BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. tradisional biasanya memanfaatkan bahan baku asli dari suatu daerah, alami,

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II EKOLOGI MIKROBIOLOGI PANGAN

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses

TEKNOLOGI FERMENTASI PANGAN. Agroindustrial Departement, Faculty of Agricultural Technology, Brawijaya University

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

Mikroorganisme dalam Industri Fermentasi

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

PENDAHULUAN. Kondisi ini akan lebih diperparah lagi akibat penjualan. pengawetan untuk menekan pertumbuhan bakteri.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

PENDAHULUAN. alam yang besar. Berbagai jenis tanaman seperti buah-buahan dan sayuran yang beragam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke

I. PENDAHULUAN. Pampekan, merupakan kerabat dekat durian yaitu masuk dalam genus Durio.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak di tangkap dan di

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Salah satu pangan fungsional yang

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB 1 PENDAHULUAN. secara optimal (Direktorat Pengelolaan Hasil Perikanan, 2007 dalam Marada, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

PENGARUH EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA TERHADAP MIKROBA PADA ISOLAT IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

I. PENDAHULUAN. negara dengan ciri khas masing-masing. Makanan fermentasi tersebut diolah

MIKROBIOLOGI PANGAN TITIS SARI

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura khususnya buah-buahan. Buah-buahan mempunyai banyak manfaat.

I. PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

o Archaebacteria o Eubacteria

PAPER BIOKIMIA PANGAN

<-- ' ' '\' l~i~ ;~~ B riicl~"':ii

BABI PENDAHULUAN. Rawon merupakan salah satu makanan khas Jawa Timur yang mudah

Pengawetan bahan pangan

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan bahan pangan yang sangat cepat mengalami proses. pembusukan (perishable food). Pembusukan ikan terjadi setelah ikan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc.

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Ikan Mas Taksonomi Ikan Mas: Kingdom Filum Subfilum Superkelas Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Vertebrata : Pisces : Osteichthyes : Actinopterygii : Cypriniformes : Cyprinidae : Cyprinus : Cyprinus carpio L Secara umum, karakteristik ikan mas memiliki bentuk tubuh yang agak memanjang dan sedikit memipih ke samping (compressed). Sebagian besar tubuh ikan mas ditutupi oleh sisik. Pada bagian dalam mulut terdapat gigi kerongkongan (pharynreal teeth) sebanyak tiga baris berbentuk geraham (Pribadi, 2002). Sirip punggung ikan mas memanjang dan bagian permukaannya terletak berseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral). Sirip punggungnya (dorsal) berjari-jari keras, sedangkan di bagian akhir bergerigi. Sirip ekornya menyerupai cagak memanjang simetris. Sisik ikan mas relatif besar dengan tipe sisik lingkaran (cycloid) yang terletak beraturan (Pribadi, 2002).

2.2 Keberadaan Mikroorganisme Pada Makanan Bahan pangan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain itu, pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikonsumsi (Siagian, 2002). Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung atau tidak langsung dengan sumber-sumber pencemar mikroba, seperti tanah, udara, air, debu, saluran pencernaan, dan pernapasan manusia atau hewan. Populasi mikroba pada berbagai jenis pangan umumnya sangat spefisik, tergantung dari jenis bahan pangannya, kondisi lingkungan dan cara penyimpanannya (Nurwantoro dan Djarijah, 1997). Ikan dan kerang membawa mikroflora normal di sisik, kulit dan saluran pencernaan. Kualitas air, cara pemberian makan, dan penyakit dapat mengubah jenis dan jumlah mikroba normalnya. Bakteri yang bersifat patogen pada ikan dan kerang adalah Vibrio parahaemolyticus, Vibrio vulnificus, dan Vibrio cholera (Ray, 2005). Flora bakteri yang terdapat pada ikan yang ditangkap dalam keadaan segar umumnya mengandung organisme gram negatif seperti Pseudumonas, Acinetobacter, Vibrio, dan Flavobacterium dan gram positif seperti kelompok Lactobacillus dan Micrococci. Perbandingan kedua jenis ini tergantung pada musim, tempat, metode penangkapan dan faktor lingkungan. Mikroflora normal ikan tidak berbahaya jika ikan masih dalam keadaan hidup sedangkan jika ikan

