DISTRIBUSI SPASIAL SITUS SITUS NEOLITIK DI SEPANJANG ALIRAN SUNGAI KALI BARU, KABUPATEN BANYUWANGI, PROVINSI JAWA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
EKSKAVASI SITUS KENDENGLEMBU: Implikasinya Bagi Migrasi-Kolonisasi Austronesia di Sudut Tenggara Jawa

ANALISIS CAKUPAN SITUS-SITUS PERMUKIMAN NEOLITIK DI BANYUWANGI SELATAN Site Catchment Analysis of Neolithic Settlements in South Banyuwangi

ANALISIS CAKUPAN SITUS-SITUS PERMUKIMAN NEOLITIK DI BANYUWANGI SELATAN SITE CATCHMENT ANALYSIS OF NEOLITHIC SETTLEMENTS IN SOUTH BANYUWANGI

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

AWAL PENDARATAN AUSTRONESIA DI PANTAI UTARA JAWA, SEBUAH PROSPEK MELACAK NENEK MOYANG ETNIS JAWA. Sofwan Noerwidi Balai Arkeologi Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Ragam hias..., Ricky Meinson Binsar Simanjuntak, FIB UI, 2009

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB 4 PENUTUP. Universitas Indonesia

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005.

ANALISIS RANGKAIAN TAHAPAN OPERASIONAL PEMBUATAN BELIUNG BATU DARI PERBENGKELAN NEOLITIK DI BANYUWANGI SELATAN

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

PRASEJARAH INDONESIA

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH

Budaya Banten Tingkat Awal

BAB I PENDAHULUAN. kerang, sekam padi, atau pecahan tembikar yang dihaluskan (grog), mempunyai

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Taufiqurrahman Setiawan (Balai Arkeologi Medan) Abstract

JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB 2 GAMBARAN UMUM TEMBIKAR TRADISI SA HUYNH-KALANAY DI ASIA TENGGARA

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. BAB I PENDAHULUAN

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN. populer didapati pada situs-situs masa prasejarah, khususnya masa bercocok-tanam.

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB BENTUK MUKA BUMI. Gambar 8.1 Salah satu contoh peta topografi untuk penggambaran relief permukaan bumi.

POLA KELETAKAN SITUS-SITUS NEOLITIK DI KAWASAN CINEAM, TASIKMALAYA. Pattern Placement Neolithic Sites In The Area Cineam, Tasikmalaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KONDISI GEOGRAFIS CHINA

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

POTENSI BAHAN GALIAN PASIR KUARSA DI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI, KABUPATEN LAMPUNG TIMUR, PROVINSI LAMPUNG

JEJAK AUSTRONESIA DI SITUS GUA GEDE, PULAU NUSA PENIDA, BALI Austronesian Traces at Gede Cave, Nusa Penida Island, Bali.

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.5. Nekara. Arca perunggu. Alat dari besi.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU

KONDISI W I L A Y A H

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bau Mene Balai Arkeologi Jayapura Jalan Isele Waena Kampung Jayapura

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

Identifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung: Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 2002

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (2006) menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang

BAB I PENDAHULUAN. alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling

Geologi dan Endapan Batubara Daerah Pasuang-Lunai dan Sekitarnya Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan BAB I PENDAHULUAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan)

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

POTENSI ARKEOLOGIS DAERAH ALIRAN SUNGAI KIKIM KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN

BEBERAPA HASIL PENELITIAN KUTAI MULAWARMAN:

BENTUK DAN TEKNOLOGI GERABAH DI SITUS DELUBANG DAN TOROAN PULAU MADURA Shape and Pottery Technology on Delubang dan Toroan Site Madura Island

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.4. Yunani. Cina. Vietnam. Yunan. Teluk Tonkin

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

ARTEFAK NEOLITIK DI PULAU WEH: BUKTI KEBERADAAN AUSTRONESIA PRASEJARAH DI INDONESIA BAGIAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA. Indah Asikin Nurani

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III TINJAUAN WILAYAH

Transkripsi:

DISTRIBUSI SPASIAL SITUS SITUS NEOLITIK DI SEPANJANG ALIRAN SUNGAI KALI BARU, KABUPATEN BANYUWANGI, PROVINSI JAWA TIMUR Sofwan Noerwidi Balai Arkeologi Yogyakarta A. Kolonisasi Austronesia di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang paling padat penduduknya di Kepulauan Nusantara. Dari sudut pandang genetik dan linguisik, pada saat ini mayoritas penduduk Pulau Jawa adalah masyarakat dengan ciri genetik Mongoloid serta menuturkan bahasa yang termasuk dalam rumpun Austronesia. Sampai saat ini, penjelasan yang paling luas diterima bagi kasus penyebaran masyarakat penutur bahasa Austronesia adalah Blust Bellwood model yang dibangun berdasarkan gabungan antara data linguistic historis dan arkeologi. Teori yang diajukan mereka disebut juga model Out of Taiwan atau Express Train from Taiwan to Polynesia yang intinya bahwa masyarakat penutur bahasa Austronesia berekspansi dari Taiwan sejak 5.000 BP menuju Asia Tenggara Kepulauan, Melanesia Kepulauan, Micronesia hingga Polynesia, dengan cepat selama satu millennium berikutnya via Filipina. Pada masa sebelumnya, Taiwan dikoloni oleh sekelompok populasi petani dari daratan Cina Selatan via Pulau Peng Hu (Pascadores) pada sekitar 6.000 BP akibat tekanan demografi (Tanudirjo, 2006: 87). Berdasarkan kajian linguistik, Robert Blust (1984/1985) berpendapat bahwa kelompok bahasa Jawa Bali Sasak memiliki hubungan yang erat dengan kelompok bahasa Malayo Chamic dan Bahasa Barito di Kalimantan Selatan (termasuk Madagaskar). Beliau menduga bahwa proto kelompok bahasa bahasa tersebut dituturkan di bagian tenggara Kalimantan pada periode 1000 1500 SM. Kemudian mengalami pemisahan yang pertama menjadi nenek moyang Bahasa Barito, Bahasa Malayo Chamic dan Bahasa Jawa Bali Sasak. Proses pemisahan berikutnya yang dialami oleh proto bahasa bahasa tersebut terjadi pada 800 1000 SM. Namun proses pembentukan proto bahasa Jawa, Bali, Sasak dan Sumbawa bagian barat baru terjadi pada 2500 tahun terakhir yang kemungkinan berasal dari suatu daerah di Borneo atau Sumatra. Berdasarkan kajian arkeologi, paket budaya neolitik yang dapat diasosiasikan dengan penyebaran komunitas Austronesia awal dari Taiwan antara lain adalah; pertanian padi padian, domestikasi anjing dan babi, gerabah berdasar membulat berhias slip merah, cap, gores dan tera tali dengan bibir melipat ke luar, kumparan penggulung benang dari tanah liat, beliung batu dengan potongan lintang persegi empat yang diasah, artefak dari batu sabak (lancipan) dan nephrite (aksesoris), batu pemukul kulit kayu, serta batu pemberat jala. Beberapa dari kategori tersebut, terutama gerabah slip merah berlanjut hingga Indonesia timur kemudian menuju Oseania dalam bentuk komplek budaya Lapita (3.350 2.800 BP) (lihat Bellwood, 2002: 313 dan 2006: 68). Namun, bukti arkeologis tersebut di atas yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis linguistik Blust masih sangat terbatas ditemukan di Pulau Jawa, sehingga proses awal penghunian pulau ini oleh masyarakat neolitik penutur bahasa Austronesia sampai sekarang masih menjadi misteri. B. Beberapa Penelitian Terdahulu Banyak situs permukiman neolitik telah ditemukan di Indonesia, dan beberapa diantaranya telah dilakukan penelitian secara intensif, seperti misalnya; Tipar Ponjen, Purbalingga (1.180 870 BP), Nangabalang, Kalimantan Barat (2.871 BP), Minanga Sipakko, Sulawesi Barat (2.570 BP) dan Punung, Pacitan (2.100 1.100 BP) (Simanjuntak, 2002). Namun dari beberapa situs tersebut hanya Situs Kendenglembu di Pulau Jawa, yang merupakan satu di antara dua (yang baru ditemukan) kompleks situs permukiman pure (murni) neolitik di Indonesia berdasarkan kerangka kronologi (bukan tradisi). Situs

