PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

dokumen-dokumen yang mirip
PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... iv. ABSTRAK...

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi telah terjadi perkembangan di berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam segi pertanian dan juga maupun dari segala industri yang lainya. Julukan

PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU AKIBAT PAPARAN ASAP PADA PEDAGANG SATE DI DENPASAR

FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU PADA TENAGA KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI DAERAH CARGO PERMAI, KABUPATEN BADUNG, BALI

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru

HUBUNGAN ANTARA LAMA PAPARAN DEBU KAYU DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA KAYU DI KECAMATAN KELAPA LIMA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumokoniosis merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu yang masuk ke dalam saluran pernafasan

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

HUBUNGAN ANTARA MASA KERJA DENGAN KAPASITAS FUNGSI PARU PADA PEKERJA MEBEL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kerjanya. Resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1)

Uji Fungsi (lung function test) Peak flow meter

SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA NI MADE FITRI DAMAYANTI

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

Hubungan Lama Bekerja dengan Kapasitas Vital Paru pada Operator SPBU Sampangan Semarang

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

Rimba Putra Bintara Kandung E2A307058

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN FUNGSI PARU DAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA PENGISIAN LPG (LIQUIFIED PETROLEUM GAS) DI DENPASAR ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur

PENGARUH PAPARAN POLUSI UDARA DAN KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP FUNGSI PARU PADA SOPIR BUS DI TERMINAL TIRTONADI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

BAB I PENDAHULUAN. secara luas di hampir setiap sektor industri. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA PEMBUAT BATU BATA DI KELURAHAN PENGGARON KIDUL KECAMATAN PEDURUNGAN SEMARANG TAHUN 2015

Kata Kunci : Sampah,Umur,Masa Kerja,lama paparan, Kapasitas Paru, tenaga kerja pengangkut sampah.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA DI UNIT BOILER INDUSTRI TEKSTIL X KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PEKERJA BAGIAN RING SPINNING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa

KAPASITAS FAAL PARU PADA PEDAGANG KAKI LIMA. Olvina Lusianty Dagong, Sunarto Kadir, Ekawaty Prasetya 1

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja terdapat berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dibahas pada bab. sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH. Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

HUBUNGAN PERILAKU PENGGUNAAN MASKER DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA MEBEL DI KELURAHAN HARAPAN JAYA, BANDAR LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

LAMA PEMBELAJARAN PRAKTIK LABORATORIUM/BENGKEL DAN FUNGSI PARU MAHASISWA JURUSAN ORTOTIK PROSTETIK POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

The difference of forced vital capacity (FVC) on workers between foundry and fitting-shop in ED aluminium cast industry, Giwangan Yogyakarta

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENGGUNAAN MASKER TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA PENGAMPLASAN KAYU DI DESA RENGGING PECANGAAN JEPARA

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Yang Terpapar Potassium Permanganate Dan Phosphoric Acid Di Industri Garmen

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

Analisis Kapasitas Paru dan Aliran Udara Pernafasan Manusia Yang Mempunyai Kebiasaan Merokok dan Tidak Merokok

GAMBARAN HASIL SPIROMETRI PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PARU DI INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO

JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume 11, Issue 1: (2013) ISSN

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di kawasan penambangan kapur

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut

: CINDY AUDINA PRADIBTA

Arsih, Ratna Dian Kurniawati, Inggrid Dirgahayu ABSTRAK

HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN KAPASITAS FUNGSI PARU PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI KABUPATEN SIDRAP

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja di tempat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN PAPARAN DEBU KAPUR DENGAN PENURUNAN FUNGSI PARU PADA TENAGA KERJA PT. PUTRI INDAH PERTIWI, DESA PULE, GEDONG, PRACIMANTORO, WONOGIRI

HUBUNGAN ANTARA UMUR, MASA KERJA DAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN INDEKS KESEGARAN KARDIOVASKULER PEGAWAI PEMADAM KEBAKARAN KOTA MANADO

HUBUNGAN PAPARAN DEBU KAYU TERHIRUP DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA DI INDUSTRI MEBEL CV. CITRA JEPARA FURNITURE KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan

ABSTRAK HUBUNGAN LINGKAR PINGGANG / WAIST CIRCUMFERENCE (WC) DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA (VEP1) PADA LAKI LAKI DEWASA

ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) NON KONTAINER DI IPC TPK KOTA PONTIANAK

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS PARU PEKERJA PAVING BLOCK CV SUMBER GALIAN

Kata Kunci : Umur, Masa Kerja, Status Gizi, Kapasitas Vital Paru

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA TENAGA KERJA PENGGILINGAN BATU PT.SINAR KARYA CAHAYA TAHUN 2013 DI DESA BOTUBULOWE KECAMATAN DUNGALIYO

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ** Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

PENGARUH KARAKTERISTIK DAN KADAR DEBU AMBIEN TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU PADA PENYAPU JALAN DI KECAMATAN MEDAN AMPLAS KOTA MEDAN TAHUN 2015 TESIS

BAB I PENDAHULUAN. maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel

ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN LUAS PERMUKAAN TUBUH TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU PADA PRIA DEWASA

Riski Noor Adha 1, Rafael Djajakusli 1, Masyitha Muis 1.

BAB I PENDAHULUAN. kerja. Agar terciptanya lingkungan yang aman, sehat dan bebas dari. pencemaaran lingkungan (Tresnaniangsih, 2004).

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi lingkungan yang di bawah standar. (1)

ABSTRAK PENILAIAN KUALITAS HIDUP PASIEN PPOK RAWAT JALAN DENGAN METODE SAINT GEORGE S RESPIRATORY QUESTIONNAIRE (SGRQ)

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan pun muncul seiring semakin padatnya jumlah penduduk. Salah. satunya permasalahan di bidang transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu mendapat perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan, berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan lingkungan kerja.

Transkripsi:

PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI Akbar Pratama 1, Luh Putu Ratna Sundari 2 1 Program Studi Pendidikan Dokter, 2 Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ABSTRAK Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan industri di Indonesia adalah menurunnya kesehatan pekerja diakibatkan berbagai penyakit akibat kerja dan kondisi lingkungan tempat kerja. Pekerja batu padas adalah pekerjaan yang beresiko terkena polusi udara akibat paparan debu hasil olahan batu padas. Serpihan batu padas yang menyerupai karang dapat menjadi debu yang dapat dihirup oleh para pekerja yang memungkinkan timbulnya gangguan fungsi paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gangguan fungsi paru yang dialami oleh pekerja batu padas. Penelitian deskriptif cross-sectional dilakukan pada industry batu padas di Silakarang, Gianyar selama bulan April-Mei 2014. Sebanyak 47 orang pekerja batu padas yang telah bekerja minimal 1 tahun, bekerja di daerah Silakarang Gianyar, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 20 sampai 55 tahun yang terpilih dengan metode consecutive sampling dilibatkan dalam penelitian ini. Pada pekerja yang terpilih sebagai sampel, dilakukan wawancara dan penilaian fungsi paru dengan spirometri. Dari 47 subjek yang terlibat dalam penelitian ini, didapatkan 66% subjek tergolong dengan gangguan restriktif, 2% tergolong gangguan restriktif, dan 32% tergolong normal. Proporsi gangguan fungsi paru paling tinggi pada subjek berusia 40-55 tahun (87,5% restriktif, 4,2% obstruktif), subjek dengan obesitas (100% restriktif), subjek yang merokok (80% restriktif, 3,3% obstruktif), dan subjek yang telah bekerja selama 6-15 tahun (71,4% restriktif). Kata Kunci: fungsi paru, spirometri, restriktif, debu ABSTRACT One of the negative impact of the industrial advances in Indonesia is the decreasing level of worker s health due to work-related illness and the work environment. Padas stone worker is exposed to air pollution due to stone dust. Fragment of padas stone that resembles chalkstone turned into dust that could be inhaled by the worker and may progress into decreased lung function. This study was aimed to describe the prevalence of impaired lung function in padas stone worker. A descriptive cross sectional study was done in the padas stone industry in Silakarang, Gianyar at April-May 2014. 47 padas stone worker that already worked for at least one year, worked in Silakarang, Gianyar, male, and aged between 20 to 55 years old, was choosen using consecutive sampling and included in the study. Interview and measurement of lung function using spirometry was done on the worker chosen as samples. From 47 subjects of this study, 66% of subject was categorized as restrictive lung function, 2% as obstructive lung function, and 32% was normal. Proportion of impaired lung function was highest in subjects aged 40-55 years (87,5% restrictive, 4,2% obstructive), subjects with obesity (100% restrictive), subjects with history of smoking (80% restrictive, 3,3% obstructive), and subjects that already worked between 6-15 years (71,4% restrictive). Keywords: pulmonary function, spirometry, restrictive, dust 1

