BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terpencil yang merupakan sentral produksi pertanian. Usaha penataan ruang kota dan daerah ditujukan sebagai wadah dari fungsi

IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melewati suatu ruas jalan berhenti dalam waktu yang singkat maupun lama. Kemacetan

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan

KAJIAN PENENTUAN TITIK - TITIK POS PEMADAM KEBAKARAN DI KOTA MEDAN TESIS. Oleh ALAMSYAH /AR

BAB 3 TINJAUAN TEMA. 3.2 Latar belakang permasalahan Tema

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Kota Dili sebagai Ibukota Negara Timor Leste yang terus mengalami

BAB 2 TINJAUAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Permintaan akan jasa transportasi dari penumpang/orang timbul akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kebutuhan tanah untuk tempat tinggal dan kegiatan aktifitas lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

rata-rata 19 km/jam ; Jalan Kolektor dengan kecepatan rata-rata 21 km/jam ; Jalan Lokal dengan kecepatan rata-rata 22 km/jam

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. raya adalah untuk melayani pergerakan lalu lintas, perpindahan manusia dan

RINGKASAN SKRIPSI ANALISIS TINGKAT PELAYANAN JALAN SISINGAMANGARAJA (KOTA PALANGKA RAYA)

ANALISIS TUNDAAN PADA RUAS JALAN MAJAPAHIT KOTA SEMARANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TUGAS AKHIR

Nama : Bekerja di bagian : Bagian di tim tanggap darurat :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

operasi simpang yang umum diterapkan adalah dengan menggunakan sinyal lalu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. mengemukakan secara teknis tentang metoda-metoda yang digunakan dalam

128 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah kepemilikan kendaraan dewasa ini sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

STUDI WAKTU PERJALANAN DAN TUNDAAN PADA RUAS JALAN DR. SETIABUDI

yaitu apabila bangkitan parkir tidak dapat tertampung oleh fasilitas parkir di luar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. pertahanan keamanan. Pertumbuhan sektor ini akan mencerminkan pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transportasi merupakan salah satu prasarana yang sangat penting dalam

III. METODOLOGI PENELITIAN. mengumpulkan literature baik berupa buku buku transportasi, artikel, jurnal

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan dengan pejalan kaki (Abubakar I, 1995).

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan ditunjukan dengan adanya peningkatan jumlah pemakaian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau

PENGARUH PERUBAHAN ARUS LALU LINTAS SATU ARAH TERHADAP KINERJA JARINGAN JALAN DI KAWASAN PUSAT KOTA SAMARINDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi yang bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Daerah Tingkat I Bali sehingga mengalami pertumbuhan yang sangat

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan pemilikkan kendaraan, perluasan kota serta peningkatan aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting karena

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi sebaliknya, bila transportasi tidak ditata dengan baik maka mengakibatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang. dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman,

BAB III METODA PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

sementara (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1996).

BAB II TINJUAN PUSTAKA

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN. (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit)

BAB III LANDASAN TEORI. dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut :

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN SIRKULASI TRANSPORTASI TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI SEKITAR BADAN JALAN SEKUNDER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN KECEPATAN, KEPADATAN DAN VOLUME LALU LINTAS DENGAN MODEL GREENSHIELDS (STUDI KASUS JALAN DARUSSALAM LHOKSEUMAWE)

TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut. Pejalan kaki yang tertabrak kendaraan pada kecepatan 60 km/jam hampir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendral Perhubungan Darat (1996), ada beberapa pengertian tentang perparkiran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONDISI GEDUNG WET PAINT PRODUCTION

BAB III LANDASAN TEORI

TINJAUAN PERPARKIRAN PADA BADAN JALAN TERHADAP TINGKAT PELAYANAN (Studi kasus : Pada Jln. Gajah Mada Meulaboh Aceh Barat)

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kapasitas Jalan Raya dan Tingkat Pelayaan. Defenisi umum kapasitaas jalan adalah : Kapasitas satu ruas jalan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

PEMILIHAN RUTE TERPENDEK DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE POM QM FOR WINDOWS 3 (STUDI KASUS JALAN SANGGA BUANA 2- UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di tempat lain objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di sisi jalan. hal ini seringkali mengakibatkan terjadinya penumpukan kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Indonesia, telah banyak mengalami perkembangan yang pesat dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan volume lalu lintas jalan khususnya di Kota Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

