BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Implementasi merupakan tahap

BAB II LANDASAN TEORI

Sejak dilakukan reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang ditandai dengan perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG

BAB IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Lebih Bayar (SKPLB) berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983

BAB III GAMBARAN DATA LAPORAN TUGAS AKHIR. terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran perpajakan) yang terdiri dari :

BAB 2 LANDASAN TEORI. berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional Negara Republik

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG

PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK

MANAJEMEN PERPAJAKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dan Surat Tagihan Pajak (STP)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak Pengertian Pajak

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab IV PEMBAHASAN. Surat Ketetapan Pajak(SKP) Dan Surat Tagihan Pajak(STP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN

BAB III GAMBARAN DATA PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI. namun untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana Penerimaan Dan Realisasi Penerimaan PPh dan PPN Pada. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran

EVALUASI ATAS PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. memberikan berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pada dasarnya Negara adalah sebuah rumah tangga yang besar, dan

bahwa Surat Tagihan Pajak Nomor 00097/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 tidak termasuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dinegara-negara berkembang pasti memerlukan biaya yang. kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) mengatakan bahwa pengertian penghasilan adalah tambahan kemampuan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK AKTIF DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA SEBAGAI UPAYA PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 197/PMK.03/2015 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Realisasi Tunggakan Pajak yang lunas Pada Kantor Pelayanan Pajak

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terjadi pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah

PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

BAB II TELAAH PUSTAKA. Pada dasarnya pajak merupakan salah satu perwujudan dan kewajiban

, No.1645 sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 23 Undan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. pajak, tentunya perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan pajak.

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa yaitu ajeg yang berati pungutan

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. prosedur penagihan piutang pajak secara aktif. Selama kegiatan kerja praktek

PENETAPAN DAN KETETAPAN

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian pajak sehingga mudah untuk dipahami. Perbedaannya hanya terletak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menggali sumber-sumber pendapatannya secara lebih

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

BAB I PENDAHULUAN. merupakan usaha mengadakan perubahan-perubahan menuju keadaan yang lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut P.J.A. Adriani yang dikutip oleh Diana Sari (2013:34) :

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA DATA EVALUASI DATA.47. Belawan 47. Paksa Surat Paksa.57 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan..59. B. Saran...

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dimanfaatkan untuk melaksanakan dan meningkatkan pembangunan nasional.

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam arti tidak terlalu tergantung pada pinjaman luar negeri. Upaya ekstensifikasi

1

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara dengan penduduk mencapai 250 juta jiwa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2

UU 9/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Surat Ketetapan Pajak. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

Transkripsi:

BAB III GAMBARAN DATA A. Pengertian Penagihan Pajak Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan hutang pajaknya. Hal ini merupakan posisi strategis dalam meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak sehingga tindakan penagihan pajak tersebut dapat menyelamatkan penerimaan pajak yang tertunda. Kegiatan penagihan pajakmerupakan ujung tombak dalam menyelamatkan penerimaan negara yang tertunda, oleh sebab itu seksi penagihan merupakan seksi produksi yang paling dibanggakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dalam pelaksanaaanya penagihan pajak haruslah dilandaskan pada peraturan perundang undangan yang berlaku., sehingga mempunyai kekuatan hukum baik bagi wajib pajak maupun aparatur pajaknya. Menurut Anang Mury Kurniawan (2011; 111), penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita (Pasal 1 angka 9 UU No. 19/2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa).

B. Tindakan Penagihan Pajak Dimulai dengan Menerbitkan Surat Teguran Penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita. Tujuan pelaksanaan penagihan pajak adalah guna pelunasan utang pajak oleh wajib pajak. Oleh karena itu, rangkaian tindakan penagihan pajak oleh fiskus harus diarahkan guna terpenuhinya tujuan tersebut. Rangkaian tindakan pajak yang dilakukan oleh fiskus pada dasarnya mencakup tiga kelompok kegiatan,yaitu : 1. Pemantauan pembayaran pajak 2. Penagihan yang bersifat aktif 3. Penagihan dengan Surat Paksa. Tindakan pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa diawali dengan penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yag sejenis oleh pejabat yang berwenang atau kuasa yang ditunjuk oleh pejabat tersebut setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya sebelum Surat Paksa diterbitkan.

Surat Teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya. Terhadap wajib pajak yang karena satu dan lain hal diberikan keleluasan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak tidak akan diberikan Surat Teguran walaupun tanggal jatuh tempo pembayaran pajak telah terlampaui dan wajib pajak belum melunasi utang pajaknya. Hal ini wajar karena wajib pajak tersebut akan menanggung beban tambahan berupa bunga sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap keterlambatan pembayaran tersebut. Tetapi keterlambatan tersebut adalah atas sepengetahuan dan persetujuan fiskus sehingga terhadapnya tidak akan diberikan Surat Teguran karena pada dasarnya wajib pajak tersebut memiliki kepatuhan membayar pajak tetapi tidak bisa segera melakukan kewajibannya karena kondisi keuangannya kurang baik. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat 21 hari sejak Surat Teguran diterbitkan, maka pejabat segera menerbitkan Surat Paksa. Hal ini dapat dilihat pada Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang No.19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang mana tersirat makna bahwa tindakan penagihan dimulai dengan menerbitkan Surat Teguran. Yang diperkuat dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-20/PJ/1995 tentang Jadwal Waktu Penagihan Pajak yaitu Pasal 1 dan Pasal 2 berikut :

Pasal 1 1.Pengeluaran Surat Teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran dari jumlah pajak yang masih harus dibayar. 2.Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran, wajib pajak atau penanggung pajak harus melunasi pajaknya. 3.Surat Teguran sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Pajak 2 1.Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran, maka jumlah pajak yang masih harus dibayar dapat ditagih dengan Surat Paksa. 2.Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 hari sejak tanggal Surat Teguran. Mengenai Tindakan Penagihan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Keuangan No. 147/KMK.04/1998 Tanggal 27 Februari 1998 yaitu dilakukan apabila pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Keputusan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan (SKK), Pusat Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang dibayar setelah lewat jatuh tempo.

Surat Teguran juga berfungsi sebagai alat untuk menangguhkan Kadaluarsa Penagihan Pajak seperti yang disebutkan dalam pasal 22 ayat (1) Undang-Undang No.16 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang No.9 Tahun 1994, yaitu hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, kadaluarsa setelah lewat waktu 10 tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan. Tabel : Proses Penagihan Pajak Proses penagihan pajak menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas (2010:80) Urutan Tahapan Penagihan Kegiatan 1. Penerbitan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis. Waktu Pelaksanaan Kegiatan Setelah 7 (tujuh hari) sejak saat jatuh tempo utang pajak penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya. 2. Penerbitan Surat Paksa Sudah lewat 21(dua puluh satu) hari sejak diterbitkanya Surat teguran /surat peringatan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak Dasar Hukum Pasal 8 s.d 11 Permenkeu Nomor 24/PMK.03/2008 Pasal 7 UU Nomor 19/2000 dan pasal 15 s.d 23 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24 /PMK.03/2008

3. Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Setelah lewat 2x24 jam Surat Paksa diberitahukan kepada penanggung pajak dan utang pajak belum dilunasi. 4. Pengumuman lelang. Setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak. 5. Penjualan/ pelelangan barang sitaan. Setelah lewat waktu 14 (empat belas ) hari sejak pengumuman lelang dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya. Pasal 12 UU Nomor 19/2000 Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03.2008 Pasal 26 UU Nomor 19/2000 dan pasal 28 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03.2008 C. Pentingnya Surat Teguran Dalam Mencairkan Tunggakan Pajak Peranan Surat Teguran dalam mencairkan tunggakan pajak adalah sangat mendasar karena tanpa adanya/ diterbitkan Surat Teguran maka tindakan penagihan, dalam hal ini tindakan penagihan aktif seperti penerbitan Surat Paksa dan sebagainya tidak dapat dilakukan karena hal ini telah jelas diatur dalam Keputusan Direktorat