PENDAHULUAN Pada era modern ini, Indonesia ditantang untuk menjadi negara maju sehingga jumlah tenaga kerja di sektor industri akan bertambah sejalan dengan pertambahan jaman. Khususnya Bali merupakan salah satu tujuan wisata yang kini menjadi tempat pariwisata yang terkenal di dunia. Bali memiliki banyak objek wisata, pemandangan alam yang menawan, pantai yang indah serta budaya yang begitu khas dan beraneka ragam. Setiap tahun banyak wisatawan, baik domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke Bali. Meningkatnya jumlah wisatawan di Bali dari tahun ketahun memacu pergerakan di bidang industri untuk meningkatkan sumber daya manusia demi kepuasan dan kenyamanan para wisatawan. Sumber daya manusia yang dibutuhkan pun meningkat, khususnya di bidang industri seperti pekerja batu,pekerja kayu dan sebagainya. Konsekuensi permasalahan infrastruktur juga semakin kompleks, termasuk masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia, perlu mendapat perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan, maupun kesehatan kerjanya. Upaya perlindungan tenaga kerja perlu diterapkan karena berhubungan kesehatan tenaga kerja. 1 Pengelolaan lingkungan kerja dapat mendukung pemeliharaan dan peningkatan kesehatan tenaga kerja sehingga terselenggara). Resiko bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, akibat kombinasi dari berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan lingkungan kerja. 2 Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan industri adalah menurunnya kesehatan pekerja diakibatkan berbagai penyakit akibat kerja dan kondisi lingkungan tempat kerja. ILO (International Labour Organisation) mengemukakan penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan sebesar 34% adalah penyakit kanker, 25% kecelakaan, 21 % penyakit saluran pernapasan, 15 % penyakit kardiovaskuler, dan 5 % disebabkan oleh faktor yang lain. 1 Penyakit saluran pernapasan akibat kerja, sesuai dengan hasil riset The Surveillance of Work Related and Occupational Respiratory Disease (SWORD) yang dilakukan di Inggris ditemukan 3300 kasus baru penyakit paru yang berhubungan dengan pekerjaan Salah satu jenis pekerjaan yang dapat menimbulkan risiko terkena penurunan fungsi paru adalah pekerja batu yang masa kerjanya sebagian dihabiskan di proyek kerja yang dikelilingi oleh pegunungan penuh bebatuan yang akan diolah dengan cara dipecah dan dipotong yang dapat menjadi partikel udara yang dihirup dan dapat menyebabkan gangguan pernapasan. Lingkungan kerja yang sering penuh oleh debu, uap, gas dan lainnya yang di satu pihak mengganggu produktivitas dan mengganggu kesehatan di pihak lain. Hal ini sering menyebabkan gangguan pernapasan ataupun dapat mengganggu fungsi paru. 2 Kapasitas fungsi paru merupakan kesanggupan atau kemampuan paru untuk atau dalam menampung udara di dalamnya. 3 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kapasitas fungsi paru antara lain Umur, Jenis Kelamin, Kondisi Kesehatan, Riwayat penyakit, Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan Merokok dan kebiasaan olah raga. Dengan mengetahui apakah ada gangguan kapasitas fungsi paru, dapat mengidentifikasi gangguan pernafasan sebelum untuk bekerja untuk menentukan penyakit secara dini dan memperbaiki perjalanan penyakit. Kapasitas Fungsi paru bisa diukur dengan menggunakan peralatan relative sederhana yaitu seperti spirometer. 4 Faktor perilaku yang tidak sehat merupakan risiko tinggi untuk terpaparnya suatu penyakit. Hal inipun disebabkan oleh perilaku yang tidak baik dalam pola kerja Pada waktu bekerja pekerja batu ini ada yang tidak menggunakan pelindung diri khususnya pelindung pernafasan seperti masker untuk melindungi dari paparan debu. Keadaan lingkungan kerja yang diamati menjadi kesimpulan bagi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai prevalensi penderita gangguan fungsi paru pada pekerja batu. Industri batu padas umumnya merupakan industri informal. Industri informal biasanya dikelola oleh masyarakat dengan teknologi yang masih sederhana, tanpa banyak tersentuh oleh peraturan perundangan, sehingga segala peraturan yang berkaitan dengan perlindungan kesehatan dan keselamatan terhadap tenaga kerja serta masyarakat sekitarnya kurang mendapat perhatian. Dimana pekerja batu padas bekerja dengan memotong dan memecah batu padas menggunakan martil dan gergaji batu yang membuat serpihan batu padas yang menyerupai karang dapat menjadi debu yang dapat dihirup oleh para pekerja Hasil wawancara peneliti dengan beberapa warga yang tinggal disekitar industri batu padas ternyata warga tersebut mengalami keluhan debu seperti bersin dan batuk. Hal tersebut dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan terjadinya penyakit saluran pernapasan sebagai akibat penimbunan debu dalam paru pekerja. Apabila kondisi ini dibiarkan dimungkinkan penyakit akibat kerja semakin meningkat sehingga perlu dilaksanakan pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui apakah pekerjaan yang dilakukan di lingkungan berdebu telah menimbulkan gangguan fungsi paru. Hal ini sebagai upaya pencegahan yang bertujuan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan pekerja. Dan Peneliti memilih industri pekerja batu padas di Silakarang, Gianyar Bali. METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendeketan cross sectional untuk mengetahui jumlah kasus penderita gangguan fungsi paru pada pekerja batu padas di Silakarang, Gianyar Bali. Penelitian ini dilaksanakan 2