telah mati, enzim akan disekresikan ke daging ikan seperti enzim endogen yang mengautolisis jaringan setelah mati (Ray, 2005). Pertumbuhan bakteri di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi bahan pangan. Beberapa mikroba dapat menghasilkan enzim yang aktif yang dapat menghidrolisa pati, menghidrolisa selulosa atau memfermentasi gula, sedangkan mikroba lainnya menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisa lemak yang mengakibatkan terjadinya ketengikan atau merusak protein yang menghasilkan bau busuk. Beberapa mikroba tersebut dapat membentuk lendir, gas, busa, warna yang menyimpang, asam, dan racun (Winarno dkk, 1980). 2.3 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dibagi menjadi 2 bagian yaitu faktor intrinsik yang meliputi nutrisi, faktor penunjang dan penghambat pertumbuhan seperti senyawa antimikroba, ph, aktivitas air dan potensi oksidasi-reduksi sedangkan yang termasuk faktor ekstrinsik adalah suhu penyimpanan, kelembaban relatif, aktivitas mikroorganisme, dan kandungan atmosfir (Ray, 2005; Jay, 2005). Pertumbuhan mikroba membutuhkan pembentukkan senyawa seluler dan energi. Kebutuhan nutrisi untuk proses ini diperoleh dari lingkungan mikroba itu sendiri, makanan akan memberikan nutrisi pada mikroba. Nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroba meliputi karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin. Mikroorganisme mampu menggunakan molekul-molekul yang besar seperti pada karbohidrat (pati atau selulosa), protein (kasein susu), dan lemak., mikrooorganisme akan menghasilkan enzim ekstraselular atau menghidrolisis

molekul komplek ini menjadi bentuk yang lebih sederhana sebelum ditransportasikan ke dalam sel (Ray, 2005). Aktivitas air (a w ) adalah suatu pengukuran ketersediaan air untuk fungsi biologis dan berhubungan dengan ketersediaan air pada suatu makanan. Air dalam makanan sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba, yaitu untuk mentransportasikan nutrisi dan juga berperan dalam proses enzimatik seperti hidrolisis polimer menjadi monomer (Ray, 2005). Nilai a w bahan pangan segar adalah 0,99, sedangkan pada umumnya bakteri pembusuk tidak dapat tumbuh pada nilai a w dibawah 0,91. Nilai a w yang berada dibawah nilai minimum untuk pertumbuhan mikroba tidak selalu membuat bakteri mati, walaupun ada juga beberapa bakteri yang mati. Bakteri menjadi tidak aktif tetapi masih bersifat menginfeksi (Forsythe, 2000; Purnomo, 1995). Setiap mikroorganisme memiliki ph optimum dimana pertumbuhan mikroorganisme itu optimal. Pada umumnya, nilai ph bahan pangan berkisar antar 3,0 sampai 8,0 karena kebanyakkan mikroorganisme tumbuh pada ph sekitar 5,0-8,0 maka hanya jenis-jenis tertentu yang ditemukan pada bahan pangan yang mempunyai nilai ph rendah. Pergeseran ph makanan terhadap waktu dapat mengakibatkan perubahan aktivitas mikroba (Bucle dkk, 2009; Forsythe, 2000). Berdasarkan kebutuhan akan oksigen bakteri dapat digolongkan menjadi bakteri aerob ataupun anaerob. Bakteri aerob membutuhkan oksigen bebas untuk menghasilkan energi karena oksigen bebas bertindak sebagai penerima elektron pada respirasi aerob. Bakteri anaerob fakultatif agar dapat menghasilakan energi maka bakteri ini membutuhkan ketersediaan oksigen bebas, bakteri ini juga dapat menggunakan oksigen yang terikat pada suatu senyawa seperti NO 3 atau SO 4

