PERILAKU DAN JELAJAH HARIAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelli Lesson, 1827) REHABILITAN DI KAWASAN CAGAR ALAM HUTAN PINUS JANTHO, ACEH BESAR ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Faktor Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) di Taman Nasional Bukit Tigapuluh

DAFTAR PUSTAKA. Alikodra, S. H Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

POLA AKTIVITAS ORANGUTAN (Pongo abelii) DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KETAMBE ACEH TENGGARA

PERILAKU MAKAN DAN JENIS PAKAN ORANGUTAN(Pongo pygmaeus) DI YAYASAN INTERNATIONAL ANIMAL RESCUE INDONESIA (YIARI) KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Estimasi Populasi Orang Utan dan Model Perlindungannya di Kompleks Hutan Muara Lesan Berau, Kalimantan Timur

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERBURUAN DAN PERDAGANGAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DI DESA KEPARI KECAMATAN SUNGAI LAUR KABUPATEN KETAPANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERILAKU DAN JENIS PAKAN ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linnaeus, 1760) Dl KALIMANTAN. Department of Psychology Glendon College-York University

PENGELOLAAN PASCA PELEPASLIARAN DAN AKTIVITAS ORANGUTAN (Pongo pygmaeus wurmbii Groves, 2001) EX-CAPTIVE DI SUAKA MARGASATWA LAMANDAU

POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

Kampus USU Medan 20155

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017

EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA

Karakteristik Sarang Orangutan (Pongo pygmaeus morio) Pada Beberapa Tipe Hutan Di Kalimantan Timur

TINJAUAN PUSTAKA. Pongo pygmaeus di Borneo dan orangutan Pongo abelii di Sumatera merupakan

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

PERILAKU HARIAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus Linnaeus) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG KASANG KULIM KECAMATAN SIAK HULU KABUPATEN KAMPAR RIAU

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan. tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya

Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch) di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel :

DAFTAR PUSTAKA. Alikodra HS Pengelolaan Satwa Liar. Jilid I. Bogor: Pusat Antar Universitas.

Strategi Adaptasi Macaca nigra (Desmarest, 1822) Melalui Perilaku Makan di Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KARAKTERISTIK DAN KERAPATAN SARANG ORANGUTAN (PONGO PYGMAEUS WURMBII) DI HUTAN DESA BLOK PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG PROPINSI KALIMANTAN BARAT

POLA PEMANFAATAN RUANG VERTIKAL DAN JELAJAH HARIAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI BLOK BARAT HUTAN BATANG TORU, SUMATERA UTARA)

Informasi singkat tentang jenis primata baru khas Sumatera. Orangutan Tapanuli. Pongo tapanuliensis. Jantan dewasa Orangutan Tapanuli Tim Laman

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017

PENGELOLAAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) SECARA EX-SITU, DI KEBUN BINATANG MEDAN DAN TAMAN HEWAN PEMATANG SIANTAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE. antara bulan Januari Maret 2014 dengan pengambilan data antara pukul

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

KONSERVASI Habitat dan Kalawet

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur

Aktivitas Harian Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Area. Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan satu kesatuan

PERILAKU HARIAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DALAM KONSERVASI EX SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA PRISTY AROMA MAWARDA

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths

POLA JELAJAH ORANGUTAN (Pongo pygmaeus morio) DI STASIUN PENELITIAN MENTOKO DAN PREFAB TAMAN NASIONAL KUTAI, KALIMANTAN TIMUR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

IDENTIFIKASI DAERAH JELAJAH ORANGUTAN SUMATERA MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

KORELASI FENOLOGI TIANG DAN POHON DENGAN JUMLAH SARANG ORANGUTAN ( Pongo abelii ) DI HUTAN SEKUNDER RESORT SEI BETUNG TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017

PERILAKU HARIAN ANAK GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumateranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG

HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT FEBRIANY ISKANDAR

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

Perilaku Harian Owa Jawa (Hylobtes Moloch Audebert, 1798) Di Pusat Penyelamatan Dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center), Bodogol, Sukabumi

