BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS POTENSI WILAYAH KECAMATAN DI KOTA BOGOR OLEH KHAIRUNNISA H

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

KETIMPANGAN WILAYAH DAN KEDUDUKAN KECAMATAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH. ( Studi Kasus : Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat )

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengembangan Wilayah

BAB III KONSEP WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

TEORI PUSAT PERTUMBUHAN (GROWTH POLE THEORY)

III. METODE PENELITIAN

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan,

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

BAB II KETENTUAN UMUM

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Potensi Ekonomi Daerah

IDENTIFIKASI KETERKAITAN PUSAT PERTUMBUHAN DI KABUPATEN GARUT BAGIAN SELATAN SEBAGAI WILAYAH TERTINGGAL

6 METODE PENELITIAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGEMBANGAN AGROPOLITAN KONSEP PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI

BAB III METODE PENELITIAN. Grogol, Kecamatan Kartasura, Kecamatan Mojolaban, Kecamatan Nguter, sesuai untuk menggambarkan potensi nyata kecamatan.

Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten Banyuwangi

KETIMPANGAN WILAYAH DAN KEDUDUKAN KECAMATAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH. ( Studi Kasus : Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat )

PENENTUAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP PENGELOMPOKKAN KECAMATAN BERDASARKAN BEBERAPA PEUBAH SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2008

ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo)

I. PENDAHULUAN. pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN

ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI ABSTRAK

5. PENUTUP. A. Kesimpulan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-undang No.13 Tahun 2003 Pasal 1, Tenaga Kerja adalah

Potret Kluster Industri Boneka di Kelurahan Cijerah Kota Bandung

BAB 2 KETENTUAN UMUM

PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I - 1 LAPORAN AKHIR D O K U M E N

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Sjafrizal (2009), perencanaan pembangunan merupakan cara atau

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

BAB I PENDAHULUAN. Ruang sebagai wadah dimana manusia, hewan dan tumbuhan bertahan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR L2D

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah

IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN AKTIVITAS PELAYANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PUSTAKA. ekonomi. Schumpeter dan Ursula (dalam Jhingan, 1992) mengemukakan. Masalah negara berkembang menyangkut pengembangan sumber-sumber yang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah tertuang dalam

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Regional 2.2 Teori Basis Ekonomi

KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

ekonomi semakin signifikan diketahui. Scoring dapat dilakukan melalui serangkaian metode dan alat analisis tertentu dengan didasarkan pada teori/

KELEMBAGAAN PEMELIHARAAN PRASARANA JALAN DI WILAYAH PERBATASAN KABUPATEN SUKOHARJO-KOTA SURAKARTA (Studi Kasus: Ruas Jalan Raya Grogol) TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN BERBASIS PRODUK PERTANIAN DI KABUPATEN-KABUPATEN PROVINSI JAWA BARAT

BAGAIMANA MENAKAR PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH*)

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

III. BAHAN DAN METODE

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lamandau bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Universitas Palangka Raya

PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang, yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat dari berbagai aspek. meluasnya kesempatan kerja serta terangsangnya iklim ekonomi di wilayah

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung mengambarkan tingkat. keberhasilan pembangunan dimasa yang akan datang.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. dan melakukan segala aktivitasnnya. Permukiman berada dimanapun di

DAFTAR ISI PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK...

PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN

BAB 8 STRATEGI PENDAPATAN DAN PEMBIAYAAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Alih Fungsi Lahan. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal,

Transkripsi:

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Wilayah dan Pembangunan wilayah Budiharsono (2001) menyebutkan bahwa ruang atau kawasan sangat penting dalam pembangunan wilayah. Konsep ruang mempunyai beberapa unsur, yaitu: (1) jarak, (2) lokasi, (3) bentuk, dan (4) ukuran. Unsur-unsur tersebut di atas secara bersama-sama menyusun unit tata ruang yang disebut wilayah. Definisi wilayah sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal, dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: 1. Wilayah homogen, adalah wilayah yang dipandang dari satu aspek/kriteria/kriteria mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang relatif sama, misalnya homogen dalam hal ekonomi, geografi, agama, suku dan sebagainya. 2. Wilayah Nodal, adalah wilayah yang secara fungsional memiliki ketergantungan antara pusat (inti) dan daerah belakangnya (hinterland). Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, ataupun komunikasi dan transportasi. Biasanya daerah belakang akan menjual barang-barang mentah (raw material) dan jasa tenaga kerja ke daerah inti, sedangkan daerah inti akan menjual ke daerah belakangnya dalam bentuk barang jadi.

