BAB 1 : PEMBAHASAN. 1.1 Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2016

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut WHO pada tahun 2000 terjadi 52% kematian yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Prevalensi Sindrom Metabolik yang Semakin Meningkat. mengidentifikasi sekumpulan kelainan metabolik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kelompok usia lanjut (usila/lansia) (Badriah, 2011). Secara alamiah lansia

FAKTOR RISIKO POLA KONSUMSI NATRIUM KALIUM SERTA STATUS OBESITAS TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS LAILANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular menjadi penyebab utama kematian di dunia, dari 56 juta kematian global di tahun 2012,

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

menyerupai fenomena gunung es. Penelitian ini dilakukan pada subjek wanita karena beberapa penelitian menyebutkan bahwa wanita memiliki risiko lebih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.


BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 5 PEMBAHASAN. IMT arteri karotis interna adalah 0,86 +0,27 mm. IMT abnormal terdapat pada 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit

Diabetes Mellitus Type II

Citrakesumasari, Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin

BAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati

I. PENDAHULUAN. sekaligus sebagai upaya memelihara kesehatan dan kebugaran. Latihan

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Hubungan Kadar Kolesterol Total dan Ukuran Lingkar Perut dengan Kejadian Hipertensi pada Pegawai UIN Alauddin Makassar Tahun 2014

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

PERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN KOLESTEROL TOTAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS YANG MELAKUKAN SENAM DIABETES

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB VI PEMBAHASAN. Studi kasus kontrol pada 66 orang pasien terdiri atas 33 orang sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas I Baturraden Kabupaten Banyumas. Penelitian ini dilakukan

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tipe 2 di dunia sekitar 171 juta jiwa dan diprediksi akan. mencapai 366 juta jiwa tahun Di Asia Tenggara terdapat 46

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan kekurangan gizi telah menurun, tetapi sebaliknya penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dan mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung, paru-paru, otot dan sendi.

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM)

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011).

HUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

I. PENDAHULUAN. Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak,

BAB I PENDAHULUAN. dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal. The Seventh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut World Health Organization (WHO), obesitas adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25

Transkripsi:

BAB 1 : PEMBAHASAN 1.1 Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2016 Berdasarkan tabel 4.3dapat dilihat bahwa terdapat 27 pasang (37,5%) responden kasus yang menderita hiperurisemia dan responden kontrol tidak menderita hiperurisemia. Responden kasus yang tidak menderita hiperurisemia dan responden kontrol yang menderita hiperurisemia sebesar 9 pasang (12,5%). Hasil analisis bivaiat diperoleh nilai p-value sebesar 0.003 (p < 0.05) hal ini menunjukkan bahwa hiperurisemia memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2016. Orang yang menderita hiperurisemia berisiko 3 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami hiperurisemia dengan nilai OR 3 95% CI (1,4 6,38). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mustafiza yangmenyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara hiperurisemia dengan hipertensi (pvalue = 0,00). Orang yang menderita hiperurisemia berisiko 16 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami hiperurisemia dengan nilai OR 16 95% CI (3,22 79,56). Hasil penelitian serupa juga ditemukan olehvedercchia, pada penelitan tersebutmenunjukkan bahwa kadar asam urat kuartil keempat (>6.2 mg/dl pada pria)berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler (RR 1.73; 95%CI1.01-3.00) (27). Menurut Feig dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kadar asam urat yang terus menerus tinggi merupakan predictor perkembangan hipertensi,

