BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. harus dapat merasakan upaya pemerintah ini, dengan tidak memandang

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

2015 MANFAAT HASIL BELAJAR MENYEDIAKAN LAYANAN ROOM SERVICE PADA KESIAPAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI SMK ICB CINTA WISATA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang

Landasan Pendidikan Inklusif

BAB I PENDAHULUAN. Kelancaran proses pembangunan Bangsa dan Negara Indonesia kearah

GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pendidikan dan yang ditegaskan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan martabat manusia yang memungkinkan potensi diri dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak untuk semua anak dan hal ini telah tercantum dalam berbagai instrument internasional

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sekolah Menengah Kejuruan

Judul BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayu Dwi Sulistiyo, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah dalam upaya

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalani hidup dan kehidupan, sebab pendidikan bertujuan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan menjadi memiliki keterampilan. Arismantoro yang dikutip oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2014 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL PADA KETERAMPILAN MEMBUAT SPAKBOR KAWASAKI KLX 150 MENGGUNAKAN FIBERGLASS DI SMALB-B

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN 1.1. latar Belakang Pendidikan di Indonesia semakin hari kualitasnya semakin rendah.

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TESIS

BAB I PENDAHULUAN. negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara

faktor eksternal. Berjalannya suatu pendidikan harus didukung oleh unsur-unsur pendidikan itu sendiri. Unsur-unsur pendidikan tersebut adalah siswa,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional, pada BAB II tentang Dasar,

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat diera

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Galih Wiguna, 2014

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dalam suatu Bangsa dan Negara. Sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional BAB II Pasal 3 telah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut

PENERAPAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi kebutuhan paling dasar untuk membangun kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Bangsa Indonesia menunjukkan perhatiannya terhadap pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 ; setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, artinya setiap warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Proses yang akan berlangsung sepanjang hidup manusia adalah pendidikan. Aidi (2009:70) mengatakan bahwa pendidikan sebuah keharusan yang akan membawa manusia menjadi makhluk terbaik yang bermakna bagi dirinya dan menjadi khalifah yang bermakna bagi kehidupan makhluk-makhluk lainnya. Pendidikan bagi peserta penyandang disabilitas di Indonesia telah diwadahi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa. Pemerintah juga mengeluarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional yang memberikan warna baru dalam penyediaan pendidikan bagi peserta didik penyandang disabilitas. Penjelasan pasal 15 dan pasal 32 menyebutkan; pendidikan khusus merupakan 1

2 pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Peraturan tentang pendidikan inklusif adalah dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 70 Tahun 2009 yang menyebutkan pendidikan inklusi sebagai model penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (Peni Puspito, 2015:1). Pendidikan inklusi telah dibuka oleh berbagai lembaga pendidikan di Indonesia karena semangat pendidikan inklusif memang sangat sesuai dengan filosofi Bangsa dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Selain lembaga-lembaga pendidikan resmi Pemerintah (negeri), tidak sedikit lembaga swasta yang menyediakan ruang bagi pendidikan inklusif. Namun apabila dibanding dengan angka anak berkebutuhan khusus maka jumlah lembaga pendidikan yang menyediakan ruang untuk pendidikan inklusi belum memadai. Data tahun 2010 dari Direktorat jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendibud, bagi sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif berjumlah 814 sekolah yang mencapai 15.181 siswa ( dikutib dari Solider). Pendidikan inklusif secara yuridis mendapatkan perlindungan secara internasional dengan adanya Deklarasi Hak Asasi Manusia (1948), Deklarasi

3 Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (1990), Preaturan Standar PBB tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat (1993), Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi UNESCO (1994), Undang-undang Penyandang Kecacatan (1997), Kerangka Aksi Dakar (2000), dan Deklarasi Kongres Anak Internasional (2004), Sunaryo (2009: 1). Setiap penyelenggaraan pendidikan perlu manajemen supaya kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan mencapai hasil yang ditentukan. Manajemen berfungsi untuk mengelola sesuatu mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan untuk mengkoordinir sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Fathoni (2006:5) manajemen merupakan proses pemberian bimbingan, pimpinan, pengaturan, pengendalian, dan pemberian fasilitas lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Manajemen dalam pendidikan mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan secara profesional supaya proses pendidikan bisa berlangsung secara efektif dan efisien. Keberhasilan pembangunan pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan sekolah tidak terlepas dari pengelolaan pendidikan di sekolah itu sendiri. Pengelolaan pendidikan sekolah merupakan faktor yang sangat penting untuk mewujudkan tujuan pendidikan sebagaimana yang diharapkan semua pihak baik bagi pengelola sekolah, guru, dan peserta didik. Suharsini Arikunto (2008:4), manajemen pendidikan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok

4 manusia yang tergabung dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar efektif dan efisien. Peran pendidik sangat menunjang dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Upaya peningkatan kesejahteraan dan keprofesionalan guru di Indonesia juga telah dilakukan agar pengelolaan pendidikan diharapkan semakin baik, meningkat produktivitas dan mutu pendidikannya. Sudadio (2012: 555) mangatakan salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas dan mutu pendidikan di lingkungan pendidikan dasar dan menengah dapat dilakukan dengan cara memperbaiki sistem pengelolaan khususnya pada pendidikan dasar dan menengah. Hal ini sesuai dengan peraturan pemerintah Nomer 19 Tahun 2005 pasal 49 ayat (1), Depdiknas (2005:38), tentang Pengelolaan satuan Pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Penerapan manajemen berbasis sekolah selain dapat meningkatkan produktivitas sekolah lebih jauh lagi diharapkan pihak sekolah dapat mengakselerasi perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan secara terus-menerus dan berkesinambungan (continous improvement). Keberhasilan proses pendidikan dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas ditentukan oleh banyak faktor antara lain, peserta didik, tenaga pendidik, kurikulum, manajemen pendidikan dan fasilitas pendidikan. Faktor lingkungan juga sangat berpengaruh untuk mendukung

5 keberhasilan proses pendidikan, terutama keluarga dan masyarakat. Ramli, Nizwardi Jalinus (2013:75) terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan yaitu ; guru, siswa, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, kurikulum. Guru dalam kegiatan proses pembelajaran di sekolah menempati kedudukan yang sangat penting dan tanpa mengabaikan faktor penunjang yang lain guru sebagai subjek pendidikan sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Tujuan Pendidikan Nasional pada Bab II Pasal 3 Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa; Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban Bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan Bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Undang-undang SISDIKNAS, tahun 2003). Dengan demikian diharapkan setiap warga negara dapat memperoleh pendidikan tanpa terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus seperti cacat anggota tubuh, tuna netra, tuna rungu, autis dan sebagainya. Pendidikan inklusif menarik perhatian berbagai pihak karena diyakini dapat memberikan peluang yang besar kepada anak berkebutuhan khusus sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya untuk berpartisipasi lebih luas dalam

6 berbagai jenis dan jenjang pendidikan seperti anak-anak reguler pada umumnya. Undang-undang RI pasal 12 bab V Nomer (1) b. Menjelaskan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (N. Dede Khoeriah, 2013:39). Istilah inklusif diartikan dengan mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus di kelas umum dengan anak-anak lainnya. Inklusif berarti mengikutsertakan anak berkelainan seperti anak yang memiliki kesulitan melihat, mendengar, tidak dapat berjalan, lamban dalam belajar. Secara luas inklusif juga berarti melibatkan seluruh peserta didik tanpa terkecuali. Pendidikan Inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersamasama dengan peserta didik pada umumnya (Mudjito, 2013:8). Pendidikan bagi siswa inklusi bagi anak berkebutuhan khusus perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak baik pemerintah maupun masyarakat, karena mereka juga memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Setiap anak harus diperlakukan sama seperti kita memperlakukan orang dewasa dan melayani sesuai kebutuhannya. Para pendidik perlu memperhatikan kebutuhan individual anak didiknya, termasuk kebutuhan belajar anak