9 3. Wilayah Administratif, adalah wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau politik seperti provinsi, kabupaten/kota, desa/ kelurahan dan RT/RW. 4. Wilayah Perencanaan, merupakan wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan harus cukup besar untuk pengambilan keputusan investasi berskala ekonomi, mampu mengubah indutrinya sendiri dengan tenaga kerja yang ada, mempunyai kesamaan struktur ekonomi, mempunyai minimal satu titik pertumbuhan (growth point), menggunakan suatu cara pendekatan perencanaan pembangunan dan masyarakat dalam wilayah tersebut mempunyai kesadaran terhadap persoalan wilayahnya. 2.1.2 Teori Pusat Pelayanan Teori pusat-pusat pelayanan merupakan suatu teori struktur tata ruang yang menjadi kerangka acuan bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dalam rangka penyebaran fasilitas pelayanan. Masalah fasilitas pelayanan, baik yang menyangkut aspek tata ruang maupun kualitas dan jumlah, berkaitan erat dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Tiga konsep dasar yang tercakup dalam pusat pelayanan adalah pemusatan dan fungsi pemusatan, batas ambang serta hierarki. Adanya pemusatan prasarana dan sarana pelayanan di daerah inti dapat diperoleh sedikitnya tiga keuntungan, yaitu penggunaan berbagai fasilitas pelayanan akan menjadi lebih intensif daripada tidak dipusatkan, fasilitas pelayanan akan berfungsi lebih efisisen dan

10 berbagai kelembagaan seperti koperasi dan perbankan dapat berfungsi dengan baik (Dusseldorf, 1971). Fungsi utama pusat pelayanan adalah sebagai tempat pemusatan barang dan jasa bagi penduduk. Tiga fungsi pusat pelayanan yaitu fungsi pelayanan, fungsi pemukiman dan fungsi ekonomi. Suatu pusat pelayanan akan memiliki sejumlah sarana dan prasarana sosial ekonomi untuk memenuhi kebutuhan penduduk baik yang bermukim di daerah inti maupun di daerah belakangnya (Dusseldorf, 1971). 2.1.3 Teori Pusat Pertumbuhan Pusat Pertumbuhan (growth poles) dapat diartikan secara fungsional dan secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi daya tarik (pole of attraction). Sementara menurut Richardson dalam Sjafrizal (2008), empat karakteristik pusat pertumbuhan adalah: 1. Adanya sekelompok kegiatan ekonomi yang terkonsentrasi pada lokasi tertentu; 2. Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang dinamis dalam perekonomian;

11 3. Terdapat keterkaitan input dan output yang kuat antara sesama kegiatan ekonomi pada pusat tersebut; dan 4. Dalam kelompok kegiatan tersebut terdapat sebuah indutri induk yang mendorong pengembangan kegiatan ekonomi pada pusat tersebut. 2.2 Penelitian Terdahulu Asri (2011) melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kecamatan Ujan Mas. Metode analisa yang digunakan adalah Location Quotient (LQ), Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), Metode Perbandingan Berpasangan (MPB) dan Metode Penentuan Hasil Akhir (PHA) yang kemudian digabung dalam analisa scalogram. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil analisis scalogram terhadap semua kecamatan di Kabupaten Kepahiang, kecamatan dengan nilai scalogram tertinggi adalah Kecamatan Kepahiang, Kecamatan Ujan Mas dan Kecamatan Bermani Ilir. Dilihat dari segi sistem Agribisnis dan fasilitas yang ada, 3 kawasan yang mendapat prioritas pengembangan adalah Kecamatan Ujan Mas, Kecamatan Kepahiang dan Kecamatan Tebet Karai. Dianawati (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Fungsi Ekonomi Kota Kecamatan dalam Pembangunan Wilayah (Studi Kasus Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah). Dalam penelitian ini hirarki potensi sumber daya alam dan hirarki ketersediaan fasilitas sosial ekonomi dikombinasikan dalam analisis limpitan sejajar, kemudian dicari hubungannya dengan menggunakan korelasi rank Spearman. Analisis skalogram juga digunakan untuk menganalisis