sebagai penerima electron pada respirasi anaerob. Jika tidak ada oksigen, senyawa lain dapat digunakan untuk menerima elektron melalui fermentasi (Ray, 2005). Berdasarkan kebutuhan suhu untuk tumbuh, bakteri dapat digolongkan menjadi bakteri psikotroph, termofil, dan mesofil. Bakteri psikotroph dapat tumbuh pada suhu rendah yaitu sekitar -5 o C sampai 20 o C dengan suhu optimumnya adalah 15 o C, bakteri termofil tumbuh pada suhu yang relatif tinggi yaitu sekitar 45 o C sampai 70 o C, dan bakteri mesofil yang tumbuh pada suhu 10 o C sampai 45 o C. Suhu penyimpanan merupakan faktor yang penting untuk mencegah kerusakan bahan pangan (Jay, 2005). Kelembaban udara relatif berhubungan dengan aktivitas air (aw), pangan yang memiliki nilai aw rendah apabila ditempatkan pada lingkungan yang mempunyai kelembaban udara relatif tinggi akan mudah menyerap air. Semakin banyak air yang terserap akan meningkatkan nilai aw sehingga pangan tersebut mudah dirusak oleh bakteri. Sebaliknya, pangan yang mempunyai nilai aw tinggi apabila ditempatkan pada lingkungan yang mempunyai kelembaban udara relatif rendah akan mengalami kehilangan air sehingga nilai aw-nya akan menurun. Akan tetapi, hal ini berakibat menurunkan mutu pangan tersebut karena terjadi pengkerutan, seperti pada buah-buahan (Nurwantoro dan Djarijah, 1997). 2.4 Pengaruh Pengolahan Makanan dengan Asam dan Garam terhadap Kandungan Mikroba pada Makanan Jumlah dan jenis mikroba pada bahan pangan juga dipengaruhi oleh pengolahan bahan pangan itu sendiri. Salah satu pengolahan makanan yang sering dilakukan dalam menjaga mutu makanan adalah dengan penggunaan asam dan garam (Nurwantoro dan Djarijah, 1997).

Asam-asam organik yang sering ditambahkan dengan sengaja dalam bahan pangan, antara lain asam asetat, asam laktat, dan asam sitrat. Biasanya bahan pengawet ini ditambahkan dalam jumlah tertentu yaitu lebih dari 1% (Nurwantoro dan Djarijah, 1997). Penggunaan asam dalam pengolahan bahan makanan mempunyai peranan penting yang bersifat antimikroba. Sifat tersebut karena penambahan asam akan mempengaruhi ph, disamping itu karena adanya sifat keracunan mikroba yang khas dari hasil urainya. Mikroba yang berspora pada umunya tidak dapat hidup dan berkembang biak pada ph dibawah 4,0 seperti Clostridium botulinum tidak dapat hidup di bawah ph 4,6 (Winarno, 1980). Toksisitas asam yang ditimbulkan sangat bervariasi bergantung kepada derajat disosiasinya dan kondisi keasamannya. Asam benzoat lebih efektif terhadap khamir dan bakteri sedangkan kapang dapat dihambat pertumbuhannya pada konsentrasi di atas 25 mg/l. Asam sorbat umunya digunakan dalam bentuk garam kaliumnya, mempunyai aktivitas dengan spektrum yang luas terhadap khamir dan kapang tetapi tidak efektif pada bakteri Lactobacilli, Staphylococci dan Clostridia (Buckle dkk, 2009). Jumlah asam yang cukup akan menyebabkan denaturasi protein oleh karena itu beberapa mikroba sensitif terhadap asam. Asam di dalam makanan dapat dihasilkan dengan menambahkan kultur pembentuk asam atau menambahkan langsung asam ke dalam makanan misalnya asam sitrat atau asam benzoat (Winarno dkk, 1980). Kebanyakan bakteri mempunyai ph optimum, yaitu ph dimana pertumbuhan bakteri maksimum yaitu sekitar 6,5-7,5. Pada ph dibawah 5,0 dan diatas 8,5 bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik. Makanan yang mempunyai ph