BAB IV ANALISA DATA. yang ada dapat terpakai secara optimal dalam melayani kendaraan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Jumlah dan Perletakan Pos Pemadam Kebakaran Standar perletakan pos pemadam kebakaran dalam skala kota: 1.Berdasarkan Kepmen PU No.11/KPTS/2000 Ketentuan teknis manajemen penanggulaan kebakaran di perkotaan, yaitu: a. Daerah yang sudah terbangun harus mendapat perlindungan oleh mobil kebakaran yang pos terdekatnya berada dalam jarak 2,5 km dan berjarak 3,5 km dari sektor. b. 1 (satu) pos pemadam melayani maksimum 3 kelurahan. 2. Berdasarkan standar ISO (Insurance Service Office) Ketentuan aman untuk perlindungan kebakaran yaitu: a. Mobil Pemadam berjarak 2,4 Km dari bangunan b. Mobil Tangga berjarak 4 Km dari bangunan c. Untuk setiap bangunan terjauh berjarak 8 km dari Pos Kebakaran 3. Berdasarkan standar Pd M-01-2004-C Berdasarkan standar Pd M-01-2004-C yang telah dilakukan pengujian di kota Bandung dapat disimpulkan bahwa daerah yang sudah terbangun harus mendapat perlindungan oleh mobil kebakaran yang pos terdekatnya berada dalam jarak 1,5 km. 7

2.2 Perencanaan Pos Pemadam Kebakaran 2.2.1 Waktu tanggap Berdasarkan Kepmen PU No.11/KPTS/2000 tentang ketentuan teknis manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan, waktu tanggap adalah waktu mulai menerima pemberitahuan kebakaran disuatu lokasi, waktu perjalanan dan waktu gelar peralatan dilokasi sampai dengan siap operasi penyemprotan. waktu tanggap dapat juga diartikan waktu pemanggilan + waktu pengecekan + waktu tempuh + waktu siap penyemprotan. Waktu tanggap adalah: a. Faktor waktu merupakan faktor yang paling menentukan dalam hubungan antara waktu pertumbuhan kebakaran yang eksponensial dengan operasi pemadaman kebakaran dan penyelamatan yang efektif. b. Waktu tanggap ditetapkan berdasarkan tingkat bahaya kebakaran dan waktu pencapaian unit pemadam kebakaran pertama tiba di lokasi kebakaran. c. Waktu tanggap merupakan waktu yang ditetapkan untuk merespon setiap kejadian yang mungkin terjadi. Waktu tanggap meliputi penggalan waktu sebagai berikut: a. Waktu proses laporan b. Waktu pemberangkatan c. Waktu tempuh d. Waktu akses

e. Waktu penyiapan peralatan f. Waktu penyemprotan Perincian dari penggalan waktu tanggap adalah sebagai berikut: a. Waktu proses laporan yaitu jumlah waktu dari penerimaan berita insiden dan proses selanjutnya yang meliputi penerimaan berita, penentuan macam insiden, verifikasi lokasi kejadian, menentukan sumber daya yang akan menangani insiden, dan memberitahukan unit - unit yang akan merespon (5 Menit). b. Waktu pemberangkatan yaitu jumlah waktu yang dibutuhkan petugas untuk bereaksi setelah menerima informasi pemberangkatan dan persiapan untuk meninggalkan stasiun/pos kebakaran (5 Menit). c. Waktu tempuh yaitu jumlah waktu perjalanan dari sebuah kendaraan IPK dari stasiun/pos kebakaran sampai ke tempat kejadian (5 Menit). 2.2.2 Kecepatan kendaraan Berdasarkan NFPA 1231 Standard on Water Supplies for Suburban and Rural Fire Fighting edisi 1993, kecepatan normal dan kecepatan aman kendaraan adalah 35 mil/jam atau 56,4 Km/Jam. 2.2.3 Hirarki layanan kebakaran Secara hirarki organisasi pelayanan pemadam kebakaran, terdiri dari; 1. Pos pemadam kebakaran

