BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan bagian dari anak berkebutuhan khusus, anak

A. Perspektif Historis

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2016 MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PAD A ANAK TUNAGRAHITA SED ANG MELALUI METOD E D RILL D I SLB C SUMBERSARI BAND UNG

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkembang secara normal. Orang tua pun akan merasa senang dan bahagia

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional

2015 PENGEMBANGAN PROGRAM PENINGKATAN KOMPETENSI GURU D ALAM MENYUSUN PROGRAM PEMBELAJARAN IND IVIDUAL DI SLB AD ITYA GRAHITA KOTA BAND UNG

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

2016 RUMUSAN PROGRAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MERAWAT DIRI BAGI ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB X PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Gilang Angga Gumelar, 2015

BAB I PENDAHULUAN. (PP No. 72 Tahun 1991). Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku adaptif diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memikul

2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-tahap

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN. sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

BINA DIRI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS OLEH: ASTATI

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KOMITMEN KEPALA SEKOLAH DALAM MENYIAPKAN KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK ABK. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian,

PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK

BAB I PENDAHULUAN. kunci utama untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

KOMPETENSI KONSELOR DALAM MENGHADAPI PENDIDIKAN INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia

BAB I PENDAHULUAN. penunjang roda pemerintahan, guna mewujudkan cita cita bangsa yang makmur dan

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

Individualized Education Program (IEP) Least Restrictive Environment (LRE) Teaming and Collaboration among Professionals

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nana Sutarna, 2015

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KEMANDIRIAN ACTIVITY OF DAILY LIVING ANAK LOW VISION SEKOLAH DASAR KELAS IV DI SLB NEGERI A KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. (Activity Daily Living/ADL) (Effendi,2008). tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode dapat diartikan sebagai teknik atau cara kerja untuk mencapai suatu

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bagian ini diuraikan sejumlah kesimpulan penelitian sebagai hasil

2015 PROGRAM PENINGKATAN KINERJA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING BERDASARKAN HASIL ANALISIS KINERJA PROFESIONAL

EKSISTENSI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING DI BALIK UU SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

Bina Diri Anak Tunagrahita

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

NUR ENDAH APRILIYANI,

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya pendidikan tersebut, lebih lanjut diuraikan dalam Undang- Undang Pendidikan Nomor 20 tahun 2003, Pasal 5 yang berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN. Fokus sasaran pendidikan pada jenjang SMLB bagi anak tunagrahita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri... (UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab 1 ayat 1). Pencapaian tujuan pendidikan tersebut secara umum ditujukan bagi segenap peserta didik, termasuk didalamnya peserta didik yang berkelainan atau berkebutuhan khusus tunagrahita. Hak peserta didik yang berkelainan atau berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan khusus dijamin dalam UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab IV pasal 5 ayat 2 yaitu Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan anak berkebutuhan khusus tunagrahita dapat diselenggarakan dalam berbagai alternatif sistem penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak, antara lain berupa sekolah luar biasa tunagrahita (SLB C). Sebagai lembaga formal, SLB C mempunyai tugas menyelengarakan pendidikan, pengajaran, latihan, dan bimbingan bagi peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikannya secara optimal, terutama kemandiriannya dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Dilihat dari rentang atau derajat kemandiriannya, tingkat kemandirian anak tunagrahita tentu berbeda-beda, sekalipun di dalam kelompok tunagrahita yang sejenis atau sama. Ukuran perkembangan optimal kemandirian anak tunagrahita bersifat relatif, yaitu bergerak dari kemampuan untuk mengurus diri sendiri (activity in daily living) sampai betul-betul mampu menunjukkan ciri ciri pribadi yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Secara spesifik ukuran optimal bagi siswa tunagrahita lebih mengarah kepada kemampuan mengurus diri sendiri (Suhaeri dan Purwanta, 1996:27-28). Hal ini sejalan pendapat Bailey (1982: 19) bahwa aspek kemandirian siswa tunagrahita berhubungan dengan kemampuan menolong diri sendiri (self-help) berupa kemampuan makan, minum, kemampuan mobilitas, menggunakan toilet/wc, mandi,

2 berpakaian, serta berhias. Wehman (1981: 185) menyebutnya sebagai kemampuan merawat diri meliputi: makan, berpakaian, kebersihan, keamanan, dan keterampilan kesehatan. Hal senada dikemukakan pula oleh Alimin (2006), bahwa kemandirian anak tunagrahita yang harus dimiliki diantaranya adalah keterampilan perilaku adaptif, yaitu keterampilan mengurus diri dalam kehidupan sehari-hari (personal living skills) dan keterampilan menyesuaikan diri dengan lingkungan (social adaptive skills). Adanya perubahan cara pandang masyarakat dunia atau paradigma pendidikan anak berkebutuhan khusus bersamaan dengan lahirnya Deklarasi Salamanca tentang pendidikan untuk semua (Education for All), yang dideklarasikan oleh bangsa-bangsa di dunia telah menginspirasi dan mendorong perubahan cara pandang dan orientasi penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus tunagrahita termasuk di Indonesia. Dalam konteks ini, Kartadinata (2002) mengemukakan pandangannya bahwa Sudut pandang pendidikan luar biasa sudah berubah dari semula berorientasi Medical Approach kini lebih mengarah kepada Educational Approach. Dengan kata lain, penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan khusus tunagrahita kini lebih diarahkan berdasarkan prinsip the Least Restrictive Environment, Ecological Oriented dan atau Behavioral Oriented. Pendekatan ini mengandung arti bahwa dalam mendidik anak tunagrahita diupayakan dalam lingkungan yang tidak terpisah, tidak dibatasi dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya, dengan berorientasi kepada tingkah laku dan lingkungannya, melalui layanan pendidikan khusus sesuai kebutuhan anak. Kecacatan yang disandang anak tidak lagi dipandang sebagai hambatan bagi individu tunagrahita untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Permasalahan yang dihadapi anak tunagrahita tentu relatif berbeda-beda baik dari segi kedalaman, keluasan, jenis, maupun intensitasnya. Masalahmasalah yang dihadapi anak tunagrahita dalam konteks pendidikan, antara lain: masalah kesulitan dalam kehidupan sehari-hari, masalah kesulitan belajar, masalah penyesuaian diri, masalah penyaluran ke tempat kerja,

3 ganguan kepribadian dan emosi, dan masalah pemanfaatan waktu luang (Amin, 1995: 41-50). Meskipun demikian, pada dasarnya anak tunagrahita memiliki potensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan pencapaian tugas perkembangannya. Bagi siswa tunagrahita tunagrahita sedang, mereka dapat dilatih membaca, menulis dan berhitung yang bersifat fungsional-sosial, belajar memelihara diri dan menyesuaikan diri, serta dilatih keterampilan untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari (Activity of daily living). Dalam konteks pendidikan siswa tunagrahita, bimbingan merupakan bagian integral dari proses pendidikan yang dalam pelaksanaannya terintegrasi dalam proses pembelajaran itu sendiri. Kebutuhan bimbingan dalam proses pendidikan siswa tunagrahita pada dasarnya berkaitan erat dengan makna dan fungsi pendidikan itu sendiri, yaitu upaya untuk mewujudkan manusia sebagai totalitas kepribadian dari setiap subyek didik tunagrahita yang berkualitas, yaitu suatu pribadi yang paripurna, pribadi yang serasi, selaras dan seimbang dalam aspek-aspek spiritual, moral, sosial, intelektual, fisik, dan sebagainya. Dengan kata lain, titik tolak pendekatan layanan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus tunagrahita lebih kepada upaya memfasilitasi pengembangan dan memberdayakan potensi siswa tunagrahita mencapai kemandiriannya secara optimal, dimana kebutuhan dan kemampuan individual anak tunagrahita merupakan dasar dalam upaya pencapaiannya. Berdasarkan studi pendahuluan di SLB C melalui observasi, wawancara, dan analisis dokumen, diperoleh informasi bahwa untuk siswa tunagrahita tunagrahita sedang pada jenjang SDLB pelaksanaan pendidikannya lebih diarahkan pada penguasaan keterampilan dasar untuk memenuhi atau melayani kebutuhan hidup sehari-hari (pribadi), melalui program khusus bina diri, misalnya: merawat diri, mengurus diri, menolong diri, melakukan komunikasi dengan orang lain, dan melakukan adaptasi di lingkungan. Kemampuan membaca, menulis dan berhitung juga diajarkan atau dilatihkan untuk hal-hal yang bersifat fungsional-sosial dalam kehidupan sehari-hari.

4 Namun pada kenyataannya masih banyak siswa tunagrahita sedang yang belum mandiri, hal ini tampak dari gejala diantaranya siswa belum mampu melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Bahkan ada siswa yang sudah lulus namun masih kembali ke sekolah asalnya. Hal ini kecuali atas kemauan anak juga juga karena orang tua menganggap bahwa anaknya belum mandiri untuk melayani kebutuhan dirinya sendiri. Berdasarkan hasil analisis terhadap dokumen rencana pembelajaran siswa tunagrahita sedang secara administratif dan pelaksanaannya dalam pembelajaran, dapat dideskripsikan bahwa pada dasarnya guru menerapkan prinsip-prinsip bimbingan pendekatan perilaku misalnya, merumuskan tujuan pembelajaran, melakukan pembelajaran individualisasi, memberikan latihan dan penguatan. Namun, dalam praktik pelaksanaan pembelajarannya tampak guru belum melakukannya secara optimal, konsisten dan proporsional. Demikian pula dalam hal individualisasi pengajaran sebagai prinsip utama pembelajaran bagi siswa tunagrahita, dimana bahan ajar yang disampaikan guru lebih berorientasi kepada kurikulum yang ada, tidak secara sungguh-sungguh didasarkan atas hasil asesmen kebutuhan belajar siswa atau berdasarkan kemampuan awal yang dimiliki siswa tunagrahita sedang secara individual. Hal ini menunjukkan masih ada kesenjangan dalam pelaksanaan pembelajarannya, sehingga berdampak pula terhadap perolehan hasil belajar atau pencapaian kemandirian siswa tunagrahita sedang terutama dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Kondisi demikian tentu cukup memprihatinkan sekaligus merugikan siswa, karena tidak kondusif dalam upaya membantu mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedangsecara secara optimal. Mengingat demikian besar peran guru dalam proses bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang SDLB yang pelaksanaannya terpadu dalam pembelajaran di sekolah, hal ini mengandung implikasi bahwa guru seyogyanya mampu melakukan reorientasi pendekatan dengan cara mensinergikan antara pendekatan pengajaran (Instructional Approach) dengan pendekatan

5 psycho-education (melalui penerapan nilai-nilai atau prinsip-prinsip bimbingan pendekatan perilaku) dalam proses pembelajaran kemandirian siswa tunagrahita sedang. Upaya mensinergikan kedua pendekatan tersebut di atas, dimaksudkan untuk meletakkan dasar perspektif ke arah upaya memfasilitasi pengembangan potensi siswa tunagrahita sedang mencapai kemandirian secara optimal. Hal ini mengingat bahwa pada dasarnya bimbingan sejalan dengan pendidikan itu sendiri, dimana upaya bimbingan dan pendidikan terarah kepada tujuan yang sama yaitu membantu tercapainya kedewasaan atau kemandirian. Dalam arti memfasilitasi anak tunagrahita sedang agar mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari untuk mengurus diri atau merawat diri dalam memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Mencermati fenomena tersebut di atas, dan dengan mempertimbangkan aspek-aspek karakteristik kebutuhan belajar, kecerdasan dan fungsi mental siswa tunagrahita sedang yang mengalami hambatan secara signifikan, sehingga berdampak pula diantaranya terhadap kemampuan belajar, perolehan hasil belajar dan pencapaian kemandiriannya yang belum optimal. Oleh karena itu, dalam upaya membantu mengembangkan potensi siswa tunagrahita mencapai kemandiriannya secara optimal diperlukan kepedulian, komitmen, dedikasi dan upaya sungguh-sungguh dari pihak-pihak terkait dalam proses pendidikan siswa tunagrahita terutama guru atau pembimbing. Sebagai ujung tombak pelaksana pembelajaran di sekolah guru seyogyanya memiliki kemampuan: pemahaman mendalam tentang berbagai karakteristik siswa tunagrahita sedang; mengelola dan memberdayakan sumber-sumber lingkungan secara kondusif untuk belajar siswa; memilih pendekatan, metode, dan teknik atau strategi intervensi yang sesuai dengan karakteristik kebutuhan belajar siswa dan mampu mensinergikannya dengan nilai-nilai bimbingan dan konseling, serta menjadi model sosial yang baik dan efektif dalam proses pembelajaran kemandirian siswa. Dengan kata lain, dalam pelaksanaan layanan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan harus dilakukan secara profesional yang dirancang secara sistematis dan prosedural. Yakni dilakukan guru

6 berdasarkan suatu kerangka kerja bimbingan kemandirian yang merujuk kapada nilai-nilai atau prinsip-prinsip bimbingan yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang. Dalam kaitan ini konsep teori sebagai rujukan pendekatan bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang secara optimal, yang diasumsikan sesuai dengan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang adalah pendekatan perilaku. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan pada latar belakang tersebut, maka dapat ditarik pemahaman bahwa pada pada dasarnya profesi seorang guru SLB tunagrahita senantiasa terkait dengan pengubahan perilaku (behavior modification) peserta didiknya. Sehubungan dengan hal ini, dalam kegiatan mendidik (mengajar, melatih, dan membimbing) siswa tunagrahita sedang, guru akan terlibat dalam proses menganalisis perilaku atau kinerja siswanya untuk menentukan tujuan pembelajaran secara spesifik, yaitu meliputi kondisi, faktor penyebab (stimulus), dan perilaku secara operasional sekaligus menentukan kriteria penilaiannya. Secara umum keterkaitan guru dengan pengubahan perilaku siswa tunagrahita tunagrahita sedang sebagai berikut: (1) membentuk atau mempertahankan perilaku positif pada diri siswa, (2) mengurangi, mencegah atau bahkan meniadakan perilaku negatif (tidak baik atau tidak diinginkan) lingkungannya. Perilaku positif yang dibentuk dan dipertahankan pada diri siswa tunagrahita tersebut, mengacu kepada perilaku atau aktivitas dalam kehidupan sehari-hari (activity of daily living), meliputi: bina diri, menolong diri, merawat diri, berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya: Dengan demikian dapat ditarik pemahaman bahwa pilihan terhadap pendekatan perilaku dalam suatu kerangka kerja bimbingan untuk membantu mengembangkan potensi kemandirian siswa tunagrahita sedang secara optimal, yaitu untuk memfasilitasi siswa dalam pembentukan perilaku baru dan memelihara perilaku positif yang sudah dimiliki serta mengurangi atau mencegah perilaku negatif yang tidak dikehendaki, adalah pilihan yang tepat.

7 Pilihan terhadap pendekatan perilaku dalam kerangka kerja bimbingan kemandirian, diidasarkan atas alasan-alasan sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan siswa tunagrahita sedang adalah pencapaian kemandirian, yang menekankan kepada penguasaan kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, (2) bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku memandang individu memiliki kemampuan untuk memperoleh pengalaman atau tingkah laku baru melalui pengamatan terhadap lingkungannya sekaligus mengembangkan potensinya dalam konteks lingkungannya, (3) bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang di SLB C pelaksanaannya secara terpadu dengan proses pembelajarannya. Hal ini selaras dengan pendapat Hoyt (Shertzer & Stone, 1984: 69), bahwa... bimbingan hanya akan berhasil jika tujuan-tujuannya terintegrasi dalam tujuan pendidikan, (4) bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku dapat memberikan nilai-nilai fungsional-aplikatif dalam kehidupan sehari-hari siswa tunagrahita sedang, (5) bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku berorientasi pada penyesuaian diri dan realitas lingkungan pada kondisi saat kini dan masa mendatang. Dengan kata lain, kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang melalui penerapan nilainilai atau prinsip-prinsip bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku sesuai dengan kondisi dan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang. Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: Kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku seperti apa yang dapat digunakan guru sebagai rujukan pendekatan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang secara optimal, yaitu untuk memfasilitasi perolehan keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri?. C. Fokus Penelitian dan Pertanyaan Penelitian 1. Fokus Penelitian

8 Teori bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku memandang individu memiliki kemampuan untuk memperoleh pengalaman atau tingkah laku baru melalui pengamatan terhadap lingkungannya sekaligus mengembangkan potensi individu dalam konteks lingkungannya. Penelitian tentang kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, dilakukan untuk memfasilitasi perolehan perilaku (keterampilan) siswa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Oleh karena itu fokus penelitian adalah aspek-aspek yang terkait dengan konstruk kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, meliputi: hakikat ketunagrahitaan dan kemandirian, kondisi aktual kemandirian siswa tunagrahita sedang, kondisi objektif pelaksanaan bimbingan kemandirian di sekolah, konsep pendekatan perilaku, konsep kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku beserta desain atau prosedur implementasinya dalam suatu wadah kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang secara terstruktur, sistematis dan terprogramkan di lapangan. 2. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang diajukan untuk memperoleh data empirik sebagai dasar mengkonstruk kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku sebagai berikut: a. Bagaimana kondisi objektif kemandirian siswa tunagrahita sedang? b. Bagaimana kondisi objektif pelaksanaan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang tunagrahita sedang di SLB C? c. Bagaimana rumusan konstruk kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku? d. Bagaimana prosedur implementasi bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku?

9 e. Bagaimana kelayakan kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku dalam implementasinya di lapangan untuk memfasilitasi perolehan perilaku (keterampilan) siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Pilihan terhadap pendekatan perilaku dalam kerangka kerja bimbingan kemandirian didasarkan atas pertimbangan bahwa kondisi faktual dalam pelaksanaan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita tunagrahita sedang adalah secara terpadu dalam pembelajaran di sekolah, khususnya dalam cara-cara pendekatan pembelajaran untuk perolehan keterampilan siswa yang lebih ditekankan kepada hal yang bersifat nyata, dapat damati dan dirasakan langsung oleh siswa atau bersifat fungsional aplikatif untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Misalnya melalui pemberian contohcontoh kongkrit, modeling dan pemberian penghargaan atau reinforcement oleh guru. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk merumuskan kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, yaitu untuk memfasilitasi perolehan perilaku (keterampilan) baru siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan seharihari untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri sesuai dengan potensi dan karakteristik kebutuhan belajarnya. 2. Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menganalisis data berkenaan dengan aspek-aspek yang dibutuhkan untuk mengkonstruk kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, yaitu: a. Memperoleh data tentang kondisi objektif kemandirian siswa tunagrahita sedang

10 b. Memperoleh data secarai objektif tentang pelaksanaan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang di SLB C. c. Mendapatkan rumusan konstruk kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku. d. Menemukan desain atau prosedur implementasi pendekatan perilaku dalam suatu kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang yang pelaksanaannya secara terpadu dalam pembelajaran bina diri di sekolah. e. Mengetahui kelayakan kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku dalam implementasinya di lapangan. E. Metode Penelitian Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka metode penelitian yang dianggap relevan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hal ini berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: (1) masalah penelitian memerlukan suatu pengungkapan secara deskriptif dan komprehensif; (2) pendekatan kualitatif lebih peka, fleksibel dan mampu menyesuaikan diri jika dipergunakan untuk menelaah berbagai pengaruh fenomena dan pola-pola nilai yang dihadapi responden dalam setting natural; (3) temuan penelitian kualitatif dapat memberikan kesan yang lebih aktual dan bermakna, sehingga dianggap lebih meyakinkan dan dapat diterima; (4) penelitian ini bermaksud untuk merumuskan kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku beserta desain penerapannya yang sesuai dengan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita tunagrahita sedang, (5) temuan penelitian berimplikasi terutama kepada kinerja guru untuk membantu mengembangkan potensi siswa tunagrahita tunagrahita sedang mencapai kemandirian secara optimal, dalam arti memfasilitasi perolehan keterampilan siswa untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.

11 Menurut Nasution (1988:19) penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri, antara lain: (1) penelitian dilakukan dalam setting natural, (2) peneliti sebagai human instrument, (3) sangat deskriptif, (4) mementingkan proses, (5) mencari makna, (6) mengutamakan data dari tangan pertama, first hand, (7) melakukan triangulasi, (8) menonjolkan konteks, (9) peneliti berkedudukan sama dengan yang diteliti, (10) mengutamakan pandangan emic, (11) sampling purposif, dan (12) berpartisipasi tanpa mengganggu, unobtrusive. F. Manfaat/Signifikansi Penelitian Temuan penelitian, diharapkan memberikan manfaat/signifikansi baik secara teoretis maupun praktis bagi pihak-pihak terkait dengan pelaksanaan bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang, sebagai berikut: 1. Manfaat/signifikansi secara teoretis, yaitu: memberikan wawasan ke arah pengembangan mendasar secara konsep tentang bagaimana suatu kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku dikonstruk, dirumuskan, didesain, dan dilaksanakan secara terpadu dalam pembelajaran bina diri di SLB C. 2. Manfaat/signifikansi hasil penelitian secara praktis adalah sebagai bahan masukkan atau sumbangan pemikiran aplikatif sekaligus sebagai rujukan pendekatan guru atau pembimbing dalam melakukan layanan bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang secara optimal di sekolah, yaitu untuk memfasilitasi perolehan keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, dalam suatu wadah kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku yang didesain secara sistematis dan terprogramkan.