12 fungsi ekonomi kota kecamatan sebagai pusat pertumbuhan kecil pedesaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan analisis scalogram, kecamatan pusat pengembangan pada peringkat atas memiliki ketersediaan fasilitas pelayanan yang lebih baik dibandingkan pusat pengembangan pada peringkat rendah. Triana (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pengelompokan Kecamatan berdasarkan beberapa Peubah Sosial Ekonomi di Kabupaten Bogor. Dalam penelitiannya menggunakan analisis faktor dan analisis cluster dengan metode hirarki memperlihatkan bahwa dalam mengelompokkan wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan beberapa peubah sosial ekonomi, telah terjadi keragaman antar kecamatan yang disebabkan oleh dua faktor yaitu: (1) faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi; (2) faktor produksi padi. Saran bagi pemerintah daerah berdasarkan penelitian ini adalah pembangunan ekonomi dan pembangunan sarana sosial ekonomi hendaknya diprioritaskan pada kecamatan yang termasuk pada Wilayah IV yang terdiri dari 17 kecamatan, wilayah paling tertinggal. Untuk wilayah yang berpotensi dalam produksi padi diharapkan dapat dikembangkan industri yang mengolah hasil pertanian baik itu industri besar, sedang maupun industri kecil dan kerajinan rumah tangga. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menentukan kecamatan yang merupakan pusat pelayanan yang tidak diteliti di penelitian sebelumnya dan berdasarkan hasil penelitian bahwa kecamatan dengan peringkat tertinggi dalam potensi perdagangan, ketersediaan fasilitas dan

13 kepadatan penduduk tidak menempati peringkat tertinggi dalam potensi pertanian dan industri, hal ini menunjukkan telah terjadi pemisahan pusat industri, pusat pertdagangan dan pusat pertanian. Sedangkan dalm penelitian sebelumnya kecamatan dengan peringkat tertinggi memiliki potensi tertinggi di semua potensi wilayah. 2.3 Kerangka Pemikiran Dalam penyelenggaraan pemerintahan Indonesia menganut sistem desentralisasi, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerahnya. Hal ini tertuang dalam UU Nomor 22 tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Seiring berlakunya Undang-undang tersebut, maka setiap Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) dituntut untuk mampu mengidentifikasi keunggulan wilayahnya. Keunggulan wilayah tersebut untuk selanjutnya harus dapat diarahkan dan dipadukan, serta dikembangkan secara terencana, sehingga tercapai pengembangan wilayah yang optimal, yang tercermin dari luasnya kesempatan kerja dan berusaha, serta adanya insentif ekonomi yang menguntungkan bagi berbagai pelaku ekonomi. Namun perbedaan potensi setiap wilayah menimbulkan permasalahan dalam pemerataan pembangunan. Ketidakmerataan potensi awal diperkuat oleh kegiatan investasi yang cenderung terpusat pada wilayah dengan potensi tinggi dan wilayah yang sudah berkembang. Kecamatan merupakan pusat pertumbuhan dan pelayanan kecil karena pemerintahan di tingkat kecamatan paling dekat dengan masyarakat dan

14 merupakan suatu unit wilayah yang cukup memadai untuk satu unit pengembangan. Untuk menentukan kebijakan pembangunan yang tepat, diperlukan identifikasi potensi masing-masing kecamatan. Pengidentifikasian tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran umum potensi dan fasilitas umum setiap kecamatan yang dapat menjadi salah satu acuan kebijakan pembangunan pemerintah daerah. Kerangka pemikiran dinyatakan dalam bentuk diagram pada Gambar 2.1 berikut ini. Potensi Kecamatan di Kota Bogor - Pertanian - Industri - Penduduk - Perdagangan, Hotel&Restoran - Fasilitas Umum Tidak Merata sehingga Terjadi Ketimpangan Identifikasi Potensi Kecamatan Identifikasi Kecamatan Pusat Pelayanan dan Kecamatan yang Berpotensi untuk dikembangkan Hubungan Antarsumberdaya Wilayah Kecamatan Analisis Scalogram Korelasi Spearman Acuan Kebijakan Pembangunan Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran