BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang telah mengalami seleksi dan selanjutnya dijinakkan oleh manusia. Selama

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tidak memiliki karakterisik disebut ayam kampung (Nataamijaya, 2010). Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Ayam Kampung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber: Kuswardani (2012) Gambar 1. Ayam Ketawa Jantan (A), Ayam Pelung Jantan (B) Sumber: Candrawati (2007)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penyediaan protein hewani di Indonesia. Pada tahun 2004 produksi daging unggas

Oleh: Suhardi, SPt.,MP

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda Entomopatogen

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.1. Kambing yang terdapat di Desa Amplas

Key words: Ascaridia galli, embrionated eggs, larvae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem

Gambar 1. Ayam Kampung Betina dan Ayam Kampung Jantan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PERKEMBANGAN TELUR INFEKTIF Ascaridia galli MELALUI KULTUR IN VITRO

I. PENDAHULUAN. nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013

TINJAUAN PUSTAKA. Kabupaten Batubara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten ini

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Rose (1997), ayam diklasifikasikan ke dalam:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

SECARA UMUM CIRI-CIRI TERNAK UNGGAS ADALAH :

PENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ayam lokal merupakan jenis ayam yang banyak dipelihara orang di

RESPON AYAM LOKAL DI BALI DAN LOHMAN BROWN TERHADAP INFEKSI Ascaridia galli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5

HASIL DAN PEMBAHASAN

ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

HASIL DAN PEMBAHASAN

II KAJIAN KEPUSTAKAN. macam yaitu tipe ringan dengan ciri warna bulu putih bersih, badan ramping serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

A. Kesesuaian inovasi/karakteristik lokasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang beranekaragam dengan karakteristik daerah masing masing menyebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu tipe pedaging, tipe petelur dan tipe dwiguna. Ayam lokal yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang

I.PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

KEANEKARAGAMAN HAYATI. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca. dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991).

PENGEMBANGAN AYAM NUNUKAN DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

I. PENDAHULUAN. menyerang unggas, termasuk ayam (Suripta, 2011). Penyakit ini disebabkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ayam buras merupakan keturunan ayam hutan (Gallus - gallus) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB I PENDAHULUAN. domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Karakteristik dari sapi bali bila

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... INTISARI... ABSTRACT...

II. TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kampung. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

I. PENDAHULUAN. satu komoditi yang sangat berpotensi untuk meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk

Transkripsi:

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Ayam Ayam kampung atau sering disebut ayam buras merupakan jenis ayam hutan liar yang telah mengalami seleksi dan selanjutnya dijinakkan oleh manusia. Selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun, jenis ayam hutan mengalami seleksi alamiah berdasarkan situasi lingkungan yang berbeda antara lain melalui perkawinan antar jenis ayam hutan sehingga tercipta varietas-varietas baru (Bambang, 2010). Berdasarkan analisis variasi sekuen D-loop mitokondria diketahui bahwa domestikasi ayam dimulai di Asia Selatan (Lembah Indus) dan lembah Sungai Kuning/Henan Cina (Hanotte, 2002) dan Indonesia (Suland ari, et al., 2007). Ayam lokal di Eropa, Afrika dan Negara-negara Timur Tengah (Turki, Suriah, Yordania, Israel, Palestina, Irak, Georgia, Armenia dan Azerbaijan) berasal dari Asia Selatan sedangkan ayam lokal Jepang berasal dari Cina (Hanotte, 2002). Ayam lokal Indonesia merupakan hasil domestikasi ayam hutan merah (Gallus gallus) oleh penduduk setempat dan memiliki ciri yang sangat berbeda dengan ayam dari negara lain (Sulandari, et al., 2007). Jenis ayam lokal banyak dijumpai di Indonesia, baik yang asli maupun hasil adaptasi. Ayam lokal dapat digolongkan sebagai tipe pedaging (pelung, nagrak, gaok dan sedayu), petelur (kedu hitam, kedu putih, nusa penida, nunukan, merawang, wareng dan ayam sumatera), dan dwiguna (ayam sentul, bangkalan, o lagan, kampung, ayunai, melayu dan ayam siem). Selain itu dikenal pula ayam tipe

