IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN AKTIVITAS PELAYANAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN AKTIVITAS PELAYANAN"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN AKTIVITAS PELAYANAN Analisis Hierarki Pusat Wilayah Pusat pelayanan mempunyai peranan penting dalam pengembangan wilayah, yaitu sebagai kerangka untuk memahami struktur ruang wilayah. Dalam teori lokasi yang dikembangkan oleh Johann Heinrich von Thunen pada abad 19, diasumsikan daerah lokasi berbagai jenis pertanian akan berkembang dalam bentuk lingkaran tidak beraturan yang mengelilingi suatu pusat tertentu. Jenis pertanian yang diusahakan merupakan fungsi dari harga penjualan, biaya produksi dan biaya angkutan antar lokasi budidaya dengan daerah perkotaan. Selanjutnya dikembangkan teori lokasi yang berorientasi pada keseimbangan spasial oleh Christaller dengan teorinya Central Place Theory, bahwa setiap produsen mempunyai skala ekonomi yang berbeda sehingga aktivitasnya akan menjadi efisien apabila jumlah konsumennya mencukupi. Oleh karena itu secara lokasional aktivitas dari suatu produsen ditujukan untuk melayani wilayah konsumen yang berada dalam suatu jarak atau range tertentu. Sehingga terdapat suatu hirarki dalam suatu wilayah untuk melakukan pelayanan agar menjadi optimal. Terdapat hierarki dari pusat pelayanan yang rendah yang berada di tingkat desa sampai ke pelayanan tingkat tinggi yang berada di kota besar. Menurut Prakoso (2005) dalam Baskoro (2007) menyatakan bahwa perkembangan hierarki wilayah dan sistem kota tergantung pada tahapan pembangunan di suatu wilayah atau negara. Terdapat tiga tahapan perkembangan sistem kota, yaitu : a. Sistem kota pada tahap pra-industrialisasi, yang terdiri hanya satu kota individual (urban nuckleus); b. Sistem kota pada tahap industrialisasi, yang ditandai oleh terjadinya proses perkembangan pesat kota tunggal secara fisikal sebagai akibat urbanisasi c. Sistem kota pada tahap post industrialisasi, yang ditandai oleh terbentuknya kota-kota regional. Tahap post industrialisasi ditandai dengan adanya fenomena konurbanisasi, yaitu suatu kondisi aglomerasi fiskal kota. Hubungan-hubungan

2 79 fungsional di dalam wilayah ini memiliki kondisi yang khas berupa menurunnya fungsi kota utama dan mulai menyebarnya fungsi kota utama relatif ke kota-kota yang lebih kecil di wilayah pengaruhnya. Pada tahap akhir sistem perkotaan tersebut adalah beberapa kota kecil mengalami perkembangan ekonomi yang signifikan dan berkecenderungan menjadi kota menengah/secondary city, yang selanjutnya menyebabkan terbentuknya kota-kota kecil di wilayah perdesaan. Pembentukan kota-kota kecil di perdesaan juga berkaitan dengan hubungan fungsional yang erat diantara sistem perkotaan tersebut. Penataan sistem perkotaan yang memiliki hierarki dan keterkaitan merupakan elemen utama dalam penciptaan sistem tata ruang yang integratif, yaitu jenjang kota-kota yang meliputi pusat regional, pusat distrik, pusat sub distrik dan pusat lokal Kunci bagi pertumbuhan sekaligus pemerataan suatu wilayah adalah melalui penciptaan hubungan (keterkaitan) yang saling menguntungkan antar pusat-pusat pertumbuhan dan aktivitas pelayanan dengan wilayah pengaruhnya atau hinterland. Integrasi spasial di suatu wilayah dapat dilakukan dengan pengembangan pemukiman atau sistem kota-kota yang memiliki hierarki dan menciptakan suatu keterkaitan antar kota atau dengan mengintegrasikan pembangunan perkotaan dengan perdesaan, yaiu dengan membentuk jaringan produksi, distribusi dan pertukaran yang mantap mulai dari desa dan kota kecil. Dengan demikian diharapkan pusat-pusat tersebut dapat memacu perkembangan wilayah. Adanya hierarki dan spesialisasi fungsi kota-kota diharapkan terjadi keterkaitan secara fisik, ekonomi, mobilitas penduduk, teknologi, sosial, pelayanan jasa, interaksi sosial dan administrasi serta politik yang dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang dapat memacu perkembangan wilayah. Salah satu cara identifikasi pusat pertumbuhan dan aktivtas suatu wilayah yaitu dengan menggunakan analisis skalogram. Pada analisis ini dilakukan identifikasi terhadap fasilitas-fasilitas palayanan yang dimiliki suatu wilayah, maka dapat ditentukan hierarki pusat-pusat pertumbuhan dan aktivitas pelayanan suatu wilayah. Wilayah diasumsikan dalam tipologi wilayah nodal, dimana pusat dan hinterland suatu wilayah dapat ditentukan berdasarkan jumlah dan jenis fasilitas umum serta sarana dan prasarana dengan kuantitas dan kualitas yang

