BAB V PENUTUP. Mengutip peribahasa yang mengatakan Lain ladang lain belalang. Maka kata-kata

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dituntut untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. dukungan penuh agama untuk membantu orang-orang miskin yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. pada Al-Qur an dan Hadist. Dana zakat yang terkumpul akan diberikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. pajak bagi negara maka penerimaan pajak sebesar-besarnya sesuai ketentuan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI MANAJERIAL, KETERBATASAN PENELITIAN DAN SARAN UNTUK PENELITIAN SELANJUTNYA

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

HASIL PENELITIAN. A. Perbandingan Ketentuan Zakat Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan antara

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi pada negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada titik pergerakan lempeng tektonik sehingga banyak

BAB I PENDAHULUAN. Perpajakan pasal 1 ayat 1, definisi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengendalikan tujuan perusahaan. Good Corporate Governance yang. seringkali digunakan dalam penerapannya di perusahaan-perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut pernyataan standar akuntansi keuangan PSAK No 109, Zakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Zakat merupakan salah zatu dari rukun Islam, seornag mukmin

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Tahun 2000, perwakilan dari 189 negara termasuk Indonesia menandatangi

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu serta menjadi unsur dari Rukun Islam, sedangkan Infaq dan Shodaqoh

BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENGELOLAAN DANA SOSIAL PADA YAYASAN AL-JIHAD SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat, tentunya kedaulatan yang diperoleh dari hasil semangat juang serta tetesan darah

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. warga non-muslim agar memeluk agama Islam. Hal ini diperlukan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. jalannya roda pemerintahan. Lembaga yang ditunjuk untuk mengelola pajak

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar kekuasaan belaka. Begitu pula dengan kewenangan negara untuk

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

BAB III PEMBAHASAN. A. Penerapan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21. metode pembebanan PPh Pasal 21 pada perusahaan (net), metode pembebanan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam menjaga kelangsungan hidup organisasi pengelola zakat

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa pajak akan sangat mustahil sekali negara ini dapat melakukan

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG TATA KELOLA YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pemisahan pengelolaan perusahaan. Pemilik (principal) melimpahkan

ANALISIS PERLAKUAN ZAKAT DALAM PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI. Junaedy Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Yapis Papua.

Judul : Tata Cara Pengajuan Tax Amnesty Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Nama : Gusti Ayu Dwi Antari NIM : ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu instrument yang digunakan negara untuk menjalankan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

BAB I PENDAHULUAN. oleh Bangsa Indonesia. Pada satu sisi pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. pengabdian terhadap negara yang timbal baliknya tidak bisa dirasakan secara

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

yang diwajibkan Allah kepada orang-orang yang berhak. mensucikan orang yang mengeluarkannya dan menumbuhkan pahala. Sedangkan

SKRIPSI ANALISIS PERLAKUAN ZAKAT DALAM PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, serta

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam perannya pada aspek sosial-ekonomi yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. Secara demografik dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015

No (BAZNAS) yang secara kelembagaan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat secara nasional

ditetapkan, sesuai dengan rencana dan tidak melanggar hukum serta dapat memenuhi kepentingan stakeholders (pemerintah, masyarakat, dan perusahaan).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

isempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan pendapatan terbesar negara yang dikelola pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah Rp ,00 (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN... x. 1.1 Latar Belakang...1

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien agar bisa bersaing dengan perusahaan lain di dalam negeri

TINDAK LANJUT AMNESTI PAJAK

BAB IV KAJIAN PENERAPAN ZAKAT SEBAGAI KREDIT PAJAK DALAM PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DI INDONESIA

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan)

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bila saat ini kaum muslimin sudah faham tentang kewajiban sholat dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PROFIL LEMBAGA, PEROLEHAN ZAKAT PENDISTRIBUSIANNYA PADA FAKIR MISKIN DAN ANALISA. Lembaga Amil Zakat (LAZ) Masjid Nurul Huda merupakan lembaga

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2009 : 67) mencoba memberikan definisi dari kinerja, antara lain sebagai

LEMBAR PENGESAHAN NIM. H

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tidak sepadan (mismatched), tidak hati-hati (prudent), tidak

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan Negara. Dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas perusahaan menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada pada

BAB I PENDAHULUAN. Pajak memiliki peranan penting dalam perekonomian negara kita. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. 90-an dan setelah tahun 90-an memiliki beberapa perbedaan yang mendasar. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30/POJK.05/2014 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

PERATURAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PELAPORAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendapatan negara maupun pembiayaan.ibarat sebuah bahtera, berlayar hingga akhirnya mampu berlabuh. APBN menjadi motor

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. negara Indonesia saat ini bersumber dari dalam negeri yaitu pajak. yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak Kewajiban Perpajakan bagi Dokter

RUGI LABA BIAYA FISKAL

BAB I PENDAHULUAN. Islam, sehingga bagi umat Islam yang telah memenuhi syarat tertentu wajib

KONSEP PENGELOLAAN LAZIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian di Indonesia semakin berkembang dan menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan realisasi penerimaan pajak untuk beberapa

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga memiliki potensi zakat yang cukup besar. melansir

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mengutip peribahasa yang mengatakan Lain ladang lain belalang. Maka kata-kata itu sangat tepat mencerminkan sistem pengelolaan zakat dan pajak yang berbeda antar masing-masing negara. Begitu juga halnya antara Indonesia dan Malaysia. Perbedaan tersebut lebih dikarenakan karena kondisi negara tersebut yang menyebabkan kebijakan fiskal yang diterapkan antara negara itupun berbeda Dari Analisis yang dilakukan sebelumnya, maka bisa disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Terdapat beberapa perbedaan perlakuan zakat antara negara Malaysia dengan Indonesia, yakni: a) Di Indonesia, zakat atas penghasilan saja yang dapat dijadikan pengurang biaya, dan penghasilan itupun bukan berasal dari penghasilan yang dikenakan pajak final. Sedangkan di negara Malaysia semua jenis zakat ( mencakup zakat mal dan zakat fitrah) yang dikeluarkan oleh wajib pajak orang pribadi dapat dijadikan sebagai pengurang pajak (prepaid tax). b) Di Indonesia zakat sebagai biaya yang mengurangi PKP berlaku bagi Wajib pajak orang pribadi maupun Wajib pajak badan, sedang di Malaysia ketentuan zakat sebagai pengurang pajak hanya diberlakukan bagi Wajib pajak orang pribadi saja. c) Terdapat perbedaan pendekatan perhitungan zakat penghasilan antara Malaysia dengan Indonesia. Dimana pada negara Malaysia, penghasilan yang digunakan untuk menghitung jumlah zakat penghasilan adalah penghasilan wajib pajak setelah 78

dikurangi tax relief (PTKP) sedangkan di Indonesia secara praktek pada umumnya di LAZNAS dan BAZNAS, perhitungan jumlah zakat penghasilan adalah penghasilan wajib pajak dikurangi dengan kebutuhan pokoknya. Dimana perhitungan kebutuhan pokok perbulan tiap orang relatif berbeda-beda dan belum jelas (hanya perkiraan). Selain itu tiap Lembaga amilpun belum memiliki persamaan definisi tentang item-item apa saja yang termasuk dalam kebutuhan pokok, sehingga perhitungan kebutuhan pokok antara lembaga amil yang satu dengan yang lain berbeda (Tidak ada keseragaman). Tentunya hal ini bisa menyulitkan wajib pajak yang sekaligus berperan sebagai muzaqqi untuk menghitung jumlah kebutuhan pokoknya dan untuk menentukan apakah jumlah penghasilannya telah melewati nisab atau belum. 2. Pada negara Malaysia fungsi pemungutan dan fungsi penyaluran dana zakat dipisahkan. Dimana fungsi pemungutan dilakukan oleh 14 PPZ, sedangkan fungsi penyaluran dana zakat dilakukan oleh baitul maal, dimana dua lembaga ini sama-sama bernaung di bawah MAIWP. 3. Pada negara Indonesia fungsi pemungutan dan penyaluran dana zakat semua menjadi tanggung jawab lembaga amil maupun badan amil zakat. Dimana berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Pemberdayaan Zakat terdapat 333 badan amil zakat dan 19 lembaga amil zakat yang telah disahkan oleh pemerintah. 4. Zakat penghasilan kurang relevan diperlakukan sebagai pengurang PKP, karena beberapa alasan: a) Zakat atas penghasilan berhubungan langsung dengan usaha/kegiatan untuk memelihara, mempertahankan dan menagih penghasilan (3M). Selain itu setiap hal yang deductable, maka hal itu diperlakukan sebagai penghasilan bagi penerimanya (taxable) yang berarti juga sebagai objek pajak, yang dengan demikian penerima 79

harus membayar pajak. Namun zakat penghasilan dikecualikan dari objek pajak, sehingga yang menerima tidak perlu dikenakan pajak. Jadi dalam hal ini konsep taxable-deductible tidak terpenuhi. b) Meskipun dengan perlakuan zakat sebagai pengurang PKP umat Islam sudah mendapat keringanan dengan terhindarnya beban ganda, namun tidak 100% terhindar beban ganda tersebut. Dengan memasukkan zakat penghasilan sebagai pengurang PKP maka penghindaran pengenaan beban ganda hanya efektif maksimal 35% dari jumlah zakat penghasilan yang dibayar, dan itupun masih dibatasi oleh aturan-aturan yang menyulitkan serta harus menanggung konsekuensi dilakukannya pemeriksaan pajak. 5. Zakat dan pajak berkorelasi positif satu sama lain, dimana hal ini dibuktikan secara praktek lewat studi empiris data pajak dan zakat malaysia yang menunjukkan bahwa jumlah pajak selalu naik beriringan dengan jumlah zakat setiap tahunnya, selain itu secara teoritis penelitian yang dilakukan oleh Dr. Monzer kahf menyatakan bahwa zakat berkorelasi positif terhadap investasi dan pendapatan nasional suatu negara. 6. Praktek perlakuan zakat sebagai pengurang PKP, belum memberikan efek positif yang optimal bagi dunia perzakatan mapun dunia perpajakan, karena masih banyaknya wajib pajak yang tidak memanfaatkan fasilitas zakat sebagai pengurang PKP ini, disebabkan banyaknya kesulitan dan aturan yang membatasi wajib pajak untuk melaporkan zakatnya daam SPT, serta konsekuensi harus menghadapi pemeriksaan dikarenakan lebih bayar. Sehingga bisa dikatakan pola ini kurang memberi insentif bagi wajib pajak untuk menunaikan kewajiban pajak ataupun zakatnya. 7. Pola perlakuan zakat sebagai pengurang pajak seperti yang diterapkan oleh negara Malaysia ternyata lebih efektif dalam memberikan hasil yang signifikan bagi jumlah penggalangan dana zakat yang dihimpun, terlihat dari lebih besarnya persentase zakat 80

terhadap pajak di negara Malaysia dibandingkan dengan negara Indonesia. Asalkan terdapat pengelolaan yang profesional dan koheren serta keterpaduan antara dua lembaga penghimpun dana yakni lembaga amil dengan Dirjen Pajak maka hasil yang signifikan dari dua sumber penghimpunan dana masyarakat ini pun akan tercapai. B. Saran 1. Zakat penghasilan lebih tepat diperlakukan sebagai kredit Pajak penghasilan, dengan alasan sebagai berikut: a) Zakat penghasilan dan pajak penghasilan merupakan kewajiban yang setara dengan pengenaan terhadap subjek dan objek yang sama. Dengan demikian, untuk menghindari beban ganda maka zakat dikreditkan dari pajak penghasilan terutang. a) Menurut UU perpajakan, zakat penghasilan tidak diatur sebagai PPh final. Dengan demikian zakat penghasilan dapat dikreditkan karena sifat zakat penghasilan yang bukan termasuk PPh final. b) Melihat praktik perpajakan dan zakat di negara Malaysia, serta penelaahan studi teoritis dan empiris yang memperlihatkan korelasi positif antara zakat dan pajak serta antara zakat dengan pendapatan nasional, maka mengkreditkan zakat dari pajak terutang merupakan sesuatu yang mendasar dan lebih efektif. c) Dengan telah diperbaikinya pranata hukum bagi pengelolaan zakat yang berarti baik zakat maupun pajak memiliki kesetaraan, maka pelaksanaan pengkreditan zakat dari pajak terutang bukan sesuatu yang sulit. 2. Pemerintah harus segera mengamandemen undang-undang zakat agar bersatus sejajar dengan undang-undang lain dimana nantinya undang-undang ini harus memiliki sanksi dan bersifat memaksa. 81

3. Dalam melakukan perhitungan zakat penghasilan, karena perhitungan kebutuhan pokok tiap orang sangat relatif dan berbeda-beda maka seharusnya telah didefinisikan secara jelas dan seragam antara lembaga amil dan badan amil zakat tentang item-item apa saja yang masuk dalam kategori kebutuan pokok, atau bila perhitungan kebutuhan pokok ingin lebih adil dan sama antara semua wajib pajak, bisa menggunakan pendekatan perhitungan zakat penghasilan yang digunakan Malaysia. Dimana kebutuhan pokok individu diasumsikan sama dengan tax relief (PTKP) yang diperolehnya. 4. Pengubahan Pengelolaan BAZIS/LAZIS dari manajemen tradisional menuju profesional harus segera direalisir oleh semua pihak terkait (stakeholders), termasuk didalamnya penerapan prinsip-prinsip manajemen modern dan good governance seperti membudayakan asas transparansi (transparence), responsibilitas (responsibility), akuntabilitas (accountability), kewajaran dan kesepadanan (fairness) dan kemandirian (independency). 5. Harus dibentuknya lembaga independen yang berfungsi sebagai regulator dan pengawas, sehingga nantinya setiap lembaga zakat wajib memberikan laporan secara berkala kepada lembaga independen tersebut, sesuai dengan kriteria dan indikator tertentu, sehingga realisasi penghimpunan dan pendayagunaan zakat secara kolektif pada tingkat nasional dapat diketahui secara transparan oleh publik. 6. Perlu dibangunnya sistem terkomputerisasi baik antara sesama lembaga amil zakat maupun dengan pihak Dirjen Pajak. Sehingga nantinya bisa terjadi fungsi saling mengawasi koordinasi dan counter balance yang memberikan efek positif bagi kemajuan dunia perzakatan maupun perpajakan dalam melakukan penghimpunan dana. 7. Harus terdapat koordinasi antar lembaga zakat yang ada sehingga nantinya penyaluran dana zakat yang terhimpun akan lebih tepat guna, dan tidak terjadi tumpang tindih 82

antara program pendayagunaan dana zakat antara lembaga amil zakat satu dengan yang lain. Selain itu, pemanfaatan dana zakat yang dihimpun sebaiknya tidak hanya disalurkan untuk keperluan konsumtif mustahik tetapi lebih diutamakan kepada program-program inovatif yang lebih produktif. 8. Pengelolaan dan pengumpulan dana zakat secara nasional, seperti yang telah dilakukan oleh negara malaysia dengan PPZ nya, merupakan contoh yang patut dan layak untuk ditiru oleh pemerintah di Indonesia. Sebab, dengan kondisi begitu banyaknya lembaga dan Badan amil zakat yang ada sekarang, membuat kurang efektifnya pengumpulan serta pemanfaatan dana zakat yang terkumpul. Karena banyaknya cost yang harus dikeluarkankan untuk menggaji amil dari 18 LAZ dan 333 BAZ. Selain itu, sangat mungkin terjadinya tumpang tindih pemberian bantuan karena masih kurangnya koordinasi antar lembaga amil dan badan amil zakat yang ada sekarang ini. C. Keterbatasan penelitian Penulis sadar dalam menyusun tugas akhir ini, masih banyak keterbatasan yang mungkin terdapat dalam karya tulis ini. Hal ini dikarenakan beberapa alasan yakni: 1. Karena banyaknya institusi ini, ternyata cukup sulit mengetahui perkembangan zakat tiap tahunnya maupun mengukur keberhasilan program penyaluran zakat di tingkat nasional. Termasuk dalam pengumpulan data yang dilakukan penulis, penulis yakin besarnya zakat real yang dibayarkan setiap tahunnya lebih besar dari data yang disajikan. Belum lagi, banyaknya lembaga non formal berskala kecil seperti BAZ (Badan Amil Zakat) masjid, pesantren, ataupun yayasan sosial yang menyalurkan dananya secara langsung. 2. Sulitnya data yang harus diperoleh dari pihak Dirjen Pajak karena terbentur oleh aturan administrasi yang menyulitkan untuk memperoleh data. 83