pada industri batu padas di Silakarang, Gianyar pada bulan April-Mei 2014. Sebanyak 47 orang pekerja batu padas yang telah bekerja minimal 1 tahun, bekerja di daerah Silakarang Gianyar, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 20 sampai 55 tahun yang terpilih dengan metode consecutive sampling dilibatkan dalam penelitian ini. Pada pekerja yang terpilih sebagai sampel, dilakukan wawancara mengenai karakteristik, paparan debu, pengalaman kerja, dan riwayat merokok serta dilakukan pemeriksaan fungsi paru menggunakan spirometry.analisis data dilakukan secara deskriptif dengan perangkat lunak SPSS 17 for Windows. HASIL Sebanyak 47 orang pekerja batu cadas dilibatkan dalam penelitian ini. Sebagian besar berusia 41-55 tahun (51%), kemudian 31-40 tahun (38%), dan 20-30 tahun (11%). Sebagian besar (96%) telah menikah saat wawancara. Berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), 43% subjek tergolong dengan berat badan normal, 18% tergolong dengan berat badan kurang, 15% tergolong dengan berat bada lebih, 18% tergolong obesitas grade I, dan 17% tergolong obesitas grade II. Sebagian besar subjek (64%) telah bekerja lebih dari 15 tahun, 30% subjek telah bekerja selama 5-15 tahun, dan 6% subjek telah bekerja selama 2-5 tahun. Sebagian besar subjek (64%) memiliki riwayat merokok (Tabel 1). Dari hasil pemeriksaan spirometri, didapatkan 66% subjek tergolong dengan gangguan restriktif, 2% tergolong gangguan restriktif, dan 32% tergolong normal. Tidak ada subjek dengan gangguan fungsi paru campuran (Tabel 1). Gambaran Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru Berdasarkan usia subjek, gangguan fungsi paru paling banyak ditemukan pada pekerja batu padas berusia 41-55 tahun, dimana sebanyak 21 orang (87,5%) dengan gangguan fungsi paru restriktif, 1 orang (4,2%) dengan gangguan fungsi paru obstruktif dan 2 orang (8,3%) dengan fungsi paru yang masih normal. Pada subjek berusia 31-40 tahun ditemukan 7 orang (39%) dengan gangguan fungsi paru restriktif, dan 11 orang (61%) dengan fungsi paru normal. Kemudian pada pekerja batu padas berusia 20-30 tahun ditemukan 3 orang (60%) dengan gangguan fungsi paru restriktif dan 2 orang (40%) dengan fungsi paru yang masih normal (Tabel 2). Tabel 1. Karakteristik Pekerja Batu Cadas Karakteristik Jumlah (%) Usia (tahun) 20-30 5 (11%) 31-40 18 (38%) 41-55 24 (51%) Status Pernikahan Menikah 45 (96%) Belum Menikah 2 (4%) Indeks Massa Tubuh Berat badan kurang 6 (18%) Berat badan normal 20 (43%) Berat badan lebih 7 (15%) Obesitas grade I 6 (18%) Obesitas grade II 8 (17%) Riwayat merokok Iya 30 (64%) Tidak 17 (36%) Lama kerja (tahun) 2-5 3 (6%) 6-15 14 (30%) >15 30 (64%) Gangguan Fungsi Paru Obstruktif 1 (2%) Restriktif 31 (66%) Normal 15 (32%) Campuran 0 (0%) Tabel 2. Gambaran Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru Faktor Risiko Fungsi Paru Normal Obstruktif Restriktif Campuran Total Usia 20-30 Tahun 2 (40%) - 3 (60%) - 5 (100%) 31-40 Tahun 11 (61%) - 7 (39%) - 18 (100%) 41-55 Tahun 2 (8,3%) 1 (4,2%) 21(87,5%) - 24 (100%) Indeks Massa Tubuh - Berat badan Kurang 1 (16,7%) - 5 (83,3%) - 6 (100%) Berat Badan Normal 9 (45%) - 11 (55%) - 20 (100%) Berat Badan Lebih 5 (71,4%) - 2 (28,6%) - 7 (100%) Obesitas Grade I - 1 (16,7%) 5 (83,3%) - 6 (100%) Obesitas Grade II - 8 (100%) - 8 (100%) Riwayat Merokok - Iya 5 (16,7%) 1 (3,3%) 24 (80%) - 30 (100%) Tidak 10 (58,9%) - 7 (41,1%) - 17 (100%) Lama Bekerja - 3