3 80 secara relatif paling lengkap dibandingkan dengan unit wilayah yang lain akan mempunyai hierarki paling tinggi dan akan menjadi pusat pertumbuhan dan aktivitas pelayanan suatu wilayah. Sebaliknya, suatu wilayah dengan jumlah dan jenis fasilitas umum serta sarana dan prasarana dengan kuantitas dan kualitas paling rendah merupakan wilayah hinterland dari unit wilayah yang lain. Kawasan Transmigrasi Mesuji terdiri dari 22 desa yang mempunyai karakteristik, fasilitas umum serta sarana dan prasarana yang beragam. Untuk menunjukkan hierarki atau tingkat perkembangan desa pada Kawasan Transmigrasi Mesuji disusun menurut urutan berdasarkan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan yang ada, serta indeks perkembangan desa. Semakin besar jumlah dan jenis fasilitas pelayanan dan indeks perkembangan desa maka semakin kuat peranan (dominasi) dan tingkat keutamaan suatu desa terhadap desa lain atau wilayah pada jenjang dibawahnya. Desa yang berhierarki tinggi berpotensi untuk menjadi pusat pertumbuhan dan pusat aktivitas pelayanan bagi wilayah tersebut. Berdasarkan analisis skalogram terhadap desa-desa dalam Kawasan Transmigrasi Mesuji, diperoleh hierarki desa-desa dalam Kawasan Transmigrasi Mesuji, disajikan pada Tabel 28 dan 29 Tabel 28 Hasil Analisis Skalogram Berdasarkan Jumlah Dan Jenis Fasilitas Pelayanan. No Nama Desa Kecamatan Jumlah jenis Jumlah Fasilitas Hirarki Wilayah Fasilitas 1 Tanjung Mas Makmur Mesuji Timur I 2 Marga Jadi Mesuji Timur I 3 Sidomulyo Mesuji Lampung II 4 Wonosari Mesuji Timur II 5 Muara Mas Mesuji Timur II 6 Dwi Karya Mustika Mesuji Timur II 7 Tanjung Mas Mulya Mesuji Timur II 8 Eka Mulya Mesuji Timur III 9 Tanjung Menang Mesuji Timur III 10 Talang Batu/T Gunung Mesuji Timur III 11 Wiralaga I Mesuji Lampung III 12 Pangkal Mas Jaya Mesuji Timur III 13 Tanjung Mas Jaya Mesuji Timur III 14 Sungai Badak Mesuji Lampung III 15 Tanjung Serayan Mesuji Lampung III 16 Tirta Laga Mesuji Lampung III 17 Pangkal Mas Mulya Mesuji Timur III 18 Sumber Makmur Mesuji Lampung III 19 Mulyo Sari Mesuji Lampung III 20 Sungai Cambai Mesuji Timur III 21 Wiralaga II Mesuji Lampung III 22 Nipah Kuning Mesuji Lampung III