BAB I PENDAHULUAN. hewan langka yang terancam punah (IUCN Red List of Threatened

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGENALAN KUCING CONGKOK (Prionailurus bengalensis) BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA di TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS (TNWK)

PERILAKU HARIAN IBU DAN ANAK ORANGUTAN (Pongo abelii) DI EKOWISATA BUKIT LAWANG TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC

Tingkah Laku Harian Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2014 di

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

PENGAMATAN KEBERADAAN BADAK SUMATERA (Dicerorhinus sumatrensis) DI KUTAI BARAT DAN MAHAKAM ULU KALIMANTAN TIMUR. Indonesia-Program Kutai Barat

TINGKAH LAKU HARIAN KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI CAGAR ALAM TANGKOKO BATU ANGUS

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Klasifikasi ilmiah orangutan Sumatera menurut Groves (2001) adalah

STUDI PERILAKU MENYIMPANG ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) BETINA DEWASA SEMI LIAR DI BUKIT LAWANG TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup

Status Populasi Satwa Primata di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Halimun Salak, Jawa Barat

ASSALAMU ALAIKUM WR. WB. SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEKALIAN

STUDI REINTRODUKSI ORANGUTAN SUMATERA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Orangutan yang sedang beraktivitas di hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Orangutan adalah kera besar, oleh karena itu memiliki ciri-ciri khas dasar

Transkripsi:

PERILAKU DAN JELAJAH HARIAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelli Lesson, 1827) REHABILITAN DI KAWASAN CAGAR ALAM HUTAN PINUS JANTHO, ACEH BESAR HADI SOFYAN 1 *, SATYAWAN PUDYATMOKO 2, DAN MUHAMMAD ALI IMRON 2 1 Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Aceh *Email: hadilia.hl@gmail.com 2 Bagian Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada ABSTRACT Adaptation mechanism of reintroduced Sumatran Orangutan is crucial information for successful rehabilitation program. The main objective of this research was to investigate daily behaviors and range of eight rehabilitated Orangutans in the reintroduction station of Nature Reserve Pine Forest Jantho, Aceh Besar. Data collection was conducted through instantaneous sampling to explore daily behavior and range. The daily activities data were grouped based on ethogram by adopting the standard of Orangutan s data collection. The result showed that the proportion of daily behavior of Orangutan Sumatera are 47.32 % resting, 37 % feeding, 14.75 % moving, 0.52 % social interaction and 0.41% nesting activities. There was no different behavior between sex classes and duration of rehabilitation. The average daily range of all focal individuals is 0.7-26.2 ha. Previous interaction with humans, especially during early developmental period, may affect in behaviour of rehabilitated Orangutan Sumatera and probably also influence the adaptation success in the wild. Keywords: reintroduction, primates, protected areas, wildlife conservation. INTISARI Mekanisme adaptasi dari Orangutan Sumatera yang direintroduksi merupakan informasi yang sangat penting bagi kesuksesan program rehabilitasi. Tujuan utama penelitian ini untuk mengeksplorasi perilaku dan jelajah harian dari Orangutan Sumatera rehabilitan di stasiun reintroduksi Orangutan Sumatera kawasan Cagar Alam Hutan Pinus Jantho, Aceh Besar. Metode yang digunakan adalah Instantaneous sampling. Data perilaku dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan ethogram yang mengadopsi dari Standar Pengambilan Data Orangutan. Perilaku harian yang dilakukan Orangutan Sumatera rehabilitan meliputi tiga perilaku utama yaitu istirahat (47,32 %), makan (37 %), bergerak (14,75 %), sosial (0,52 %) dan bersarang (0,41 %). Sebagian besar perilaku Orangutan rehabilitan tidak menunjukkan perbedaan berdasarkan jenis kelamin dan masa reintroduksi. Rata-rata daya jelajah hariannya dari semua individu Orangutan yang diamati berkisar antara 0,7 sampai 26,2 ha. Interaksi dengan manusia pada masa sebelumnya, khususnya pada periode perkembangan Orangutan, dapat mempengaruhi perilaku Orangutan dan mungkin dapat mempengaruhi kesuksesan dalam beradaptasi dengan kondisi di alam. Katakunci: perilaku, Orangutan, daya jelajah harian, cagar alam Jantho 1

