1. KBRI-Kuala Lumpur tidak optimal dalam menjalankan fungsi dan misi diplomatik dalam situasi perundingan/negosiasi terkait penyelesaian kasus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. dalam Hubungan Internasional untuk memenuhi national interest nya masingmasing.

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-3 Kedudukan Perwakilan Diplomatik di Indonesia

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2008

Bab 5. KESIMPULAN dan SARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DALAM PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI JURNAL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. kecil, memaksa para perempuan untuk menjadi tenaga kerja wanita di luar

ASPEK-ASPEK HUKUM DAN HAM TERKAIT PERLINDUNGAN TKI DI LUAR NEGERI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI LUAR NEGERI: SEBUAH MANDAT KEMERDEKAAN NEGARA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Seiring tingginya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia

I. PENDAHULUAN. setelah China, India, dan USA. Kondisi ini menyebabkan jumlah pencari kerja

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. membuktikan bahwa pemerintah Indonesia belum mampu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Sensus Penduduk 2010, menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk

MATRIKS BUKU I RKP 2011

TENAGA KERJA INDONESIA: ANTARA KESEMPATAN KERJA, KUALITAS, DAN PERLINDUNGAN. Penyunting: Sali Susiana

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II ISU BURUH MIGRAN DAN MIGRANT CARE. CARE sebagai Non-Government Organization. Pembahasan tentang sejarah baik dari

TUGAS AKHIR SEMESTER GANJIL

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu penyumbang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang cukup besar adalah

PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

KEPPRES 108/2003, ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA HAK ASASI MANUSIA PEKERJA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI

6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perpanjangan Perjanjian Kerja Pada Pengguna Perseorangan (Beri

Analisa Media Edisi November 2013

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

TUGAS POKOK & FUNGSI PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENILAIAN DAN PENETAPAN MITRA USAHA DAN PENGGUNA PERSEORANGAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016

SEJAK 2011, BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REKOMENDASIKAN MORATORIUM PENGIRIMAN TENAGA KERJA INDONESIA KE TIMUR TENGAH

UPAYA PEMERINTAHAN RI DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HAM BAGI TENAGA KERJA WANITA DI MALAYSIA

BAB V PENUTUP. dalam mengadvokasi buruh migran perempuan Indonesia di Malaysia dalam

DEPUTI PERLINDUNGAN PEREMPUAN KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK RI

RGS Mitra 1 of 8 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2003 TANGGAL 31 DESEMBER 2003

PUSANEV_BPHN KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM

RISALAH KEBIJAKAN PENYUSUN: ENY ROFI ATUL NGAZIZAH

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

2011, No.80 2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentan

Peningkatan Kualitas Kelembagaan Pelayanan Tenaga Kerja yang Bekerja di Luar Negeri

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

2 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara R

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang seperti teknologi, sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

BAB IV PENUTUP. mengambil kesimpulan sebagai berikut: telah diatur dalam Konvensi ILO No. 188 Tahun 2007 tentang Work In

Tanggapan Komnas Perempuan terhadap. Draft RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dikutip dari naskah tentang TKI yang disusun oleh Ecosoc Rights dkk., Jakarta, Ibid.

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

STANDAR KOMPETENSI JABATAN KEPALA BIRO UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH TERKAIT DENGAN KINERJA DAN SISTEM PENDUKUNG DPR Dipersiapkan oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK)

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

LAMPIRAN I MATRIKS ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI. No. Arah Kebijakan Kemenlu Strategi Kemenlu Strategi Perwakilan

Penguatan Kapasitas Kelembagaan Melalui Kebijakan Insentif Anggaran Program DMO Kemenpar Terhadap Forum Tata Kelola Pariwisata di Kawasan Destinasi.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki hubungan yang cukup baik dengan negara-negara di kawasan Asia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2013, No.5 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut den

ANGGARAN DASAR MUSYAWARAH ANGGOTA XVII PERSATUAN PELAJAR INDONESIA UNIVERSITI TEKNOLOGI MALAYSIA (PPI-UTM) Sabtu, 2 November 2013 MUKADDIMAH

Perlindungan TKI pada Masa Penempatan Studi Kasus: TKI di Malaysia

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna

Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis. 1 Pendahuluan 2 Komitmen 3 Pelaksanaan 4 Tata Kelola

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Calon TKI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

BENCANA LINGKUNGAN PASCA TAMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Laut Bering lepas pantai Chukotka, Rusia. Juru bicara Kementerian Kelautan

Tugas Akhir 115 Pusat Kebudayaan Korea Selatan di Jakarta BAB I PENDAHULUAN

KEMENTERIAN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. optimal dari bagian organisasi demi optimalisasi bidang tugas yang di

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 53 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS RUU PRIORITAS TAHUN Ignatius Mulyono

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

I. PENDAHULUAN. masyarakat internasional, hal ini disebabkan oleh perbedaan kekayaan. sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kemajuan di bidang ilmu

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 /DPD RI/ I / TENTANG HASIL PENGAWASAN

