BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada

dokumen-dokumen yang mirip
1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kasus yang akan dieksplorasi. SD Negeri 2 Bendan merupakan salah satu sekolah

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan fokus masalah penelitian, tujuan penelitian, subjek penelitian,

A. Perspektif Historis

Di akhir sesi paket ini peserta dh diharapkan mampu: memahami konsep GSI memahami relevansi GSI dalam Pendidikan memahami kebijakan nasional dan

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

PROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG. Juang Sunanto, dkk

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

Kata Kunci : Pendidikan Inklusi, Sekolah Inklusi, Anak Berkebutuhan Khusus.

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

PROSPEK TENAGA KEPENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya dijamin pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

SIKAP GURU SLB TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF. Nia Sutisna dan Indri Retnayu. Jurusan PLB FIP Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK

Landasan Pendidikan Inklusif

Indeks Inklusi dalam Pembelajaran di Kelas yang Terdapat ABK di Sekolah Dasar

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDIDIKAN INKLUSIF. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. harus dapat merasakan upaya pemerintah ini, dengan tidak memandang

PENDIDIKAN INKLUSIF. Kata Kunci : Konsep, Sejarah, Tujuan, Landasan Pendidikan Inklusi

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak untuk semua anak dan hal ini telah tercantum dalam berbagai instrument internasional

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

pada saat ini muncullah paradigma baru pendidikan, dimana anak berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

KOMITMEN MASYARAKAT INTERNASIONAL TERHADAP PENDIDIKAN KEAKSARAAN

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang sangat penting untuk mewujudkan warga negara yang handal

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. itu secara total maupun sebagian (low vision). Tunanetra berhak untuk

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Konsep dasar pendidikan inklusif adalah pendidikan yang mengakomodasi

PENDIDIKAN INKLUSIF SUATU STRATEGI MENUJU PENDIDIKAN UNTUK SEMUA

SIKAP GURU TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSI

PENDEKATAN INKLUSIF DALAM PENDIDIKAN

MEMPERKUAT HAK-HAK MELALUI TERWUJUDNYA PERATURAN DAERAH UNTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA YOGYAKARTA

Seminar Tingkat Tinggi Kota Inklusif

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

Education and Human Development Journal, Vol. 01. No. 01, September 2016 MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSI DI SEKOLAH DASAR SUMBERSARI 1 KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Namun terkait

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Saat ini permasalahan pendidikan di Indonesia sangatlah penting dan ini

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada diri setiap warga dari suatu negara. Rumusan pendidikan sebagai bagian dari HAM itu terlihat jelas pada Pasal 26 Deklarasi HAM yang menyatakan: Setiap orang berhak atas pendidikan. Pendidikan harus bebas biaya, setidaknya pada tingkat dasar. Pendidikan dasar harus bersifat wajib. Hal ini yang dimuat dalam Universal Declaration of Human Rights (1948), UN Convention on the Rights of the Child (1989), The World Declaration on Education for All, Jomtien (1990), The Standard Rules on the Equalisation of Opportunities for Person with Disabilities (1993), The Salamanca Statement and Framework for Action on Special Needs Education (1994), World Education Forum Framework for Action, Dakar (2000), Millenium Development Goals Focusing on Poverty Reduction and Development (2000), EFA Flagship on Education and Disability (2001). Bunyi Pasal 26 Konvensi HAM tersebut sejalan dengan tujuan penyelenggaraan negara, yaitu salah satunya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa (Pembukaan UUD 1945 aline IV). Juga pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa : Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

2 Bunyi Pasal 31 UUD 1945 tersebut kemudian diperjelas lagi dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), Pasal 5 yang menyatakan: 1. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. 2. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. 3. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. 4. Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. 5. Setiap warga Negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatan pendidikan sepanjang hayat. Konsepsi dasar tersebut menunjukkan bahwa setiap warga negara tanpa kecuali berhak mendapatkan pendidikan, termasuk dalam hal ini adalah mereka yang berhak mendapatkan pendidikan khusus. Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. (UU No 20/2003 tentang Sisdiknas dalam penjelasan pasal 15). Pendidikan inklusif sebagai sebuah pendekatan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan belajar dari semua anak, remaja dan orang dewasa yang difokuskan secara spesifik kepada mereka yang disabilitas, terpinggirkan dan terabaikan. Prinsip pendidikan inklusif diadopsi dari Konferensi Salamca tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus (UNESCO, 1994) dan di ulang kembali

3 pada Forum Pendidikan Dunia di Dakar tahun 2000. Pendidikan inklusif mempunyai arti bahwa: sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa mempedulikan keadaan fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, atau kondisikondisi lain, termasuk anak-anak penyandang cacat anak-anak berbakat (gifted children), pekerja anak dan anak jalanan, anak di daerah terpencil, anak-anak dari kelompok etnik dan bahasa minoritas dan anak-anak serta anak-anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan dari kelompok masyarakat (Salamanca Statement, 1994). Substansi dari pendidikan inklusif adalah sebuah pendekatan yang melihat bagaimana mengubah sistem pendidikan agar dapat merespon keberagaman peserta didik. Tujuannya adalah agar guru dan siswa keduanya memungkinkan merasa nyaman dalam keberagaman dan melihat keragaman sebagai tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar, keberagaman bukan sebagai masalah. Pemerintah menjamin bahwa pendidikan khusus untuk peserta didik yang memiliki kelainan dan/atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan secara inklusif (Permendiknas No 70/2009). Dalam pasal 2 Permendiknas No. 70/2009 disebutkan bahwa tujuan pendidikan inklusif adalah : a. memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya; b. mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik sebagaimana yang dimaksud pada huruf a.

4 Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberikan layanan kepada setiap anak, tanpa kecuali. Tanpa memandang kondisi fisik, mental, intelektual, sosial, emosi, ekonomi, jenis kelamin, suku, agama, budaya, tempat tinggal, bahasa dan sebagainya. Semua anak belajar bersama-sama, baik di kelas maupun di sekolah formal maupun nonformal yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing anak. Oleh sebab itu dengan melalui pendidikan inklusif diharapkan sekolah reguler dapat melayani semua anak didik tanpa kecuali, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus. Implementasi dari kebijakan pemerintah tentang pendidikan inklusif di tingkat Kabupaten/kota adalah bahwa Pemerintah kabupaten/kota menunjuk paling sedikit 1 (satu) sekolah dasar, dan 1 (satu) sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan 1 (satu) satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif yang wajib menerima peserta didik yang mengalami kelainan (Permendiknas No. 70/2009 pasal 4). Dengan demikian maka pengaturan mengenai pendidikan inklusif di tingkat Kabupaten/Kota adalah menjadi kewenangan pemerintah daerah Kabupaten/kota. Sehubungan dengan itu, penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan inklusif diharapkan pemerintah setempat memfasilitasi dan membina pendidikan inklusif yang ada di wilayahnya. Kabupaten Musi Banyuasin melalui Dinas Pendidikan telah mencanangkan pendidikan inklusif tingkat Sekolah Dasar (SD). Setelah dilakukan penandatanganan komitmen oleh Bupati Musi Banyuasin dalam kegiatan Nation Stakeholder Meeting Education for All in an Inclusive Setting pada tanggal 13 Mei 2007 di Yogyakarta. Selanjutnya Bupai Musi Banyuasin

5 mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Musi Banyuasin No: 629 Tahun 2008 tentang Penetapan Sekolah Pusat Sumber Kabupaten Pusat Sumber Dukungan dan Sekolah Imbas Menuju Inklusi. Dengan dasar itu Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin menetapkan 1 SLB Negeri Sekayu sebagai Pusat Sumber Kabupaten, 5 SD Sumber Dukungan dan 28 SD Imbas Menuju Inklusi. Sampai dengan tahun 2009, pendidikan inklusif tingkat SD di Kabupaten Musi Banyiuasin telah dilaksanakan pada 33 SD Negeri, dengan jumlah ABK sebanyak 430 terdiri dari 276 laki-laki dan 154 perempuan (sumber: SLB Pusat Sumber Kab. Muba, 2009). Kebijakan tersebut telah membawa Kabupaten Musi Banyuasin mendapat penghargaan sertifikat dengan pengakuan masyarakat menuju Inklusi oleh Departemen Pendidikan Nasional, Bank Dunia, IDP Norway dan EENET Asia. Dari hasil observasi awal di lokasi penelitian, peneliti mendapatkan informasi yang mengindikasikan bahwa penyelenggaraan pendidikan inklusif di kabupaten Musi Banyuasin belum ideal. Dalam dugaan peneliti, hal ini disebabkan antara lain oleh faktor-faktor: 1) Budaya, dimana keberadaan ABK (Anaka Berkebutuhan Khusus) belum dapat diterima sepenuhnya belajar bersama anak non ABK karena masih ada yang menganggap keberadaan ABK di kelas reguler hanya mengundang perhatian teman-temannya sehingga dalam proses belajar di kelas akan terganggu. 2) Kondisi wilayah yang kurang menguntungkan di antaranya ada beberapa lokasi sekolah dan tempat tinggal ABK yang berjauhan