PENDAHULUAN Populasi Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di alam menghadapi ancaman kepunahan, hingga menyebabkan spesies ini dimasukkan ke dalam status sebagai Critically Endangered oleh International Union for Conservation of the Nature (Singleton dkk., 2008). Dalam beberapa dekade terakhir penurunan populasi Orangutan diperkirakan mencapai 30-50 % (Primack dkk., 1998), bahkan bisa mencapai lebih dari 80 % apabila dibandingkan dengan populasi 75 tahun terakhir (Singleton dkk., 2008) dengan penyebab utama penurunan populasi di alam adalah kerusakan habitat akibat illegal logging, kebakaran hutan dan perburuan liar (Meijaard dkk., 2001). Upaya konservasi untuk menyelamatkan populasi Orangutan Sumatera dari kepunahan dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah menetapkan Orangutan sebagai satwa yang dilindungi dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa (Anonim, 1999). Upaya lain yang dilakukan adalah melakukan rehabilitasi terhadap Orangutan Sumatera yang telah disita dari masyarakat yang memelihara secara ilegal, perdagangan ilegal dan penyelundupan. Rehabilitasi Orangutan tersebut dilakukan dengan melepasliarkan kembali (release) ke habitat alaminya (Meijaard dkk., 2001). Program pelepasliaran Orangutan Sumatera di kawasan Cagar Alam Hutan Pinus Jantho dilakukan sejak tahun 2011. Jumlah Orangutan yang dilepasliarkan hingga tahun 2012 sebanyak 34 ekor. Namun hingga dilaksanakan penelitian ini, belum pernah dilakukan upaya evaluasi terhadap kegiatan pelepasliaran tersebut. Mengingat program reintroduksi di kawasan Cagar Alam Hutan Pinus Jantho telah berlangsung sudah lebih dari satu tahun maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kegiatan ini untuk mengetahui tingkat keberhasilan kegiatan reintroduksi di kawasan tersebut (Suryohadikusomo, 2001). Indikator keberhasilan program reintroduksi dapat diketahui melalui kemampuan adaptasi Orangutan Sumatera terhadap habitat alami barunya pasca pelepasliaran (Suryohadikusomo, 2001). Pengamatan perilaku harian dan aktivitas lainnya, seperti daya jelajah Orangutan di lokasi pelepasliaran, merupakan informasi penting untuk mengevaluasi apakah Orangutan yang dilepasliarkan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang baru dan diharapkan dapat memberikan masukan bagi penilaian tingkat keberhasilan program tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi waktu dalam perilaku harian utamanya dan daerah jelajah harian oleh Orangutan rehabilitan yang dilepasliarkan di kawasan Cagar Alam Hutan Pinus Jantho. BAHAN DAN METODE Individu Orangutan yang menjadi objek penelitian ini adalah delapan individu Orangutan Sumatera rehabilitan yang dilepasliarkan di stasiun reintroduksi Orangutan Sumatera Jantho pada tahun 2012 (Tabel 1). Orangutan Sumatera tersebut terdiri dari 4 ekor Orangutan jantan dan 4 ekor Orangutan betina dengan kisaran umur 5 sampai 8 tahun berdasarkan metode pendugaan umur oleh Rikjsen (1978). Pengumpulan data dilaksanakan selama dua bulan, dimulai dari 6 Desember 2012 sampai 30 Januari 2013 di Cagar Alam Hutan Pinus Jantho, Aceh Besar (Gambar 1). Metode sampling untuk pengamatan perilaku Orangutan Sumatera adalah Instantaneous sampling. Pencatatan data dilakukan secara Instantaneous 2

