No. 41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 GINI RATIO PROVINSI BANTEN MARET 2017 MENURUN Pada 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur oleh Gini Ratio tercatat sebesar 0,382. Angka ini turun 0,010 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio ember 2016 yang sebesar 0,392. Ketimpangan pengeluaran konsumsi penduduk perkotaan lebih tinggi dibanding di perdesaan, ditunjukkan dengan perbandingan Gini Ratio yang 0,381 berbanding 0,267. Gini Ratio di daerah perkotaan pada 2017 sebesar 0,381 menurun dibanding Gini Ratio ember 2016 yang sebesar 0,399. Sedangkan Gini Ratio di daerah perdesaan justru meningkat dari 0,248 pada ember 2016 menjadi 0,267 pada 2017. Pada 2017, distribusi pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah adalah sebesar 17,50 persen. Artinya pengeluaran penduduk masih berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah. Jika dirinci menurut wilayah, di daerah perkotaan angkanya tercatat sebesar 17,17 persen dan di daerah perdesaan sebesar 22,91. Persen. 1. Perkembangan Gini Ratio Tahun 2010-2017 Salah satu ukuran ketimpangan yang sering digunakan adalah Gini Ratio. Nilai Gini Ratio berkisar antara 0-1. Semakin tinggi nilai Gini Ratio menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi. Pada tahun 2 0 10 Gini Ratio Banten tercatat sebesar 0,419. Angka ini terus bergerak turun hingga ember 2 01 2 yaitu sebesar 0,3 84. Pada ember 20 1 4 nilai Gini Ratio mencapai angka tertinggi yaitu sebesar 0,4 2 4. Kemudian pada periode 2015-2 0 1 7 nilai Gini Ratio menunjukkan kecenderungan menurun hingga mencapai angka 0,3 8 2 pada 2 0 1 7. Nilai Gini Ratio di perdesaan lebih kecil dibandingkan di perkotaan. Untuk daerah perdesaan Gini Ratio 2 0 17 tercatat sebesar 0,2 6 7. Sementara di perkotaan sebesar 0,3 8 1. Artinya ketimpangan pengeluaran penduduk di perdesaan lebih rendah. Gini Ratio perkotaan ini turun sebesar 0,0 1 8 poin dibanding Gini Ratio ember 2 0 1 6 yang sebesar 0,3 9 9 dan turun 0,0 2 1 poin dibanding Gini Ratio 2 0 1 6 yang sebesar 0,4 0 2. Sedangkan di perdesaan, Gini Ratio 2 0 1 7 naik sebesar 0,01 9 poin dibanding Gini Ratio ember 20 1 6 dan naik 0,00 3 poin dibanding Gini Ratio 2 0 1 6. Berita Resmi Statistik No.41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 1
Gambar 1. Perkembangan Gini Ratio Banten, 2010 ember 2016 0,440 0,400 0,360 0,419 0,419 0,404 0,404 0,388 0,387 0,381 0,394 0,387 0,384 0,402 0,399 0,376 0,380 0,401 0,395 0,435 0,424 0,411 0,401 0,390 0,386 0,402 0,399 0,394 0,392 0,381 0,382 0,320 0,280 0,289 0,295 0,321 0,303 0,308 0,287 0,276 0,280 0,294 0,269 0,261 0,264 0,248 0,267 0,240 2010 2011 2011 2012 2012 2013 2013 2014 2014 2015 2015 2016 2016 2017 Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan 2. Perkembangan Distribusi Pengeluaran ember 2016-2017 Selain Gini Ratio ukuran ketimpangan lain yang sering digunakan adalah persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 4 0 persen terbawah atau yang dikenal dengan ukuran ketimpangan Bank Dunia. Berdasarkan ukuran ini tingkat ketimpangan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 4 0 persen terbawah angkanya di bawah 1 2 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 1 2-1 7 persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada di atas 1 7 persen. Pada 2 0 1 7, persentase pengeluaran pada kelompok 4 0 persen terbawah adalah sebesar 1 7,50 persen yang berarti Banten berada pada kategori ketimpangan rendah. Persentase pengeluaran pada kelompok 4 0 persen terbawah pada bulan 20 1 7 ini naik 0,09 poin jika dibandingkan dengan kondisi ember 2016 (1 7,4 1 persen). Sejalan dengan informasi yang diperoleh dari Gini Ratio, ukuran ketimpangan Bank Dunia pun mencatat hal yang sama yaitu ketimpangan di perkotaan lebih terlihat dibandingkan dengan ketimpangan di perdesaan. Persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 4 0 persen terbawah di daerah perkotaan pada 2 0 1 7 adalah sebesar 1 7,1 7 persen sementara persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah perdesaan sebesar 2 2,9 1 persen. Walaupun keduanya masih berada pada kategori ketimpangan rendah, tetapi di daerah perkotaan sudah mendekati kategori ketimpangan sedang (1 2-1 7 persen). 2 Berita Resmi Statistik No.41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017
Gambar 2. Persentase Pengeluaran Kelompok Penduduk 40 Persen Terbawah 2016, ember 2016 dan 2017 25,00 23,62 23,81 22,91 20,00 17,55 16,87 16,77 17,41 17,17 17,50 15,00 10,00 5,00 0,00 2016 2016 2016 Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan Tabel 1 Distribusi Pengeluaran Penduduk di Banten 2016, ember 2016 & 2017 (Persentase) Daerah/Tahun Penduduk 40 persen Terbawah Penduduk 40 persen Menengah Penduduk 20 persen Atas Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) Perkotaan 2016 16,87 35,66 47,47 100 ember 2016 16,77 36,90 46,33 100 2017 17,17 37,97 44,86 100 Perdesaan 2016 23,62 39,99 36,39 100 ember 2016 23,81 41,75 34,44 100 2017 22,91 41,53 35,56 100 Perkotaan+Perdesaan 2016 17,55 35,34 47,11 100 ember 2016 17,41 36,08 46,51 100 2017 17,50 36,83 45,67 100 Berita Resmi Statistik No.41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 3
Bangka Belitung Kalimantan Utara Sumatera Utara Maluku Utara Sumatera Barat Riau Kalimantan Barat Aceh Kalimantan Timur Lampung Kepulauan Riau Jambi Kalimantan Tengah Maluku Kalimantan Selatan Bengkulu Sulawesi Barat Sulawesi Tengah Nusa Tenggara Timur Sumatera Selatan Jawa Tengah Nusa Tenggara Barat Banten Bali Papua Barat Indonesia Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Jawa Timur Papua Jawa Barat Sulawesi Selatan DKI Jakarta Gorontalo DI Yogyakarta 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perbaikan Tingkat Ketimpangan Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perbaikan tingkat ketimpangan pengeluaran selama periode ember 2016-2 0 1 7 diantaranya adalah: a. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), tercatat bahwa pengeluaran perkapita per bulan penduduk kelompok 4 0 persen terbawah mengalami peningkatan (0,0 9 persen) sementara pengeluaran per kapita per bulan penduduk kelompok 2 0 persen teratas justru berkurang (-0,8 4 persen). b. Menguatnya perekonomian penduduk kelas menengah (kelompok 4 0 persen menengah). Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk bekerja dengan status berusaha sendiri/ dibantu pekerja tidak tetap yang merupakan kelompok terbesar pada kelas menengah sebagai dampak dari lebih kondusifnya pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) terjadi peningkatan jumlah pekerja yang berusaha sendiri/ dibantu pekerja tidak dibayar dari 1.0 8 2 ribu (Agustus 2 01 6 ) menjadi 1.48 2 ribu ( 2 0 1 7 ) atau naik sekitar 3 6,97 persen. 4. Gini Ratio Menurut Provinsi pada 2017 Pada 2 0 1 7, provinsi yang mempunyai nilai Gini Ratio tertinggi tercatat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sebesar 0,4 32 sementara yang terendah tercatat di Provinsi Bangka Belitung dengan Gini Ratio sebesar 0,2 8 2 (Gambar 3). Sedangkan nilai Gini Ratio Provinsi Banten sebesar 0,3 8 2 lebih rendah dibanding Gini Ratio nasional. Gambar 3. Gini Ratio menurut Provinsi 2017 0,382 0,393 0,432 0,282 4 Berita Resmi Statistik No.41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017
Berita Resmi Statistik No.41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 5
BPS PROVINSI BANTEN Informasi lebih lanjut hubungi: Ir. Agoes Soebeno, M.Si Kepala BPS Provinsi Banten Telepon: 0254-267027 E-mail : bps3600@bps.go.id; pst3600@bps.go.id Website : banten.bps.go.id 6 Berita Resmi Statistik No.41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017