BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PEMBERIAN TEMULAWAK

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014)

I PENDAHULUAN. Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

akan timbul sebagai respons dan respons ini yang disebut cekaman (stres).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

I PENDAHULUAN. Indonesia selama ini banyak dilakukan dengan sistem semi intensif.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

I. PENDAHULUAN. banyak dan menyebar rata di seluruh daerah Indonesia. Sayang, ayam yang besar

PENDAHULUAN. sebagian hidupnya dilakukan ditempat berair. Hal ini ditunjukkan dari struktur fisik

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

PENDAHULUAN. suatu usaha peternakan Domba Priangan sehingga penyebaran dari suatu daerah

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

I. PENDAHULUAN. protein hewani yang sangat penting bagi masyarakat. Salah satu sumber gizi asal

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4.

I. PENDAHULUAN. masyarakat di pedesaan. Ternak itik sangat potensial untuk memproduksi telur

PENDAHULUAN. Budidaya perikanan merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi

PENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging

I. PENDAHULUAN. sangat cepat dibandingkan dengan pertumbuhan unggas lainnnya. Ayam broiler

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

I. PENDAHULUAN. dan ekonomis. Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah seiring

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi jalar termasuk tumbuhan semusim (annual) yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi merupakan salah satu faktor resiko yang membahayakan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar

PENDAHULUAN. absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

I. PENDAHULUAN. kebutuhan pakan ternak sehingga diperlukan penggunaan pakan alternatif. Sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Hidup dan Karkas

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

HUBUNGAN STRES DAN BIOKIMIA NUTRISI PADA TERNAK OLEH : NOVI MAYASARI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAD PADJADJARAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

EFFECT OF HOUSE TEMPERATURE ON PERFORMANCE OF BROILER IN STARTER PERIOD

Uji lanjut. Rata-rata K ,620 K ,380 K ,620 P 1,000 1,000 1,000. Kandang

PENDAHULUAN. meningkatnya tekanan osmotik serta stres panas. Itik akan mengalami kesulitan

PENDAHULUAN. telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus dan

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

PENDAHULUAN. dipertahankan. Ayam memiliki kemampuan termoregulasi lebih baik dibanding

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada

I. PENDAHULUAN. kesehatan, bahkan pada bungkus rokok-pun sudah diberikan peringatan mengenai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut menunjukan bahwa ayam lokal mempunyai potensi yang baik untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

Transkripsi:

1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi dapat merupakan masalah serius pada pengembangan ayam broiler di daerah tropis. Suhu rata-rata di daerah tropis adalah 29,8-36,9 C pada siang hari dan 12,4-24,2 C pada malam hari (BPS, 2001), lebih tinggi dibandingkan suhu nyaman bagi ayam broiler yakni 21-24 C. Ayam broiler termasuk hewan homeothermis yakni suhu tubuhnya relatif konstan sekalipun suhu lingkungan berubah-ubah, sehingga tingginya suhu lingkungan dapat menyebabkan cekaman panas bagi ayam. Pada unggas termasuk ayam broiler, pengeluaran panas tubuh akan dibatasi karena adanya bulu serta tidak terdapatnya kelenjar keringat. Akibat utama dari cekaman pada ayam broiler terhadap suhu tinggi, dapat menurunkan konsumsi ransum yang tentunya akan diikuti dengan rendahnya produksi, berarti secara ekonomis akan mengalami kerugian yang tidak sedikit. Turunnya produksi pada suhu lingkungan panas antara lain karena rendahnya kadar hormon tiroid, yang akan menurunkan metabolisme secara umum dan sintesis protein, sementara hormon kortikosteron justru meningkat. Aktifitas kelenjar tiroid sangat erat hubungannya dengan temperatur udara sekitarnya. Makin tinggi temperatur lingkungan, makin rendah aktifitas kelenjar tiroid. Hal ini disebabkan karena tingginya temperatur lingkungan menekan pengeluaran hormon tiroksin. Pertumbuhan selain sangat dipengaruhi oleh konsumsi ransum dan temperatur

2 lingkungan, juga sangat dipengaruhi oleh sistem hormonal, dan salah satunya adalah hormon triiodotironin (T3). Tingginya temperatur lingkungan sekitar merupakan faktor sebagai penyebab terjadinya cekaman panas (Yunianto et al., 1997) sehingga menyebabkan problem yang serius bagi perkembangan dan pertumbuhan ayam, terhadap konsumsi pakan dan percepatan pertumbuhan akibat adanya gangguan metabolisme dalam tubuh. Penelitian Harlova et al. (2002) menunjukkan bahwa cekaman panas pada ayam broiler (suhu siang hari 35-40 C dan malam hari 28-30 C), nyata menurunkan jumlah eritrosit, leukosit, konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit darah ayam broiler umur 1 minggu. Adanya cekaman panas, sekresi hormon glukokortikoid akan meningkat dan merespon pembentukan glukosa dari sumber non karbohidrat. Glukokortikoid akan menghidrolisis protein jaringan dan mengubahnya menjadi asam amino yang akan dibawa ke hati. Di hati asam amino tersebut diubah lebih lanjut menjadi glukosa yang kemudian dialirkan ke dalam darah sehingga berpengaruh terhadap kadar gula darah. Pelepasan glukokortikoid yang terus menerus akan menyebabkan atropi pada organ limfoid seperti bursa fabrisius, thymus dan limpa, sedangkan hati merupakan pusat organ detoksifikasi serta akan mensekresi senyawa-senyawa untuk menetralisir, sehingga akan mengalami hipertropi. Selain itu, tingginya temperatur lingkungan juga salah satu penyebab terjadinya stres oksidatif yakni munculnya radikal bebas yang jumlahnya tidak seimbang dengan antioksidan, sehingga sangat mengganggu terhadap kesehatan dan produksi. Selanjutnya penelitian Taniguchi et al. (1999) membuktikan bahwa stres

3 oksidatif karena pemberian hormon kortikosteron, dapat meningkatkan kandungan lemak abdomen, malonaldehide (MDA) dan kolesterol plasma ayam broiler. Perbaikan temperatur lingkungan berupa penurunan temperatur kandang dengan menggunakan pendingin buatan atau "air conditioner" (AC), akan memerlukan biaya yang sangat tinggi, yang tentunya susah untuk diterapkan di masyarakat. Oleh sebab itu peluang pemberian bahan alami seperti temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) yang dikombinasikan dengan vitamin C dan vitamin E, dapat digunakan untuk mengatasi cekaman panas pada ayam broiler. Pemberian temulawak memang sudah banyak dilakukan, tetapi pemberian temulawak untuk mengatasi stres (cekaman) panas, masih sangat jarang dilakukan. Hasil pengujian skrining yang dilakukan Hayani (2006) menunjukan bahwa di dalam rimpang temulawak terdapat flavonoid. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial dan sangat efektif digunakan sebagai antioksidan (Rohyami, 2008; Astawan dan Kasih, 2008). penelitian Kusnadi et al. (2010) yang memberikan temulawak pada ayam broiler dengan hasil terbaik pada level 2%, dimana perlakuan temulawak 2% menghasilkan konversi ransum paling baik, tetapi konsumsi ransumnya lebih rendah dibandingkan kontrol. Oleh karena itu pemberian temulawak yang lebih rendah 2% (1%) diyakini akan menghasilkan konsumsi ransum dan PBB (Pertambahan Bobot Badan) yang lebih tinggi dibandingkan pemberian temulawak 2%. Begitu pula dengan penelitian Kusnadi (2006) dengan memberikan vitamin C 250 ppm, 500 ppm, 750 ppm pada ayam broiler dengan temperatur lingkungan 32 0 C, yang hasilnya berpengaruh (p<0,05) terhadap konsumsi ransum, PBB dan konversi

4 Ransum, namun tidak berbeda nyata (p>0,05) antar perlakuan kecuali terhadap ransum kontrol (tanpa vitamin C). Penelitian Sahin et al. (2001) memperlihatkan bahwa pemberian vitamin E 250 ppm pada ayam broiler strain Cobb umur 21-42 hari pada kondisi heat stress (temperatur 32 0 C) nyata lebih baik (p<0,05) dibanding kontrol (tanpa vitamin E) terhadap konsumsi ransum dan PBB. Czajka et al. (2005) melaporkan bahwa pemberian vitamin C 40 mg/kg pakan (40 ppm) yang dikombinasikan vitamin E 70 mg/kg pakan (70 ppm) pada ayam broiler umur 21-40 hari pada lingkungan temperatur 33 0 C tidak memberikan pengaruh (p>0,05) terhadap konsumsi ransum, PBB dan rasio konversi pakan. Hal ini diduga pemberian vitamin C dengan level 40 mg/kg pakan (40 ppm) dikombinasikan vitamin E dengan level 70 mg/kg (70 ppm) masih terlalu rendah dosisnya. Vitamin C dan E, keduanya telah terbukti dapat digunakan sebagai penangkal cekaman panas pada ayam dan antara ke dua vitamin tersebut terjadi sinergik yang menguntungkan. Tocopherol (Vitamin E) salah satu antioksidan alami yang paling efektif, begitu juga dengan vitamin C juga merupakan antioksidan yang kuat (Youngson, 2005). Vitamin C bekerja secara sinergis dengan vitamin E (Winarsih, 2007). Menurut Wahyudi (2006) beberapa senyawa antioksidan bila dicampur dapat mempengaruhi kinerja dengan efek sinergis. Dari pemikiran di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang "peranan temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) yang dikombinasi dengan vitamin C dan vitamin E dalam memperbaiki respon fisiologis ayam broiler yang mengalami stres panas".

5 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Berapa batasan level pemberian temulawak dan level kombinasi temulawak dengan vitamin C maupun vitamin E dalam mengatasi stres panas pada ayam broiler? 2. Bagaimanakah respon fisiologis dan performan broiler yang mengkonsumsi ransum yang mengandung temulawak dan kombinasi temulawak dengan vitamin C maupun vitamin E dibandingkan dengan performan broiler yang mengkonsumsi ransum kontrol? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pemberian temulawak, serta kombinasi antara temulawak baik dengan vitamin C maupun dengan vitamin E sebagai penangkal cekaman panas terhadap respon secara umum baik terhadap performan maupun beberapa biokimia dan komponen darah serta organ lymphoid. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat : 1. Memberikan informasi pengaruh pemberian temulawak, serta kombinasi antara temulawak baik dengan vitamin C maupun dengan vitamin E sebagai penangkal cekaman panas pada ayam broiler.

6 2. Mengetahui tingkat level pemberian temulawak dan level kombinasi temulawak dengan vitamin C maupun vitamin E dalam menangkal stres panas pada ayam broiler. 3. Memberikan informasi pemanfaatan herbal yang diperkaya dengan vitamin C dan vitamin E sebagai acuan dalam pengembangan peternakan ayam broiler dengan mengedepankan konsep ayam organik. 1.5. Hipotesis Penelitian Penggunaan pemberian temulawak yang dikombinasi vitamin C dan vitamin E akan memberikan perbaikan respon fisiologis pada ayam broiler yang mengalami cekaman panas.