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di kawasan Cagar Alam Hutan Pinus Jantho sampling, yaitu dengan mencatat setiap perilaku individu per dua menit, kemudian dilakukan tabulasi data. Pengisian data perilaku harian diisi dalam tabulasi data berdasarkan kategori aktivitas harian Orangutan yang dijadikan sebagai Point Sampel (Morrogh-Bernard et al., 2002, dan van Schaik, 1995). Menurut Altman (1974), metode pencatatan tersebut dimungkinkan karena sifat aktivitas Orangutan yang lamban baik dalam pergerakan maupun perilaku lainnya. Pada tahap pengambilan data ini peneliti dibantu oleh 6 orang teknisi dari Sumatera Orangutan Conservation Program (SOCP). Pengamatan perilaku dilakukan dengan mengikuti individu Orangutan, mulai dari sarang di pagi hari (05.30-07.00 WIB) sampai individu tersebut membuat sarang untuk tidur pada saat menjelang malam (17.00-18.30 WIB). Metode ini dapat digunakan untuk mengamati individu Orangutan dengan beberapa perilaku yang berbeda (Martin dan Bateson, 2006). Data perilaku harian dianalisis 3

Tabel 1. Data individu, jenis kelamin, umur, waktu pelepasan serta lama masa reintroduksi Orangutan Sumatera rehabilitan yang menjadi objek penelitian No. Nama Orangutan Jenis Kelamin Perkiraan Umur (Tahun) Waktu Pelepasan Masa Reintroduksi (bulan) 1. Ruben Jantan 7 April 2012 8 2. Tono Jantan 6 Juli 2012 5 3. Mawasudin Jantan 8 Agustus 2012 4 4. Pinkiboy Jantan 5,5 November 2012 2 5. Pungut Betina 5 November 2012 2 6. Coty Betina 5,5 Desember 2012 1 7. Jekybillie Betina 5 Desember 2012 1 8. Ayu tingting Betina 6,5 Desember 2012 1 dengan menghitung persentase penggunaan waktu aktivitas setiap individu. Pengamatan daerah jelajah harian dilakukan dalam sehari penuh selama 7 hari untuk masing-masing individu Orangutan untuk mendapatkan data area jelajah harian (daily range). Penghitungan area jelajah harian dilakukan dengan menggunakan analisis Minimum Convex Polygon (MCP) dalam ArcGIS 9.3. Posisi dari area jelajah masing-masing individu target dicatat/direkam dengan mengunakan GPS Garmin 60s. Untuk menguji apakah ada perbedaan perilaku antar jenis kelamin dan lama waktu reintroduksi, dilakukan uji statistik non-parametrik Mann-Whitney U test untuk dua group dan Krusskal Wallis test untuk lebih dari dua group. HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Harian Dari pengamatan yang dilakukan selama lebih dari 2 bulan dengan jumlah sampel pengamatan seluruhnya 14.194 sampel point (473 jam 8 menit), diperoleh data proporsi rata-rata dari lima aktivitas utama individu Orangutan Sumatera rehabilitan. Hasil analisis menunjukkan bahwa istirahat merupakan aktivitas dengan proporsi tertinggi (47,32 %), diikuti makan 37,00 %, bergerak 14,75 %, sosial 0,52 % dan bersarang 0,41 % (Gambar 2). Aktivitas istirahat merupakan jenis aktivitas yang paling sering dilakukan oleh 6 individu Orangutan yaitu Ruben, Tono, Pinki Boy, Coty, Jecky Billie dan Pungut (Gambar 3). Sedangkan 2 individu Orangutan yang lain yaitu Mawasudin dan Ayu Tingting memiliki aktivitas makan paling sering dibandingkan aktivitas lainnya. Aktivitas harian makan Orangutan Mawasudin sebesar 49,31 %, sedangkan Ayu Tingting sebesar 41,23 %. Istirahat merupakan perilaku harian dominan dari semua individu yang diamati kecuali hanya pada dua individu: Mawasudin dan Ayu Tingting. Pola perilaku Orangutan pada penelitian ini berbeda dengan beberapa lokasi penelitian yang serupa. Perilaku Orangutan Sumatera rehabilitan di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Jambi menunjukkan bahwa perilaku makan merupakan perilaku yang banyak dilakukan oleh individu-individu yang ada (Ginting, 2006). Selain itu, hasil penelitian ini juga berbeda dengan studi yang dilakukan pada Orangutan Kalimantan rehabilitan yang proporsi penggunaan waktu hariannya paling banyak digunakan untuk aktivitas makan (Kuncoro dkk., 2004). 4