HAK ASASI MANUSIA DALAM PUTUSAN HAKIM

KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 134/KMA/SK/IX/2011 TENTANG SERTIFIKASI HAKIM LINGKUNGAN HIDUP

Transkripsi:

BAB IV PENUTUP Berdasarkan data data dan analisa yang telah dilakukan di dalam penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa mekanisme penerapan layanan diplomatik oleh KBRI di Kuala Lumpur dalam memberikan perlindungan terhadap TKI/Wanita di Malaysia berpedoman pada arahan Menteri Luar negeri yang berdasarkan atas UU No. 37 tahun 1999 mengenai Hubungan Luar Negeri Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan secara rinci dalam Bab III UU No. 37 tahun 1999 pasal 21 menyebutkan bahwa dalam hal warga negara Indonesia yang terancam bahaya nyata, Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban memberikan perlindungan, membantu dan menghimpun mereka di wilayah yang aman serta mengusahakan untuk memulangkan mereka ke Indonesia atas biaya negara. Sedangkan dalam pasal 13 menyebutkan bahwa lembaga negara dan lembaga pemerintah baik departemen maupun non departemen yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjian internasional maupun langkah diplomatik, terlebih dahulu melakukan konsultasi mengenai rencana tersebut dengan menteri. Sehingga dapat dikatakan bahwa mekanisme perlindungan TKI/Wanita di Malaysia menjadi tanggung jawab Perwakilan RI di Indonesia yaitu KBRI, dengan wewenang KBRI kemudian membentuk Tim Negosiasi untuk menyelesaikan permasalahan kasus Nirmala Bonat, Nurul Aida, Siti Hajar maupun Winfaidah, dimana dalam prosedural pelaksanaan perlindungan tersebut Tim Negosiasi KBRI bekerja atas arahan Menteri Luar Negeri RI yang berdasarkan UU No. 37 Tahun 1999. Kesimpulan kedua adalah pemberian layanan diplomatik terkait perlindungan TKI/Wanita di Malaysia yang dilaksanakan oleh KBRI, telah sesuai dengan prosedur dan peraturan yang ada, akan tetapi terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pengorganisasian dan langkah-langkah diplomatik yang diambil oleh KBRI-Kuala Lumpur tidak berjalan secara efektif, yaitu : 60

1. KBRI-Kuala Lumpur tidak optimal dalam menjalankan fungsi dan misi diplomatik dalam situasi perundingan/negosiasi terkait penyelesaian kasus Nirmala Bonat, Nurul Aida, Siti Hajar dan Winfaidah. Dalam menyelesaikan keempat kasus tersebut KBRI-Kuala Lumpur masih menggunakan metode penyelesaian secara kasus per kasus sehingga misi dari layanan diplomatik tidak tercapai, karena langkah diplomatik yang diambil KBRI hanya memperbaiki kondisi, bukan menyelesaikan secara tuntas perbedaan internasional tentang perlindungan TKI. Pelaksanaan fungsi dari misi diplomatik juga tidak berjalan secara optimal, dimana dalam kasus Nurul Aida, fungsi Negosiasi KBRI tidak berjalan secara maksimal karena kemampuan negosiasi KBRI-Kuala Lumpur tidak dapat mencapai tujuan yaitu pengembalian hak-hak Nurul Aida berupa gaji yang tertunda serta pemberatan tuntutan hukuman bagi pelaku pembunuhan. Sedangkan dalam kasus Nirmala Bonat dan Winfaidah, kendala optimalisasi fungsi misi diplomatik terletak pada tidak berjalannya fungsi Proteksi KBRI-Kuala Lumpur karena KBRI-Kuala Lumpur tidak menyediakan pengacara lokal maupun lobi-lobi kultural dalam mempermudah proses peradilan kedua TKI tersebut di Malaysia. Fungsi dari misi diplomatik KBRI-Kuala Lumpur dalam kasus Siti Hajar juga tidak berjalan secara optimal karena KBRI-Kuala Lumpur kurang maksimal dalam menjalankan fungsi Observasi, dimana KBRI memiliki data terkait informasi kasus Siti Hajar, namun tidak dapat digunakan untuk mendesak pemerintah Malaysia dalam proses peradilan Siti Hajar. 2. Terdapatnya kendala dalam layanan perburuhan di Malaysia, dimana secara prosedural, KBRI memiliki beban yang sangat berat dalam memberikan perlindungan terhadap TKI/Wanita di Malaysia karena KBRI diharuskan untuk menguasai persoalan secara menyeluruh terhadap TKI/Wanita yang bekerja di seluruh wilayah bagian Malaysia. Selain itu terdapatnya kasus-kasus pungutan liar terhadap proses administrasi TKI/Wanita oleh oknum KBRI-Kuala Lumpur, 61

