Ada perbedaan kadar IL-8 serum ibu pada kehamilan preterm ketuban pecah spontan dengan ketuban tidak pecah.

23 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional analitik yaitu sampel penelitian diambil dari populasi terjangkau secara consecutive sampling/ berurutan pada satu waktu sehingga diperoleh kasus ketuban pecah spontan dan hamil normal, kemudian masing-masing sampel diperiksa kadar IL-8 dengan cara diambil darah dari vena cubiti sebanyak 5 cc. Consecutive sampling Populasi terjangkau Ketuban pecah spontan Kehamilan preterm Kadar IL-8 Matching: - Umur ibu - Umur kehamilan - Paritas Kadar IL-8 Gambar 4.1 Rancangan Penelitian 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat penelitian Penelitian ini akan dilakukan di poliklinik dan IRD Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar. Sedangkan serum sampel akan diperiksa di Laboratorium Klinik Prodia Denpasar.

24 4.2.2 Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret 2011 sampai September 2011. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi penelitian Semua ibu hamil yang datang ke poliklinik dan IRD Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis hamil preterm dengan ketuban pecah spontan dan ketuban tidak pecah. 4.3.2 Sampel penelitian Semua ibu hamil yang datang ke poliklinik dan IRD Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis hamil preterm dengan ketuban pecah spontan dan ketuban tidak pecah yang memenuhi kriteria inklusi. 4.4 Kriteria Subyek Penelitian 4.4.1 Kriteria inklusi 1. Kehamilan tunggal hidup. 2. Usia kehamilan 28 minggu sampai 37 minggu. 3. Bersedia ikut serta dalam penelitian. 4.4.2 Kriteria eksklusi 1. Kelainan kongenital 2. Penyakit sistemik yang menyertai ibu hamil (kelainan jantung, diabetes melitus, hipertensi, preeklamsia/eklamsia, anemia, asma, HIV) 3. Solusio plasenta 4. Pernah dirawat dengan KPD preterm pada kehamilan ini dan telah diambil sampelnya

25 5. Polihidramnion 6. Hamil kembar 7. Riwayat mendapat pengobatan dengan antibiotika, tokolitik dan anti inflamasi dalam satu minggu terakhir 8. Melakukan intercourse dalam 24 jam terakhir 4.5 Besar Sampel Penelitian Besar atau jumlah sampel minimal ditentukan berdasarkan asumsi: Keterangan : Zα x s n 2 d 2 n = besar sampel Z = 1,960 untuk tingkat kemaknaan = 0,05 ( dua arah ) s = 11,5 ( simpang baku dari kepustakaan ) d = 4,9 ( daftar pustaka ) Sehingga apabila dimasukan ke dalam rumus di atas, didapat : 1,960 11,5 n 2 4,9 2 = 42,32 ~ 42 orang Pengambilan sampel akan di-matching menurut usia kehamilan, paritas, dan usia ibu. 4.6 Identifikasi Variabel Penelitian 4.6.1 Variabel bebas Kadar IL-8 serum maternal

26 4.6.2 Variabel tergantung Ketuban pecah spontan preterm. 4.6.3 Variabel perancu Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah spontan preterm pada penelitian ini, antara lain: 1. Polihidramnion 2. Kehamilan kembar 3. Perdarahan ante partum (solusio plasenta) 4. Riwayat abortus / KPD preterm sebelumnya 5. Penyakit sistemik pada ibu 6. Kelainan kongenital pada janin 4.7 Definisi Operasional Variabel 1. Kadar serum IL-8 adalah kadar IL-8 dari hasil pemeriksaan sampel serum ibu hamil yang dikerjakan dengan metode Quantikine Human IL-8 Essay. 2. Ketuban pecah spontan preterm adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada usia kehamilan 28 sampai 37 minggu. 3. Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dari implantasi yang normal dalam kavum uterus sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada usia kehamilan diatas 20 minggu atau berat janin 500 gram. 4. Usia kehamilan adalah usia kehamilan dalam satuan minggu dihitung mulai dari hari pertama haid terakhir sampai saat penelitian, atau apabila hari pertama haid terakhir lupa, usia kehamilan dihitung dari USG yang dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 26 minggu ditambahkan selisih minggu hingga saat penelitian.