Jenderal Pajak No. KEP-20/PJ/1995 tentang jadwal waktu penagihan pajak yaitu pada pasal (1) yang berbunyi : Pengeluaran Surat teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan segera 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayarannya dari jumlah pajak yang masih harus dibayar. Akan tetapi, sebelum dikeluarkan Surat Teguran ada yang menjadi dasar untuk melakukan penagihan pajak, yaitu : Surat Ketetapan Pajak yang menyatakan bahwa pajak terutang sesuai perhitungan wajib pajak masih kurang dari seharusnya, Surat Tagihan Pajak, keputusan fiskus dan keputusan pengadilan pajak yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak bertambah. Surat Ketetapan Pajak yang dikeluarkan oleh fiskus, yang menyatakan bahwa masih terdapat kekurangan pembayaran pajak meliputi : 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Menurut Undang-Undang No.16 Tahun 2000, dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terhutangnya pajak, atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak. Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam halhal sebagai berikut : a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. b. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.

c. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif nol persen (0%). d. Apabila kewajiban pembukuan tidak dipenuhi atau tidak lengkap sehingga perhitungan rugi-laba, atau peredaran tidak jelas, atau angka-angka dalam pembukuan tidak dapat diuji atau wajib pajak tidak membantu jalannya pemeriksaan. 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dilakukan dengan syarat adanya data baru (novum) atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebelumnya. Dalam hal ini masih ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau data baru yang diketahui kemudian oleh Dirjen Pajak, maka Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar masih dapat diterbitkan lagi, sesuai dengan ketentuan tentang SKPKBT yang diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang KUP. 3. Surat Tagihan Pajak Sesuai dengan Pasal 14 Undang-Undang KUP, Surat Tagihan Pajak dapat diterbitkan oleh Dirjen Pajak apabila : a. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.

b. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung. c. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga. d. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, yang tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. e. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak atau pengusaha yang telah dikukuhkan sebagaimana Kena Pajak tetapi tidak membuat atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak. Surat Tagihan Pajak membuat kekuatan hukum yang sama denga Surat Ketetapan Pajak, sehingga dalam penagihannya dapat dilakukan dengan paksa. 4. Surat Keputusan Pembetulan Menurut Pasal 16 Undang-Undang KUP, Dirjen Pajak karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat membetulkan Surat Ketetapan Pajak atau atas permohonan wajib pajak yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan perundangundangan perpajakan. Pembetulan dapat dilakukan oleh Dirjen Pajak, baik atas permohonan wajib pajak maupun secara jabatan. Apabila kesalahan maupun kekeliruan ditemukan, baik oleh fiskus maupun berdasarkan permohonan wajib pajak, maka kesalahan atau kekeliruan tersebut harus dibetulkan.

5. Surat Keputusan Keberatan Menurut Pasal 25 Undang-Undang No.16 Tahun 2000 Tentang KUP, bahwa wajib pajak dalam mengajukan keberatan hanya kepada Dirjen Pajak atas : a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Apabila wajib pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana semestinya, wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya pada Dirjen Pajak. Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. 6. Putusan Banding Apabila wajib pajak merasa tidak puas atas jawaban keputusan keberatan yang diterbitkan oleh fiskus, wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan banding, sesuai dengan Pasal 27 UU No. 16 Tahun 2000. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajakterhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak. Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

7. Jatuh Tempo Pembayaran Dalam buku KUP oleh Rudy suhartono dan Wirawan B. Ilyas (2010;140) Penentuan tanggal jatuh tempo dalam penerbitan Surat Teguran sangat penting karena tanggal jatuh tempo menunjukkan timbulnya utang pajak dan juga mulai timbulnya wewenang melakukan penagihan pajak. 1. Menurut Undang-Undang No.16 Tahun 2000 tentang KUP, Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sejak diterbitkan. 2. Bagi Wajib Pajak usah kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang undangan perpajakan, jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan. 3. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SPT PBB) harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak. 4. SKPKB, SKPKBT, STP, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali dalam Bea atas Perolehan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan, yang menyebabkan jumlah Bea yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak.

5. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas SKPKB/SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak yang tidak disetunjui dalam pembahasan akhir hasil pemerikasaan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan. 6. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan sehubungan SKPKB/SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI A. Perbandingan Jumlah Surat Teguran yang Diterbitkan dengan Jumlah Wajib Tunggakan Pajak Sebelum penulis membandingkan antara jumlah Surat Teguran yang diterbitkan dengan jumlah Tunggakan Pajak, ada baiknya penulis menyajikan tentang pelaksanaan Surat Teguran itu terlebih dahulu karena hal ini menyangkut mengenai Prosedur Pengeluaran Surat Teguran tersebut oleh Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur. I. Pelaksanaan Surat Teguran merupakan bagian dari tindakan penagihan yang dikenal sebagai tindakan penagihan aktif persuasif, yaitu untuk menghimbau wajib pajak atau memberi kesempatan bagi wajib pajak yang beritikad baik untuk melunasi tunggakan pajaknya yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan (SKK), Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang dibayar setelah lewat jatuh tempo. Dengan kata lain Surat Teguran yang dikeluarkan setelah melampaui waktu tujuh (7) hari dari saat jatuh tempo yang tercantum pada nota perhitungan, bertujuan supaya segera melunasi utang pajaknya sebelum dilakukan tindakan penagihan berikutnya.

Kantor Pelayanan Pajak menyimpan arsip Surat Teguran di dalam berkas.jika Surat Teguran ini tidak ditemui lagi atau hilang, sesuai dengan SE Dirjen.Pajak No. SE-29/PJ.74/1989 Tanggal 25 Juli 1989, diterbitkan kembali Surat Teguran Pertama (salinan) sebagai arsip dengan nomor dan tanggal yang sama, dan dibuat sesuai dengan Buku Surat Teguran. Jika nomor, tanggal, bulan, dan tahun Surat Teguran tidak dapat diketahui, maka dibuatkan Surat Teguran Baru, karena dianggap belum pernah dibuatkan Surat Teguran. II. Prosedur Pengeluaran Surat Teguran 1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk melakukan penerbitan Surat Teguran atas dasar penagihan pajak yang telah melewati jangka waktu pelunasan. 2. Kepala Seksi Penagihan menugaskan Pelaksana Seksi Penagihan/ Jurusita Pajak untuk melakukan penerbitan Surat Teguran atas dasar penagihan pajak yang telah melewati jangka waktu pelunasan. 3. Pelaksana Seksi Penagihan/ Jurusita Pajak melakukan penelitian kemudian menyusun dan menyerahkan konsep Surat Teguran kepada Kepala Seksi Penagihan. Dalam melakukan penelitian, Pelaksana Seksi Penagihan/ Jurusita Pajak melakukan koordinasi antar seksi terkait, contohnya dengan Seksi Pengawasan dan Konsultasi untuk memperoleh data yang valid tentang nama dan alamat wajib pajak, laporan hasil pemeriksaan dan nota perhitungan, dan status pengajuan keberatan atau pengajuan permohonan banding. Pelaksana

Seksi Penagihan/ Jurusita Pajak juga dapat melakukan koordinasi dengan Seksi Pelayanan untuk mendapatkan data surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak. 4. Beberapa ketentuan terkait dengan penerbitan Surat Teguran adalah sebagai berikut: a. Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan dan tidak mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jumlah pajak yang belum dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan. b. Dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jumlah pajak yang belum dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding. c. Dalam hal wajib pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, pelunasan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak. d. Dalam hal wajib pajak usaha kecil dan wajib pajak di daerah tertentu menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, pelunasan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar

dilakukan paling lama 2(dua) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak. e. Dalam hal wajib pajak tidak melunasi jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a,huruf b,huruf c,dan huruf d, pajak yang masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih dahulu menerbitkan Surat Teguran. f. Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada huruf e disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf a,huruf b, huruf c, dan huruf d. g. Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan wajib pajak tidak mengajukan keberatan, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan. h. Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan wajib pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan permohonan banding. i. Apabila sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak dikenakan sebagai akibat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak, yang pajak terutangnya tidak

