BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami situasi darurat kekerasan terhadap perempuan. Berdasarkan catatan tahunan dari komnas perempuan, terjadi peningkatan kekerasan terhadap perempuan yang ditangani sejak tahun 2004 yang tercatat sebanyak 14.020 kasus hingga 2014 yang tercatat sebanyak 293.220 kasus. Gambar 1. Peningkatan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) di Indonesia Pola kekerasan terhadap perempuan yang ditangani oleh lembaga pengada layanan pada tahun 2014 antara lain kekerasan yang terjadi di ranah rumah tangga dan relasi personal sejumlah 8.626 (68%), kekerasan yang 1
2 terjadi di ranah komunitas sejumlah 3.860 (29%), dan kekerasan ranah negara sejumlah 24 kasus. Bentuk kekerasan dalam rumah tangga dan relasi personal didominasi oleh kekerasan terhadap istri (59%), kekerasan dalam pacaran (21%), kekerasan terhadap anak perempuan (10%), kekerasan mantan pacar (1%) kekerasan dari mantan suami dan terhadap pekerja rumah tangga (total 76 kasus). Berdasarkan jenisnya, kekerasan dalam rumah tangga dan relasi personal, kasus kekerasan fisik masih menempati urutan tertinggi (40%) diikuti oleh kekerasan psikis (28%) dan kekerasan seksual (26%). Kekerasan di ranah komunitas didominasi oleh jenis kekerasan seksual (56%), kekerasan fisik menempati urutan kedua (23%) diikuti oleh kekerasan psikis (1%) (Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, 2015). Hal tersebut diperparah dengan pola pikir masyarakat tentang kehidupan rumah tangga. Kebanyakan istri masih membenarkan suami melakukan tindak kekerasan dengan berbagai alasan tertentu. Hasil Survey Dasar Kesehatan Indonesia tahun 2012, menunjukkan bahwa 3 dari 10 orang yang diwawancarai setuju apabila suami berhak melakukan tindak kekerasan terhadap istri. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti alasan
3 tertentu, usia, dan tingkat kekayaan keluarga. Alasan yang paling banyak diterima sebagai justifikasi kekerasan suami terhadap istri adalah kelalaian istri dalam mengurus anak. Sedangkan istri usia muda dan kekayaan yang kurang cenderung menerima apabila suami melakukan kekerasan dalam rumah tangga (Statistics Indonesia (Badan Pusat Statistik [BPS]) et al., 2013). Berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, korban kekerasan mendapatkan beberapa hak yang salah satunya adalah hak pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis. Lebih lanjut hak ini dijelaskan dalam pasal 21 dimana pelayanan kesehatan dari tenaga medis meliputi: memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar kompetensinya; dan membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban dan visum et repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau surat keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti. Oleh karena itu, tenaga kesehatan perlu memiliki keterampilan yang memadai dalam menangani korban kekerasan tersebut. Mengingat pentingnya keterampilan tenaga kesehatan dalam memberikan hak kepada korban kekerasan, maka Bagian Obstetrika dan Ginekologi Fakultas
4 Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta membuat sebuah modul pelatihan tentang pemeriksaan terhadap korban kekerasan yang diperuntukkan bagi tenaga medis. Pelatihan ditujukan kepada mahasiswa tingkat profesi, karena nantinya mahasiswa ini kelak akan menjadi dokter yang turun langsung ke lapangan untuk memberikan pelayanan kepada korban-korban kekerasan. Akan tetapi, modul tersebut perlu diuji keefektivitasannya dalam meningkatkan keterampilan tenaga medis dalam menangani korban kekerasan. Pertimbangan-pertimbangan di atas mendorong dilakukannya penelitian hubungan pengetahuan dengan tingkat keterampilan pemeriksaan korban kekerasan ini. B. Perumusan Masalah Apakah pelatihan berpengaruh pada tingkat keterampilan klinis pemeriksaan korban kekerasan pada mahasiswa tingkat profesi? C. Tujuan Tujuan umum: 1. Mengetahui efektivitas modul Penanganan Medis Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak.
5 Tujuan khusus: 1. Mengetahui perbedaan keterampilan klinis pemeriksaan korban tindak kekerasan pada kelompok kontrol dan uji. 2. Mengetahui pengaruh pelatihan terhadap tingkat keterampilan klinis. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti, dapat meningkatkan pemahaman tentang pendidikan keterampilan klinis, serta mengetahui pengaruh pelatihan terhadap keterampilan pemeriksaan korban kekerasan. 2. Bagi institusi, dapat digunakan sebagai masukan data dan informasi mengenai pengaruh pelatihan terhadap keterampilan pemeriksaan korban kekerasan. 3. Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai referensi dan melakukan penelitian pengembangan dalam bidang pendidikan keterampilan klinis.
6 E. Keaslian Penelitian Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti yang hampir sama dan berhubungan dengan penelitian ini, diantaranya: 1. Rahyani (2004), melakukan penelitian tentang efektivitas pelatihan terhadap pengetahuan sikap dan perilaku bidan dalam mengkaji kekerasan terhadap ibu hamil. Penelitian ini mengungkapkan bahwa pelatihan merupakan faktor yang signifikan terhadap pengetahuan sikap, dan perilaku. Perbedaan dari penelitian ini ada di lokasi, variabel, dan subjek. 2. Bosse et al. (2015), melakukan penelitian mengenai keuntungan dari pelatihan keterampilan secara repetitif dan efek dari saran yang diberikan kepada peserta terhadap peningkatan keterampilan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa pelatihan repetitif dapat meningkatkan keterampilan prosedural seseorang. Perbedaan dari penelitian ini ada di lokasi, variabel dan metode 3. Duvivier et al. (2011), melakukan penelitian tentang peran dari latihan mandiri terhadap peningkatan keterampilan. Penelitian ini
7 mengungkapkan bahwa latihan mandiri memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan keterampilan, tetapi perlu studi lebih lanjut. Perbedaan dengan penelitian ini ada di metode, populasi, dan variabel.