27 5. Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan lebih dari satu janin yang diketahui dari pemeriksaan USG oleh SpOG. 6. Infeksi intra uteri adalah infeksi yang ditandai dengan adanya suhu badan ibu > 37,8 0 C, maternal leukositosis, uterine tenderness, foul odour vaginal discharge, maternal takikardi > 100x/menit dan fetal takikardi 160x/menit. 7. Riwayat KPD preterm sebelumnya adalah ibu hamil yang pada kehamilan sebelumnya pernah dirawat dengan KPD pada usia kehamilan 28 sampai 37 minggu. 8. Riwayat abortus adalah ibu hamil yang pada kehamilan sebelumnya pernah mengalami keguguran pada usia kehamilan kurang 28 minggu. 9. Kelainan kongenital pada janin adalah kelainan kongenital mayor yang ditemukan dari pemeriksaan USG oleh dokter SpOG atau setelah persalinan. 10. Polihidramnion adalah didapatkannya diameter vertikal kantong amnion > 8 cm pada pemeriksaan 1 kantong amnion dari pemeriksaan ultrasonografi atau ditegakkan berdasarkan indeks cairan amnion, dengan menggunakan diameter vertikal kantong amnion terbesar pada 4 kwadran uterus > 25 cm. 11. Kehamilan dengan Diabetes Mellitus adalah adanya intoleransi karbohidrat, baik ringan (Toleransi Glukosa Terganggu = TGT), maupun berat (Diabetes Mellitus) yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan berlangsung dan memenuhi kriteria WHO. 12. Kehamilan dengan Hipertensi adalah kehamilan dengan tekanan darah > 140/90 mmhg diukur dua kali selang 4 jam setelah penderita beristirahat.

28 13. Kehamilan dengan Penyakit Jantung adalah kehamilan yang disertai dengan gangguan fungsi jantung berdasarkan kriteria New York Heart Assocciation (NYHA). 14. Kehamilan dengan anemia adalah kehamilan yang ditandai dengan kadar Hb < 10gr %. 15. Kehamilan dengan asma adalah kehamilan yang disertai suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil suatu pengobatan. 16. Kehamilan dengan HIV adalah kehamilan yang disertai pemeriksaan anti-hiv serum ibu didapatkan hasil positif. 17. Leukositosis maternal adalah jumlah sel leukosit > 15.000/mm 3 yang diambil dari darah tepi ibu dan dinilai dengan alat Cell-Dyn 3700 di Lab.RSUP. Sanglah. 18. Kehamilan normal adalah kehamilan yang berlangsung tanpa disertai komplikasi pada ibu dan anak dan ketuban tidak pecah. 4.8 Alur Penelitian Ibu-ibu hamil pada populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dan bersedia ikut serta dalam penelitian (telah menandatangani formulir yang telah disediakan) diambil sampel darahnya, selanjutnya ibu hamil yang menjadi sampel penelitian dikelola sesuai dengan Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Secara skematis alur penelitian dapat dilihat pada gambar 4.2.

29 Ibu hamil preterm ketuban pecah spontan dan ketuban tidak pecah ANC di poliklinik dan IRD RS Sanglah Denpasar yang bersedia ikut penelitian dan menandatangani formulir penelitian Kriteria Inklusi & eksklusi Anamnesa Pemeriksaan fisik Pemeriksaan obstetri Pemeriksaan lab Populasi terjangkau Consecutive sampling SAMPEL (ketuban pecah spontan) SAMPEL (Ketuban tidak pecah) Kadar Interleukin-8 Kadar Interleukin-8 ANALISIS DATA Gambar 4.2 Alur Penelitian 4.9 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data Ibu hamil yang memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian akan diberikan penjelasan tentang penelitian. Apabila setuju ikut serta dalam penelitian, mereka diminta menandatangani formulir persetujuan ikut serta dalam penelitian yang telah disediakan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada sampel adalah, sebagai berikut:

30 1. Anamnesis yang meliputi nama, umur, alamat, pendidikan, paritas, hari pertama haid terakhir, USG, riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya dan riwayat penyakit yang pernah diderita. 2. Pemeriksaan fisik yang meliputi kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan dan pemeriksaan status generalis dilanjutkan dengan pemeriksaan status obstetri. 3. Sampel akan diambil oleh petugas laboratorium klinik Prodia untuk pemeriksaan kadar IL-8. 4. Pemeriksaan kadar IL-8, dikerjakan dengan metode Quantikine Human IL-8 Essay. Dilakukan pengambilan darah vena cubiti sebanyak 5 cc dan dimasukan ke dalam tabung serum separator tube (SST) yang telah disediakan. Selanjutnya tabung dengan darah beku di sentrifus selama 10 menit dengan 1000 x g. Serum yang terbentuk diambil dan dimasukkan ke dalam beberapa tabung polipropilen ditutup dan diberi label identitas sesuai dengan nomor urut penelitian, tanpa menulis diagnosis penderita dan selanjutnya dibekukan pada suhu 20 0 C s/d 70 0 C. Serum yang terkumpul selanjutnya ditentukan kadar IL-8 dengan cara quantitative sandwich enzyme immunoassay technique. Kadar ditentukan dengan dengan densitas optikal yang dinilai dalam 30 menit dengan menggunakan microplate reader 450 nm, 540 nm atau 570 nm. 5. Hasil pemeriksaan kadar IL-8 akan dikumpulkan dan dilakukan analisa statistik dengan menggunakan program SPSS for windows. Semua kehamilan preterm dikelola sesuai dengan pedoman diagnosis dan terapi (protap) yang sudah ada. Sampel darah akan diambil dengan menggunakan

31 spuit sekali pakai 5 ml, kemudian diberi label nomor sampel dan selanjutnya dibawa ke laboratorium klinik Prodia untuk diperiksa kadar serum IL-8 nya. Ibu hamil dengan ketuban pecah spontan preterm yang akan mendapat terapi deksamethason, sampel darahnya akan terlebih dahulu diambil sebelum pemberian deksamethason. Hasilnya kemudian akan dikumpulkan dalam lembar pengumpulan data. Data yang telah terkumpul akan ditabulasi dan dianalisa. 4.10 Analisis Data Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan program komputer SPSS for windows versi 17,0. Uji normalitas data dilakukan dengan Kolmogorov- Smirnov, kemudian uji homogenitas dengan Levene s test dilanjutkan uji statistik dilakukan dengan t-independent test dengan uji kemaknaan = 0,05.

32 BAB V HASIL PENELITIAN Selama periode penelitian pada bulan April sampai September 2011, telah dilakukan penelitian cross sectional yang dilakukan di Poliklinik dan IRD Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar, dikumpulkan 42 sampel darah terdiri atas 21 orang sampel hamil preterm pecah ketuban spontan dan 21 orang sampel kehamilan preterm tidak pecah ketuban. 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian Data karakteristik subyek penelitian ditampilkan pada tabel berikut : Tabel 5.1 Rerata Umur Ibu, Umur Kehamilan, Umur Ibu dan Paritas pada Kelompok Pecah Ketuban Spontan dan Kelompok Ketuban Tidak Pecah Variabel Ketuban Pecah Spontan (n = 21) Ketuban Tidak Pecah (n = 21) p Umur Ibu (th) 24,67±5,17 27,90±5,83 0,796 Umur Kehamilan (minggu) 32,52±2,421 31,71±1,678 0,560 Paritas 1,67±0,856 2,19±0,981 0,484

