BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

dokumen-dokumen yang mirip
NEW YEARLINA S ABSTRACT. Keywords: Recognition, Validation, an Illegitimate Child from a Husband and Wife with Different Citizenships

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. yang sekaligus juga merupakan harapan bangsa. Orang tua adalah orang pertama

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial.

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan setiap kelahiran anak yang dilakukan oleh pemerintah berasas non

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

I. PENDAHULUAN. suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SEMINAR SEHARI PRAKTIK PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM MASYARAKAT INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan dasar pertimbangan sebagai berikut:

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain itu untuk menyelesaikan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Perceraian pasangan..., Rita M M Simanungkalit, FH UI, 2008.

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

BUPATI INDRAGIRI HULU PROVINSI RIAU

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PELAYANAN AKTA CATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

BAB II KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENCATATAN KELAHIRAN

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP ANAK HASIL PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2013

PEMERINTAH KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Repub

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

Hlm. 1 dari 10 hlm._penetapan No. : 0117/Pdt.P/2014/PA.Pas.

P E N E T A P A N Nomor 0073/Pdt.P/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2011 S A L I N A N

BAB I PENDAHULUAN. di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

P E N E T A P A N. Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

P E N E T A P A N BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Buruh, tempat tinggal di Kota Dumai;

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

PEMERINTAH KOTA PASURUAN

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 2 TAHUN 2012 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PENCATATAN NIKAH, TALAK DAN RUJUK MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1/1974 DAN PP. NO. 9/1975. Yasin. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERSPEKTIF YURIDIS DAN SOSIOLOGIS TENTANG PERKAWINAN ANTAR PEMELUK AGAMA DI KABUPATEN WONOGIRI T A R S I

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN TRENGGALEK

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 54 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun Hal ini berarti bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

Transkripsi:

30 BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE NO. 49/08 YANG TERDAFTAR PADA KANTOR DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA BATAM NO. 11/ P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014 A. Pengesahan Anak Luar Kawin Dari Pasangan Suami Istri Berbeda Kewarganegaraan 1. Pengesahan Yang Didahului Dengan Perkawinan Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang diangggap sakral dalam perjalanan hidup manusia, setidaknya hal tersebut diyakini oleh banyak suku bangsa di dunia, termasuk di Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa yang multi etnis memandang perkawinan merupakan hal yang dianggap suci dan sarat makna spiritual. Pandangan ini hidup dan berkembang dari generasi ke generasi, bahkan menyentuh ranah hukum positif yang berlaku dalam negara. Undang-Undang Perkawinan memiliki pemahaman bahwa perkawinan merupakan ikatan yang suci lahir dan batin yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti Undang-Undang Perkawinan tidak semata-mata memandang perkawinan sebagai suatu hubungan hukum bahkan lebih jauh yaitu hubungan spiritual yang berdimensi relegius. Berbeda dengan KUHPerdata, yang hanya memandang perkawinan hanya merupakan suatu perikatan biasa. 65 65 Lea Devina Anggundhyta Ramschie, Op. Cit., hlm. 53. 30

31 Perkawinan yang sah menurut hukum yang berlaku di Indonesia adalah perkawinan yang dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing serta dicatat oleh instansi yang berwenang untuk itu sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) juncto ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 66 Ketentuan ini berlaku secara efektif sejak tanggal 1 Oktober 1975 dengan disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Segala sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan berlaku hukum yang lama sebelum tanggal tersebut, yaitu: 67 a. KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek); b. Ordonasi Perkawinan Kristen (Huwelijks Ordonantie Christen Indonesiers S. 1933 No. 74); c. Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de Gemengde Huwelijken S.1898 No. 158); Perkawinan dianggap sah bagi WNI yang tunduk kepada KUHPerdata, apabila memenuhi ketentuan yang berlaku dalam undang-undang, yaitu setiap perkawinan harus didaftar dan dicatatkan ke Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat. Kedua undang-undang tersebut (KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan) apabila dicermati terdapat persamaan substansi bahwa suatu perkawinan dianggap sah apabila telah dicatat oleh pegawai dan instansi yang berwenang. Dengan demikian, keharusan untuk melakukan pencatatan 66 Lihat Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 67 Lihat Pasal 66 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

32 perkawinan sebagai syarat formal sahnya suatu perkawinan merupakan hal yang mutlak untuk dilakukan. Apabila syarat tersebut tidak dipenuhi maka suatu perkawinan dalam aspek hukum positif tidak membawa akibat hukum. 68 Perkawinan yang demikian di dalam masyarakat sering disebut dengan berbagai istilah, diantaranya kawin siri, kawin bawah tangan dan lain sebagainya. Sistem hukum Indonesia tidak mengenal istilah kawin bawah tangan dan semacamnya serta tidak mengatur secara khusus dalam sebuah peraturan. Namun, secara sosiologis, istilah ini diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatatkan dan dianggap dilakukan tanpa memenuhi ketentuan undang-undang yang berlaku, khususnya tentang pencatatan perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Pasal 2 ayat (2) yang berbunyi: Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan yang dilakukan secara bawah tangan merupakan suatu fenomena yuridis yang tidak dapat dipungkiri. Terdapat berbagai alasan yang mendasari perkawinan di bawah tangan tersebut, yaitu: 69 a. Tidak terpenuhinya syarat-syarat untuk berpoligami terutama tidak adanya persetujuan dari istri sebelumnya maka orang tersebut melaksanakan perkawinan di bawah tangan, cukup di hadapan pemuka agama. b. Masyarakat yang masih awam, adanya perasaan takut untuk berhadapan dengan pejabat nikah dan menganggap perkawinannya lebih baik dilaksanakan di depan pemuka agama. 68 Lea Devina Anggundhyta Ramschie, Op. Cit., hlm. 54. 69 I Gede Purwaka, Keterangan Hak Mewaris yang Dibuat oleh Notaris Berdasarkan Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Tesis, Program Spesialis Notariat dan Pertanahan, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 1999, hlm. 6.

33 c. Agama sering dijadikan dalil untuk melegitimasi keinginan-keinginan tertentu yang subjektif. d. Faktor sosial, budaya, ekonomi, agama dan juga tingkat pendidikan yang masih rendah. e. Beberapa faktor lainnya seperti terdapatnya perbedaan kewarganegaraan. Akibat faktor perbedaan kewarganegaraan, banyak masyarakat yang memilih untuk hidup bersama dengan melahirkan keturunan tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah karena memikirkan status kewarganegaraan anak mereka. Karena undangundang yang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang saat ini sudah tidak berlaku, pada prinsipnya mengatur bahwa kewarganegaraan anak mengikuti kewarganegaraan ayah. Hal inilah yang dikhawatirkan terutama bagi ibu yang anaknya akan menjadi WNA mengikuti kewarganegaraan ayahnya yang WNA. 70 Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006 yang menggantikan undang-undang kewarganegaraan yang terdahulu telah disahkan DPR pada tanggal 11 Juli 2006. Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru menegaskan bahwa anak dapat tetap mengikuti warga negara ibunya, dan sampai batas umur yang telah ditetapkan anak tersebut dapat memilih kewarganegaraan yang diinginkan, apakah tetap WNI atau WNA mengikuti warga negara ayahnya. Atas dasar Undang- Undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006 banyak pasangan suami istri berbeda kewarganegaraan yang telah memiliki anak luar kawin ingin mengesahkan status anaknya dengan melangsungkan perkawinan yang sah dan tercatat terlebih dahulu. 71 70 Lea Devina Anggundhyta Ramschie, Op. Cit., hlm. 55. 71 Ibid.

34 Pengaturan mengenai lembaga anak luar kawin yang diakui dan disahkan merupakan perbuatan untuk meletakkan hubungan hukum antara anak dan orang tua yang meyakininya. Selanjutnya, pengesahan anak luar kawin dari pasangan suami istri yang berbeda kewarganegaraan pada dasarnya sama dengan pengesahan anak luar kawin dari perkawinan biasa, yang mana pengesahannya hanya terjadi dengan adanya perkawinan orang tua yang telah mengakuinya lebih dulu atau mengakuinya pada saat perkawinan dilangsungkan, sehingga anak luar kawin ini dapat diakui dan disahkan menurut ketentuan undang-undang yang sudah ada. 72 Ketentuan mengenai pencatatan pengesahan anak diatur dalam Pasal 50 Undang-Undang Administrasi Kependudukan Nomor 24 Tahun 2013, yaitu sebagai berikut: 73 a. Setiap pengesahan anak wajib dilaporkan oleh orang tua kepada instansi pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan. b. Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi orang tua yang agamanya tidak membenarkan pengesahan anak yang lahir di luar hubungan perkawinan yang sah. c. Berdasarkan laporan pengesahan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat pencatatan sipil membuat catatan pinggir pada akta kelahiran. Selanjutnya, Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. 74 dan Pasal 52 ayat (2) undang-undang yang 72 Subekti, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), hlm. 19. 73 Pasal 50 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Administrasi Kependudukan. 74 Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