7 berkebutuhan khusus (selanjutnya disebut ABK) atau anak berkelainan karena perkembangan yang terjadi pada masa ini akan membentuk pola tertentu dalam setiap tahapan kehidupan yang tidak saja untuk perilaku aktual semata, namun juga untuk pertumbuhan dan penyesuaian yang akan datang (Reni Akbar, 2001:14). ABK adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut pemahaman terhadap hakikat anak berkebutuhan khusus. Kadang-kadang keragaman ABK dapat menyulitkan guru dalam upaya menemu kenali jenis dan pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Tetapi apabila guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai hakikat anak berkebutuhan khusus, mereka akan dapat memenuhi kebutuhan anak yang sesuai. Amanat hak atas pendidikan bagi anak penyandang kelainan atau ketunaan juga telah ditetapkan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 disebutkan bahwa : Pendidikan khusus (Pendidikan Luar Biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa (Undang-undang SISDIKNAS, 2003:26). Ketetapan dalam Undangundang Nomor 20 Tahun 2003 tersebut bagi anak penyandang kelainan sangat berarti karena memberikan landasan yang kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak

8 normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran (Mohammad Efendi, 2006:1). Berdasarkan undang-undang pokok pendidikan tentang pemberdayaan anak berkelainan melalui pendidikan harus tetap menjadi salah satu agenda pendidikan nasional agar anak berkelainan memiliki jiwa kemandirian. Agar anak berkelainan tumbuh kemampuan untuk bertindak atas kemauan sendiri, keuletan dalam mencapai prestasi, mampu berpikir dan bertindak secara rasional, mampu mengendalikan diri, serta memiliki harga dan kepercayaan diri. Semua itu dimaksudkan agar keberadaan anak berkelainan dikomunitas anak normal tidak semakin terpuruk (Mohammad Efendi, 2006:2). Setiap anak diharapkan bisa bersekolah khususnya bagi anak berkebutuhan khusus atau penyandang kelainan. Setiap anak harus diperlakukan sama seperti kita memperlakukan orang dewasa dan melayani sesuai kebutuhannya. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang digunakan, dan merupakan terjemahan dari child with special needs (anak berkebutuhan khusus) yang telah digunakan secara luas di dunia internasional. Beberapa istilah lain yang pernah digunakan diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang, dan anak luar biasa. Ada satu istilah lain yang beberapa tahun terakhir berkembang secara luas yaitu difabel. Istilah difabel merupakan kependekan dari diference ability (kemampuan berbeda). ABK memang berbeda dengan anak normal pada umumnya, baik dari segi fisik, mental, maupun secara pemikiran. Meskipun demikian bagi ABK

9 harus memiliki kesamaan perlakuan seperti yang telah anak-anak normal rasakan, tidak terkecuali dalam masalah pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu modal utama untuk semua anak, tidak hanya untuk anak normal, ABK pun juga membutuhkan pendidikan untuk modal hidupnya agar tetap bertahan dan dapat bersaing dengan lingkungan sekitarnya yang terkadang sulit untuk ditebak. Pendidikan untuk ABK yang melalui pendidikan khusus saat ini minim sekali. Untuk anak yang mengalami masalah ketunaan saja, masih sekitar 20% dari 346.800 anak lebih yang bisa mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah khusus (Aqila Smart, 2011:1974). Sekolah inklusi bagi ABK sangat ditunggu kehadirannya bagi masyarakat yang membutuhkan seperti di Kota Surakarta beberapa sekolah sudah ada yang menyelenggarakan pembelajaran inklusi. Surakarta yang dikenal masyarakat dengan nama kota Solo merupakan kota yang memiliki keanekaragaman budaya. Selain sebagai kota budaya, Solo juga telah dicanangkan sebagai kota inklusi. Deklarasi Solo sebagai Kota Inklusi dicanangkan dan ditandatangani oleh Walikota FX. Hadi Rudyatmo dan Mudjito, Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PPK-LK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada hari Sabtu 28 September 2013. Solo merupakan kota Inklusi ke-26 di Indonesia dari 500 lebih kota/kabupaten se-indonesia yang memiliki 12 sekolah inklusi, terdiri dari 7 SD, 3 SMP dan 2 SMA/K. Kegiatan ini melibatkan puluhan ABK untuk pentas seni dan budaya yang dihadiri oleh ratusan siswa-siswi dari sekolah inklusi dan puluhan sekolah Luar Biasa yang ada di Solo. Salah satu peserta adalah Avida Yulia Mega dari