sejenis lainnya adalah situs situs di sepanjang Sungai Karama, Kalumpang di Sulawesi Barat, mulai dari Tasiu, Sikendeng dan Lattibung di hilir hingga Minanga Sipakko, Kamassi dan Tambing tambing di hulu (lihat Simanjuntak 2006). Melihat perkembangan yang cukup signifikan dari hasil penelitian situs situs di sepanjang Sungai Karama, maka perlu juga dilakukan penelitian secara sistematis pada kompleks Situs Kendenglembu dan kemungkinan situs situs lainnya di sepanjang Sungai Kali Baru, yang diperkirakan merupakan situs koloni awal Austronesia di Pulau Jawa, sebagai cikal bakal atau nenek moyang etnis Jawa di pulau ini. Situs permukiman neolitik Kendenglembu pertama kali dilaporkan oleh W. van Wijland dan J. Bruumun pada tahun 1936. Situs ini terletak di tengah perkebunan karet di Desa Karangharjo, di bagian selatan Kecamatan Glenmore, diantara Jember and Banyuwangi. H.R. van Heekeren memulai ekskavasi secara sistematis pada tahun 1941, namun beliau menghentikan penelitiannya karena Jepang memulai Perang Dunia II di Pasifik. Kemudian, artefak dan catatan harian yang dihasilkan dari penelitian tersebut dihancurkan pada saat Jepang menduduki Pulau Jawa. Menurut Heekeren, stratigrafi situs ini masih dapat diamati dengan jelas. Pada lapisan atas setebal setengah meter menghasilkan artefak dari masa sejarah dan mata uang kepeng, sedangkan lapisan bawah setebal 30 cm merupakan deposit hunian neolitik dengan temuan berupa beliung persegi yang diupam, dan sejumlah besar fragmen tembikar. Artefak lainnya yang dihasilkan dari lapisan ini antara lain adalah; batu giling silindris dengan delapan sisi, pemotong batu, calon beliung, dan flakes berukuran besar yang diklasifikasikan sebagai pisau. (Heekeren, 1972: 173). Penelitian kedua dipimpin oleh R.P. Soejono dari bidang prasejarah LPPN pada tanggal 15 Januari 4 Februari 1969. Soejono membuat dua lubang uji di sebelah utara situs berukuran 5 x 2 meter, lima kotak ekskavasi berukuran 3 x 3 meter dan sebuah lubang uji berukuran 1,5 x 1,5 meter di tengah tengah Situs Kendenglembu guna mengetahui kondisi stratigrafi situs tersebut. Berdasarkan penelitian ini, dapat diketahui bahwa di Situs Kendenglembu terdapat dua lapisan budaya, yaitu lapisan sejarah untuk lapisan atas dan lapisan neolitik untuk lapisan di bawahnya. Namun demikian, interpretasi mengenai kronologi hunian situs tersebut belum didukung oleh pertanggalan absolut. Pada lapisan sejarah ditemukan mata uang kepeng, pecahan gerabah, fragmen bata, dan fragmen porcelain. Lapisan neolitik menghasilkan beberapa beliung persegi, sejumlah calon beliung, batu pukul, batu asah dan batu giling, batu pelandas, sejumlah tatal dan serpih, beberapa alat serpih dan bilah, serta pecahan tembikar poles merah (Heekeren, 1972: 175 179, Soejono, 1984: 176). Sejauh ini, Soejono hanya menyimpulkan bahwa beliung yang dihasilkan termasuk dalam rectangular type dan tembikarnya sederhana, namun interpretasi menyeluruh dari hasil penelitian tersebut sampai saat ini belum pernah dilakukan (Heekeren, 1972: 184). Penelitian berikutnya di Situs Kendenglembu dipimpin oleh Goenadi Nitihaminoto dari Balai Arkeologi Yogyakarta dalam dua tahap penelitian pada 19 28 Februari 1986 (tahap I) dan dilanjutkan pada 1 13 Oktober 1986 (tahap II). Nitihaminoto membuat sebuah kotak ekskavasi berukuran 1,5 x 7,5 meter pada tahap I dan membuat 14 kotak ekskavasi berukuran 1,5 x 1,5 meter pada tahap II yang ditempatkan menyebar di seluruh bagian situs. Sejak penelitian pertama oleh Heekeren, hingga penelitian terakhir oleh Nitihaminoto, jumlah seluruh sektor yang telah digali di seluruh bagian situs berjumlah 20 sektor. Sama seperti hasil penelitian Soejono, Nitihaminoto juga menemukan dua lapisan budaya di Situs Kendenglembu, yaitu lapisan sejarah dan lapisan neolitik. Kedua tahap penelitian tersebut juga menghasilkan artefak yang sama dengan penelitian pendahulunya. Selain itu, penelitian ini juga belum menghasilkan pertanggalan absolut mengenai kronologi hunian Situs Kendenglembu, sama dengan penelitian pendahulunya. Pada sektor XIX, merupakan lokasi yang paling lengkap dan tinggi frekuensi temuan data arkeologinya. Secara horizontal, distribusi artefak mengindikasikan bahwa arah utara selatan dari sektor XIX merupakan pusat aktivitas masa lampau. Berdasarkan informasi penduduk lokal,

Nitihaminoto juga melakukan survey di Situs Kalitajem, yang berjarak ± 3 kilometer arah barat daya Situs Kendenglembu. Pada survey tersebut, beliau menemukan beberapa calon beliung, tatal dan pecahan tembikar pada permukaan tanah (lihat Tim Ekskavasi, 1986/1987). Setelah penelitian tersebut, selama lebih dari 22 tahun tidak pernah ada lagi penelitian sistematis yang dilakukan pada Situs Kendenglembu dan Kalitajem. Penelitian terakhir di Situs Kendenglembu dilakukan oleh Sofwan Noerwidi dari Balai Arkeologi Yogyakarta pada tanggal 8 21 September 2008. Pada penelitian ini dibuat tiga buah lubang uji berukuran 1,5 x 1,5 di Sektor Kendenglembu (Afdeling Besaran) dan satu buah lubang uji di Sektor Kalitajem/Rejosari (Afdeling Rejosari). TP I Kendenglembu (KDL) terletak di puncak sebuah bukit kecil di sekitar kotak ekskavasi van Heekeren dan R.P. Soejono. Di sektor ini ditemukan sisa sisa aktivitas pemukiman neolitik dan arang sampel pertanggalan. Proses datasi dari situs ini masih menunggu hasil analisis AMS yang dilakukan di Laboratorium the University of Arizona, Amerika Serikat, untuk merekonstruksi kronologi hunian di Situs Kendenglembu. Sedangkan proses analisis sisa starch dan phytolith masih menunggu hasil dari Jurusan Arkeologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, untuk menjawab permasalahan mengenai awal kemunculan pertanian padi padian di sekitar Situs Kendenglembu. TP II KDL terletak di lereng yang datar sebelah selatan Bukit Gunung Kambang, berjarak sekitar 200 meter dari TP I KDL. Pada sektor ini ditemukan sisa sisa aktivitas perbengkelan pembuatan beliung persegi. TP III KDL terletak diantara TP I dan TP II KDL pada lokasi lereng bukit yang agak datar. Pada sektor ini hanya ditemukan lapisan sejarah tanpa lapisan neolitik. TP I Rejosari (RJS) terletak di puncak sebuah bukit kecil dekat perbatasan perkebunan Kendenglembu dengan Treblasala. Sama dengan TP II KDL, pada sektor ini hanya ditemukan lapisan neolitik tanpa lapisan sejarah. Selain itu, berdasarkan pada pengamatan kondisi geografis dalam penelitian terakhir tersebut dapat diketahui bahwa kemungkinan besar Situs Kendenglembu bukan merupakan sebuah situs permukiman tunggal yang berdiri sendiri. Namun diperkirakan ada beberapa lokasi strategis yang berpotensi mengandung lapisan budaya neolitik. Sehingga, sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian tersebut direkomendasikan bahwa perlu dilakukan survey menyeluruh secara sistematis di sekitar kawasan Situs Kendenglembu dan di sepanjang aliran utama Sungai Kali Baru hingga ke muara sungai tersebut di Kecamatan Siliragung, guna menjajaki kemungkinan distribusi spasial situs situs neolitik di kawasan tersebut. Peta Survey di Sepanjang Aliran Sungai Kali Baru