2. Sektor pemadam kebakaran 3. Wilayah pemadam kebakaran Adapun rincian dari organisasi pos pemadam kebakaran sebagai berikut; 1. Pos pemadam kebakaran a. Pada pos kebakaran maksimal ditempatkan 2 regu jaga. b. Pos kebakaran dipimpin oleh seorang kepala pos. c. Mampu menampung 2 unit mobil pemadam. 2. Sektor pemadam kebakaran a. Sektor pemadam kebakaran membawahi maksimal 6 pos kebakaran. b. Setiap sektor pemadam kebakaran dipimpin oleh seorang kepala sektor pemadam kebakaran c. Mampu untuk 2 mobil pompa, 1 mobil tangga, 2 mobil tangga > 30 meter, 2 mobil rescue/ambulans, 1 mobil pemadam khusus, 1 mobil alat bantu pernafasan, 2 perahu karet. 3. Wilayah pemadam kebakaran a. Wilayah pemadam kebakaran, membawahi seluruh sektor pemadam kebakaran. b. Garasi untuk 2 mobil pompa 4.000 liter, 1 mobil tangga 17 m, 3 mobil tangga > 30 m, 2 mobil rescue/ambulans, 2 mobil pemadam khusus, 2 mobil alat bantu pernafasan, 2 perahu karet. 2.3 Studi Banding Studi banding ini digunakan sebagai pembanding dalam penentuan titik - titik

pos pemadam kebakaran yang ditinjau secara rural dan urban. 2.3.1 Secara rural Calvert County, MD memiliki 5 pos pemadam kebakaran. Pelayanan kebakaran dapat dilihat pada gambar 2.1. Pos 5 Pos 1 Pos 4 Pos 2 Pos 3 Gambar 2.1 Letak Pos Pemadam Kebakaran di Calvert County, MD Sumber: Standar Pd M-01-2004-C

Kondisi Calvert County: a. Tidak ada hidran tapi ada tendon air b. Jalan lancar c. Tidak ada pemukiman padat d. Ada alarm kebakaran e. Jarak jangkauan pelayanan pos kebakaran 5 mil. 2.3.2 Secara urban Arlington County memiliki 10 pos pemadam kebakaran. Pelayanan kebakaran dapat dilihat pada gambar 2.2. Pos 6 Pos 8 Pos 2 Pos 3 Pos 1 Pos 4 Pos 5 Pos 10 Pos 9 Pos 7 Gambar 2.2 Letak Pos Kebakaran Kota Arlington Sumber: Standar Pd M-01-2004-C

Kondisi Arlington County: a. Ada hidran b. Padat bangunan tapi teratur c. Tidak padat penduduk d. Ada alarm kebakaran e. Jarak jangkauan pelayanan pos kebakaran 0,9 mil 2.4 Penyebab Masalah Lalu lintas Perkembangan aktivitas di perkotaan mengakibatkan peningkatan beban jalan. Akibatnya berbagai macam jenis permasalahan lalu lintas terjadi, mulai dari penundaan, kemacetan, atau gangguan lainnya. Menurut Ogden (1978) menyatakan bahwa kemacetan, kecelakaan dan gangguan lalu lintas lainnya terjadi karena ketidak sesuaian diantara komponen sistem lalu lintas. Manheim (1979) menyatakan bahwa sistem lalu lintas didefinisikan sebagai: a. Sistem transportasi. b. Sistem aktifitas sosial ekonomi. c. Pola pergerakan berupa sistem transportasi, asal, tujuan, rute, volume lalu lintas dan lain-lain. Secara garis besar hubungan komponen lalu lintas dapat digambarkan sebagai berikut: a. Pola pergerakan dalam sistem lalu lintas dibatasi oleh sistem transportasi

b. Pola pergerakan menyebabkan perubahan dalam selang waktu dan sistem kegiatan, melalui pola pelayanan lalu lintas dan melalui sumber yang dikonsumsi untuk pelayanan tersebut; c. Pola pergerakan langsung menyebabkan perubahan dalam sistem transportasi. 2.5 Sirkulasi Kendaran Sirkulasi kendaraan adalah suatu hal yang menggambarkan sebuah pola pergerakan disekitar tapak yang dapat mempengaruhi sirkulasi kendaraan terhadap lamanya dan beban puncak bagi lalu lintas. Sifat konfigurasi ialah mempengaruhi dan dipengaruhi pola organisasi ruang ruang yang menghidupkannya. Konfigurasi sebuah jalan yang dapat memperkuat organisasi ruang dengan mensejajarkan polanya. Bentuk-bentuk sirkulasi yang biasa terjadi diperkotaan (Ching, 1985) adalah: a. Linier Semua jalan adalah linier, jalan yang lurus dapat menjadi unsure pembentuk untuk satu deretan ruang - ruang. b. Radial Bentuk radial memiliki jalan yang berkembang dari atau berhenti pada sebuah pusat, tidak sama. c. Spiral Sebuah bentuk spiral adalah sesuatu jalan yang menerus dan berasal dari

titik pusat, berputar mengelilinginya dan bergerak menjauhi titik pusat tersebut. d. Grid Bentuk grid terdiri dari dua set jalan-jalan sejajar yang saling berpotongan pada jarak yang sama dan menciptakan bujur sangkar atau kawasankawasan ruang yang berbentuk segi empat. e. Net Work Suatu bentuk jaringan yang terdiri dari beberapa jalan yang menghubungkan titik titik tertentu dalam ruang. f. Campuran Pada kenyataannya, sebuah bangunan umumnya mempunyai suatu kombinas dari pola - pola tersebut. 2.6 Pemilihan Rute Jaringan jalan di kota besar sering menghadapi permasalahan lalu lintas terutama pada saat jam jam sibuk yang pada umumnya pada jam pagi, siang, dan sore. Kemacetan lalu lintas yang dihadapi di kota besar dapat mencapai tingkat yang sangat kritis. Kemacetan lalu lintas yang terjadi disebabkan oleh tingginya tingkat pergerakan kendaraan dari luar kota menuju pusat perkotaan. Selain itu penyebab kemacetan lalu lintas disebabkan oleh tingginya pertumbuhan ekonomi, tingginya aktivitas sosial di perkotaan dan tingginya jumlah pemilik kendaraan, serta berbaurnya peranan fungsi jalan arteri, kolektor dan lokal sehingga jaringan jalan

tidak dapat berfungsi secara efisien. Ketidak lancaran arus lalu lintas ini menimbulkan tundaan kemacetan yang cukup tinggi. Untuk dapat menghindari kemacetan yang cukup tinggi diperlukan suatu pemilihan rute yang tepat dalam melakukan perjalanan dari asal tempat ke tempat tujuan, sehingga waktu tempuh yang diperlukan seminimal mungkin. Empat faktor yang mempengaruhi pemilihan rute (Warpani, 1990): 1. Waktu perjalanan 2. Biaya perjalanan 3. Kenyamanan 4. Tingkat pelayanan Rute terbaik bagi pemakai jalan dapat diartikan sebagai rute tercepat dalam mencapai tempat tujuan dan membutuhkan biaya yang tidak terlalu mahal. Menurut (Hutchinson, 1974) menyatakan bahwa hambatan perjalanan adalah sebagai faktor utama yang berpengaruh dalam pemilihan rute. Semakin tinggi hambatan yang terjadi di suatu ruas jalan mengakibatkan semakin sedikit jumlah lalu lintas kendaraan yang menggunakan ruas jalan tersebut dan sebaliknya, apabila hambatan yang terjadi di suatu ruas jalan yang cukup rendah maka semakin banyak jumlah lalu lintas yang menggunakan ruas jalan tersebut. Perjalanan biasanya dinyatakan dalam ukuran kuantitatif yang terdiri dari waktu perjalanan, jarak perjalanan, kecepatan perjalanan serta biaya perjalanan. Dari keempat ukuran kuantitatif tersebut, hambatan

perjalanan dan waktu perjalanan yang merupakan ukuran yang sangat mempengaruhi (Warpani, 1990). Pembebanan lalu lintas adalah suatu proses dimana permintaan perjalanan (yang didapat dari tahap distribusi) dibebankan ke rute jaringan jalan yang terdiri dari kumpulan ruas-ruas jalan.