termasuk beberapa Mantan Duta Besar RI untuk Malaysia, berdampak pada turunnya tingkat kepercayaan publik terhadap kapasitas KBRI dalam memberikan perlindungan terhadap TKI/Wanita di Malaysia. 3. Persoalan signifikansi isu HAM dan migrasi perburuhan bagi KBRI- Kuala Lumpur, yaitu langkah diplomatik yang diambil KBRI masih tergolong dalam diplomasi konvensional karena masih lebih berorientasikan kepada permasalahan-permasalahan keamanan dan politik. Hal tersebut ditunjukkan melalui perbandingan antara signifikansi peningkatan mekanisme perlindungan TKI/Wanita di luar negeri dengan empat program lain yang lebih menjadi prioritas KBRI dalam konteks politik, hukum dan keamanan di tahun 2009. Keempat program tersebut diantaranya adalah perluasan layanan warga (citizen service), pemulangan WNI/TKI bermasalah, diplomasi mengenai penyelenggaraan Bali Democracy Forum dan repatriasi warga Papua bersama Kementerian Luar Negeri. Diplomasi yang dilakukan oleh KBRI dalam mendukung suksesnya empat program tersebut sangatlah intensif bila dibandingan dengan tingkat diplomasi KBRI dalam memberikan perlindungan terhadap TKI/Wanita di luar negeri. 4. Persoalan kuantitas dan rendahnya kualitas TKI/Wanita di Malaysia. Jumlah TKI yang bekerja di Malaysia hingga Juni 2009 mencapai 2,76 juta orang sangat berbanding terbalik dengan jumlah total staf KBRI dan KJRI di Malaysia yaitu hanya 68 orang. Timpangnya jumlah TKI dengan jumlah staf KBRI dan KJRI berdampak pada buruknya kualitas pelayanan diplomatik yang diterima oleh para TKI/Wanita di Malaysia. Persoalan rendahnya kualitas TKI/Wanita di Malaysia juga menjadi faktor penghambat bagi efektifitas pelayanan diplomatik KBRI dimana hampir 80% TKI yang dikirimkan ke Malaysia berlatarbelakang pendidikan Lulusan Sekolah Dasar dan Lulusan SMTP Umum. Sehingga sebagian besar TKI/Wanita yang bekerja di Malaysia berada dalam jenis pekerjaan domestik seperti PRT, buruh perkebunan dan buruh tidak tetap. Rendahnya kualitas TKI/Wanita 62

tersebut berdampak langsung pada rentannya mereka terhadap kasuskasus pelanggaran hukum dan korban tindak kekerasan karena rendahnya tingkat pemahaman atas hak dan hukum yang berlaku di Malaysia. Disamping kesimpulan pertama dan kedua, terjadinya tumpang tindih peran antara KBRI dengan lembaga lain seperti BNP2TKI dan Atase-atase ketenagakerjaan juga menjadi faktor penghambat keefektifan mekanisme perlindungan KBRI terhadap TKI/Wanita. Tumpang tindih peran antara KBRI dengan lembaga lain ditunjukkan dalam perbedaan penafsiran terhadap penerapan undang-undang perlindungan TKI/Wanita di luar negeri, yaitu apakah dalam melaksanakan undang-undang tersebut lembaga-lembaga lain seperti BNP2TKI melaksanakan perlindungan secara Government to Personal saja atau disertai dengan mekanisme perlindungan melalui Government to Government yang notabene meruapakan bagian tugas dari KBRI. Tumpang tindih peran yang terjadi menimbulkan ketidakjelasan pihak yang bertanggung jawab terhadap perlindungan TKI/Wanita. Padahal siapapun yang menjadi pemangku kewenangan dalam memberikan perlindungan, bukanlah menjadi ukuran utama karena seluruh badan pemerintahan Indonesia berfungsi dalam melaksanakan perlindungan terhadap TKI/Wanita di luar negeri. Sebagai Penutup, dapat disimpulkan secara menyeluruh bahwa ketidakefektifan mekanisme perlindungan TKI/Wanita di luar negeri sangat berkaitan dengan lemahnya sifat-sifat kerja KBRI dan diplomatnya serta ketidaksiapan KBRI dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang bersifat non-konvensional. Oleh karena itulah perbaikan secara struktural dan fungsional bagi KBRI-Kuala Lumpur menjadi hal yang harus segera dilaksanakan agar dapat mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak asasi kemanusiaan serta memberikan perlindungan yang optimal terhadap TKI/Wanita ketika menjadi korban penganiayaan di masa yang selanjutnya. Mengenai signifikansi penulisan Perlindungan TKI/Wanita di Luar Negeri oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia : Studi Kasus Kedutaan Besar Republik Indonesia Kuala Lumpur Tahun 63

2004-2009 terhadap studi Ilmu Hubungan Internasional adalah untuk mengetahui peran KBRI selaku lembaga perwakilan pemerintah Indonesia di luar negeri dalam menangani isu-isu kontemporer seperti HAM dan migrasi Internasional. Sedangkan agenda riset yang dapat dilaksanakan kedepan adalah menemukan langkah-langkah diplomatik yang lebih progresif dan bersifat non konvensional untuk dapat dilaksanakan oleh KBRI-Kuala Lumpur dalam melindungi TKI/Wanita di Malaysia. 64