4 81 Tabel 29 Hasil Analisis Skalogram Berdasarkan Indeks Perkembangan Desa Terstandarisasi No Desa Kecamatan Indeks Perkembangan Hierarki Wilayah Desa 1 Tanjung Mas Makmur Messuji Timur 83,01 I 2 Marga Jadi Messuji Timur 82,62 I 3 Wonosari Messuji Timur 54,56 II 4 Sidomulyo Mesuji Lampung 53,27 II 5 Talang Batu/T Gunung Messuji Timur 52,15 II 6 Wiralaga I Mesuji Lampung 43,09 II 7 Sungai Badak Mesuji Lampung 40,02 II 8 Tanjung Menang Messuji Timur 36,64 III 9 Eka Mulya Messuji Timur 36,16 III 10 Muara Mas Messuji Timur 32,68 III 11 Wiralaga Ii Mesuji Lampung 30,76 III 12 Sumber Makmur Mesuji Lampung 30,18 III 13 Dwi Karya Mustika Messuji Timur 29,21 III 14 Tanjung Mas Mulya Messuji Timur 26,89 III 15 Pangkal Mas Jaya Messuji Timur 26,58 III 16 Tanjung Serayan Mesuji Lampung 25,20 III 17 Tirta Laga Mesuji Lampung 24,27 III 18 Nipah Kuning Mesuji Lampung 24,17 III 19 Mulyo Sari Mesuji Lampung 24,11 III 20 Pangkal Mas Mulya Messuji Timur 23,03 III 21 Tanjung Mas Jaya Messuji Timur 15,91 III 22 Sungai Cambai Messuji Timur 12,66 III Hasil analisis skalogram menunjukkan terdapat 2 (dua) desa yang berada pada hierarki I, 5 (lima) desa berada pada hierarki II dan 15 (lima belas) desa pada hierarki III. Desa-desa pada hierarki I mempunyai potensi yang lebih besar dikembangkan sebagai inti yang merupakan pusat pertumbuhan atau desa pusat aktivitas pelayanan pada kawasan KTM karena mempunyai jenis dan jumlah fasilitas pendukung perkembangan wilayah yang lebih lengkap. Desa-desa yang berada pada hierarki I meliputi Tanjung Mas Makmur dan Margojadi. Sedangkan 20 desa lainnya termasuk pada hierarki II dan III, yang merupakan desa hinterland atau desa penyokong. Desa hierarki II meliputi Desa Sidomulyo, Wonosari, Muara Mas, Dwi Karya Mustika, Tanjung Mas Mulya (berdasarkan jenis dan jumlah fasilitas pelayanan) dan Desa Wonosari, Sidomulyo, Talang Batu/T Gunung, Wiralaga I, Sungai Badak (berdasarkan Indeks Perkembangan Desa) Menurut Rustiadi et al. (2004) inti adalah pusat-pusat pelayanan/pemukiman sedangkan plasma adalah daerah belakang (hinterland/periphery) yang mempunyai sifat-sifat tertentu yang mempunyai hubungan fungsional. Pusat wilayah berfungsi untuk mendorong dan memfasilitasi perkembangan wilayah hinterland dengan menyediakan berbagai fasilitas pelayanan yang dibutuhkan, sedangkan wilayah hinterland lebih

5 82 berfungsi sebagai kawasan produksi yang bisa menjadi wilayah suplai bagi wilayah inti. Asumsi dasar penentuan pusat pelayanan adalah bahwa wilayah yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap atau memiliki ranking hierarki paling tinggi, semakin besar pula potensinya untuk dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan dan aktivitas pelayanan. Berdasarkan hierarki desa-desa dari analisis skalogram berbasis sarana dan pra sarana serta indeks perkembangan desa, maka Desa Tanjung Mas Makmur lebih layak untuk dijadikan sebagai pusat pertumbuhan dan aktivitas pelayanan di wilayah KTM Kawasan Transmigrasi Mesuji. Hal ini karena Desa Tanjung Mas Makmur memiliki jumlah sarana, prasarana dan indeks perkembangan desa yang paling tinggi sehingga berpotensi untuk menjadi desa pusat pertumbuhan. Desa Tanjung Mas Makmur merupakan pusat pelayanan Kecamatan Mesuji Timur yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Mesuji yang pada tahun 2006 telah dimekarkan menjadi Kecamatan Mesuji Lampung dan Kecamatan Mesuji Timur. Disamping itu berdasarkan pengamatan, Desa Tanjung Mas Makmur selain merupakan pusat kecamatan yang didukung dengan fasilitas-fasilitas pelayanan seperti kantor kecamatan, puskesmas, KUA, pos polisi, juga terdapat pasar yang merupakan tempat transaksi ekonomi bagi penduduk di desa-desa kawasan sekitarnya, baik desa-desa dalam kawasan transmigrasi Mesuji maupun desa-desa di kawasan sekitarnya seperti dari Kecamatan Rawajitu, Tanjung Raya, Simpang Pematang dan desa-desa lain yang ada di Kawasan Transmigrasi Propinsi Sumatera Selatan yang letaknya bersebelahan, sehingga menjadi tempat berkumpulnya penduduk untuk membeli dan menjual berbagai kebutuhan hidup dan hasil produksi pertanian. Hal ini dikarenakan secara geografis, lokasi Desa Tanjung Mas Makmur terletak persis di tengah-tengah Kawasan Transmigrasi Mesuji. Desa Tanjung Mas Makmur berfungsi sebagai kota perdagangan, pusat kegiatan manufaktur final industri pertanian (packing), stok pergudangan dan perdagangan bursa komoditas, pusat kegiatan tersier agrobisnis, jasa perdagangan dan keuangan serta pusat berbagai pelayanan industri pertanian (general agroindustry services). Penentuan desa tersebut sebagai pusat aktivitas pelayanan