2 petarung (ayam banten, ciparage, tolaki dan Bangkok) dan ternak kegemaran/hias seperti ayam pelung, gaok, tukung, burgo, bekisar dan walik (Nataamijaya, 2010). Jumlah populasi ayam kampung di Indonesia setiap tahun menurun. Berdasarkan Data Statistik Peternakan (2013 ), bahwa jumlah populasi ayam buras di Indonesia pada tahun 2006 yaitu 291.085.191 ekor sedangkan pada tahun 2007 dan 2008 masing-masing 272.251.141 ekor dan 243.423.389 ekor. Pada tahun 2009 jumlah populasi ayam buras di Indonesia yaitu 249.963.499 ekor dan pada tahun 2010 jumlah populasi ayam buras di Indonesia yaitu 257.544.104 ekor. Jumlah populasi ayam kampung di provinsi Bali yaitu pada tahun 2006 yaitu 4.508.254 ekor, sedangkan pada tahun 2007 dan 2008 masing-masing berjumlah 4.281.108 dan 4.411.641. Pada tahun 2009 jumlah populasi ayam kampung di Bali yaitu 4.577.895 ekor sedangkan pada tahun 2010 jumlah populasinya yaitu 4.644.548 ekor. Populasi ayam kampung di Indonesia perlu ditingkatkan mengingat kebutuhan protein seperti daging dan telur meningkat setiap tahun seiring bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Untuk meningkatkan produktivitas ayam lokal diperlukan upaya perbaikan mutu genetik, pakan, budi daya, dan pengendalian penyakit. Ayam Lohman Brown merupakan jenis ayam petelur. Ayam Lohman Brown merupakan jenis ayam komersial yang dikembangkan di Jerman oleh Lohman Tierzucht GmbH. Lohman Brown merupakan hasil dari gabungan empat line komersial murni. Pada umumnya Lohman Brown dipelihara oleh peternak dengan sistem produksi intensif di Jerman (Abdelqader et al., 2006).

3 Faktor genetik untuk melawan infeksi penyakit bukanlah hal yang baru. Hal ini merupakan konsep seleksi alam yang telah digunakan untuk strategi melawan infeksi. Penelitian tentang resistensi genetik terhadap infeksi cacing gastrointestinal masih sedikit. Meskipun pengetahuan tentang resistensi genetik terhadap infeksi cacing gastrointestinal lebih mudah dalam aplikasinya dalam memilih atau mengembang biakkan ayam dalam sistem organik free range (Minga, et al., 2004). Ayam lokal dapat bertahan hidup disebabkan memiliki daya tahan tubuh setelah terinfeksi yang didapat secara alami. Ayam lokal ini dapat dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini dikarenakan ayam tersebut telah membawa gen yang dapat mengendalikan perilaku khusus, fisiologis, penyakit dan sifat resistensi terhadap parasit (Minga, et al., 2004). Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa ayam lokal atau ayam buras tahan terhadap beberapa penyakit. Menurut Okoye, et al (1999) menyatakan bahwa ayam lokal di Negeria lebih rentan terhadap Infectious Bursal Disease daripada ayam layer. Oluyemi, et al (1979) melaporkan bahwa jenis Fayoumi dari Mesir resisten terhadap Avian Leucosis Complex. Menurut Okoye, et al (1999) dan Oluyemi, et al (1979) menyatakan bahwa akibat kekurangan nutrisi mempengaruhi keturunan berikutnya. Penelitian terhadap ayam lokal yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dapat membantu dalam upaya melestarikan keanekaragaman hayati. Kelestarian keanekaragaman hayati terhadap ayam lokal ini akan meningkatkan produktivitas dan resistensi terhadap penyakit.

4 1.2 Ascaridia galli Cacing Ascaridia galli tersebar meluas pada negara-negara di seluruh dunia. Penyebaran ascaridiosis dapat terjadi pada keadaan temperatur tropis dan sub tropis. Ascaridiosis pada ayam pertama dilaporkan di Jerman, selanjutnya terjadi di Brazil, India, Zanzibar, Pilipina, Belgia, China, Kanada dan Inggris. Selain pada ayam, Ascaridia galli juga ditemukan pada jenis unggas lainnya seperti angsa, kalkun, dan pada burung liar (Permin dan Hansen, 1998). Pada umumnya Ascaridia galli mempunyai esophagus berbentuk alat pemukul tetapi tidak mempunyai bulbus posterior. Cacing jantan mempunyai penghisap preanal dengan tepian kutikuler. Spikulum sama besar atau agak sama, dan tidak ada gubernakulum. Vulva dekat berada didekat pertengahan tubuh. Telur berbentuk elips dan mempunyai kulit agak tebal (Levine, 1994).

5 Gambar 2.1. Morfologi Ascaridia galli (Ramadan dan Znada, 1992). a. Bagian Kepala (bibir dan cephalic papillae) b. Posterior Jantan (caudal papillae) c. Ekor betina d. Bagian vulvar betina Ascaridia galli merupakan cacing terbesar dalam kelas nematoda pada unggas. Tampilan cacing dewasa adalah semitransparan, berukuran besar, dan berwarna putih kekuning-kuningan. Cacing ini memiliki kutikula ekstraseluler yang tebal untuk melindungi membran plasma hipodermal nematoda cacing dewasa. Pada bagian anterior terdapat sebuah mulut yang dilengkapi dengan tiga buah bibir, satu bibir terdapat pada dorsal dan dua lainnya pada lateroventral. Panjang cacing jantan 30-80 mm dan diameter 0,5 1,2 mm. Pengisap preanal berdiameter sekitar 220 mikron dan mempunyai papila-papila pada tepi tubuh bagian posterior. Panjang

6 spikulum sekitar 4 mm. Cacing betina memiliki panjang tubuh 60-120 mm dan diameter 0,9-1,8 mm dengan telur berukuran 75-80 x 45-50 mikron (Levine, 1994). Levine (1994) menyatakan bahwa siklus hidup cacing Ascaridia galli bersifat langsung. Telur keluar bersama feces dan berkembang menjadi stadium infektif (L2) diatas tanah dalam waktu 8-14 hari tergantung pada temperatur serta kelembaban lingkungan. Telur infektif tertelan oleh inang definitif melalui makanan yang terkontaminasi. Telur yang mengandung L2 masuk kedalam duodenum atau jejunum hingga menetas setelah 24 jam pasca ingesti. Larva yang menetas dari dalam telur ke dalam lumen intestinal untuk menjadi L3 (Levine, 1994). Menurut Permin dan Hansen (1998) menyatakan bahwa L3 Ascaridia galli melanjutkan fase histotropik dengan cara menanamkan dirinya ke dalam lumen mukisa duodenum (fase jaringan) menjadi L4. Durasi fase histotropik berlangsung selama 3-54 hari pasca infeksi. Larva empat (L4) menyilih menjadi L5 (cacing muda) yang akan tumbuh dan menjadi cacing dewasa di dalam lumen duodenum. Periode prepaten cacing Ascaridia galli berlangsung dalam waktu 5-8 minggu (Levine, 1994).

7 Gambar 2.2. Siklus hidup Ascaridia galli (Permin, 1997). Larva yang menempel pada lumen usus halus dapat menyebabkan perdarahan dan hancurnya kelenjar epitel. Selain itu, proliferasi sel dapat mengakibatkan adhesi dari villi mukosa. Kerusakan tersebut tidak hanya disebabkan oleh larva melainkan juga disebabkan oleh cacing dewasa. Cacing-cacing dewasa ini akan menyebabkan atrofi villi dan nekrosis pada lapisan mukosa. Selama fase histotrofik dapat menyebabkan gula darah menurun (Permin, 1997). Ayam merupakan salah satu contoh spesies yang sering diserang oleh Ascaridia galli. Anak ayam lebih peka terhadap cacing Ascaridia galli daripada ayam dewasa. White Leghorn lebih peka daripada ayam ras yang lain. Lewat umur tiga bulan ayam

8 akan lebih tahan, hal ini berkaitan dengan meningkatnya sel-sel goblet dalam usus. Larva cacing lebih banyak menimbulkan kerusakan pada mukosa usus, karena larva ini cenderung membenamkan diri pada mukosa sehingga sering menyebabkan perdarahan dan enteritis (Kristine dan Marilyn, 2003) Apabila cacing genus Ascaris yang ditemukan dalam usus halus terlalu banyak, ayam akan menjadi kurus. Hal ini terjadi karena cacing yang memenuhi usus akan menghambat penyerapan makanan, bahkan cacing mengeluarkan zat anti enzim yang menyulitkan pencernaan makanan (Kristine dan Marilyn, 2003). Infeksi cacing Ascaridia galli pada ayam dapat didiagnosa dengan pemeriksaan laboratorium dan menemukan telur cacing dalam feces dan identifikasi cacing dewasa secara langsung (Levine, 1994).