disetujui oleh wajib pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan atas Surat Ketetapan Pajak diajukan keberatan dan/ atau banding, tindakan penagihan atas Surat Tagihan Pajak tersebut ditangguhkan sampai dengan Surat Ketetapan Pajak tersebut mempunyai kekuatan hokum tetap. 5. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf kemudian menyerahkan konsep Surat Teguran kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 6. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani kemudian menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk menatausahakan dan mengirim Surat Teguran kepada wajib pajak. 7. Kepala Seksi Penagihan menugaskan Pelaksana Seksi Penagihan atau Jurusita Pajak untuk menatausahakan dan mengirimkan Surat Teguran kepada wajib pajak. 8. Pelaksana Seksi Penagihan atau Jurusita Pajak menatausahakan dan mengirimkan Surat Teguran kepada wajib pajak. 9. Proses selesai. Di bawah ini adalah penyajian data sesuai dengan masalah yang penulis bahas dalam laporan ini :

TABEL 1 : Perbandingan Jumlah Tunggakan Pajak Dengan Surat Teguran Yang Telah Diterbitkan No. Tahun Tunggakan Pajak Penerbitan Surat Teguran Persentase (%) Lbr Rp Lbr Rp 1. 2014 14648 16686249793 632 9353604742 4,31 56,05 2. 2015 15087 170977505280 1214 47454148065 8,04 27,75 Sumber : KPP Pratama Medan Timur Berdasarkan data di tabel 1 di atas dapat dilihat persentase penerbitan Surat Teguran berdasarkan jumlah tunggakan pajak.persentase penerbitan lembar Surat Teguran atas lembar tunggakan pajak pada tahun anggaran 2014 sebesar 4,31 %, sedangkan jumlah nilai rupiah yang akan ditagih melalui Surat Teguran adalah 56,05% dari seluruh jumlah nilai rupiah pada tunggakan pajak pada tahun anggaran yang sama. Pada tahun anggaran 2015 dapat dilihat bahwa bertambahnya lembar Surat Teguran yang diterbitkan adalah hampir mencapai dua kali lipat dibandingkan tahun 2014, yaitu 8,04% dari total lembar tunggakan pajak sedangkan penerbitan Surat Teguran jumlah nilai rupiah berkurang menjadi 27,75 % dari total rupiah jumlah tunggakan pajak.