Bergerak: 14,75% Sosial: 0,52% Bersarang: 0,41% Makan: 37,00% Istirahat: 47,32% Gambar 2. Persentase lima aktivitas utama individu Orangutan Sumatera rehabilitan 70,00 60,00 50,00 Frekuensi (%) 40,00 30,00 20,00 10,00 Makan Istirahat Bergerak Sosial Bersarang 0,00 Ruben Yono mawasudin Pinki boy Pungut Individu Coty Jacki billie Ayu tingting Gambar 3. Persentase frekuensi perilaku harian masing-masing individu Orangutan rehabilitan di Cagar Alam Hutan Pinus Jantho. Meskipun berbeda dengan perilaku harian pada lokasi rehabilitasi lainnya (Ginting, 2006; Kuncoro dkk., 2004), perilaku Orangutan rehabilitan di Cagar Alam Hutan Pinus Jantho masih sesuai dengan pola perilaku alami Orangutan. Perilaku makan pada lokasi penelitian ini menempati posisi kedua setelah istirahat (Gambar 2) dan menunjukkan bahwa perilaku ini merupakan perilaku utama Orangutan. MacKinnon (1972) menyatakan bahwa aktifitas harian Orangutan meliputi tiga aktifitas besar, yakni istirahat, makan dan bergerak. Selanjutnya menurut Galdikas (1984), aktifitas makan merupakan aktivitas paling tinggi yang dilakukan Orangutan Kalimantan liar yaitu sebanyak 60,1 % dari keseluruhan aktifitas hariannya, diikuti aktifitas istirahat sebanyak 18,2 %, aktifitas bergerak 18,7 %, kopulasi 0,1 %, seruan panjang (long call) 0,1 %, perilaku agresi 1,3 % dan aktifitas bersarang 1,1 %. 5

70,00 60,00 58,35 Frekuensi (%) 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 44,69 40,15 31,96 14,69 9,38 0,32 0,37 0,10 Makan Istirahat Bergerak Sosial Bersarang Perilaku Jantan Betina Gambar 4. Persentase Frekuensi rata-rata perilaku harian orangutan rehabilitan berdasarkan jenis kelamin. Maple (1980) menyatakan bahwa hampir 49,3 % dari total perilaku harian populasi liar Orangutan Sumatera di Ketambe (Aceh Tenggara) digunakan untuk aktivitas makan. Proses adaptasi oleh individu-individu yang dilepasliarkan pada penelitian ini bisa digunakan untuk menjelaskan mengapa ada perbedaan perilaku utama pada penelitian ini dibandingkan dengan penelitian lainnya. Individu-individu pada penelitian ini memiliki riwayat pernah dipelihara oleh manusia, sehingga kurang memiliki ketrampilan untuk mengeksploitasi makanan di hutan alam. Oleh karena itu, waktu yang digunakan banyak dialokasikan untuk beristirahat dan bukan makan. Istirahat yang cukup dibutuhkan Orangutan untuk konservasi energi selama proses bergerak mencari makan maupun aktivitas lainnya. Namun untuk memastikan apakah Orangutan rehabilitan pada penelitian ini masih dalam proses adaptasi, perlu dilakukan penelitian di masa yang akan datang dan dalam durasi yang lebih lama, untuk menguji apakah ada perubahan pola perilaku harian dari individuindividu tersebut. Hasil perbandingan perilaku harian berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa betina memiliki kecenderungan banyak beraktivitas bergerak dan makan dibandingkan jantan. Gambar 4 menunjukkan bahwa aktivitas makan individu betina lebih tinggi (40,15 %) daripada individu jantan (31,96 %). Sedangkan aktivitas bergerak individu betina lebih tinggi (14,69 %) daripada individu jantan (9,38 %). Aktivitas istirahat individu jantan lebih tinggi (58,35 %) dibandingkan individu betina (44,69 %). Namun dari ketiga aktivitas utama tersebut, hanya perilaku bergerak yang menunjukkan perbedaan signifikan antara jantan dan betina (Mann-Whitney U test; U = 0,004; p < 0,05). Berdasarkan hasil uji beda non-parametric, beberapa perilaku utama yaitu istirahat, bergerak, sosial dan bersarang tidak berbeda signifikan antar durasi masa reintorduksi (Krusskal-Wallis test; p > 0,05). Namun pada perilaku makan, perbedaan durasi reintroduksi menunjukkan frekuensi perilaku yang 6

20 18 16 Frekuensi 14 12 10 8 6 4 > 6 Bulan 3-6 Bulan < 3 Bulan 2 0 Makan Istirahat Bergerak Sosial Bersarang Perilaku Gambar 5. Frekuensi rata-rata perilaku orangutan rehabilitan menurut masa reintroduksi. berbeda signifikan (Krusskal-Wallis test; p < 0,05). Deskripsi frekuensi penggunaan waktu untuk berbagai jenis perilaku dan durasi reintroduksi disajikan pada Gambar 5. Daerah Jelajah Harian Hasil penghitungan daerah jelajah harian Orangutan Sumatera rehabilitan diperoleh luas area jelajah harian Orangutan (daily range) berkisar antara 0,7 hingga 26,2 ha (Tabel 2). Orangutan Mawasudin merupakan individu yang paling luas menggunakan area jelajah dibandingkan individu lainnya, yaitu seluas 26,2 ha. Sedangkan Orangutan Pinki Boy merupakan Orangutan sasaran yang paling kecil menggunakan area jelajah hariannya yaitu seluas 0,7 ha. Populasi Orangutan Sumatera liar menunjukkan jarak jelajah harian dan luas daerah teritori yang berbeda antara individu jantan dengan individu betina. Orangutan jantan dewasa lebih besar home range-nya bila dibandingkan dengan betina dewasa (Singleton dan Van Schaik, 2000). Menurut Van Schaik (2002) estimasi area jelajah betina dewasa Orangutan Sumatera berkisar 150-200 ha, sedangkan jantan dewasa memiliki area jelajah yang lebih besar dari betina dewasa. Data ini diperoleh dari hasil penelitian selama 38 bulan di Ketambe kawasan TNGL. Selanjutnya penelitian tentang estimasi area jelajah terhadap 9 ekor Orangutan Tabel 2. Luas area jelajah harian individu Orangutan Sumatera rehabilitan selama 7 hari pengamatan Nama Individu Masa Reintroduksi Luas area jelajah individu (Ha) (Bulan) Jantan Betina Ruben 8 5,9 Tono 5 3,8 Mawasudin 4 26,2 Pinki boy 2 0,7 Pungut 2 4,2 Ayu ting-ting 1 17,1 Coty 1 5,0 Jeky billie 1 5,6 Rata-rata 9,15 7,98 Range 25,5 12,9 7

Sumatera di hutan rawa Suaq Balimbing (Aceh Selatan) kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang menunjukkan bahwa home range betina dewasa mencapai 850 ha, sedangkan home range individu jantan dewasa menggunakan area mencapai 1.500 ha (Singleton dan Van Schaik, 2000). Selain memiliki variasi luas jelajah harian yang tinggi, jelajah harian Orangutan rehabilitan juga memiliki overlap satu sama lain. Overlap antar individu juga terjadi pada individu-individu dengan jenis kelamin jantan (Gambar 6) dan betina (Gambar 7). Dari kedua peta tersebut menunjukkan bahwa overlap pada setiap individu pada masing-masing jenis kelamin terjadi pada Orangutan rehabilitan. Area tersebut merupakan area pemberian pakan dalam program rehabilitasi ini. Kemampuan mencari makan di alam oleh Orangutan rehabilitan yang relatif baru belum cukup baik, sehingga ketergantungan terhadap pakan dari manusia masih relatif tinggi. Tempat pemberian pakan merupakan lokasi yang atraktif bagi Orangutan rehabilitan dan berakibat pada penggunaan ruang yang relatif sama oleh berbagai individu. Proses adaptasi orangutan rehabilitan terhadap habitat barunya ikut berpengaruh pada kecilnya area yang mampu dijelajahinya. Hal ini akan mengakibatkan ketersediaan pakan terbatas sehingga beberapa individu orangutan rehabilitan masih bergantung pakan dari manusia. Semakin lama usia pelepasan Orangutan maka semakin jauh area jelajahnya dalam mencari pakan. Hal ini ditunjukkan oleh individu yang masa reintroduksinya lebih dari setahun, keberadaannya sudah jauh dari area kandang bahkan Gambar 6.Peta jelajah harian individu-individu Orangutan rehabilitan jantan 8

Gambar 7. Peta jelajah harian individu-individu Orangutan rehabilitan betina berdasarkan informasi dari teknisi ada Orangutan rehabilitan yang dilepaskan pada tahun 2011 area jelajahnya sudah keluar dari rail stasiun reintroduksi. Penelitian yang mengaitkan antara perilaku bergerak dan distribusi pakan alami akan memberikan penjelasan tentang kemampuan Orangutan rehabilitan dalam mengeksploitasi sumberdaya yang ada di sekitarnya. Area jelajah satwa (home range) merupakan daerah yang digunakan untuk wilayah pergerakan satwa secara normal. Seluruh area tersebut dikunjungi paling sedikit setahun sekali. Bagi satwa area tersebut dimanfaatkan sebagai tempat penyebaran dan persediaan pakannya (Jolly, 1985). Hasil penelitian ini menunjukkan area jelajah harian Orangutan rehabilitan relatif kecil dibandingkan dengan area jelajah Orangutan liar. Hal ini ada kaitannya dengan perilaku makan Orangutan rehabilitan dan faktor produksi buah. Penelitian yang dilakukan Zulfa (2011) tentang fenologi tumbuhan pakan Orangutan memperlihatkan bahwa produksi buah tertinggi terjadi pada bulan Juli 2008 (musim kemarau), sedangkan produksi buah terendah pada bulan Januari 2007 (awal musim kemarau). Produksi daun muda terjadi pada musim kemarau sekitar bulan Pebruari, sedangkan produksi bunga pada awal musim hujan yaitu sekitar bulan. Selanjutnya van Schaik (1986) menyatakan bahwa produksi buah tertinggi terjadi antara bulan Juli-Agustus, produksi daun tertinggi terjadi antara bulan Desember- Pebruari dan produksi bunga tertinggi terjadi antara bulan Pebruari-April. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember-Januari. Pada bulan tersebut produksi buah berkurang sehingga mempengaruhi perilaku makan Orangutan rehabilitan. Orangutan rehabilitan akan bergantung pada pakan dari teknisi. 9

Hal ini mengakibatkan pergerakan Orangutan rehabilitan lebih banyak bermain di area sekitar kandang untuk menunggu pakan dari teknisi dibandingkan mencari pakan di hutan, sehingga area jelajah harian Orangutan tidak luas. Selain itu, faktor lamanya pengamatan juga akan berpegaruh pada data poligon area jelajahnya. Pengamatan yang dilakukan Singleton dan van Schaik (2000) di Suaq Balimbing (Aceh Selatan) dilakukan selama lebih 2 tahun untuk memperoleh data tentang area jelajah (home range) Orangutan liar. Sedangkan penelitian ini baru mendapatkan data area jelajah harian (daily range) Orangutan rehabilitan. Oleh karena itu, penelitian pergerakan harian yang dilakukan dalam jangka waktu lama diharapkan dapat memberikan data home range yang merupakan informasi sangat penting bagi konservasi primata ini. KESIMPULAN Perilaku harian utama individu-individu Orangutan Sumatera rehabilitan meliputi istirahat, makan dan bergerak. Aktivitas yang sedikit dilakukan adalah aktivitas sosial dan bersarang. Perilaku makan Orangutan rehabilitan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan berdasarkan masa reintroduksi. Sedangkan perilaku bergerak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada jenis kelamin Orangutan rehabilitan. Luas area jelajah harian (daily range) Orangutan Sumatera rehabilitan berkisar mulai 0,7 sampai 26,2 ha dan memiliki overlap antar individu dengan jenis kelamin yang sama. Kemampuan adaptasi terhadap lingkungan baru oleh Orangutan rehabilitan memberikan dampak pada perilaku bergerak dan mencari makan yang pada akhirnya mempengaruhi luas area jelajah hariannya. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, antara lain pihak SOCP yaitu Ian Singleton, Nuzuar, Asril, dan staf teknisi di lapangan, juga kepada teman-teman di Balai KSDA Aceh antara lain Kepala Balai dan Agus Yasin yang telah membantu dalam peralatan lapangan serta kepada staf di kantor resort KSDA Jantho. DAFTAR PUSTAKA Altmann J. 1974. Observational Study of Behavior : Sampling Methods. University of Chicago, Chicago. USA. Anonim. 1999. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang PengawetanTumbuhan dan Satwa. Direktorat Jenderal PerlindunganHutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta Galdikas BMF. 1984. Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Universitas Indonesia Press. Jakarta Ginting Y. 2006. Studi Reintroduksi Orangutan Sumatera(Pongo pygmaeus abelii Lesson, 1827) yang Dikembangkan di Stasiun Karantina Medan Dan Di Stasiun Reintroduksi Jambi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor Kuncoro P, Sudaryanto, & Yuni LE. 2004. Perilaku dan Jenis Pakan Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus Linnaeus, 1760) di Kalimantan. Jurnal Biologi. 11 (2) : 64-69. Martin P & Bateson P. 2006. Measuring Behaviour. Cambridge University Press. Cambridge Meijaard E, Rijksen H, & Kartikasari S. 2001. Diambang Kepunahan! Kondisi Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. The Gibbon Foundation Indonesia. Jakarta Morrogh-Bernard H, Husson S & McLardy C., 2002. Orangutan Data Collection Standardisation. In Orang-Utan Cultural Workshop, San Anselmo, CA. Primack RBJ, Supriatna M, Indrawan P, & Kramadibrata.1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 10

Rijksen DH. 1978. A Fieldstudy on Sumatran Orang Utans ( Pongo pygmaeus abelii Lesson 1827) Ecology, Behaviour And Conservation. Agricultural University, Wageningen. Netherlands. Singleton I & van Schaik C. 2000. Orangutan Home Range Size and Its Determinants in a Sumatran Swamp Forest. International Journal of Primatology, 22. Singleton I, Wich SA & Griffiths M. 2008. Pongo abelii. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.1. <www.iucnredlist.org>. Downloaded on 04 July 2014. Suryo Hadikusomo, D. 2001. Pedoman Rehabilitasi Orangutan (Pongo pygmaeus) ke Habitat Alaminya Atau ke dalam Kawasan Hutan. dalam : Orangutan Reintroduction and Protection Workshop Final Report August 2001, Wanariset-Samboja and Balikpapan, Kalimantan Timur. Van Schaik CP, Azwar, & Priatna D. 1995. Population Estimates and Habitat Preferences of Orangutan Based on Line Transects of Nests. The Neglected Ape. Plenum Press, New York. 11