6 83 karena didukung oleh ketersediaan sarana, pra sarana yang ada, kesetrategisan lokasi dan adanya dukungan kebijakan baik dari pemerintah maupun masyarakat setempat Desa-desa pada hierarki II seperti Desa Sidomulyo, Wonosari, Muara Mas, Dwi Karya Mustika, Tanjung Mas Mulya (berdasarkan jenis dan jumlah fasilitas pelayanan), dan Desa Wonosari, Sidomulyo, Talang Batu/Talang Gunung, Wiralaga I, Sungai Badak (berdasarkan indeks perkembangan desa). Desadesa tersebut dapat berfungsi sebagai pusat kegiatan agroindustri berupa pengolahan bahan pertanian jadi dan setengah jadi serta kegiatan agribisnis dan sebagai pusat pelayanan agroindustri khusus (special agroindustry services). Pada daerah-daerah tersebut dapat dikembangkan industri pengolahan TBS kelapa sawit menjadi CPO, pabrik pengolahan getah karet dan pabrik penggilingan padi (RMU) dengan kapasitas besar. Desa-desa pada hierarki III merupakan wilayah hinterland, berfungsi sebagai pusat produksi komoditas pertanian yang dipergunakan sebagai bahan baku industri pertanian. Hasil analisis skalogram berdasarkan jenis dan jumlah fasilitas pelayanan menunjukkan desa-desa Hierarki III terdiri dari Desa Eka Mulya, Tanjung Menang, Talang Batu/Talang Gunung, Wiralaga I, Pangkal Mas Jaya, Tanjung Mas Jaya, Sungai Badak, Tanjung Serayan, Tirta Laga, Pangkal Mas Mulya, Sumber Makmur, Mulyo Sari, Sungai Cambai, Wiralaga II Nipah Kuning. Sedangkan Hasil Analisis Skalogram berdasarkan Indeks Perkembangan Desa diperoleh desa-desa Hierarki III yaitu Desa Tanjung Menang, Eka Mulya, Muara Mas, Wiralaga II Sumber Makmur, Dwi Karya Mustika, Tanjung Mas Mulya, Pangkal Mas Jaya, Tanjung Serayan, Tirta Laga, Nipah Kuning, Mulyo Sari, Pangkal Mas Mulya, Tanjung Mas Jaya, Sungai Cambai. Menurut Rustiadi et al. (2005) dalam konteks tata ruang, secara umum struktur hierarki desa-desa dalam kawasan agropolitan adalah: a. Orde Pertama atau desa pusat pertumbuhan utama, berfungsi sebagai kota perdagangan, pusat kegiatan manufaktur final industri pertanian (packing), stok pergudangan dan perdagangan bursa komoditas, pusat kegiatan tersier agrobisnis, jasa perdagangan dan keuangan serta pusat berbagai pelayanan industri pertanian (general agroindustry services).

7 84 b. Orde Kedua atau Kawasan Pusat Agropolitan, berfungsi sebagai pusat kegiatan agroindustri berupa pengolahan bahan pertanian jadi dan setengah jadi serta kegiatan agrobisnis dan sebagai pusat pelayanan agroindustri khusus (special agroindustry services). c. Orde Ketiga atau wilayah hinterland, berfungsi sebagai pusat produksi komoditas pertanian yang dipergunakan sebagai bahan baku industri pertanian. Gambaran Hierarki desa-desa berdasarkan indeks perkembangan desa, jumlah dan jenis fasilitas pelayanan serta gambaran aktivitas pasar di Desa Tanjung Mas Makmur seperti disajikan pada Gambar 14, 15 dan 16 Gambar 14 Peta Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji berdasarkan indeks perkembangan Desa

8 85 Gambar 15 Peta Hierarki Wilayah di Kawasan Transmigrasi Mesuji berdasarkan Jumlah dan Jenis Fasilitas Pelayanan Gambar 16 Pasar di Desa Tanjung Mas Makmur yang menjadi tempat transaksi ekonomi bagi desa-desa di sekitar Kawasan Transmigrasi Mesuji Analisis Persepsi Stakeholder Pada bagian terdahulu, telah dilakukan identifikasi pusat aktivitas pelayanan KTM di Kawasan Transmigrasi Mesuji berdasarkan analisis skalogram. Disamping itu untuk mengetahui persepsi masyarakat dan pemegang kebijakan, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang, dalam penentuan Pusat Aktivitas Pelayanan KTM di Kawasan Transmigrasi Mesuji, juga dilakukan