35 sama menyebutkan bahwa Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan. 75 Pasal ini menjelaskan bahwa hak anak yang sama dengan hak asasi manusia, baik anak sah maupun anak luar kawin mereka semua sama di mata hukum. Status anak sebagai anak luar kawin merupakan suatu masalah bagi anak luar kawin tersebut, karena mereka tidak bisa mendapatkan hak-hak dan kedudukan sebagai anak pada umumnya seperti anak sah karena secara hukumnya mereka hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Anak luar kawin dari pasangan suami istri yang berbeda kewarganegaraan tidak akan memperoleh hak yang menjadi kewajiban ayahnya, karena ketidakabsahan pada anak luar kawin tersebut. Konsekuensinya adalah laki-laki yang sebenarnya menjadi ayah tidak memiliki kewajiban memberikan hak anak luar kawin. Sebaliknya anak tersebut pun tidak dapat menuntut ayahnya untuk memenuhi kewajiban yang dipandang menjadi hak anak bila statusnya sebagai anak luar kawin. Ketentuan hukum memungkinkan anak luar kawin dapat memperoleh hubungan perdata dengan ayahnya, yaitu dengan cara memberi pengakuan terhadap anak luar kawin tersebut. Di dalam Pasal 280 juncto 281 KUHPerdata menegaskan: Dengan pengakuan yang dilakukan terhadap seorang anak luar kawin, timbullah hubungan perdata antara anak dan bapak atau ibunya. 76 Pengakuan terhadap anak 75 Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 76 Pasal 280 KUHPerdata.

36 luar kawin dapat dilakukan dengan suatu akta autentik, bila belum diadakan dalam akta kelahiran atau pada pelaksanaan pernikahan. 77 Pengakuan demikian juga dapat dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, dan didaftarkan dalam daftar kelahiran menurut hari penandatanganan. Pengakuan ini harus dicantumkan pada margin akta kelahirannya bila akta tersebut ada. Status hukum anak luar kawin yang diatur dalam KUHPerdata ada 3 (tiga) tingkatan, yaitu: a. Anak di luar perkawinan yang belum diakui oleh orang tuanya. b. Anak di luar perkawinan yang telah diakui oleh salah satu atau kedua orang tuanya. c. Anak di luar perkawinan menjadi anak sah sebagai akibat kedua orang tuanya melangsungkan pernikahan secara sah. Mengenai status anak luar kawin atau Naturalijk kind menjadi diakui atau tidak oleh orang tuanya menurut KUHPerdata adalah bahwa dengan adanya ketentuan di luar perkawinan saja belum terjadi hubungan keluarga antara anak dengan orang tuanya. Dengan pengakuan, lahir suatu pertalian kekeluargaan dengan akibat-akibatnya (terutama hak mewaris) antara anak dan keluarga yang mengakuinya, namun hubungan kekeluargaan antara anak dan keluarga yang mengakuinya belum juga ada. Hubungan tersebut hanya dilegalkan dengan pengesahan sebagai pelengkap dari pengakuan tersebut yang dilakukan melalui surat penetapan, sehingga anak luar kawin tersebut sudah sah menurut hukum. Peristiwa pengakuan dan pengesahan anak tidak dapat dilakukan secara diamdiam tetapi harus dilakukan di depan Pegawai Pencatatan Dinas Kependudukan dan 77 Pasal 281 KUHPerdata.

37 Pencatatan Sipil, dengan pencatatan dalam akta kelahiran, atau dalam akta perkawinan orang tuanya (yang berakibat pengesahan) atau dalam akta tersendiri dari Pegawai Pencatatan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Anak luar kawin perlu diakui oleh ayah atau ibunya demi kepentingan hukum anak tersebut, yang menyangkut segala akibatnya di bidang pewarisan, kewarganegaraan, perwalian dan sebagainya. Adapun pengaturan terhadap anak luar kawin melalui alat bukti yang autentik dapat dilakukan dengan cara: 1. Dalam akta kelahiran anak pada waktu perkawinan berlangsung. 2. Dalam akta perkawinan ayah atau ibu kalau kemudian meneruskan dengan perkawinan. 3. Dalam akta pengakuan atau pengesahaan anak. Dalam peristiwa pengesahan seorang anak, baik itu kelahiran anak luar kawin, peristiwa kelahirannya perlu mempunyai alat bukti yang tertulis dan autentik, karena untuk dapat membuktikan identitas seorang yang memiliki kekuatan hukum secara sempurna adalah dengan dilihat dari akta kelahiran yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang berwenang mengeluarkan akta tersebut. Akibat hukum dari pengesahan dalam hal orang tuanya kawin dan pengesahan terjadi karena perkawinan tersebut atau karena surat pengesahan dari Menteri Kehakiman, maka bagi yang disahkan tersebut berlaku ketentuan-ketentuan undangundang yang sama, seolah-olah anak luar kawin dilahirkan dalam perkawinan, yang berarti anak luar kawin memperoleh kedudukan yang sama seperti anak-anak yang dilahirkan sepanjang perkawinan.

38 Anak luar kawin memperoleh status anak sah tidak hanya terhadap orang tuanya melainkan terhadap sanak keluarga orang tuanya. Dalam undang-undang tidak ditentukan, mulai kapan pengesahan berlaku. Pengesahan dan akibat-akibatnya mulai berlaku sejak orang tua anak luar kawin melangsungkan perkawinan. Dalam hal pengesahan dilakukan dengan surat pengesahan yang diberikan Menteri Kehakiman setelah orang tuanya melangsungkan perkawinan, maka pengesahan tersebut berkekuatan surut sampai hari perkawinan dilangsungkan. Akibatnya adalah bahwa anak atas warisan yang jatuh sebelum perkawinan tersebut dilangsungkan hanya mempunyai hak sebagai anak luar kawin. 78 B. Pelaksanaan Pengesahan Anak Luar Kawin Berdasarkan Particulars Of Marriage No. 49/08 Yang Terdaftar Pada Kantor Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Batam No. 11/ P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014 Perkawinan yang dianggap sah adalah perkawinan yang dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya dan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku 79 Di negara Indonesia ada 2 (dua) instansi atau lembaga yang diberi tugas untuk mencatat perkawinan dan perceraian (dan ruju ). Adapun instansi atau lembaga yang dimaksud adalah: 80 1. Kantor Urusan Agama Kecamatan untuk Nikah, Talak dan Ruju bagi orang beragama Islam. 2. Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Bugerlijk Stand) untuk perkawinan yang tunduk kepada: 78 Ko Tjai Sing, Op. Cit., hlm. 110. 79 I Gusti Ayu Candika Puspasari, Op. Cit., hlm. 48. 80 Ibid.

39 a. Stb. 1933 Nomor 75 jo Stb. 1936 Nomor 607 tentang peraturan sipil untuk orang Indonesia, Kristen, Jawa, Madura, Minahasa dan Ambonia. b. Stb. 1847 Nomor 23 tentang peraturan perkawinan dilakukan menurut ketentuan Stb. 1849 Nomor 25, yaitu tentang Pencatatan Sipil Eropa. c. Stb. 1917 Nomor 129 tentang pencatatan perkawinan yang dilakukan menurut ketentuan Stb. 1917 Nomor 130 jo. Stb. 1919 Nomor 81 tentang Peraturan Pencatatan Sipil Campuran. d. Pencatatan Sipil untuk Perkawinan Campuran sebagaimana diatur dalam Stb. 1904 Nomor 279. e. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 menegaskan bahwa orang Kristen di Sumatera, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur, sebagian di Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya yang belum diatur tersendiri sebagaimana tersebut dalam poin-poin di atas, pencatatan perkawinan bagi mereka ini dilaksanakan di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil berdasarkan ketentuan Pasal 3-Pasal 9 peraturan ini. Di Indonesia banyak terjadi perkawinan yang tidak dicatatkan pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Tujuan perkawinan dicatatkan adalah untuk suatu pembuktian, jika perkawinannya dicatatkan maka perkawinan yang dilakukan mempunyai kekuatan hukum tetap. 81 Dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, maka setiap peristiwa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, baik itu mengenai perkawinan maupun kelahiran anak luar kawin juga perlu didaftarkan ke Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk mendapatkan akta kelahiran. Hukum akan melakukan perlindungan yang tuntas dengan adanya akta kelahiran, yang berarti bahwa pemilik akta kelahiran telah diakui secara sempurna 81 Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 17.

40 yang menyangkut keadaan diri pribadinya seperti nama, tanggal lahir, nama kedua orang tuanya dan lain-lain yang bersangkutan dengan identitas kelahirannya. Salah satu contoh kasus pengesahan anak luar kawin yang cukup menarik perhatian adalah pengesahan anak luar kawin berdasarkan Particulars of Marriage No. 49/08 yang terdaftar pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam No. 11/ P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014 tertanggal 10 Februari 2014. Pencatatan ini merupakan pencatatan perkawinan dari pasangan berbeda kewarganegaraan antara: 1. Mempelai laki-laki bernama DKJ, Warga Negara Selandia Baru. 2. Mempelai perempuan bernama MNF, Warga Negara Indonesia. Perkawinan yang dilangsungkan pasangan tersebut di atas merupakan perkawinan campuran karena terdapat perbedaan kewarganegaraan, dimana salah satu mempelai berkewarganegaraan Indonesia (WNI) sebagaimana diatur dalam Pasal 57 Undang-Undang Perkawinan. Sehingga persyaratan dari perkawinan campuran harus dipenuhi. Sebelum dilangsungkannya pencatatan perkawinan di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam, DKJ dan MNF telah melangsungkan perkawinan secara agama sebagaimana tercantum dalam Particulars of Marriage tertanggal 10 Februari 2014 No. 11/ P.PKW.CS.BTM/ II/ 2014 yang turut dilampirkan bersama surat-surat yang menjadi syarat yang harus dipenuhi. Perkawinan ini dianggap telah sah menurut agama dan kepercayaannya sehingga ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan telah terpenuhi.

41 Pencatatan perkawinan dan pengesahan anak dilakukan agar status anak luar kawin hasil dari perkawinan campuran ini berubah status hukumnya menjadi anak sah, sehingga anak luar kawin tersebut memperoleh hak sama seperti hak seorang anak yang sah. Pasal 272 KUHPerdata menyebutkan bahwa anak luar kawin akan menjadi anak sah apabila: 82 1. orang tuanya menikah; dan 2. sebelum orang tuanya menikah, mereka telah mengakui anaknya atau pengakuan ini dilakukan dalam akta perkawinan. Pengesahan anak terjadi dengan dilangsungkannya perkawinan atau dengan surat pengesahan, setelah anak luar kawin diakui terlebih dahulu oleh kedua orang tuanya. Sebagai contoh kasus pengesahan anak yang terjadi adalah pengesahan anak berdasarkan Akta Kelahiran Nomor 238/ PPN/ KI-CS-BTM/ 2004 tertanggal 9 Agustus 2004, atas nama RDD yang lahir pada tanggal 26 Juni 2000, anak pertama dari seorang perempuan WNI bernama MNF dan seorang laki-laki berkewarganegaraan Selandia Baru bernama DKJ yang mengakibatkan RDD lahir pada tanggal 9 Agustus 2004. Setelah itu, pengesahannya diurus oleh DKJ dan MNF tanpa harus melalui sidang pengesahan perkawinan di pengadilan dan muncul catatan pinggir pada akta 82 Indah Setia Rini, Pelaksanaan Pengesahan Anak Luar Kawin Menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Studi Kasus terhadap Perkara Nomor: 74/Pdt.P/2005/Pn.Tng di Pengadilan Negeri Tangerang), Tesis, Magister Kenotariatan, Universitas Diponegoro, 2009, hlm. 52.

42 kelahiran RDD. Terkait mengenai pengesahan anak luar kawin tersebut, dapat dipahami bahwa Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam masih memperhatikan ketentuan mengenai pengesahan anak luar kawin. Hal ini diatur dalam Pasal 277 KUHPerdata, yaitu: 83 Pengesahan anak, baik dengan kemudian kawinnya bapak dan ibunya, maupun dengan surat pengesahan menurut Pasal 274, mengakibatkan bahwa terhadap anak itu akan berlaku ketentuan-ketentuan undang-undang yang sama seolah-olah anak itu dilahirkan dalam perkawinan. Hal ini juga diperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/ PUU/ IX/ 2011 tentang anak sah, dimana Mahkamah Konstitusi tetap mempertahankan Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan tentang anak sah, yaitu anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. 84 Sebaliknya, Mahkamah Konstitusi mengubah Pasal 43 ayat (1) Undang- Undang Perkawinan tentang anak luar kawin, dari bunyi asal: anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya menjadi anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau 83 Pasal 277 KUHPerdata. 84 Syafa at, Pengesahan Anak Di Luar Nikah Menurut Hukum Perdata, diakses melalui http://bimasislam.kemenag.go.id/post/opini/pengesahan-anak-diluar-nikah-menurut-hukum-perdata, pada tanggal 14 Desember 2016, pukul 12.51 WIB.

43 alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. 85 Pengesahan dilakukan oleh ayah biologis terhadap anaknya sesuai dengan ketentuan KUHPerdata yang hanya dapat dilakukan apabila laki-laki tersebut menikah dengan ibu dari anak yang bersangkutan dengan dibuktikan adanya Kutipan Akta Perkawinan. Selanjutnya, pengesahan tidak dapat terjadi apabila yang bersangkutan tidak melaksanakan pencatatan perkawinannya. 86 Pengesahan ini merupakan suatu bentuk pengakuan dan tanggung jawab yang bersangkutan bahwa anak yang lahir dari istri/calon istrinya adalah benar anak biologis dari laki-laki tersebut. Menurut KUHPerdata, dengan adanya pengesahan ini maka laki-laki tersebut mempunyai tanggung jawab yang sama terhadap anak yang dilahirkan setelah terjadinya perkawinan. 87 Pengesahan dalam pencatatan perkawinan ini menyebabkan nama anak luar kawin yang telah disahkan dicantumkan dalam akta perkawinan orang tuanya. Begitu pula pada akta kelahirannya diberi catatan pinggir yang memuat: 88 1. Nama anak yang tertera di akta tersebut; 2. Nama ibu kandung anak; 85 Syafa at, Pengesahan Anak Di Luar Nikah Menurut Hukum Perdata, diakses melalui http://bimasislam.kemenag.go.id/post/opini/pengesahan-anak-diluar-nikah-menurut-hukum-perdata, pada tanggal 14 Desember 2016, pukul 12.51 WIB. 86 Syafa at, Pengesahan Anak Di Luar Nikah Menurut Hukum Perdata, diakses melalui http://bimasislam.kemenag.go.id/post/opini/pengesahan-anak-diluar-nikah-menurut-hukum-perdata, pada tanggal 14 Desember 2016, pukul 12.51 WIB. 87 Syafa at, Pengesahan Anak Di Luar Nikah Menurut Hukum Perdata, diakses melalui http://bimasislam.kemenag.go.id/post/opini/pengesahan-anak-diluar-nikah-menurut-hukum-perdata, pada tanggal 14 Desember 2016, pukul 12.51 WIB. 88 Wawancara dengan Rahmat Ali, Kepala Seksi Perkawinan, Perceraian, Pengesahan dan Pengangkatan Anak, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam pada tanggal 11 November 2016.

44 3. Tempat tanggal lahir anak; 4. Nama ayah; 5. Pernyataan pengesahan berdasarkan akta perkawinan; 6. Tanggal dan nomor akta perkawinan kedua orang tua; 7. Tanggal dan nomor agenda pengesahan anak; 8. Kantor yang mengeluarkan agenda pengesahan tersebut. Berdasarkan Penetapan No. 79/ Pdt.P/ 2014/ PN.Btm, akibat hukum pengesahan anak luar kawin dari pasangan suami istri yang berbeda kewarganegaraan, yang mana orang tuanya melangsungkan perkawinan secara agama kemudian mendaftarkannya pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta melakukan pengesahan maka bagi yang disahkan tersebut berlaku ketentuan undang-undang yang sama, seolah-olah anak luar kawin dilahirkan dalam perkawinan, yang berarti anak luar kawin memperoleh kedudukan yang sama seperti anak-anak yang dilahirkan sepanjang perkawinan.