rendah (dibawah 4,5) biasanya tidak dapat ditumbuhi oleh bakteri. Bakteri-bakteri yang tidak tahan asam seperti bakteri Gram negatif yang berbentuk batang tidak dapat tumbuh pada bahan pangan yang bersifat asam seperti yoghurt, keju dan sauerkraut. Oleh karena itu, makanan yang mempunyai ph rendah relatif lebih tahan selama penyimpanan dibandingkan dengan makanan yang mempunyai ph netral atau mendekati netral (Bucke dkk, 2009; Fardiaz, 1992). Garam memberikan sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada bahan pangan, senyawa ini akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau mikroorganisme proteolitik dan juga pembentuk spora adalah jenis mikroorganisme yang paling mudah terpengaruh walaupun dengan kadar garam yang rendah sekalipun (sampai 6%). Mikroba patogen kecuali Staphylococcus aureus dapat dihambat oleh kadar garam hingga 10-12%. Mikroba halofilik terutama Lactobacillus dan Leuconostoc dapat tumbuh cepat dengan adanya garam. Pada konsentrasi NaCl sebesar 2-5% yang dikombinasikan pada suhu rendah, cukup untuk mencegah pertumbuhan mikroba psikrofilik (Buckle, 2009). Mekanisme pengawetan NaCl adalah dengan memecahkan (plasmolisis) membran sel mikroba, karena NaCl mempunyai tekanan osmosis yang tinggi, bersifat hidroskopis sehingga dapat menyerap air dari bahan yang mengakibatkan a w dari bahan tersebut menjadi rendah dan dapat mengurangi kelarutan oksigen, sehingga mikroba aerob dapat dicegah pertumbuhannya (Buckle, 2009). 2.5 Bakteri Bakteri merupakan jenis mikroorganisme yang termasuk golongan prokariot, bakteri dapat tumbuh dengan cepat yaitu dengan pembelahan biner.

Bakteri pada umumnya mempunyai ukuran sel 0,5-1.0 µm dan terdiri dari tiga bentuk dasar yatu bentuk bulat atau kokus, bentuk batang atau basilus dan bentuk spiral. Struktur bakteri terdiri dari dinding sel, membran sitoplasma, inti sel dan ada kalanya ditemukan kapsul, flagella, dan spora (Fardiaz, 1992). Berdasarkan susunan dinding selnya, bakteri dibagi menjadi bakteri Gram positif dan Gram negatif. Pada bakteri Gram positif, 90% dari dinding selnya terdiri dari lapisan peptidoglikan, sedangkan lapisan tipis lainnya adalah asam teikoat. Pada bakteri Gram negatif, hanya 5-20% dari dinding selnya terdiri dari lapisan peptidoglikan, sedangkan lapisan lainnya terdiri dari protein, lipopolisakarida dan lipoprotein (Fardiaz, 1992). Semua bakteri yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik dimana pada metabolismenya bakteri heterotropik menggunakan protein, karbohidrat, lemak dan komponen makanan lainnya sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya (Fardiaz, 1992). Beberapa bakteri dapat mengoksidasi karbohidrat secara lengkap menjadi CO 2 dan H 2 O atau memecahnya menjadi asam, alkohol, aldehida atau keton. Bakteri juga dapat memecah protein yang terdapat di dalam makanan menjadi polipeptida, asam amino, amonia dan amin. Beberapa spesies tertentu dapat memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak (Fardiaz, 1992). 2.6 Probiotik Probiotik adalah mikroba yang hidup (aktif) dalam makanan yang menguntungkan bagi kesehatan. Probiotik menyebabkan komposisi mikroflora dalam kolon akan beruba. Populasi mikroba yang menguntungkan, terutama Lactobacillus dan Bifidobacterium akan meningkat dan sebaliknya pertumbuhan

bakteri yang merugikan terutama Eschericia coli dan Clostridium dihambat (Silalahi, 2006). Pendekatan probiotik adalah mengkonsumsi sel bakteri terutama penghasil asam laktat, yakni Lactobacillus dan Bifidobacterium di dalam makanan atau dalam bentuk suplemen makanan (Silalahi, 2006). Cara meningkatkan aktivitas probiotik adalah dengan mengatur kondisi sedemikian rupa sehingga mikroba yang bermanfaat mampu bertahan hidup selama melewati saluran pencernaan. Tempat yang paling sulit dilalui adalah lambung karena derajat keasaman yang tinggi, adanya asam empedu dan kompetisi dengan mikroba dalam kolon. Saat ini makanan yang mengandung bakteri asam laktat atau makanan sumber probiotik adalah hasil fermentasi susu, yaitu yoghurt serta asinan sayur-sayuran dan buah-buahan (Silalahi, 2006). Efek menguntungkan dari probiotik berasal dari kemampuan probiotik untuk memberikan aksi perlindungan terhadap bakteri patogen, menyediakan enzim untuk membantu metabolisme nutrisi makanan dan metabolit di usus halus, menstimulasi sistem imun intestinal dan meningkatkan aktivitas peristaltik intestinal (Ray, 2005). 2.7 Lactobacillus Lactobacillus adalah bakteri asam laktat berbentuk batang dan termasuk bakteri Gram positif. Spesies ini kebanyakkan bersifat homofermentatif dan tumbuh dalam suasana anaerobik. Lactobacillus banyak terdapat pada produk susu. Bakteri Lactobacillus bersifat lebih tahan dalam suasana asam dibandingkan bakteri asam laktat lainnya dan dapat tumbuh dengan baik pada ph yang rendah seperti pada ph 4. Bakteri ini dapat diisolasi secara selektif dari bahan alam

dengan menggunakan medium karbohidrat yang bersifat asam tinggi seperti tomato juice-peptone agar. Sifat ketahanan lactobacillus dalam suasana asam membuat bakteri ini dapat tumbuh pada fermentasi laktat bahkan pada saat penurunan nilai ph yang drastis dan bakteri ini jarang bersifat patogen (Madigan dan Martinko, 2006). Contoh spesies dari Lactobacillus ini adalah Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus reuteri dan Bifidobacterium. Dalam kondisi normal bakteri-bakteri ini akan mempertahankan keseimbangan ekologi mikroflora pada saluran pencernaan dengan mengontrol laju pertumbuhan dari mikroflora yang tidak diinginkan. Efek ini dihasilkan dari kemampuan bakteri untuk melakukan metabolism asam laktat dan asam asetat dalam jumlah besar. Selain itu, bakteri ini juga dapat menghasilkan senyawa penghambat, seperti Lactobacillus acidophilus yang menghasilkan bacteriocin yang efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan juga karena sensitivitas bacteriocin terhadap enzim proteolytic saluran pencernaan maka bakteri ini dapat membatasi pertumbuhan bakteri Gram positif yang tidak diinginkan. Bakteri Lactobacillus reuteri dapat menghasilkan reuterine yang bersifat menghambat untuk pertumbuhan bakteri Gram positif dan negatif (Ray, 2005). 2.8 Fermentasi Makanan Fermentasi bahan pangan adalah hasil dari kegiatan mikroorganisme. Pada proses fermentasi, mikroorganisme dapat mencerna bahan energinya tanpa adanya oksigen dan sebagai hasilnya bahan baku energi ini hanya sebagian yang dipecah yang menghasilkan sejumlah kecil energi, karbondioksida, air dan produk akhir metabolik organik lain yang dihasilkan. Zat-zat produk ini termasuk sejumlah

besar asam laktat, asam asetat dan etanol. Mikroorganisme yang memfermentasi bahan pangan yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat seperti Lactobacillus sp dan Leuconostoc dan bakteri pembentuk asam asetat seperti Acetobacter aceti (Buckle dkk, 2009). Sifat-sifat bahan pangan hasil fermentasi ini ditentukan oleh mutu dan sifat-sifat asal bahan pangan itu sendiri, perubahan yang terjadi sebagai hasil fermentasi mikroorganisme dan interaksi yang terjadi diantara produk dari kegiatan-kegiatan tersebut. Fermentasi oleh organisme yang dikehendaki memberi flavor, bentuk yang bagus (bouquet) dan tekstur bahan pangan yang telah difermentasi. Pada beberapa fermentasi asam laktat, keasaman yang tinggi, ph dan potensial redoks yang rendah yang dicapai menghambat pertumbuhan organism lainnya dan perubahan kimia yang tidak diinginkan. Beberapa produk hasil fermentasi adalah sauerkraut, pikel, green olives, sosis, produk serealia roti, minuman beralkohol dan anggur (Buckle dkk, 2009). 2.9 Kegunaan Rempah-Rempah dalam Makanan Pengawetan makanan banyak dilakukan untuk menjaga nilai nutrisi dan stabilisitas makanan, hal ini dapat dilakukan dengan cara mengontrol pertumbuhan mikroorganisme patogen di dalam makanan. Pertumbuhan mikroba pada makanan dapat dibatasi atau ditekan dengan cara penambahan bahan tambahan yang sesuai seperti penambahan asam organik lemah, perlakuan secara fisik seperti pengaturan suhu dan pembungkusan ataupun mengatur ph dari makanan tersebut. Salah satu cara untuk membatasi pertumbuhan mikroba pada makanan dapat dilakukan dengan penggunaan rempah-rempah pada makanan (Souza, 2005).

Rempah-rempah merupakan bahan tambahan yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Sebagian besar rempah-rempah mempunyai daya guna ganda yaitu untuk meningkatkan aroma dan cita rasa makanan yang dihasilkan. Rempah-rempah dapat mencegah pertumbuhan mikroba. Efek penghambatan mikroba oleh suatu jenis rempah-rempah bersifat khas. Beberapa jenis rempahrempah yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang cukup kuat adalah bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit dan lengkuas (Rahayu, 2000). Penggunaan rempah-rempah dalam makanan dapat digunakan 1 jenis atau bersamaan dengan bahan rempah-rempah lain. Penggunan rempah-rempah bersamaan dengan bahan lain ditujukan untuk memperbaiki perbedaan rasa hidangan. Rempah-rempah yang banyak digunakan dalam makanan adalah kunyit, jahe, bawang merah, bawang putih, lada, andaliman, cabai, lengkuas dan kencur (Srinivasan, 2005). 2.10 Dekke Naniura 2.10.1 Pengertian Dekke Naniura Pada masyarakat Batak terdapat beberapa makanan tradisional yang menggunakan ikan mas sebagai bahan dasarnya seperti Dekke Naniarsik dan Dekke Naniura. Dekke Naniarsik adalah ikan yang diberi asam dan bumbu dan dikeringkan dengan pemanasan. Naniura sering juga disebut dekke naniura berasal dari kata dekke yang berarti ikan segar dan biasanya yang diperoleh dari danau atau sungai dan naniura yang berarti diura. Naniura adalah masakan khas Batak Toba yang mempunyai ciri khas ikan emas yang dihidangkan tanpa ada proses memasak di api, tetapi hanya dengan membubuhi bumbu-bumbu yang sudah disiapkan dan asam jungga sampai menjadi lunak. Rendaman asam jungga

itulah yang membuat ikan mentah itu tidak terasa amis dan alot seperti ikan mentah. Hampir setiap rumah mempunyai resep naniura sendiri, sehingga cukup sulit mencari standar baku naniura (Karo-karo, 2011; Simanungkalit, 2009). 2.10.2 Pembuatan Dekke Naniura Pembuatan dekke naniura dimulai dengan membersihkan ikan terlebih dahulu dengan membuang seluruh bagian dalam dan sisik ikan, kemudian ikan dibelah dari kepala hingga ekor lalu duri ikan dibuang. Ikan kemudian diasami dan dibiarkan kurang lebih 3 jam. Kemiri digongseng, dibiarkan dulu, bawang putih, bawang merah, kencur, andaliman masing-masing digiling halus secara terpisah, lalu disisihkan dalam satu wadah tapi jangan disatukan. Kunyit diparut dan sisihkan. Batang kecombrang dikukus, setelah matang ditumbuk sampai halus lalu disisihkan dalam wadah terpisah. Seluruh bumbu kemudian ditumbuk. Bumbu dimasukkan dan diolesi ke permukaan ikan dan dibiarkan selama 2 jam hingga ikan benar-benar matang (Simanungkalit, 2009). 2.10.3 Bumbu Dekke Naniura Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan dekke naniura adalah bawang merah (Allium cepa), bawang putih (Allium sativum), asam jungga (Citrus jambhiri), kemiri (Aleurites moluccana), andaliman (Zanthoxylum acanthopodium), kencur (Kaempferia galanga), kecombrang (Nicolaia speciosa), kunyit (Curcuma domestica) dan garam. Penggunaan bumbu-bumbu masakan ini dapat bersifat antibakteri pada bakteri patogen yang ditemukan pada makanan. Kandungan bawang merah antara lain flavonoid, tannin, polifenol, minyak atsiri yang mengandung komponen aliin, metal aliin, dihidrodiin, kaemferol, kuersetin, dan floroglusin dan kandungan bawang putih antara lain tanin, flavonoid, minyak atsiri, dialilsulfida, aliin, alisin, dan enzim aliinase. Bawang

merah dan bawang putih memiliki kegunaan antara lain sebagai ekspektoran dan karminatif (Ditjen POM, 1995). Pada penelitian secara in vitro, bawang merah dan bawang putih menunjukkan aktivitas antibakteri terhadapap bakteri gram positif dan gram negative, termasuk bakteri enteropatogen (Padua, 1955). Pada bawang merah dan bawang putih juga mengandung flavonoid. Flavonoid mengandung senyawa fenol yang merupakan suatu alkohol yang bersifat asam. Fenol memiliki kemampuan untuk mendenaturasi protein dan merusak membran sel (Ichsan, 2009). Kunyit mengandung minyak atsiri, kurkumin, tannin dan damar. Kunyit banyak digunakan sebagai zat pewarna alami pada makanan, antikoagulan, menurunkan tekanan darah, obat malaria, obat cacing, bakterisida, obat sakit perut, fungisida dan stimulan. Kurkumin pada kunyit memiliki spektrum yang luas terhadap aktivitas antibakteri (Syukur, 2001; Padua, 1955). Kandungan minyak atsiri kencur terdiri dari etil-p-etoksi-sinamat yang merupakan turunan dari sinamaldehida. Sebagai antibakteri, minyak atsiri yang terdapat pada kunyit dan kencur dapat merusak membran sel bakteri sehingga menyebabkan lisis yang menghambat pertumbuhan selnya (Supriadi, 1999). Andaliman merupakan salah satu jenis rempah-rempah dari tumbuhan liar yang dikenal oleh masyarakat Batak. Ciri khas dari tanaman ini adalah kemampuan buahnya memberi sifat rasa yang unik yaitu sensasi trigerminal menggigit yang kuat pada alat pengecap sampai terasa bergetar dan kebas, juga aromanya menyenangkan. Selain itu, ekstrak kasar buah andaliman memiliki aktivitas fisiologi aktif sebagai antioksidan dan antimikroba yang potensial (Mierza, 2007).

Komponen utama minyak atsiri pada asam jungga adalah limonen. Asam ini banyak digunakan sebagai antiseptik mulut dan kerongkongan. Kecombrang mengandung zat aktif minyak atsiri, alkaloid, glikosida, tannin, flavonoida, triterpenoid/steroid dan polifenol yang bersifat antibakteri (Lenny, 2002; Harahap, 2011).