9 86 dengan analisis proses hierarki analitik (Analytical hierarchy process/ahp). Analisis ini menyediakan prosedur yang efektif untuk mengidentifikasi dan menentukan prioritas dalam pengambilan keputusan yang kompleks, serta memeriksa konsistensi dalam penilaian oleh tim sehingga mengurangi bias pengambilan keputusan. Dalam penentuan pusat aktivitas pelayanan terdapat dua alternatif pusat aktivitas yaitu Desa Tanjung Mas Makmur dan Desa Margojadi, yang berdasarkan analisis skalogram merupakan desa dengan hierarki I. Berdasarkan analisis AHP, ternyata Desa Tanjung Mas Makmur menunjukkan dapat dijadikan sebagai pusat aktivitas pelayanan KTM. Presentase skor untuk Desa Tanjung Mas Makmur mencapai 85,6% dengan nilai inkonsistensi sebesar 0,02. Nilai ini berada di bawah 0,1 yang berarti bahwa responden telah memenuhi syarat kekonsistenan dalam memberikan bobot nilai pada setiap aspek dan kriteria. Hal ini disajikan pada Gambar 16 berikut. SDA (0,427) SumberDaya Wilayah (0,301) Kelembagaan (0,139) Sarana (0,435) PUSAT AKTIVITAS Sosial Fisik Wilayah (0,449) kependudukan (0,310) Kesetrategisan Lokasi (0,690) Tanjung Mas Makmur (0.856) Margojadi 0,144 Perekonomian Wilayah (0,251) Pertanian (0,798) Industri dan Jasa (0,202) Goal Kriteria Alternatif Gambar 17 Hasil AHP terhadap penentuan pusat aktivitas pelayanan KTM

10 87 Hasil AHP menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi prioritas kebijakan penentuan pusat aktivitas pelayanan KTM sebagai berikut : 1. Alternatif kebijakan yang dipilih oleh para responden dapat diketahui bahwa Desa Tanjung Mas Makmur lebih prioritas untuk dijadikan pusat aktivitas pelayanan dibandingkan Desa Margojadi, dengan perbandingan skor 0,856 untuk Desa Tanjung Mas makmur dan 0,144 untuk Desa Margojadi 2. Bila dilihat dari kriteria kebijakan penentuan Desa Tanjung Mas Makmur sebagai pusat aktivitas pelayanan antara faktor sumberdaya wilayah, sosial fisik wilayah dan perekonomian wilayah. Faktor sosial fisik wilayah menjadi pertimbangan utama responden dengan skor 0,449, pertimbangan berikutnya sumberdaya wilayah dengan skor 0,301, dan perekonomian wilayah dengan skor 0, Pada sub kriteria sosial fisik wilayah, antara faktor kependudukan dan kesetrategisan lokasi, maka faktor kesetrategisan lokasi menjadi pertimbangan yang lebih diprioritaskan dalam penentuan pusat aktivitas pelayanan dengan skor 0,690 dibandingkan dengan faktor kependudukan dengan skor 0,310. Kesetrategisan lokasi Desa Tanjung Mas Makmur seperti disajikan pada peta Gambar 18 berikut. Gambar 18 Peta Menunjukkan Kesetrategisan Lokasi Desa Tanjung Mas Makmur

11 88 Ikhtisar Penentuan pusat aktivitas pelayanan melalui pendekatan kuantitatif yang diukur dengan menggunakan analisis skalogram berdasarkan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan dan indeks perkembangan desa, menunjukkan bahwa Desa Tanjung Mas Makmur dan Margojadi berada pada Hierarki I, hal ini menunjukkan kedua desa tersebut dapat berfungsi sebagai pusat pelayanan. Untuk menentukan desa mana yang menjadi prioritas kebijakan untuk dijadikan pusat pelayanan, berdasarkan analisis terhadap persepsi masyarakat dan pemegang kebijakan (Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang dengan menggunakan AHP diperoleh hasil bahwa Desa Tanjung Mas Makmur menjadi prioritas untuk dikembangkan menjadi Pusat Aktivitas Pelayanan KTM di Kawasan Transmigrasi Mesuji. Berdasarkan hasil analisis AHP, Faktor Sumberdaya Sosial Fisik Wilayah yaitu kesetrategisan lokasi menjadi bahan pertimbangan utama dalam penentuan Pusat Aktivitas Pelayanan. Desa-desa pada hierarki II seperti meliputi Desa Sidomulyo, Wonosari, Muara Mas, Dwi Karya Mustika, Tanjung Mas Mulya (berdasarkan jenis dan jumlah fasilitas pelayanan) dan Desa Wonosari, Sidomulyo, Talang Batu/Talang Gunung, Wiralaga I, Sungai Badak (berdasarkan indek perkembangan desa). Desa-desa ini dapat berfungsi sebagai pusat kegiatan agroindustri berupa pengolahan bahan pertanian jadi dan setengah jadi serta kegiatan agrobisnis dan sebagai pusat pelayanan agroindustri khusus (special agroindustry services) pada daerah-daerah tersebut dapat dikembangkan industri pengolahan TBS kelapa sawit menjadi CPO, pabrik pengolahan getah karet dan Pabrik Penggilingan Padi (RMU) dengan kapasitas besar. Desa-desa pada hierarki III merupakan wilayah hinterland. Desa-desa ini berfungsi sebagai pusat produksi komoditas pertanian yang dipergunakan sebagai bahan baku industri pertanian. Hasil analisis skalogram berdasarkan jenis dan jumlah fasilitas pelayanan diperoleh hierarki III yaitu Desa Eka Mulya, Tanjung Menang, Talang Batu/Talang Gunung, Wiralaga I, Pangkal Mas Jaya, Tanjung Mas Jaya, Sungai Badak, Tanjung Serayan, Tirta Laga, Pangkal Mas Mulya, Sumber Makmur, Mulyo Sari, Sungai Cambai, Wiralaga II dan Nipah Kuning. Sedangkan Hasil Analisis Skalogram berdasarkan indeks perkembangan desa