peningkatan kadar asam urat ditemukan pada 25-60% pasienhipertensi esensial yang tidak diterapi dan pada 90% pasien dewasa dengan hipertensi onset baru, penurunan kadar asam urat dengan inhibitor xantin oksidasemenurunkan tekanan darah pasien dewasa dengan hipertensi onsetbaru (28). Berdasarkan prinsip ontology, jalur utama yang menyebabkan terjadinya hipertensi pada keadaan hiperurisemia adalah disfungsi endotel akibat produksi ROS yang berlebihan dan penurunan jumlah NO. Selain itu, hiperurisemia juga menyebabkan inflamasi vaskuler, proliferasi otot polos, peningkatan produksi renin, dan lesi vaskuler pada ginjal (23). Asam urat sebenarnya bersifat antioksidan karena asam urat mencegah degradasi SOD3 dan mengikat peroxynitrit. Oleh karena itu, konsentrasi NO tetap stabil dan endotel dapat menjalankan fungsi normalnya. Namun bila kadarnya lebih dari 5.5 mg/dl dan kadar antioksidan lainnya rendah, asam urat justru bersifat prooksidatif. Asam urat yang berlebihan juga merangsang oksidasi LDL melalui stimulasi lipid peroxidase yang diduga berperan pada penebalan tunika intimamedia pembuluh darah pada proses atherosclerosis. Akumulasi kristal urat pada plak atherosklerosis yang telah terbentuk dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik. Aktivasi komplemen mengakibatkan berbagai efek biologis seperti inflamasi, kemotaksis, opsonisasi, dan aktivitas sitolitik. Aktivitas komplemen dan ROS yang berlebihan menyebabkan kerusakan sel sehingga terbentuk debris hingga memicu terjadinya hipertensi (23). Besarnya pengaruh dari kadar asam urat terhadap hipertensi tersebut semestinya dapat dicegah sedini mungkin, oleh karena itu peneliti menyarankan kepada pihak puskesmas agar dapat meningkatkan kegiatan penyuluhan tentang kaitan antara asam urat dengan hipertensi, memberikan intervensi terhadap pasien

yang menderita hiperurisemia dengan tujuan mencegah terjadinya masalah kesehatan yang kebih komplek, terutama hipertensi. 1.2 Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2016 Berdasarkan tabel 4.4dapat dilihat bahwa terdapat 26 pasang (36,1%) responden kasus yang dengan aktivitas fisik berisiko dan responden kontrol dengan aktivitas fisik tidak tidak berisiko. Responden kasus yang dengan aktivitas fisik tidak berisiko dan responden kontrol dengan aktivitas fisik berisiko sebanyak 11 pasang (15,3%). Hasil analisis bivariat diperoleh diperoleh nilai p-value 0.01 (p < 0.05) hal ini menunjukkan bahwa aktivitas fisik memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2016. Orang dengan aktivitas fisik berisiko (kurang dari 600 MET) berisiko 2,36 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan orang dengan aktivitas fisik tidak berisiko ( 600 MET) dengan nilai OR 2,36 95% CI (1,17 4,8). Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian Anggraini yang menemukan bahwa Dapat diketahui pada tabel 20, dari 6889 responden, sebanyak 1287 responden termasuk dalam kategori kurang aktivitas fisik (< 150 menit/minggu) dan menderita hipertensi. Sementara untuk responden yang cukup melakukan aktivitas fisik dan menderita hipertensi yaitu sebanyak 2449 responden. Jika dilihat dari total responden pada masing-masing kategori menunjukkan bahwa persentase responden yang termasuk dalam kategori kurang aktivitas fisik memiliki persentase hipertensi lebih tinggi dibandingkan responden yang memiliki aktivitas fisik cukup yaitu dari total 2240 responden yang kurang aktivitas fisik (< 150 menit/minggu) sebanyak 57.5% responden menderita hipertensi. Berdasarkan uji

statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dan kejadian hipertensi dengan p-value sebesar 0,000 (p < 0.05) (37). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Rahayu yang menyatakan bahwa orang dengan aktivitas olah raga kurang berisiko 1,3 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan orang dengan aktivitas olahraga cukup. Hal serupa juga dikemukakan oleh Pranama yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi (38). Menurut Khomsan seseorang dengan aktivitas fisik yang kurang, memiliki kecenderungan 30%-50% terkena hipertensi daripada mereka yang aktif melakukan kegiatan. Peningkatan intensitas aktivitas fisik, 30 45 menit per hari, penting dilakukan sebagai strategi untuk pencegahan dan pengelolaan hipertensi. Olah raga atau aktivitas fisik yang mampu membakar 800-1000 kalori akan meningkatkan High Density Lipoprotein (HDL) sebesar 4.4 mmhg (39). Menurut Supariasa aktivitas fisik yang teratur mempunyai manfaat yang penting bagi kesehatan antara lain mengurangi risiko faktor penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus, kanker payudara, kanker kolon, dan osteoporosis. Selain itu, aktivitas fisik yang teratur juga dapat membantu menurunkan berat badan, memelihara berat badan, dan mengurangi risiko jatuh pada orang umur lanjut (40). Oleh karena itu peneliti menyarankan kepada masyarakat agar dapat menerapkan pola hidup yang sehat seperti olah raga dengan teratur. 1.3 Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2016 Berdasarkan tabel 4.5dapat dilihat bahwa terdapat 25 pasang (34,7%) responden kasus yang tidak obesitas dan responden kontrol yang tidak obesitas.

Responden kasus yang tidak obesitas dan responden kontrol yang obesitas sebesar 8 pasang (11,1%). Hasil analisis bivaiat diperoleh diperoleh nilai p-valuesebesar 0.01 (p < 0.05) hal ini menunjukkan bahwa obesitas memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2016. Orang yang mengalami obesitas berisiko 2,75 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami obesitas dengan nilai OR 2,8 95% CI (1,18 6,18). Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Aneja yang menyebutkan bahwa obesitas menyebabkan beberapa kelainan adaptasi yang secara individual dan sinergis berperan terhadapkejadian hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya. Hal serupa juga dikemukan oleh Riyadi yang menyatakan bahwa status obesitas merupakan faktor risiko kejadian hipertensi lansia di Puskesmas Curup dan Perumnas Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Bengkulu (OR:4,57, CI 95%:1,49-13,95). Sedangkan menurut Sugiharto orang yang mengalami obesitas berisko 4,20 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami obesitas. Menurut Anggraini dalam penelitian menemukan bahwa sebanyak 2872 responden yang tidak overweight (IMT <23 kg/m2) menderita hipertensi, sedangkan responden yang overweight (IMT 23 kg/m2) dan menderita hipertensi sebanyak 864 responden. Jika dilihat dari total responden pada masing-masing kategori menunjukkan bahwa responden overweight (IMT 23 kg/m2) memiliki persentase hipertensi yang cukup tinggi yaitu dari total 1271 responden overweight sebanyak 67.9% responden menderita hipertensi. Dari hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dan kejadian hipertensi dengan p-value sebesar 0,000 (p < 0.05) (37). Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan penyakit degenerative seperti

hipertensi. Dengan mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang (15). Beberapa faktor diduga berperan dalam mekanisme obesitas yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah : a) efek langsung obesitas terhadap hemodinamik meliputi peningkatan volume darah, peningkatan curah jantung dan peningkatan isi sekuncup (stroke volume); b) adanya mekanisme yang menghubungkan obesitas dengan peningkatan resistensi perifer seperti disfungsi endotel, resistensi insulin, aktivitas saraf simpatis, adanya subtansi yang dikeluarkan oleh adiposa seperti Interleukin-6 (IL-6) dan TNF-α (26). Peningkatan akumulasi lemak viseral (abdominal) merupakan risiko penyakit kardiovaskular, dislipid, hipertensi, stroke dan DM tipe 2. Ada hubungan kuat antara lemak viseral dengan resistensi inulin. Jaringan lemak viseral juga dihubungkan dengan hipertensi esensial, dislipidemia dan faktor lain seperti fibrinolisis yang berkontribusi terhadap risiko penyakit kardiovaskular yang tinggi (26). Besarnya pengaruh obesitas terhadap kejadian hipertensi ini harus dicegah sedini mungkin agar tidak terjadi komplikasi dengan penyakit lainnya terutama hipertensi. Salah satu cara pencegahannya adalah menerapkan pola hidup yang sehat seperti makan sesuai dengan ketentuan gizi seimbang, rajin olah raga dan lain sebagainya.