33 Pada tabel 5.1 ditunjukkan bahwa umur ibu, umur kehamilan dan paritas antara kelompok hamil preterm pecah ketuban spontan dan kelompok hamil preterm normal berbeda tidak bermakna (p > 0,05 ). 5.2 Kadar IL-8 Serum Ibu Untuk mengetahui perbedaan rerata kadar IL-8 pada penelitian ini dilakukan uji t-independent. Hasil analisis disajikan pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Rerata Kadar Serum IL-8 pada Kelompok Kehamilan Preterm Ketuban Pecah Spontan dan Kelompok Ketuban Tidak Pecah Kelompok Rerata Kadar IL-8 SB p Preterm Ketuban Pecah Spontan Preterm Ketuban Tidak Pecah 36,55 9,90 37,99 6,99 0,001 Pada tabel 5.2 ditunjukkan bahwa rerata kadar IL-8 kelompok pecah ketuban spontan sebesar 36,55 (SB 37,99). Sedangkan rerata kadar IL-8 kelompok kehamilan preterm normal sebesar 9,90 (SB 6,99). Di mana hasil kedua kelompok ini berbeda secara bermakna (p < 0,05). Jadi didapatkan rerata IL-8 ketuban pecah spontan lebih tinggi dari rerata kadar IL-8 kelompok kehamilan preterm normal, perbedaan itu secara statistik bermakna.

34 BAB VI PEMBAHASAN Penelitian untuk membandingkan kadar IL-8 serum ibu pada wanita hamil preterm yang mengalami pecah ketuban pecah spontan dengan yang tidak pecah ketuban, dilakukan penelitian dengan rancangan cross sectional di IRD dan Poliklinik Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar, pada bulan April sampai September 2011. Subjek penelitian ini adalah ibu hamil preterm usia kehamilan 28-37 minggu, yang memeriksakan diri ke Poliklinik dan IRD Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar dikumpulkan 42 sampel darah terdiri atas 21 orang sampel hamil preterm pecah ketuban spontan dan 21 orang sampel kehamilan preterm tidak pecah ketuban. 6.1 Karakteristik Subyek Berdasarkan hasil analisis umur subyek penelitian pada kelompok pecah ketuban spontan memiliki rerata 24,67±5,17 dan rerata kelompok tidak pecah ketuban 27,90±5,83, didapatkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna umur antar kelompok (p>0,05) Berdasarkan hasil analisis paritas subyek penelitian pada kelompok pecah ketuban spontan memiliki rerata 1,67±0,856 dan rerata kelompok tidak pecah ketuban 2,19±0,981, didapatkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna paritas antar kelompok (p>0,05)

35 Berdasarkan hasil analisis umur kehamilan subyek penelitian pada kelompok pecah ketuban spontan memiliki rerata 32,52±2,421 dan rerata kelompok tidak pecah ketuban 31,71±1,678, didapatkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna umur kehamilan antar kelompok (p>0,05) 6.2 Kadar IL-8 Serum Ibu Uji perbandingan untuk mengetahui perbedaan kadar serum IL-8 pada ibu hamil preterm pecah ketuban spontan dengan tidak pecah ketuban digunakan uji t- independent. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa kadar serum IL-8 kelompok pecah ketuban spontan adalah 36,55+37,99, dan rerata kelompok tidak pecah ketuban adalah 9,90+6,99. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa rerata kadar serum IL-8 pada kedua kelompok berbeda bermakna p=0,001( p<0,05) Kadar IL-8 serum ibu hamil preterm dengan ketuban pecah spontan meningkat sesuai dengan teori Witczack pada tahun 2003 yang menyatakan bahwa konsentrasi IL-8 dalam cairan ketuban meningkat pada wanita dengan persalinan prematur dan aterm dibandingkan dengan wanita tidak inpartu. Selain itu, diketahui bahwa pada pasien dengan persalinan prematur terkait dengan KPD, konsentrasi kemokin ini meningkat dibandingkan dengan ketika KPD terjadi pada akhir kehamilan, yang menunjukkan kemungkinan perbedaan mekanisme KPD pada aterm dan prematur. Gambaran karakteristik korioamnionitis adalah infiltrasi plasenta oleh neutrofil. IL-8 mempunyai aktivitas kemotaktik yang spesifik yaitu membawa

36 netrofil menuju sel inflamasi. Netrofil aktif memainkan peranan penting dalam mengeliminasi bakteri dengan memproduksi IL-8. Pengeluaran mediator endogen (sitokin) akibat reaksi inflamasi, begitu juga infeksi dapat merangsang monosit untuk mengeluarkan sitokin termasuk IL-1, TNF dan IL-6 sebagai produk yang diduga menyebabkan persalinan preterm. Konsentrasi sitokin dalam cairan amnion akan meningkat setelah terjadinya infeksi dan diikuti oleh terbentuknya prostaglandin E2 dan F2 sehingga terjadi kontraksi uterus. Sitokin inflamasi IL- 1, IL-6, IL-8 dan TNF- telah terbukti sebagai mediator yang berperan dalam produksi prostaglandin, akhir-akhir ini ditemukan konsentrasinya meningkat secara bermakna pada KPD preterm. Walaupun dari penelitian ini didapatkan peningkatan kadar serum IL-8 cukup bermakna pada persalinan preterm, tetapi tidak dapat diketahui pada umur kehamilan berapa minggu sudah terjadi peningkatan kadar serum IL-8 tersebut, dan berapa lama setelah peningkatan akan terjadi proses persalinan. Pemeriksaan kadar IL-8 pada cairan amnion dapat lebih memberikan gambaran keadaan proses infeksi sebagai penyebab persalinan preterm, tetapi memerlukan tindakan amniosentesis yang invasif. Penelitian Krist J tahun 1998 mendapatkan peningkatan kadar IL-8 pada cairan amnion yang memberikan gambaran terjadinya infeksi intra uterin dan terjadi korioamnionitis histologis. Nihay L juga mendapatkan peningkatan kadar IL-8 pada cairan amnion yang menunjukkan terjadinya infeksi intra uterin. Bo Jacobsson tahun 2005 melaporkan hasil penelitiannya tentang kadar IL-6 dan IL-8 pada cairan servik dan amnion hubungannya dengan adanya invasi mikroba selaput korion dan amnion pada

37 persalinan preterm. Didapatkan peningkatan kadar yang cukup tinggi dari IL-6 dan IL-8 pada cairan servik dan cairan amnion pada kasus persalinan preterm dan ditemukan adanya bakteri pada selaput korion dan amnion. Dari penelitian ini belum dapat dipakai pedoman apakah peningkatan kadar serum IL-8 dapat dipakai sebagai petunjuk adanya infeksi intra uterin yang asimtomatik. Penelitian selain dari pemeriksaan maternal serum perlu dilakukan pemeriksaan kadar IL-8 dari cairan servik, cairan amnion, tali pusat, selaput ketuban dan plasenta, sehingga dapat ditentukan apakah sudah terjadi infeksi intra uterin dan korioamnionitis. Juga perlu dilakukan penelitian keadaan luaran bayi postpartum apakah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas perinatal.

38 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar IL-8 pada kehamilan preterm yang pecah ketuban spontan dan ketuban tidak pecah. 7.2 Saran 1. Dilakukan pemeriksaan kadar serum IL-8 pada kehamilan preterm apabila ingin mengetahui adanya infeksi asimtomatis yang bisa mengakibatkan terjadinya ketuban pecah spontan. 2. Dilakukan penelitian selain dari pemeriksaan serum maternal yaitu pemeriksaan kadar IL-8 dari cairan servik, cairan amnion, tali pusat, selaput ketuban dan plasenta, sehingga dapat ditentukan apakah sudah terjadi infeksi intra uterin dan korioamnionitis. 3. Dilakukan penelitian keadaan luaran bayi postpartum apakah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas perinatal.