12 89 diperoleh desa-desa hierarki III yaitu Desa Tanjung Menang, Eka Mulya, Muara Mas, Wiralaga II Sumber Makmur, Dwi Karya Mustika, Tanjung Mas Mulya, Pangkal Mas Jaya, Tanjung Serayan, Tirta Laga, Nipah Kuning, Mulyo Sari, Pangkal Mas Mulya, Tanjung Mas Jaya, dan Sungai Cambai.

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas KAJIAN UMUM WILAYAH Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Kawasan Transmigrasi dirancang dengan kegiatan utamanya pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai

Lebih terperinci

BAB. IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis wilayah Kabupaten Mesuji terletak pada arah

BAB. IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis wilayah Kabupaten Mesuji terletak pada arah 29 BAB. IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Aspek Geografi Secara geografis wilayah Kabupaten Mesuji terletak pada 3.45 4.40 arah Utara-Selatan dan 106.15 107.00 arah Timur-Barat. Kabupaten Mesuji mempunyai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan, terutama di kawasan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial Kabupaten Tulang Bawang merupakan wilayah yang dilalui oleh jalan lintas sumatera. Kecamatan Menggala merupakan pertemuan antara jalan lintas timur sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan dan Kesesuian Lahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan dan Kesesuian Lahan HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan dan Kesesuian Lahan Perbedaan potensi sumberdaya yang dimiliki oleh setiap wilayah mengakibatkan kemampuan yang berbeda dalam pengembangan wilayahnya. Salah satu potensi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan

Lebih terperinci

[Depnakertran] Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Transmigrasi. Jakarta.

[Depnakertran] Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Transmigrasi. Jakarta. DAFTAR PUSTAKA Anwar A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. Tinjauan kritis. Bogor:P4W Press Bogor. Asmarantaka RW. 1985. Analisis Pemasaran Jagung di Daerah Sentra Produksi Provinsi Lampung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di 45 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di Provinsi Lampung yaitu Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian dimasa mendatang masih memegang peran strategis

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian dimasa mendatang masih memegang peran strategis BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dimasa mendatang masih memegang peran strategis sebagai penghela pembangunan ekonomi nasional, karena memberikan kontribusi nyata bagi 237 juta penduduk

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR STUDI PENGEMBANGAN KOTA TERPADU MANDIRI (KTM) BERBASIS POTENSI AGRIBISNIS MASYARAKAT DAN KAWASAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI MESUJI KABUPATEN TULANG BAWANG BUDI SUTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net Pengembangan Kawasan Pertanian Industrial

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Konsep Kawasan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Konsep Kawasan 8 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Konsep Kawasan Kawasan adalah wilayah yang berbasis pada keberagaman fisik dan ekonomi tetapi memiliki hubungan erat dan saling mendukung satu sama lain secara fungsional

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang adil, makmur dan sejahtera. Salah satu strateginya adalah melalui

I. PENDAHULUAN. yang adil, makmur dan sejahtera. Salah satu strateginya adalah melalui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Salah satu strateginya adalah melalui pemerataan hasil-hasil pembangunan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan mempunyai fungsi tertentu, dimana kegiatan ekonominya, sektor dan produk unggulannya, mempunyai potensi mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. Kawasan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN

PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN 147 PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN Pemerintah Kabupaten Banyumas pada tahun 2008 akan mencanangkan pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan

Lebih terperinci

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah, pembangunan ekonomi menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam daerah maupun faktor eksternal, seperti masalah kesenjangan dan isu

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN PEMILIHAN LOKASI INDUSTRI PENGOLAHAN KARET DI KOTA PADANG

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN PEMILIHAN LOKASI INDUSTRI PENGOLAHAN KARET DI KOTA PADANG ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN PEMILIHAN LOKASI INDUSTRI PENGOLAHAN KARET DI KOTA PADANG Oleh MILL FADHILA 0910223072 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DAFTAR ISI Halaman KATA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pendekatan Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa meningkatnya persepsi masyarakat yang melihat adanya hubungan tidak searah antara keberhasilan

Lebih terperinci

Pengenalan Metode AHP Pertemuan kuliah Manajemen Pengambilan Keputusan

Pengenalan Metode AHP Pertemuan kuliah Manajemen Pengambilan Keputusan Pengenalan Metode AHP Pertemuan kuliah Manajemen Pengambilan Keputusan www. adamjulian. net PS Agribisnis Universitas Jember Pengenalan Metode AHP Analisis Hirarki Proses (Analytical Hierarchy Process/AHP)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 25 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 26 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur Tahun 2015 2019

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Wilayah dan Pembangunan wilayah Budiharsono (2001) menyebutkan bahwa ruang atau kawasan sangat penting dalam pembangunan wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR L2D

STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR L2D STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: RICI SUSANTO L2D 099 447 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT 2014

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT 2014 BAB V AREA BERESIKO SANITASI 5.1. Area Beresiko Sanitasi Resiko sanitasi adalah terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Komoditas Basis Komoditas basis adalah komoditas yang memiliki keunggulan secara komparatif dan kompetitif. Secara komparatif, tingkat keunggulan ditentukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Desentralisasi sebagai suatu fenomena yang bertujuan untuk membawa kepada penguatan komunitas pada satuan-satuan pembangunan terkecil kini sudah dicanangkan sebagai

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari berbagai uraian dan hasil analisis serta pembahasan yang terkait dengan imlementasi kebijakan sistem kotakota dalam pengembangan wilayah di Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah sudah dilaksanakan sejak tahun 2001. Keadaan ini telah memberi kesadaran baru bagi kalangan pemerintah maupun masyarakat, bahwa pelaksanaan otonomi tidak bisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai sektor primer memiliki kewajiban untuk memberikan kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga tani.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan pengalaman yang lalu hanya beberapa hari saja TPA Leuwigajah ditutup, sampah di Bandung Raya sudah menumpuk. Oleh karena itu sebagai solusinya Pemerintah

Lebih terperinci

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Rizal Afriansyah Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Email : rizaldi_87@yahoo.co.id Abstrak - Transportasi mempunyai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN SUNGAI BAHAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARO JAMBI, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah memberikan wewenang dan jaminan bagi masing-masing daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah memberikan wewenang dan jaminan bagi masing-masing daerah untuk 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan wilayah dapat dipacu dengan pembangunan infrastruktur dan sistem jaringan yang memadai di wilayah tersebut. Dalam hal ini otonomi daerah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan masalah Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia menjadi sebuah negara industri yang tangguh dalam jangka panjang. Hal ini mendukung Peraturan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang meliputi Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PERESMIAN PROYEK-PROYEK PEMBANGUNAN DAN PENCANANGAN KOTA TERPADU MANDIRI DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PERESMIAN PROYEK-PROYEK PEMBANGUNAN DAN PENCANANGAN KOTA TERPADU MANDIRI DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PERESMIAN PROYEK-PROYEK PEMBANGUNAN DAN PENCANANGAN KOTA TERPADU MANDIRI DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Hari Tanggal : Sabtu /17 Mei 2008 Pukul : 10.50 WIB

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24

I. PENDAHULUAN. lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kerangka pengembangan wilayah, perlu dibatasi pengertian wilayah yakni ruang permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012).

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah potensial penghasil perikanan dan telah menyokong produksi perikanan nasional sebanyak 40 persen, mulai dari budidaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010).

I. PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pendekatan pembangunan yang sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi selama ini, telah banyak menimbulkan masalah pembangunan yang semakin besar dan kompleks, semakin melebarnya

Lebih terperinci

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS Inflasi adalah kecenderungan (trend) atau gerakan naiknya tingkat harga umum yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek penelitian ini adalah strategi pengadaan bahan baku agroindustri ubi jalar di PT Galih Estetika Indonesia Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Lebih terperinci

SUMMARY STRATEGI DAN MODEL PERENCANAAN POPULIS DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

SUMMARY STRATEGI DAN MODEL PERENCANAAN POPULIS DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH SUMMARY STRATEGI DAN MODEL PERENCANAAN POPULIS DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Strategi populis dalam pengembangan wilayah merupakan strategi yang berbasis pedesaan. Strategi ini muncul sebagai respon atas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pertanian tersebut antara lain menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk,

I PENDAHULUAN. pertanian tersebut antara lain menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk, I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan di Indonesia secara umum akan berhasil jika didukung oleh keberhasilan pembangunan berbagai sektor. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

UPAYA MEMPERTAHANKAN PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TEGAL

UPAYA MEMPERTAHANKAN PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TEGAL UPAYA MEMPERTAHANKAN PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TEGAL Rizal Imana 1), Endrawati Fatimah 2), Sugihartoyo 3) Jurusan Teknik Planologi Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan

Lebih terperinci

KAJIAN BANGKITAN PERJALANAN PADA KAWASAN TRANSMIGRASI DI KECAMATAN MESUJI TIMUR. Imam Moerdo Koentjoro

KAJIAN BANGKITAN PERJALANAN PADA KAWASAN TRANSMIGRASI DI KECAMATAN MESUJI TIMUR. Imam Moerdo Koentjoro 1 KAJIAN BANGKITAN PERJALANAN PADA KAWASAN TRANSMIGRASI DI KECAMATAN MESUJI TIMUR Imam Moerdo Koentjoro imammoerdokoe@yahoo.co.id Dosen Pembimbing: Ir. Ellen S.W.Tangkudung, MSc. DR. Ir. Nahry, M.T. Program

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha di bidang pertanian merupakan sumber mata pencaharian pokok bagi masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian berperan sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA Desy Damayanti Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Ria Asih Aryani Soemitro Dosen Pembina Magister Manajemen Aset FTSP

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Peningkatan perekonomian daerah dapat di lakukan melalui integrasi berbagai sektor yang ada di dalam wilayah. Hal tersebut berarti bahwa peningkatan perekonomian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI SKRIPSI YAN FITRI SIRINGORINGO JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian

III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian Pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini sebagian telah menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan antar wilayah yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Pusat Kota merupakan denyut nadi perkembangan suatu wilayah karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat Kota mengalami kecenderungan

Lebih terperinci

Teori lokasi mempelajari pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis pengaruh jarak terhadap

Teori lokasi mempelajari pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis pengaruh jarak terhadap TEORI LOKASI (Tarigan, 2006:77) : Ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial serta hubungan-nya dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim ABSTRAK Pembangunan Wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi,

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo)

ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo) ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo) TUGAS AKHIR Oleh : SRI BUDI ARTININGSIH L2D 304 163 JURUSAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu kota pada mulanya berawal dari suatu pemukiman kecil, yang secara spasial mempunyai lokasi strategis bagi kegiatan perdagangan (Sandy,1978). Seiring dengan perjalanan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN LITERATUR

BAB 2 KAJIAN LITERATUR BAB 2 KAJIAN LITERATUR Bab ini berisikan tentang teori yang terkait dengan pembahasan studi yakni teori mengenai perencanaan pengembangan wilayah, teori keterkaitan antar industri, dan teori pemilihan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN

Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 AKSELARASI PERKEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI KTM TELANG KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN Anoesyirwan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK) PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK) Rudi S. Suyono 1) Abstrak Sungai merupakan salah satu prasarana yang

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI ACEH

PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI ACEH PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI ACEH ADINDA PUTRI SIAGIAN / NRP. 3609100701 Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.

Lebih terperinci

A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat

A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pembangunan yang memengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut Soekartawi (2000),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah usaha sadar dan berencana untuk meningkatkan mutu hidup. Pelaksanaannya akan selalu menggunakan dan mengelola sumberdaya baik sumberdaya alam dan

Lebih terperinci

Penyebaran Kuisioner

Penyebaran Kuisioner Penentuan Sampel 1. Responden pada penelitian ini adalah stakeholders sebagai pembuat keputusan dalam penentuan prioritas penanganan drainase dan exspert dibidangnya. 2. Teknik sampling yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemasok merupakan salah satu mitra bisnis yang memegang peranan sangat penting dalam menjamin ketersediaan barang pasokan yang dibutuhkan oleh perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena

TINJAUAN PUSTAKA. tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena 4 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan di Sumatera Utara Sekitar 100.000 Ha hutan di Sumatera Utara diperkirakan rusak setiap tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii

DAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii DAFTAR ISI PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 2 1.2 Rumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan, Sasaran dan Manfaat...

Lebih terperinci