2-5 Tahun 1 (33,3%) - 2 (66,7%) - 3 (100%) 6-15 Tahun 4 (28,6%) - 10 (71,4%) - 14 (100%) >15 Tahun 10(33,3%) 1 (3,3%) 19 (63,4%) - 30 (100%) Berdasarkan indeks massa tubuh, pada subjek yang memiliki berat badan kurang, 1 orang (16,7%) memiliki fungsi paru normal dan 5 orang (83,3%) memiliki gangguan fungsi paru restriktif. Pada subjek yang memiliki berat badan normal, ditemukan 11 orang (55%) memiliki gangguan fungsi paru restriktif, dan 9 orang (45%) memiliki fungsi paru normal. Kemudian pada subjek dengan berat badan lebih, ditemukan 5 orang (71,4%) dengan fungsi paru masih normal dan 2 orang (28,6%) dengan gangguan fungsi paru restriktif. Pada subjek dengan obesitas grade I ditemukan 5 orang (83,3%) dengan gangguan fungsi paru restriktif dan 1 orang (16,7%) dengan gangguan fungsi paru obstruktif. Kategori terakhir dari indeks massa tubuh yaitu obesitas grade II, pada subjek ditemukan seluruhnya (8 orang) dengan gangguan fungsi paru restriktif (Tabel 2). Gangguan fungsi paru paling banyak ditemukan pada subjek yang merokok. Sebanyak 1 orang (3,3%) memiliki gangguan fungsi paru obstruktif, 24 orang (80%) memiliki gangguan fungsi paru restriktif, dan sisanya 5 orang (16,7%) memiliki fungsi paru yang masih normal. Pada subjek yang tidak memiliki riwayat merokok hanya ditemukan 7 orang (41,1%) dengan gangguan fungsi paru restriktif dan 10 orang (58,9%) memiliki fungsi paru yang normal (Tabel 2). Berdasarkan lama kerja, gangguan fungsi paru ditemukan paling banyak pada pekerja batu padas yang telah bekerja lebih dari 15 tahun yakni sebanyak 19 orang (63,4%) dengan gangguan fungsi paru restriktif, 1 orang (3,3%) dengan gangguan fungsi paru obstruktif dan 10 orang (33,3%) dengan fungsi paru yang masih normal. Jumlah gangguan fungsi paru berikutnya yang ditemukan paling banyak terdapat pada pekerja batu padas yang telah bekerja 6-15 tahun yakni sebanyak 10 orang (71,4%) dengan gangguan fungsi paru restriktif dan 4 orang (28,6%) dengan gangguan fungsi paru yang masih normal. Pada pekerja batu padas yang bekerja 2-5 tahun ditemukan 2 orang (66,7%) dengan gangguan fungsi paru restriktif dan sisanya 1 orang (33,3%) memiliki fungsi paru yang masih normal (Tabel 2). PEMBAHASAN Pada penelitian ini, didapatkan proporsi fungsi gangguan paru yang cenderung meningkat sesuai umur subjek. Pada pekerja batu padas berusia 41-55 tahun, 87,5% diantaranya mengalami gangguan fungsi paru restriktif, dan 4,2% dengan gangguan fungsi paru obstruktif. Pada pekerja batu padas berusia 31-40 tahun, 38% diantaranya mengalami gangguan fungsi paru restriktif, sementara pada pekerja batu padas berusia 20-30 tahun didapatkan 60% dengan gangguan fungsi paru restriktif. Hal ini sesuai dengan penelitian Yulaekah (2007) yang menunjukkan bahwa umur meningkatkan resiko mortalitas dan morbiditas. Selain itu juga dapat terjadi penurunan volume paru statis, arus puncak ekspirasi maksimal, daya regang paru, dan tekanan O2 paru. 5 Berdasarkan indeks massa tubuh, proporsi gangguan fungsi paru cenderung lebih tinggi pada subjek yang mengalami obesitas, dimana padasubjek dengan obesitas grade I ditemukan 5 orang (83,3%) dengan gangguan fungsi paru restriktif dan 1 orang (16,7%) dengan gangguan fungsi paru obstruktif, sementara padasubjek dengan obesitas grade II, seluruhnya mengalami gangguan fungsi paru restriktif. Obesitas meningkatkan resiko penurunan kapasitas residu ekspirasi dan volume cadangan ekspirasi dengan semakin beratnya tubuh. Pada pasien obesitas, volume cadangan ekspirasi lebih kecil daripada kapasitas vital sehingga dapat mengakibatkan sumbatan saluran napas. 5 Oleh karena itu indeks massa tubuh menjadi salah satu faktor yang menentukan fungsi paru seseorang. Gangguan fungsi paru lebih banyak ditemukan pada subjek yang merokok, dimana 80% diantaranya mengalami gangguan fungsi paru restriktif dan 3,3% mengalami gangguan fungsi paru obstruktif. Merokok merupakan salah satu faktor resiko signifikan yang berkontribusi terhadap gangguan fungsi paru. Merokok dapat memperparah akibat dari paparan serpihan debu batu padas. Proporsi gangguan paru lebih banyak ditemukan pada subjek dengan lama bekerja antara 6-15 tahun, dimana 71,4% diantaranya mengalami gangguan paru restriktif. Lama kerja berhubungan dengan lamanya paparan debu terhadap pekerja batu padas. Semakin lama seseorang terpapar debu yang mengandung berbagai polutan maka semakin tinggi resiko untuk terjadinya gangguan fungsi paru. SIMPULAN Dari 47 subjek yang terlibat dalam penelitian ini, didapatkan 66% subjek tergolong dengan gangguan restriktif, 2% tergolong gangguan restriktif, dan 32% tergolong normal. Proporsi gangguan fungsi paru paling tinggi pada subjek berusia 40-55 tahun (87,5% restriktif, 4,2% obstruktif), subjek dengan obesitas (100% restriktif), subjek yang merokok (80% restriktif, 3,3% obstruktif), dan subjek yang telah bekerja selama 6-15 tahun (71,4% restriktif). DAFTAR PUSTAKA 1. Harrianto R. Buku Ajar Kesehatan Kerja Jakarta: EGC; 2008. 2. Suma mur P. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja Jakarta: Gunung Agung; 2009. 4

3. Syaifuddin. Anatomi fisiologi untuk keperawatan dan kebidanan. Jakarta: EGC; 2012. 4. Hall JE. Guyton's Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelpia: Elsevier; 2006. 5. Yulaekah S. Paparan debu terhirup dan gangguan fungsi paparan debu terhirup dan ganggu fungsi paru pada pekerja industri batu kapur (Studi di Desa Mrisi Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan) [Tesis]. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 2007; 6(1): p. 24-32. 5