6 sehingga orang tua harus mengeluarkan ongkos transportasi ke sekolah sehingga menambah beban ekonomi orang tuanya. 3) Masih ada beberapa orang tua yang menerapkan paradigma lama bahwa menyekolahkan ABK kurang menguntungkan dipandang dari aspek ekonomi sehingga orang tua memperkerjakan mereka di kebun daripada pergi ke sekolah. 4) Masih rendahnya pemahaman tentang pendidikan inklusif di lingkungan masyarakat, pendidik, staf dan peserta didik padahal pelaksanaan sosialisasi sudah sering dilakukan di berbagai instansi dan kalangan masyarakat setempat. 5) Kebijakan kurikulum yang masih menitik beratkan hasil akademis. 6) Di beberapa sekolah masih terdapat keterbatasan dukungan kesiapan sumber daya manusianya yang mengajar dalam bidang studi kekususan dan sarana prasarana yang belum memadai. Selain itu, sampai sejauh ini mengenai implementasi pendidikan inklusif di Kabupaten Musi Banyuasin belum pernah dilakukan evaluasi melalui penilaian dengan indeks inklusi. Dengan dasar itulah maka dilakukan penelitian tentang indeks inklusi SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin. Dari penelitian ini diharapkan terhimpun informasi yang lengkap dan rinci untuk selanjutnya dapat dijadikan masukan bagi Pemerintah Daerah, dalam

7 rangka meningkatkan kualitas pendidikan inklusif khususnya Di Kabupaten Musi Banyuasin. B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian Bertolak pada uraian latar belakang penelitan, maka dapat diketahui bahwa pendikan inklusif yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin telah diimplementasikan. Namun demikian belum ada penelitan mengenai sejauh mana pencapaian penyelenggaraan pendidikan inklusif di daerah tersebut. Pencapaian dimaksud adalah pencapaian pendidikan inklusif ditinjau dari beberapa dimensi, diantaranya adalah dimensi budaya, dimensi kebijakan dan dimensi praktik. Oleh karena itu maka penelitian ini difokuskan pada: Indeks Inklusi SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin. Dengan pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana Indeks Inklusi SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin?. Adapun rincian pertanyaan tentang indeks inklusi yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagaimana budaya inklusi di Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Musi Banyuasin dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif? b. Bagamana kebijakan inklusi di Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Musi Banyuasin dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif? c. Bagaimana praktik inklusi di Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Musi Banyuasin dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif?

8 C. Tujuan penelitian Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian, maka secara umum bertujuan untuk mengetahui indeks inklusi SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin. Tujuan yang secara spesifik hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui budaya inklusi di SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif. b. Untuk mengetahui kebijakan inklusi di SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif. c. Untuk mengetahui praktik inklusi di SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif. D. Definisi Konsep Untuk menghidari kesalah pahaman dalam penelitian ini maka perlu didefinisikan sebagai berikut: a. Indeks Inklusi Indeks inklusi adalah ukuran untuk menilai sejauh mana proses implementasi pendidikan inklusif berjalan, yang terdiri dari beberapa indikator, yang meliputi indikator budaya, indikator kebijakan, dan indikator praktik. Indeks inklusi ini dipilih sebagai salah satu yang paling sesuai dengan prinsip-prinsip dan pendekatan untuk penyelenggaraan

9 pendidikan inklusif karena keefektifan pendekatan yang ditunjukkan untuk menjamin pendidikan yang berkualitas bagi semua. b. Pendidikan inklusif Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. c. Budaya inklusi Budaya inklusi adalah situasi yang mendukung serta mempromosikan kepercayaan serta sistem nilai yang mengarah pada terciptanya komunitas yang aman, menerima, bekerjasama, dan supporting bagi semua anak. d. Kebijakan inklusi Kebijakan inklusi adalah memperkenalkan sasaran-sasaran eksplisit untuk mempromosikan inklusi dalam rencana-rencana pengembangan sekolah serta panduan-panduan praktik lainnya dalam manajemen, pengajaran, dan pembelajaran di sekolah. e. Praktik inklusi Praktik inklusi adalah praktik-praktik yang mencerminkan budaya serta kebijakan sekolah inklusi dengan cara menjamin aktivitas-aktivitas kelas

10 dan ekstrakulikuler yang mendukung partisipasi semua siswa serta menunjukkan pengetahuan dan pengalaman mereka di luar sekolah. E. Kegunaan Penelitian Secara teori hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberi masukan atau sumbangan berupa kajian konseptual tentang unsur-unsur utama yang berkaitan dengan implementasi pendidikan inklusif sehingga turut memperkaya dan mempertajam kajian tentang pembangunan pendidikan di Indonesia. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan penyajian empiris tentang berbagai hal yang berkaitan dengan implementasi pendidikan inklusif di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Hasil penelitian ini secara praktis juga dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan program implementasi pendidikan inklusif. Pihak-pihak yang kiranya dapat memanfaatkan hasil penelitian antara lain: a. Guru kelas dan guru pembimbing khusus yang langsung berhubungan dengan peserta didik dalam upaya meningkatkan motivasi belajar dan memacu mereka untuk belajar sesuai dengan kemampuannya. b. Kepala sekolah berfungsi sebagai manager, administrator, educator, leader, innovator, motivator dan supervisor di sekolah inklusif.

11 c. Dinas Pendidikan tingkat kabupaten, propinsi, dan pusat dalam rangka meningkatkan kualitas impelemtasi pendidikan inklusif. F. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan menggunakan metode deskriptif dengan rancangan atau pendekatan Triangulation Mixed Methods Designs. Dengan menggunakan metode deskriptif karena hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk menggambarkan situasi dan kondisi yang ada di lapangan, sedangkan pendekatan Triangulation Mixed Methods Designs karena menggunakan dua jenis data yaitu data kuantitatif dan data kualitatif sebagai dasar untuk menghitung indeks inklusi. Creswell, J.W. (2008: 557), mengemukakan bahwa, The purpose of a triangulation (or concurrent or parallel) mixed methods design is to simultaneously collect both quantitative and qualitative data, merge the data, and use the results to understand a research problem. A basic rationale for this design is that one data-collection form supplies strengths to offset the weaknesses of the other form. 2. Teknik Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik : wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Instrumen utama sebenarnya adalah peneliti sendiri, dengan demikian instrumen lainnya

12 digunakan hanya sebagai penunjang yang sifatnya pedoman, seperti pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman studi dokumentasi. Dalam proses penelitian, selain dilakukan pengamatan yang seksama dan berulang-ulang, data juga dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan sumber utama kepala sekolah, guru, orang tua murid, unsur masyarakat, dan siswa. Selain itu juga dilakukan penelusuran literatur berupa dukumen, baik yang ada di sekolah yang diteliti maupun di Dinas Pendidikan. 3. Subyek Penelitian Penelitian dilakukan dalam konteks yang menyeluruh dalam penyelenggaraan program pendidikan inklusif, yang berguna untuk menggali data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Subyek penelitian yang diambil adalah SD Negeri yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin yang telah melaksanakan program sebagai sekolah inklusif. Dalam hal ini diambil 3 (tiga) SD Negeri, yaitu: SD N 8 Sekayu, SD N Bangun Sari, dan SD N Sungai Lilin. Sedangkan batasan materi yang diteliti adalah mengenai indeks inklusi, yang terdiri dari indikator budaya, indikator kebjakan dan indikator praktik. 4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung indeks inklusi. Ada dua macam proses analisis data. Yaitu analisis kualitatif dan analisis

13 kuantitatif. Data kualitatif dari hasil wawancara dan dokumentasi dianalisis dengan teknik kualitatif. Data-data kualitatif yang diperoleh di lapangan tersebut, setelah disortir, dikelompokkan, diklasifikasi, selanjutnya diinterpretasikan sesuai dengan indikator. Analisis kualitatif ini selain menggambarkan fenomena yang terjadi di lapangan, juga akan mendukung penjelasan mengenai indeks inklusi yang diperoleh. Sedangkan data untuk menghitung indeks inklusi diproses dengan teknik kuantitatif. Data kuantitatif dari hasil observasi dan dokumentasi dianalisis dengan teknik kuantitatif. Analisis kuantitatif yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan prosentase. Data-data yang diperoleh di lapangan, setelah disortir, dikelompokkan, diklasifikasi, selanjutnya dihitung. Perhitungan dilakukan dengan menghitung prosentase skor yang selanjutnya disebut sebagai indeks inklusi. Indeks ini akan dibandingkan dengan skor kriteria idealnya, yaitu 100%.