Faktor-faktor penyebab adanya perbedaan jumlah lembar dan nilai rupiah tunggakan pajak dengan jumlah lembar dan nilai rupiah yang tercantum dalam Surat Teguran yang diterbitkan adalah sebagai berikut : 1. Jumlah lembar dan nilai rupiah yang ditunjukkan dalam tunggakan pajak merupakan jumlah lembar dan nilai dari setiap Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (meliputi STP/SKPKB/SKPKBT) sementara jumlah lembar dan nilai rupiah berdasarkan Surat Teguran yang diterbitkan merupakan jumlah yang terutang oleh satu orang wajib pajak. Hal ini menunjukkan jika bisa saja terjadi satu orang wajib pajak memiliki beberapa tunggakan pajak sesuai dengan jenis ketetapan pajak yang diterbitkan terhadapnya. Sebagai contoh, wajib pajak X mempunyai beberapa tunggakan pajak atau jenis ketetapan pajak yang berbeda tetapi memiliki tanggal jatuh tempo dan tanggal penerbitan yang sama. Oleh karena itu, terhadap wajib pajak X diterbitkan satu Surat Teguran yang terdiri dari beberapa jenis tunggakan pajak. Dengan demikian penerbitan suatu surat teguran dapat meliputi beberapa tunggakan pajak yang berbeda-beda jenis ketetapannya. 2. Diantara tunggakan pajak tersebut terdapat tanggal pajak yang terhutang atas Surat Ketetapan Pajak yang terlah kadaluarsa penagihannya sehingga ketentuan penerbitan Surat Teguran oleh undang-undang dan atas tunggakan tersebut diusulkan untuk dihapus. 3. Jumlah lembar dan nilai rupiah tunggakan pajak yang tercantum pada tabel 1 meliputi tunggakan pajak yang telah diusulkan dihapus sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan penagihan yang berlaku. Tapi tunggakan yang seharusnya dihilangkan dari total tunggakan pajak masih tetap ada. Hal ini disebabkan karena proses pelaksanaan penghapusan tunggakan pajak harus menunggu Keputusan dari Menteri Keuangan sehingga memerlukan waktu yang cukup lama sesuai dengan prosedur dan jenjang birokrasi yang ada. 4. Berdasarkan kegiatan lapangan yang dilakukan oleh juru sita pajak diperoleh kenyataan bahwa keadaan dan identitas wajib pajak tidak akurat lagi. Beberapa penyebabnya antara lain : a. Wajib pajak sudah meninggal dunia tetapi masih terdaftar pada master file lokal. b. Wajib Pajak Badan dinyatakan bubar/pailit tanpa pemberitahuan kepada Kantor Pelayanan Pajak. c. Wajib Pajak Badan/ Orang Pribadi sudah tidak memiliki kegiatan usaha dan tidak dimungkinkan adanya tanda-tanda keaktifan usahanya. d. Wajib pajak memberikan alamat yang tidak sebenarnya (alamat fiktif). Dari kenyataan di atas, maka penerbitan Surat Teguran atas nama wajib pajak yang tidak akurat lagi sering kembali ke KKP sehingga untuk masa selanjutnya tidak dilaksanakan penerbitan Surat Teguran atas wajib pajak tersebut. 5. Kurangnya Sumber Daya Manusia Dalam hal ini juga faktor kurangnya sumber daya manusia dari segi kuantitas pada seksi penagihan, karena jika dilihat keadaan wajib pajak yang menunggak pajak

terlalu banyak perbulannya baik wajib pajak pribadi maupun badan sedangkan jumlah pegawai yang menerbitkan Surat Teguran khususnya dan penagihan lainnya pada umumnya jumlahnya tidak sebanding. B. Peranan Surat Teguran dalam Mencairkan Tunggakan Pajak Peranan Surat Teguran dalam mencairkan tunggakan pajak yang sangat mendasar adalah tanpa adanya/ diterbitkannya Surat Teguran sehingga tindakan penagihan dalam hal ini tindakan penagihan aktif, seperti penerbitan Surat Paksa dan sebagainya tidak dapat dilakukan. Hal ini telah diatur dalam Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. KEP-20/PJ/1995 tentang jadwal waktu penagihan pajak yaitu pasal 1 ayat (1) yang berbunyi : Pengeluaran Surat Teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan segera tujuh hari sejak saat jatuh tempo pembayaran dari jumlah pajak yang harus dibayar. Peranan Surat Teguran berdasarkan data tunggakan pajak, penerbitan Surat Teguran, pencairan tunggakan pajak akibat penerbitan Surat Teguran dapat dilihat dari penyajian data dalam bentuk tabel dan penganalisaan sebagai berikut :

TABEL 2 : Penerbitan Surat Teguran Tahun 2014 s.d. 2015 Tahun Wajib Pajak Orang Wajib Pajak Badan Jumlah Pribadi Lembar Jumlah Lembar Jumlah Lembar Jumlah 2014 54 1002960373 578 8350644369 632 9353604742 2015 119 3553244089 1095 43900903976 1214 47454148065 Jumlah 173 4556204462 1673 52251548345 1846 56807752807 Sumber :KPP Pratama Medan Timur Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari tahun 2014-2015rasio kepatuhan pembayaran pajak terutang antara orang pribadi dengan badan berdasarkan lembar Surat Teguran yang diterbitkan berkisar hampir 1:10, yaitu lembaran penerbitan Surat Teguran untuk pribadi sebanyak 173 dibanding dengan lembar penerbitan Surat Teguran untuk badan sebanyak 1673. Dari rasio ini dapat diketahui bahwa tingkat Surat Teguran wajib pajak orang pribadi lebih rendah dibanding dengan wajib pajak badan pada pembayaran pajak.kemungkinan ini bisa terjadi karena jumlah tunggakan pajak dari wajib pajak badan lebih besar dibanding wajib pajak pribadi sehingga mempengaruhi tingkat kepatuhan dalam pembayaran wajib pajak. Jika dilihat dari jumlah rupiahnya, dapatlah diketahui begitu pentingnya Surat Teguran diterbitkan untuk mencairkan tunggakan pajak, yaitu untuk tahun anggaran 2014-2015 sebanyak Rp 56807.752.807 yang merupakan akumulasi jumlah rupiah

dari wajib pajak orang pribadi sebanyak Rp 4.556.204.462 ditambah dengan jumlah wajib pajak badan sebanyak Rp 52.251.548.345. Sedangkan persentase pencairan tunggakan pajak dapat dilihat pada tabel di bawah ini : TABEL 3: Perbandingan Antara Penerbitan Surat Teguran Dengan Pencairan Tunggakan Pajak Akibat Penerbitan Surat Teguran No Tahun Pencairan Tunggakan Penerbitan Surat Persentase Pajak Akibat Penerbitan Teguran Surat Teguran Lbr Rp Lbr Rp Lbr Rp 1 2014 160 1265918826 632 9353604742 25,32 13,53 2 2015 492 6002853029 1214 47454148065 40,53 12,65 Sumber :KPP Pratama Medan Timur Persentase dari tabel 3 di atas merupakan persentase pencairan tunggakan pajak akibat penerbitan surat teguran. Pada tahun 2014, persentase pencairan tunggakan pajak akibat penerbitan Surat Teguran berdasarkan lembar Surat Teguran yang cair/ dibayar adalah 25,32% dan persentase berdasarkan jumlah nilai rupiah sebesar 13,53%. Sedangkan pada tahun 2015, persentase pencairan tunggakan pajak akibat penerbitan Surat Teguran berdasarkan lembar Surat Teguran yang cair/ dibayar meningkat menjadi 40,53% tetapi persentase berdasarkan jumlah nilai rupiah

menurun menjadi 12,65 % dibandingkan dengan tahun anggaran 2014, tetapi pada dasarnya jumlah nilai rupiah tersebut tergantung pada jumlah nilai rupiah pada masing-masing lembar Surat Teguran. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepatuhan wajib pajak untuk mencairkan tunggakan pajak karena adanya penerbitan Surat Teguran meskipun dilihat dari jumlahnya tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan sisa jumlah tunggakan pajak yang masih belum dibayar. Dalam hal ini, seksi penagihan perlu untuk melanjutkan langkah-langkah selanjutnya dari penagihan tunggakan pajak seperti penerbitan Surat Paksa. Selanjutnya persentase perbandingan tunggakan pajak berdasarkan tahun anggaran dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4: Data Perbandingan Tunggakan Pajak, Penerbitan Surat Teguran, Pencairan Tunggakan, dan Sisa Tunggakan Anggaran Tahun 2014 dengan Tahun Anggaran 2015. N URAIAN TAHUN ANGGARAN Persentase O 2014 2015 lbr Rp lbr Rp lbr Rp 1 Tunggakan Pajak 2 Penerbitan Surat Teguran 3 Pencairan Tunggakan 4 Sisa Tunggakan 14648 166862497 93 632 935360474 2 160 126591882 6 15087 154203309 67 Sumber : KPP Pratama Medan Timur 15087 17097750528 97,1 97,1 0 1214 47454148065 52,05 1,97 492 6002853029 32,52 21,08 15637 11094897499 96,48 138,9

Berdasarkan data di dalam tabel di atas, dapat dilihat bahwa persentase peningkatan / penurunan masing masing poin berdasarkan perbandingan tahun 2014 dengan tahun anggaran 2015, sebagai berikut : 1. Persentase tunggakan pajak antara tahun 2014 dengan tahun anggaran tahun 2015 terjadi peningkatan jumlah lembar tunggakan pajak sebesar 97,1% namun peningkatan tunggakan pajak dalam jumlah rupiah hanya sebesar 9,75%. 2. Persentase Penerbitan Surat Teguran antara tahun anggaran 2014 dengan tahun 2015 terjadi peningkatan jumlah lembar Surat Teguran yang diterbitkan yaitu sebesar 52,05% namun peningkatan dalam jumlah rupiah tidak terlalu besar hanya sebesar 1,97%. 3. Persentase Pencairan Tunggakan akibat Penerbitan Surat Tunggakan antara tahun anggaran 2014 dengan tahun 2015 terjadi peningkatan jumlah lembar Surat Teguran yang dicairkan sekitar 32,52% dan pada jumlah rupiahnya sekitar 21,08%. 4. Persentase Sisa Tunggakan antara tahun 2014 dengan tahun anggaran 2015 terjadi peningkatan jumlah lembar tunggakan pajak yang belum dibayar / cair yaitu sebesar 96,48% dan terjadi juga peningkatan persentase jumlah nilai rupiah pada lembar tunggakan pajak yang belum cair / dibayar yaitu sebesar 138,9%. Sisa tunggakan inilah yang akan dicairkan melalui tindakan penagihan aktif seperti Penerbitan Surat Paksa, Penyitaan dan Pelelangan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang dikemukan dalam bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Peranan Surat Teguran dalam rangka penagihan Surat Tunggakan Pajak sangat besar, karena tindakan penagihan tidak dapat dilakukan terhadap wajib pajak yang mempunyai tunggakan pajak tanpa terlebih dahulu kepadanya diterbitkan Surat Teguran, yang mana Surat Teguran itu merupakan tindakan penagihan aktif persuasif yang gunanya untuk mengimbau wajib pajak yang beritikad baik untuk melunasi tunggakan pajaknya yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Keputusan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan (SKK), Pusat Banding yang telah jatuh tempo. 2. Terdapat banyak hambatan yang perlu dipertimbangkan dalam penerbitan Surat Teguran agar Surat Teguran yang diterbitkan benar-benar sampai pada wajib pajak yang dituju, yang mana tujuannya tak lain adalah agar wajib pajak tersebut segera melunasi/ membayar tunggakan pajaknya. 3. Masih ada wajib pajak yang tidak mengindahkan Surat Teguran yang sudah diterimanya dengan berbagai alasan. Hal ini dapat dilihat dari data-data yang

ada bahwa masih banyak terdapat sisa tunggakan pajak yang belum dapat dicairkan dengan Surat Teguran. 4. Tujuan akhir dari penagihan bukanlah untuk menyita atau melelang barang milik penanggung pajak atau melakukan pencegahan dan penyanderaan penanggung pajak tetapi dalam rangka untuk pelunasan utang pajak sehingga diberlakukan prosedur-prosedur penagihan pajak. Contohnya, terlebih dahulu diterbitkan Surat Teguran kepada wajib pajak/ penanggung pajak yang masih mempunyai tunggakan pajak sebelum dilakukan tindakan penagihan aktif lainnya seperti penerbitan Surat Paksa, Penyitaan dan lain sebagainya, yang mana pelunasan tunggakan pajak tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemandirian pembiayaan menuju masyarakat yang sejahtera material dan spiritual. B. Saran Adapun saran-saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut : 1. Agar setiap wajib pajak yang masih mempunyai tunggakan pajak diterbitkan Surat Teguran tanpa ada kecualinya, dan jika tidak diindahkan diteruskan dengan tindakan penagihan aktif seperti penerbitan Surat Paksa, Penyitaan dan sebagainya. 2. Sebaiknya anggota masyarakat atau wajib pajak agar menyadari kepercayaan pemerintah yang diberikan yaitu mengenai self assessment system dimana

wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakan sebaik-baiknya. Hal ini tentunya lebih memudahkan fiskus dalam melaksanakan tugasnya. 3. Menambah jumlah tenaga kerja pada seksi penagihan agar lebih banyak tugas yang dapat dikerjakan dengan baik. 4. Dalam meningkatkan penerimaan dalam negeri khususnya dari sektor pajak, hendaknya tindakan penagihan pajak lebih ditingkatkan sehingga semua tunggakan pajak yang ada dapat dicairkan guna penambahan penerimaan dalam negeri.