10 difabel tuna netra siswa SMK Negeri 8 Surakarta kelas XII jurusan Seni Musik yang menyanyikan lagu Bendera Merah Putih bersama walikota Solo FX Hadi Rudyatmo dan Direktur PPK-LK Mudjito (www.solider.or.id). Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 8 Surakarta merupakan salah satu sekolah kejuruan yang ada di kota Surakarta yang menyelenggarakan pembelajaran inklusif. SMK Negeri 8 Surakarta yang dahulu bernama Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) adalah sekolah inklusi pertama di Indonesia sejak tahun 1999 (www.solider.or.id). pada tahun tersebut dua siswa penyandang disabilitas netra masuk di jurusan karawitan dan seni musik. Sekolah ini merupakan satu-satunya sekolah yang berlatar belakang sebagai sekolah pelestari budaya di kota Solo dan tertua di Indonesia yang terdapat keunikan di dalam model pembelajarannya. SMK Negeri 8 Surakarta dalam menyelenggarakan pembelajaran inklusi telah meluluskan siswa ABK, yang beberapa diantaranya sudah bekerja, ada yang masih kuliah di perguruan tinggi seperti Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dan Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Penyelenggaraan pembelajaran inklusi di SMK Negeri 8 Surakarta sangat menarik untuk diteliti karena juga didukung dengan sarana prasarana dan guru reguler yang harus menguasai layanan pembelajaran bagi ABK. Dengan demikian model penyelenggaraan dan karakteristik dalam pembelajaran terdapat keunikan tersendiri dalam penyelenggaraannya, sehingga fokus penelitian ini

11 membahas tentang ; Manajemen Penyelenggaraan Pembelajaran Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus, dengan studi kasus di SMK Negeri 8 Surakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah model penyelenggaraan pembelajaran inklusif bagi anak berkebutuhan khusus di SMK Negeri 8 Surakarta? 2. Bagaimanakah karakteristik pembelajaran inklusif bagi anak berkebutuhan khusus di SMK Negeri 8 Surakarta? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan manajemen penyelenggaraan pembelajaran inklusif bagi anak berkebutuhan khusus dengan studi kasus di SMK Negeri 8 Surakarta tentang : 1. Model penyelenggaraan pembelajaran inklusif bagi anak berkebutuhan khusus di SMK Negeri 8 Surakarta dalam hal administrasinya, prakteknya sampai pada pelaksanaan pembelajaran di kelas. 2. Karakteristik pembelajaran inklusif bagi anak berkebutuhan khusus di SMK Negeri 8 Surakarta.

12 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut; 1. Manfaat teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan informasi dan motivasi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang penyelenggaraan pembelajaran inklusif. Selain itu dapat memberikan sumbangan pada ilmu pengetahuan khususnya sekolah-sekolah yang menyelenggarakan pembelajaran inklusif bagi ABK, guru pengampu pembelajaran inklusi, pengelola sekolah program inklusi, dan dunia pendidikan di Indonesia pada umumnya. 2. Secara Praktis Secara praktisnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak lain diantaranya : a. Bagi Guru sekolah inklusi 1) Untuk mengembangkan manajemennya sehingga dapat meningkatkan layanan penyelenggaraan pembelajaran inklusif yang lebih baik. 2) Untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan secara langsung dalam memberikan pelayanan pembelajaran inklusif bagi ABK.

13 b. Bagi Kepala Sekolah 1) Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan manajemen dan profesionalisme guru sekolah inklusi. 2) Memberi masukan bagi sekolah dalam mengatasi hambatan dalam memberikan pelayanan pembelajaran inklusif bagi ABK. c. Bagi Dinas Pendidikan 1) Sebagai masukan dalam mensosialisasikan kebijakan tentang pentingnya manajemen penyelenggaraan pembelajaran inklusif. 2) Dapat bermanfaat bagi guru dalam pembelajaran siswa inklusi khususnya di dalam praktek memberikan pelayanan pembelajaran terhadap siswa inklusi bagi anak berkebutuhan khusus. 3) Sebagai acuan dan model strategi pembelajaran yang dapat memberikan dorongan bagi sekolah-sekolah yang menyelenggarakan pembelajaran inklusi.