C. Distribusi Spasial Situs Situs Neolitik di Sepanjang Aliran Sungai Kali Baru Berdasarkan survey Balai Arkeologi Yogyakarta pada bulan Oktober 2008, dari sejumlah lebih dari 20 lokasi pengamatan yang di survey, 19 lokasi diantaranya merupakan situs situs dari berbagai masa hunian; pre neolitik, neolitik, proto sejarah dan masa sejarah. Diantara 19 situs tersebut, lokasi yang paling positif mengindikasikan situs neolitik berjumlah 9 situs, termasuk 4 yang mengindikasikan lokasi penambangan sumber bahan alat batu dan 3 situs lainnya masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Berdasarkan hasil penelitian ini, secara geografis dapat diketahui bahwa persebaran situs situs neolitik tersebut menempati dua kategori kelompok lokasi yang berbeda, yaitu kelompok Zona Cekungan Kendenglembu dan Zona Pantai. Namun, kedua kelompok zona situs tersebut dihubungkan dengan sebuah sungai yang cukup besar, yaitu Sungai Kali Baru yang berhulu di Gunung Raung (3332 m dpl) dan bermuara di pantai selatan Jawa di Samudera Hindia. I. Situs situs Kelompok Zona Cekungan Kendenglembu Zona Cekungan Kendenglembu dibatasi oleh bentang alam pegunungan yang mengelilinginya, antara lain; Bukit Panggungrejo (331 m dpl), Bukit Wilas (368 m dpl), Bukit Margosugih (387 m dpl), Bukit Carangan (539 m dpl), Bukit Krigi (529m dpl), Bukit Kendit (590 m dpl), Gunung Asri (701 m dpl), Gunung Malaka (787 m dpl), Gunung Sumberpacet (766 m dpl), Gunung Nongkojajar (726 m dpl), Gunung Lembu (824 m dpl). Situs situs yang termasuk dalam kelompok Zona Cekungan Kendenglembu adalah: 1. Kendenglembu 2. Panuwunmukti 3. Kampung Anyar 4. Treblasala Rejosari 1 (Kalitajem) 5. Pagergunung 6. Sukobumi 7. Sukobumi Kampung Peta Distribusi Situs situs Neolitik di Sepanjang Aliran Sungai Kalibaru, Kelompok Zona Cekungan Kendenglembu.

Berikut ini deskripsi mengenai beberapa situs situs kelompok Zona Cekungan Kendenglembu yang baru ditemukan, antara lain adalah: a. Situs Pagergunung Lokasi Administratif : Dusun Pagergunung, Desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore, Kabupaten : Dusun Pagergunung terletak 1.5 Km di sebelah selatan Dusun Kampung Baru. Lokasi pengamatan berjarak sekitar 500 meter sebelah utara Dusun pagergunung dan berada tepat di tepi jalan yang menghubungkan Kendenglembu dan Pagergunung. Temuan artefak yang cukup padat adalah tatal tatal yang ditemukan baik di tebing sungai maupun di singkapan pinggir jalan poros di atas. Selain tatal di lokasi pengamatan ini ditemukan pula sebuah gerabah neolitik. Oleh karena teras singkapan Kali Tajem ini merupakan satu satunya situs neolitik yang ditemukan pada kegiatan hari pertama di lapangan, maka pengamatan dilanjutkan dengan melakukan pengamatan di lokasi lain yang terletak di sekitar aliran Sungai Kali Tajem. Situs Pagergunung merupakan salah satu situs neolitik di tepi Sungai Kali Tajem di kawasan Cekungan Kendenglembu, selain Situs Kendenglembu dan Rejosari yang telah ditemukan dan pernah dilakukan penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang lebih intensif di masa yang akan datang pada Situs Pagergunung. b. Situs Panuwunmukti Lokasi Administratif : Dusun Panuwunmukti, Desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore, Kabupaten : Situs Panuwunmukti terletak 1 Km di sebelah timur laut Situs Kendenglembu, dan terletak 500 m di sebelah utara Dusun Panuwunmukti. Di Situs Panuwunmukti banyak ditemukan artefak dari masa neolitik, berupa; batu inti, calon beliung persegi, gerabah slip merah, serpih dan tatal. Selain itu juga ditemukan artefak dari masa sejarah, seperti; fragmen gerabah dan fragmen besi. Situs Panuwunmukti merupakan salah satu situs neolitik di kawasan Cekungan Kendenglembu yang sangat potensial. Sehingga perlu dilakukan penelitian intensif di situs tersebut, mengingat bahaya ancaman transformasi kondisi situs yang disebabkan oleh aktifitas pertanian tebu. c. Situs Kampung Anyar Lokasi Administratif : Dusun Kampung Anyar, Desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore, Kabupaten : Dusun Kampung Anyar terletak 2 Km di sebelah barat laut Situs Kendenglembu, terletak 1 Km di sebelah barat laut Dusun Sawo Jajar, dan terletak 2 Km di sebelah utara Dusun Gentengan. Sumber batu lempung silikaan warna abu abu kehijauan di temukan berupa bongkahan bongkahan di dasar sungai. Namun fragmen fragmennya sama sekali tidak ditemukan di daerah sekitarnya yang relative datar. Pengamatan di bekas bekas galian lubang penanaman pohon cacao di Afdeling Besaran ini tidak ditemukan artefak ataupun tanda tanda kehidupan manusia neolitik. Lokasi ini berpotensi sebagai lokasi sumber bahan (tambang) batu lempung silikaan warna abu abu kehijauan, yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan beliung neolitik. Namun tidak ada indikasi kegiatan perbengkelan di lokasi ini. d. Situs Sukobumi Lokasi Administratif : Dusun Sukobumi, Desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore, Kabupaten : Dusun Sukobumi terletak 1 Km di sebelah barat daya Dusun Darungan dan terletak 2 Km di sebelah tenggara Dusun Sumberbening.

Sumber batu lempung silikaan warna abu abu kehijauan di temukan berupa singkapan singkapan di dinding tebing Gunung Lembu. Namun fragmen fragmennya sama sekali tidak ditemukan di daerah sekitarnya yang relatif datar. Pengamatan di bekas bekas galian lubang penanaman pohon karet di Afdeling Sukobumi ini tidak ditemukan artefak ataupun tanda tanda kehidupan manusia dari masa lampau. Lokasi ini berpotensi sebagai lokasi sumber bahan (tambang) batu lempung silikaan warna abu abu kehijauan, yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan beliung neolitik. Perlu adanya peninjauan ke lokasi yang lebih dekat pada singkapan di tebing Gunung Lembu untuk mencari indikasi kegiatan perbengkelan di lokasi tersebut jika memang ada. e. Situs Sukobumi Kampung Lokasi Administratif : Dusun Sukobumi, Desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore, Kabupaten : Dusun Sukobumi terletak 1 Km di sebelah barat daya Dusun Darungan dan terletak 2 Km di sebelah tenggara Dusun Sumberbening. Lokasi situs berada pada sebelah selatan jalan yang menghubungkan Dusun Sukobumi dan Dusun Sukorejo. Hasil pengamatan dipermukaan tanah banyak ditemukan tatal tatal batu rijang warna hijau yang merupakan sisa sisa artefak dari masa neolitik. Rupa rupanya artefak ini berasal dari lapisan tanah di bawah yang teraduk saat pembuatan lubang dalam rangka penanaman pohon karet. Hal ini ditunjukkan oleh temuan yang rata rata berada disekitar pohon karet. Selain tatal yang terbuat dari bahan batu sedimen marin, di lokasi Bukit Sukobumi Kampung ini juga ditemukan fragmen gerabah yang diperkirakan berasal dari masa sejarah. Situs Sukobumi merupakan situs neolitik yang sangat potensial. Kondisinya mungkin mirip dengan Situs Kendenglembu, yang memiliki layer budaya sejarah dan layer budaya neolitik. Perlu adanya penelitian yang lebih intensive di situs ini pada masa yang akan datang. Bentang Lahan Cekungan Kendenglembu, dengan Pegunungan Merawan yang Mengelilinginya II. Situs situs Kelompok Zona Pantai Situs situs Zona Pantai secara administrative berada pada Desa Barurejo, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi. Berdasarkan pada interpretasi tata guna lahan Peta Rupa Bumi Indonesia, lokasi tersebut kemungkinan besar berada di sekitar pesisir pantai purba pada 4000 tahun yang lalu. Menurut Bammelen, laju pertambahan garis pantai di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa, rata rata sebesar 2 cm per tahun. Sehingga diperkirakan bahwa garis pantai purba pada masa neolitik berjarak kira kira sekitar 8 Km dari posisi garis pantai saat ini di Dusun Lampon, Desa Pesanggaran. Situs situs yang termasuk dalam kelompok Zona Pantai adalah: 1. Senepolor 2. Seneposari 3. Seneposepi 4. Tanggul Arum 5. Manyarejo

Peta Distribusi Situs situs Neolitik di Sepanjang Aliran Sungai Kalibaru, Kelompok Zona Pantai. Berikut ini deskripsi mengenai beberapa situs situs kelompok Zona Pantai yang baru ditemukan, antara lain adalah: a. Situs Senepo Lor Lokasi Administratif : Dusun Senepo Lor, Desa Barurejo, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten : Dusun senepo Lor terletak 14 Km di sebelah tenggara Situs Sukobumi Kampung dan berada dekat dengan pertemuan antara Sungai Kali Lele dan Sungai Kali Baru. Temuan permukaan cukup menarik yaitu beberapa tatal batu rijang warna hijau dan tatal batu warna coklat kemerahan, serta temuan fragmen gerabah. Kemungkinan Situs Senepo Lor adalah lokasi sumber bahan dan bengkel pembuatan beliung neolitik. Selain itu, pada situs ini juga ditemukan gerabah dari masa sejarah. Perlu dilakukan penelitian yang lebih intensif pada masa yang akan datang. b. Situs Mulyosari Lokasi Administratif : Dusun Mulyosari, Desa Sumbermulyo, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten : Situs Mulyosari terletak 5 Km di sebelah selatan Dusun Senepo Lor dan berada pada 1.5 Km di sebelah barat daya lokasi pengamatan Muyosari 1. Ditemukan fragmen fragmen gerabah tua yang diperkirakan berasal dari masa sejarah dan prasejarah, namun jumlahnya kurang signifikan. Perlu dipertimbangkan untuk survey yang lebih intensif di sekitar situs ini. c. Situs Senepo Sari Lokasi Administratif : Dusun Senepo Sari, Desa Barurejo, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten : Situs Senepo Sari terletak sekitar 570 m di sebelah selatan Situs Senepo Lor

Di areal ini ditemukan serpihan tatal batu, gerabah, dan batu inti yang diperkirakan sisa sisa tinggalan budaya neolitik. Temuan konsentrasi tatal batu ditemukan di bagian bukit sisi timur yang mendekati lokasi aliran sungai. Kemungkinan Situs Senepo Sari adalah lokasi sumber bahan, bengkel pembuatan beliung dan hunian neolitik. Perlu dilakukan penelitian yang lebih intensif pada masa yang akan datang. d. Situs Senepo Sepi Lokasi Administratif : Dusun Senepo Sepi, Desa Barurejo, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten : Situs Senepo Sepi terletak kira kira 1 Km di sebelah selatan Situs Senepo Sari. Temuan artefak tidak terlalu padat, hanya beberapa buah fragmen gerabah tua, tetapi belum dapat dipastikan sebagai gerabah neolitik. Perlu dipertimbangkan untuk survey yang lebih intensif di sekitar situs ini. e. Situs Tanggul Arum Lokasi Administratif : Dusun Senepo Sepi, Desa Barurejo, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten : Situs Tanggul Arum terletak kira kira 2,5 Km di sebelah selatan Situs Senepo Sepi. Dari hasil survey permukaan ditemukan fragmen gerabah, fragmen keramik, tatal batu, dan batu inti. Perlu dipertimbangkan untuk survey yang lebih intensif di sekitar situs ini. Temuan Permukan di Situs Seneposari, Berupa Singkapan Batuan Sedimen Marin dan Tatal tatal Sisa Aktifitas Perbengkelan Tabel Situs Situs di Sepanjang Aliran Utama Sungai Kalibaru No Situs Data Arkeologi Jenis Aktivitas Fase 1. Kendenglembu Alat Serpih, Serpih, Tatal, Hunian, Bengkel Neolitik Cortex, Plank, Frag. Gerabah Frag. Gerabah, Frag. Keramik, Hunian Sejarah Frag. Bata, Uang Kepeng 2. Pagergunung Frag. Gerabah, Serpih Hunian Neolitik 3. Sukobumi Singkapan Batu Lempung Penambangan Neolitik (?) Silikaan Penambangan Resen

4. Sukobumi Kampung Alat Serpih, Serpih, Tatal, Batu Hunian, Bengkel Neolitik Inti Frag. Periuk Hunian Sejarah 5. Treblasala Rejosari 1 Alat Serpih, Serpih, Tatal, Batu Bengkel, Hunian Neolitik (Kali Tajem) Inti, Plank, Frag. Gerabah 6. Rejosari 2 Frag. Gerabah Hunian Sejarah 7. Rejosari 3 Alat Serpih Masif? Pre Neolitik Frag. Gerabah Hunian Sejarah 8. Panuwunmukti Alat Serpih, Serpih, Tatal, Batu Hunian, Bengkel Neolitik Inti, Plank, Frag. Mangkuk, Frag. Tempayan, Frag. Periuk Frag. Kendi, Frag. Buli buli, Hunian Sejarah Frag. Periuk 9. Semampir Kubur Batu, Manik manik Penguburan Proto Sejarah 10. Kampung Baru Kubur Batu, Manik manik Penguburan Proto Sejarah 11. Kali Tajem Frag. Periuk Hunian Sejarah 12. Kali Putih Lumpang Batu Hunian Proto Sejarah Hunian Sejarah 13. Kampung Anyar Singkapan Batu Lempung Penambangan Neolitik (?) Silikaan Penambangan Resen 14. Panggungrejo Frag. Periuk, Frag. Empluk Hunian Sejarah 15. Bukit Wilas Lumpang Batu, Frag. Periuk, Hunian Proto Sejarah Frag. Anglo, Frag. Klenting Hunian Sejarah 16. Senepolor Alat Serpih, Serpih, Tatal, Batu Penambangan, Neolitik Inti, Plank, Batu Pukul, Singkapan Batu Lempung Silikaan Bengkel Frag. Periuk Hunian Sejarah 17. Seneposari Alat Serpih, Serpih, Tatal, Batu Inti, Plank, Singkapan Batu Lempung Silikaan, Frag. Periuk Penambangan, Bengkel, Hunian Neolitik 18. Seneposepi Serpih Hunian (?) Neolitik 19. Tunggul Arum Batu Inti, Hunian, Bengkel (?) Neolitik Frag. Periuk, Frag. Keramik Hunian Sejarah 20. Mulyosari Frag. Gerabah Hunian Neolitik Frag. Gerabah Hunian Sejarah Catatan : Baris dengan bayangan biru merupakan situs neolitik Survey permukaan dilakukan dengan cara mengumpulkan temuan arkeologis pada lokasi lokasi yang dinilai paling strategis dan potensial digunakan sebagai situs hunian. Survey tersebut mempertimbangkan ketersediaan sumber air, kondisi topografi, kondisi litologi, kemudahan aksesibilitas, keamanan dari bencana alam dan manusia serta kedekatan dengan sumber bahan baku pembuatan alat litik. Pada situs situs yang di permukaan tanahnya hanya ditemukan sisa sisa dari masa sejarah, belum dapat diketahui potensi kandungan lapisan prasejarah di bawahnya. Untuk menguji hipotesis tersebut harus dilakukan pembukaan lubang uji di situs situs yang dinilai potensial pada penelitian yang akan datang.

Gerabah Slip Merah dan Calon Beliung dari Temuan Permukaan di Situs Panuwunmukti D. Implikasi Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa Situs Kendenglembu bukan merupakan sebuah situs permukiman tunggal yang berdiri sendiri. Namun ada beberapa situs yang sangat potensial kandungan lapisan budaya neolitiknya. Berdasarkan pada hasil penelitian yang cukup signifikan tersebut, maka direkomendasikan untuk dilakukan penelitian lanjutan pada situs situs neolitik di sekitar kawasan Kendenglembu dan di sepanjang aliran utama Sungai Kali Baru. Ekskavasi yang sistematis harus segera dilaksanakan pada beberapa situs yang terancam oleh bahaya pembangunan jalur alternative lintas selatan Pulau Jawa, seperti misalnya Situs Pagergunung dan Situs Treblasala Rejosari 1 (Situs Kali tajem, nama tedahulu). Kegiatan survey permukaan juga masih diperlukan untuk mendokumentasikan seluruh distribusi lateral situs neolitik di sepanjang aliran Sungai Kali Baru. Kegiatan survey permukaan di masa yang akan datang seharusnya dilakukan pada sepanjang anak sungai Kali Baru, seperti Sungai Kali Tengah, Kali Lele, Kali Senepo dan beberapa sungai purba lainnya di sekitar Sungai Kali Baru, seperti Sungai Lembu dan Sungai Karangtambak.

Referensi Bellwood, Peter 2000 Prasejarah Kepulauan Indo Malaysia, Edisi revisi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2006 The Early Movement of Austronesian speaking peoples in the Indonesian Region, dalam Truman Simanjuntak, dkk. ed, Austronesian Diaspora and the Ethnogeneses of People in Indonesian Archipelago, Jakarta: LIPI Press. hlm. 61 82. Blust, Robert 1984/1985 The Austronesian Homeland: A Lingustic Perspective, Asian Perspectives No. 26 (1), pp. 45 68. Heekeren, H.R. van 1972 The Stone Age of Indonesia, Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Tall, Land, en Volkenkunde, 61, Revised Edition, The Hague: Martinus Nijhoff Simanjuntak, Truman 2001 Gunung Sewu in Prehistoric Times, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2006 Advance of Research on the Austronesian in Sulawesi, Truman Simanjuntak, dkk. ed, Austronesian Diaspora and the Ethnogeneses of People in Indonesian Archipelago, Jakarta: LIPI Press. pp. 223 231. Soejono, R.P 1984 Sejarah Nasional Indonesia I, Jakarta: Balai Pustaka Tanudirjo, Daud Aris 2006 The Dispersal of Austronesian speaking people and the Ethnogenesis Indonesian People dalam Truman Simanjuntak, dkk. ed, Austronesian Diaspora and the Ethnogeneses of People in Indonesian Archipelago, Jakarta: LIPI Press. pp. 83 98. Tim Ekskavasi 1986/1987 Laporan Kerja Ekskavasi Kendenglembu II, Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta