BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting

ANALISIS PENANGANAN BANJIR DENGAN KOLAM RETENSI (RETARDING BASIN) DI DESA BLANG BEURANDANG KABUPATEN ACEH BARAT TUGAS AKHIR.

HIDROLOGI ANALISIS DATA HUJAN

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut

BAB II BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode Rasional di Kampus I Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap beberapa bagian sungai. Ketika sungai melimpah, air menyebar pada

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin banyak tinjauan pustaka yang

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB II DASAR TEORI. Menurut Suripin (2004 ; 7) drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras,

MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH

BAB IV ANALISA. membahas langkah untuk menentukan debit banjir rencana. Langkahlangkah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Menurut Dr.Ir. Suripin, M.Eng. (2004;7) drainase mempunyai arti

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan

SISTEM DRAINASE UNTUK MENANGGULANGI BANJIR DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL (STUDI KASUS : JL. PDAM SUNGGAL DEPAN PAM TIRTANADI)

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

Limpasan (Run Off) adalah.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

Surface Runoff Flow Kuliah -3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB III LANDASAN TEORI

Perencanaan Sistem Drainase Apartemen De Papilio Tamansari Surabaya

TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO

Analisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014)

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. adalah merupakan ibu kota dari Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Dalam RTRW

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Lembar Pengesahan... Berita Acara Tugas Akhir... Lembar Persembahan... Kata Pengantar... Daftar Isi...

PERENCANAAN SALURAN DRAINASE DI GAYUNGSARI BARAT SURABAYA DENGAN BOX CULVERT

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL, KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

PENELUSURAN BANJIR MENGGUNAKAN METODE LEVEL POOL ROUTING PADA WADUK KOTA LHOKSEUMAWE

BAB III LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Kata kunci : Tukad Unda, Hidrgraf Satuan Sintetik (HSS), HSS Nakayasu, HSS Snyder

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Analisis Kinerja Saluran Drainase di Daerah Tangkapan Air Hujan Sepanjang Kali Pepe Kota Surakarta

EVALUASI SISTEM DRAINASE DI KECAMATAN HELVETIA KOTA MEDAN

BAB 2 LANDASAN TEORI Tinjauan Umum

BAB IV ANALISIS DAN HASIL. Sungai

PILIHAN TEKNOLOGI SALURAN SIMPANG BESI TUA PANGLIMA KAOM PADA SISTEM DRAINASE WILAYAH IV KOTA LHOKSEUMAWE

Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PERUMAHAN GRAND CITY BALIKPAPAN

TUGAS AKHIR DAMPAK SISTEM DRAINASE PEMBANGUNAN PERUMAHAN GRAHA NATURA TERHADAP SALURAN LONTAR, KECAMATAN SAMBIKEREP, SURABAYA

BAB III METODE PENELITIAN

Kolam Retensi (Retarding Basin) Sebagai Alternatif Pengendali Banjir Dan Rob.

EVALUASI TEKNIS SISTEM DRAINASE DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS ISLAM 45 BEKASI. ABSTRAK

PENDAMPINGAN PERENCANAAN BANGUNANAN DRAINASE DI AREA PEMUKIMAN WARGA DESA TIRTOMOYO KABUPATEN MALANG

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi.

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PADA RENCANA KAWASAN INDUSTRI DELI SERDANG DI KECAMATAN MEDAN AMPLAS M. HARRY YUSUF

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. menyimpan semua atau sebagian air yang masuk (inflow) yang berasal dari

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS SAM RATULANGI

TINJAUAN PERENCANAAN DRAINASE KALI GAJAH PUTIH KODIA SURAKARTA

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

TUGAS AKHIR ELGINA FEBRIS MANALU. Dosen Pembimbing: IR. TERUNA JAYA, M.Sc

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kawasan perkotaan yang terjadi seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk pada

PERHITUNGAN DEBIT DAN LUAS GENANGAN BANJIR SUNGAI BABURA

STUDI KELAYAKAN SALURAN DRAINASE JALAN SULTAN KAHARUDDIN KM. 02 KABUPATEN SUMBAWA. Oleh : Ady Purnama, Dini Eka Saputri

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... ABSTRAK... PENGANTAR...

LAMPIRAN. II. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ACARA BIMBINGAN TUGAS

REKAYASA HIDROLOGI. Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri. Pengertian

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

4. BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM :

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH LAND SUBSIDENCE TERHADAP KAPASITAS SUNGAI SIANGKER SEMARANG MENGGUNAKAN EPA-SWMM

PENATAAN SISTEM DRAINASE DI KAMPUNG TUBIR KELURAHAN PAAL 2 KOTA MANADO

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA

BAB VII PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING)

BAB IV ANALISA DATA CURAH HUJAN

PERENCANAAN TUBUH EMBUNG BULUNG DI KABUPATEN BANGKALAN TUGAS AKHIR

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kolam Retensi Kolam retensi merupakan kolam/waduk penampungan air hujan dalam jangka waktu tertentu, berfungsi untuk memotong puncak banjir yang terjadi dalam badan air/sungai. Konsep dasar dari kolam retensi adalah menampung volume air ketika debit maksimum di sungai datang, kemudian secara perlahanlahan mengalirkan ketika debit di sungai sudah kembali normal. Secara spesifik kolam retensi akan memangkas besarnya puncak banjir yang ada di sungai, sehingga potensi over topping yang mengakibatkan kegagalan tanggul dan luapan sungai tereduksi. Selain fungsi utamanya sebagai pengendali banjir, manfaat lain yang bisa diperoleh dari kolam retensi antara lain sebagai sarana pariwisata air dan sebagai konservasi air karena mampu meningkatkan cadangan air tanah setempat. Adapun tipe kolam retensi antara lain : a) Kolam retensi tipe di samping badan sungai Kelengkapan sistem : - Kolam retensi - Pintu inlet - Bangunan pelimpah samping - Pintu outlet - Jalan akses menuju kolam retensi - Saringan sampah Kesesuaian tipe : - Dipakai apabila tersedia lahan yang cukup untuk kolam retensi - Kapasitas bisa optimal apabila lahan tersedia - Tidak mengganggu sistem aliran yang ada

- Pemeliharaan lebih mudah - Pelaksanaan lebih mudah Gambar 2.1 Kolam retensi tipe di samping badan sungai b) Kolam retensi tipe di dalam badan sungai Kelengkapan sistem : - Kolam retensi - Tanggul keliling - Pintu outlet - Bendung - Saringan sampah - Kolam penangkap sedimen Kesesuaian tipe : - Dipakai apabila lahan sulit didapat - Kapasitas kolam retensi terbatas - Mengganggu aliran yang ada dihulu - Pelaksanaan lebih sulit - Pemeliharaan lebih mahal c) Kolam retensi tipe storage memanjang Kelengkapan sistem : - Saluran yang lebar dan dalam - Cek dam/ bendung setempat Kesesuaian tipe : - Mengoptimalkan saluran drainase yang ada karena lahan tidak tersedia - Kapasitasnya terbatas

- Mengganggu aliran yang ada - Pelaksanaan lebih sulit Gambar 2.2 Kolam retensi tipe di dalam badan sungai Gambar 2.3 Kolam retensi tipe storage memanjang

2.2 Analisa Hidrologi Untuk menyelesaikan permasalahan banjir pada pada saluran-saluran (drainase) dibutuhkan analisa hidrologi khususnya masalah hujan sebagai sumber air yang akan dialirkan pada sistem saluran dan limpasan sebagai akibat tidak mampunya saluran menampung air hujan tersebut. Desain hidrologi sangat diperlukan untuk mengetahui debit pengaliran. 2.2.1 Siklus Hidrologi Gambar 2.4 Siklus Hidrologi Sumber : Suripin (2004) Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. (Suripin, 2004). Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Pada

perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda: - Evaporasi / transpirasi; Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dan sebagainya kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju dan es. - Infiltrasi/ perkolasi ke dalam tanah; Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan. - Air Permukaan; Air bergerak di atas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau, makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut. Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS).

2.2.2 Analisa Curah Hujan Rencana Hujan merupakan komponen yang sangat penting dalam analisis hidrologi. Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam baik secara manual maupun otomatis, dengan cara ini berarti hujan yang diketahui adalah hujan total yang terjadi selama satu hari. Dalam analisa digunakan curah hujan rencana, hujan rencana yang dimaksud adalah hujan harian maksimum yang akan digunakan untuk menghitung intensitas hujan, kemudian intensitas ini digunakan untuk mengestimasi debit rencana. Untuk berbagai kepentingan perancangan drainase tertentu data hujan yang diperlukan tidak hanya data hujan harian, tetapi juga distribusi jam jaman atau menitan. Hal ini akan membawa konsekuen dalam pemilihan data, dan dianjurkan untuk menggunakan data hujan hasil pengukuran dengan alat ukur otomatis. 2.2.3 Analisa Frekuensi Curah Hujan Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi. Berikut ini empat jenis distribusi frekuensi yang paling banyak digunakan dalam bidang hidrologi: - Distribusi Normal - Distribusi Log Normal - Distribusi Log Person III - Distribusi Gumbel. 2.2.3.1 Distribusi Normal Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss. Perhitungan curah hujan rencana menurut metode distribusi normal, mempunyai persamaan sebagai berikut: (2.1)

K T X T X (2.2) S X T = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahunan. = nilai rata-rata hitung variat, S = deviasi standar nilai variat, K T = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang. Untuk mempermudah perhitungan, nilai faktor frekuensi K T umumya sudah tersedia dalam tabel, disebut sebagai tabel nilai variabel reduksi Gauss (Variable reduced Gauss), seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Nilai Variabel Reduksi Gauss No. Periode ulang,t (tahun) Peluang K T 1 1,001 0,999-3,05 2 1,005 0,995-2,58 3 1,010 0,990-2,33 4 1,050 0,950-1,64 5 1,110 0,900-1,28 6 1,250 0,800-0,84 7 1,330 0,750-0,67 8 1,430 0,700-0,52 9 1,670 0,600-0,25 10 2,000 0,500 0 11 2,500 0,400 0,25 12 3,330 0,300 0,52 13 4,000 0,250 0,67 14 5,000 0,200 0,84 15 10,000 0,100 1,28 16 20,000 0,050 1,64 17 50,000 0,020 2,05 18 100,000 0,010 2,33 19 200,000 0,005 2,58 20 500,000 0,002 2,88 21 1000,000 0,001 3,09 Sumber : Suripin (2004)

2.2.3.2 Distribusi Log Normal Dalam distribusi Log Normal data X diubah kedalam bentuk logaritmik Y = log X. Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. Untuk distribusi Log Normal perhitungan curah hujan rencana menggunakan persamaan berikut ini: Y K T T Y K S (2.3) T YT Y (2.4) S Y T = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan, = nilai rata-rata hitung variat, S = deviasi standar nilai vatiat,dan K T = Faktor Frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan tipe model matematik disrtibusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang. 2.2.3.3 Distribusi Log Pearson III Perhitungan curah hujan rencana menurut metode Log Pearson III, mempunyai langkah-langkah perumusan sebagai berikut: - Ubah data dalam bentuk logaritmis, X = Log X - Hitung harga rata-rata: n - Hitung harga simpangan baku : logx i i1 log X n (2.5)

s n i1 logx i n 1 logx 2 0.5 (2.6) - Hitung koefisien kemencengan : G n i 1 n 1 n 2s 3 3 logx i logx (2.7) - Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus : logx T logx K.s (2.8) Dimana K adalah variabel standar ( standardized variable) untuk X yang besarnya tergantung koefisien kemencengan G. tabel 2.2 memperlihatkan harga k untuk berbagai nilai kemencengan G.

Tabel 2.2 Nilai K untuk distribusi Log-Person III Koef,G 3,0 2,8 2,6 2,4 2,2 2,0 1,8 1,6 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0-0,2-0,4-0,6-0,8-1,0-1,2-1,4-1,6-1,8-2,0-2,2-2,4-2,6-2,8-3,0 Interval kejadian (Recurrence interval), tahun (periode ulang) 1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100 Persentase peluang terlampaui (Percent chance of being exceeded) 99 80 50 20 10 4 2 1-0,667-0,714-0,769-0,832-0,905-0,990-1,087-1,197-1,318-1,449-1,588-1,733-1,880-2,029-2,178-2,326-2,472-2,615-2,755-2,891-3,022-2,149-2,271-2,388-3,499-3,605-3,705-3,800-3,889-3,973-7,051 Sumber : Suripin (2004) -0,636-0,666-0,696-0,725-0,752-0,777-0,799-0,817-0,832-0,844-0,852-0,856-0,857-0,855-0,850-0,842-0,830-0,816-0,800-0,780-0,758-0,732-0,705-0,675-0,643-0,609-0,574-0,537-0,490-0,469-0,420-0,396-0,384-0,368-0,351-0,330-0,307-0,282-0,254-0,225-0,195-0,164-0,132-0,099-0,066-0,033 0,000 0,033 0,066 0,099 0,132 0,164 0,195 0,225 0,254 0,282 0,307 0,330 0,351 0,368 0,384 0,396 0,420 0,460 0,499 0,537 0,574 0,609 0,643 0,675 0,705 0,732 0,758 0,780 0,800 0,816 0,830 0,842 0,850 0,855 0,857 0,856 0,852 0,844 0,832 0,817 0,799 0,777 0,752 0,725 0,696 0,666 0,636 1,180 1,210 1,238 1,262 1,284 1,302 1,318 1,329 1,337 1,340 1,340 1,336 1,328 1,317 1,301 1,282 1,258 1,231 1,200 1,166 1,128 1,086 1,041 0,994 0,945 0,895 0,844 0,795 0,747 0,702 0,660 2,278 2,275 2,267 2,256 2,240 2,219 2,193 2,163 2,128 2,087 2,043 1,993 1,939 1,880 1,818 1,751 1,680 1,606 1,528 1,448 1,366 1,282 1,198 1,116 1,035 0,959 0,888 0,823 0,764 0,712 0,666 3,152 3,114 3,071 3,023 2,970 2,192 2,848 2,780 2,706 2,626 2,542 2,453 2,359 2,261 2,159 2,051 1,945 1,834 1,720 1,606 1,492 1,379 1,270 1,166 1,069 0,980 0,900 0,830 0,768 0,714 0,666 4,051 3,973 2,889 3,800 3,705 3,605 3,499 3,388 3,271 3,149 3,022 2,891 2,755 2,615 2,472 2,326 2,178 2,029 1,880 1,733 1,588 1,449 1,318 1,197 1,087 0,990 0,905 0,832 0,769 0,714 0,667

2.2.3.4 Distribusi Gumbel Perhitungan curah hujan rencana menurut Metode Gumbel, mempunyai perumusan sebagai berikut: X X S.K (2.9) = harga rata-rata sampel, S = standar deviasi (simpangan baku) sampel. Nilai K (faktor probabilitas) untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dalam persamaan: K Y Y S Tr n (2.10) n Yn = reduced mean yang tergantung jumlah sample/ data n (Tabel 2.3) Sn Y Tr = reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah sample/ data n (Tabel 2.4) = reduced variate, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini. Tr 1 Y Tr ln ln (2.11) Tr Tabel 2.5 memperlihatkan hubungan antara reduced variate dengan periode ulang.

Tabel 2.3 Reduced Mean, Yn N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220 20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,5353 30 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,8396 0,5403 0,5410 0,5418 0,5424 0,5436 40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481 50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518 60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545 70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567 80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585 90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599 100 0,5600 0,5602 0,5603 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,5610 0,5611 Sumber : Suripin (2004) Tabel 2.4 Reduced Standard Deviation, Sn N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565 20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080 30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388 40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590 50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734 60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844 70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930 80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001 90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,2060 100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2087 1,2090 1,2093 1,2096 Sumber : Suripin (2004) Tabel 2.5 Reduced variate, Y Tr sebagai fungsi periode ulang Periode Ulang, Tr (tahun) Reduced variate Y Tr Periode ulang, Tr (tahun) Reduced variate Y tr 2 0,3668 100 4,6012 5 1,5004 200 5,2969 10 2,2510 250 5,5206 20 2,9709 500 6,2149 25 3,1993 1000 6,9087 50 3,9028 5000 8,5188 75 4,3117 10000 9,2121 Sumber : Suripin (2004)

2.2.4 Uji Distribusi Probabilitas Uji distribusi probabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah persamaan distribusi probabilitas yang dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis.(i.m.kamiana, 2011) 2.2.4.1 Metode Chi-Kuadrat Rumus yang digunakan dalam perhitungan dengan metode uji chi-kuadrat adalah sebagai berikut : i1 n 2 Of E f χ (2.12) E f 2 χ 2 E f O f n = Parameter chi-kuadrat terhitung. = Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan pembagian kelasnya. = Frekuensi yang diamati pada kelas yang sama. = jumlah sub kelompok. Derajat nyata atau derajat kepercayaan (α) tertentu yang sering diambil adalah 5%. Derajat kebebasan (Dk) dihitung dengan rumus : Dk = K (p+1) (2.13) K = 1 + 3,3 log n (2.14) Dk = derajat kebebasan. p = banyaknya parameter, untuk uji chi-kuadrat adalah 2 K = jumlah kelas distribusi n = banyaknya data Selanjutnya distribusi probabilitas yang dipaki untuk menentukan curah hujan rencana adalah distribusi probabilitas yang mempunyai simpangan

maksimum terkecil dan lebih kecil dari simpangan kritis atau dirumuskan sebagai berikut : χ 2 < χ 2 cr (2.15) χ 2 = parameter chi-kuadrat terhitung. χ 2 cr = parameter chi-kuadrat kritis (tabel 2.6) Prosedur perhitungan dengan menggunakan dengan metode chi-kuadrat adalah sebagai berikut : Urutkan data dari besar ke kecil atau sebaliknya. Menghitung jumlah kelas. Menghitung derajat kebebasan (Dk) dan χ 2 cr Menghitung kelas distribusi. Menghitung interval kelas. Perhitungan nilai χ 2. Bandingkan nilai χ 2 terhadap χ 2 cr.

Dk Tabel 2.6 Tabel nilai parameter Chi-Kuadrat Kritis, χ 2 cr (α) Derajat Kepercayaan 0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005 1 0,0000393 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879 2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597 3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9.,48 11,345 12,838 4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860 5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750 6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548 7 0,989 1,239 1,69 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278 8 1,344 1,646 2,18 2,733 15,507 17,535 20,09 21,955 9 1,735 2,088 2,7 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589 10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188 11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,492 24,725 26,757 12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,217 28,300 13 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,819 14 4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319 15 4,601 5,229 6,161 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801 16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267 17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718 18 6,265 7,015 8,231 9.,90 28,869 31,526 34,805 37,156 19 6,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582 20 7,434 8,260 9,591 10,851 31,410 34,17 37,566 39,997 21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401 22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796 23 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,638 44,181 24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,558 25 10,52 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928 26 11,16 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,290 27 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645 28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993 29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336 30 13,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,892 53,672 Sumber : Soewarno (1995)

2.2.4.2 Metode Smirnov-Kolmogorof Pengujian distribusi probabilitas dengan Metode Smirnov-Kolmogorof dilakukan dengan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut: - Urutkan data (X i ) dari besar ke kecil atau sebaliknya. - Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut P(X i ) dengan rumus tertentu, rumus Weibull misalnya : ) P(X i i (2.16) n 1 n = jumlah data. i = nomor urut data (setelah diurut dari besar ke kecil atau sebaliknya. - Tentukan peluang teoritis masing masing data yang sudah di urut tersebut P (X i ) berdasarkan persamaan distribusi probabilitas yang diplih (Gumbel, Normal, dan sebagainya). - Hitung selisih ( P i ) antara peluang empiris dan teoritis untuk setiap data yang sudah diurut : P i = P(X i ) P (X i ) (2.17) 5. Tentukan apakah P i < P kritis, jika tidak artinya distribusi probabilitas yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya. 6. P kritis lihat tabel 2.7

Tabel 2.7 tabel nilai ΔP kritis Smirnov-Kolgomorof n (α) Derajat Kepercayaan 0,2 0,1 0,05 0.01 5 0,45 0,51 0,56 0,67 10 0,32 0,37 0,41 0,49 15 0,27 0,30 0,34 0,40 20 0,23 0,26 0,29 0,36 25 0,21 0,24 0,27 0,32 30 0,19 0,22 0,24 0,29 35 0,18 0,20 0,23 0,27 40 0,17 0,19 0,21 0,25 45 0,16 0,18 0,20 0,24 50 0,15 0,17 0,19 0,23 n>50 1,07/n 1,22/n 1,36/n 1,693/n Sumber : Soewarno (1995) 2.3 Intensitas Hujan Rencana Intensitas hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. (Wesli, 2008). Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya.(suripin, 2004). Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis data hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Biasanya intensitas hujan dihubungkan dengan durasi hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit dan jam- jaman. Data curah hujan jangka pendek ini hanya dapat diperoleh dengan menggunakan alat pencatat hujan otomatis. Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian, maka intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus Mononobe. I 2/3 R 24 24 (2.18) 24 tc

t c 2 0,78 L 1000 S 0,385 (2.19) I = Intensitas hujan (mm/jam) R 24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) tc = Waktu konsentrasi (jam) L = panjang lintasan air dari titik terjauh sampai titik yang ditinjau debitnya (km) S = kemiringan daerah saluran/sungai = H/L 2.4 Koefisien Aliran Pengaliran Koefisien pengaliran (C) didefinisikan sebagai nisbah antara aliran permukaan terhadap intensitas hujan (Suripin, 2004). Faktor ini merupakan variabel yang paling menentukan hasil perhitungan debit banjir. Pemilihan harga C yang tepat memerlukan pengalaman hidrologi yang luas. Berikut disajikan koefisien pengaliran (C) pada tabel 2.8. Tabel 2.8 Koefisien Pengaliran, C Diskripsi lahan/karakter permukaan Koefisien aliran, C Business perkotaan 0,70-0,95 pinggiran 0,50-0,70 Perumahan rumah tunggal 0,30-0,50 multiunit, terpisah 0,40-0,60 multiunit, tergabung 0,60-0,75 perkampungan 0,25-0,40 apartemen 0,50-0,70 Industri ringan 0,50-0,80 berat 0,60-0,90 Perkerasan aspal dan beton 0,70-0,95 batu bata, paving 0,50-0,70 Atap 0,75-0,95

Halaman, tanah berpasir datar, 2% 0,05-0,10 rata-rata, 2% - 7% 0,10-0,15 curam, 7% 0,15-0,20 Halaman, tanah berat datar, 2% 0,13-0,17 rata-rata, 2% - 7% 0,18-0,22 curam, 7% 0,25-0,35 Halaman kereta api 0,10-0,35 Taman tempat bermain 0,20-0,35 Taman, perkuburan 0,10-0,25 Hutan datar, 0-5% 0,10-0,40 bergelombang, 5% - 10% 0,25-0,50 berbukit, 10% - 30% 0,30-0,60 Sumber : Suripin (2004) 2.5 Analisa Debit Banjir Untuk mencari hubungan antara hujan yang jatuh dan debit yang terjadi maka dilakukan pengalih-ragaman dari data hujan menjadi debit aliran. Dalam hal ini pengalih-ragaman dilakukan dengan menggunakan metode Hidrograf Satuan Sintesis Nakayasu sedangkan penelusuran debit rencana digunakan metode Muskingum. 2.5.1 HSS Nakayasu - Waktu kelambatan (time lag, t g ) : t g = 0,4 + 0,058L untuk L > 15 km (2.20) t g = 0,21L 0.7 untuk L < 15 km (2.21) - Waktu puncak dan debit puncak hidrograf satuan sintesis : t p = t g + 0,8Tr (2.22) - Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak : t 0,3 = α x t g (2.23)

- Waktu puncak : t p = t g + 0,8Tr (2.24) - Debit puncak hidrograf satuan sintesis : Qp 1 1 A R 0 (2.25) 3,6 0,3 t t p 0.3 t p = waktu keterlambatan (jam) L = panjang sungai (m) t 0.3 = waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit pumcak (jam) 1.5 t 0.3 = waktu saat debit sama dengan 0.3 2 kali debit puncak (jam) α = koefisien, nilainya antara 1.5-3.0 t p = waktu puncak (jam) Q p = debit puncak (m 3 /det) A = luas DPS (km 2 ) T r = durasi hujan (jam) = (0.5 x t g ) s/d (1 x t g ) R 0 = satuan kedalaman hujan (mm) - Bagian lengkung naik (0 < t < tp) : Q Q p t t p 2.4 (2.26) Q = debit sebelum mencapai debit puncak (m 3 /det) t = waktu (jam) Gambar 2.5 HSS Nakayasu

- Bagian lengkung turun : Jika t p < t < t 0.3 Q tt p t0.3 Q 0.3 (2.27) p Jika t 0.3 < t < 1.5t 0.3 Q tt p 1.5t 0.3 Q 0. 1.5t0.3 (2.28) p 3 Jika t > 1.5t 0.3 Q tt p 1.5t 0.3 2t0.3 p 0. 3 Q (2.29) 2.5.2 Muskingum Method (Penelusuran Sungai) Asumsi yang digunakan dalam model penelusuran Muskingum Method adalah : - Tidak ada aliran ke luar dan masuk sungai sepanjang sungai yang ditinjau, artinya penambahan atau kehilangan air di sepanjang sungai tinjauan diabaikan. - Sungai hampir lurus. Persamaan pengatur yang digunakan dalam penelusuran Muskingum Method adalah persamaan kontuinitas dan persamaan momentum. Persamaan kontuinitas : ds I O (2.30) dt S = tampungan, storage (m 3 ) I = inflow atau aliran masuk ke titik tinjauan (m 3 /dt) O = outflow atau aliran keluar titik tinjauan (m 3 /dt) t = waktu (jam) Jika interval penelusuran diubah dari dt menjadi t maka :

I j I j1 I 2 (2.31) O j O j1 O 2 (2.32) ds S j dt 1 S t j (2.33) Selanjutnya jika persamaan (2.31) s/d (2.33) dimasukkan ke persamaan (2.30) akan didapat persamaan : S j1 S j I j I j1 O j O j1 t 2 2 (2.34) atau I j I j1 O j O j1 S j 1 S j Δt Δt (2.35) 2 2 S j+1 = tampungan pada langkah penelusuran ke j+1; nilainya belum diketahui S j = tampungan pada langkah penelusuran ke j; nilainya diketahui I j = inflow pada langkah penelusuran ke j; nilainya diketahui I j+1 = inflow pada langkah penelusuran ke j+1; nilainya diketahui O j = outflow pada langkah penelusuran ke j; nilainya diketahui = outflow pada langkah penelusuran ke j+1; nilainya belum diketahui O j+1 Jadi terdapat 2 variabel yang nilainya belum diketahui dari persamaan (2.35) yaitu : S j+1 dan O j+1 Jika dalam 1 persamaan terdapat 2 variabel yang nilainya belum diketahui maka dalam penyelesaiannya memerlukan 1 persamaan lagi, dalam hal ini persamaan Tampungan. Persamaan tampungan yang digunakan dalam Muskingum method adalah persamaan tampungan sungai, yaitu : S = f (I, O) (2.36)

atau S = K [X(t)+(t-X) x O] (2.37) S = tampungan sungai (m 3 ) K = koefisien tampungan, yaitu perkiraan waktu perjalanan aliran dari titik tinjauan 1 ke titik tinjauan berikutnya (misalnya titik tinjauan 2). Satuannya adalah jam atau hari. Harga K dianggap konstan selama pengaliran. X = faktor pembobot (0 s/d 0.5) tidak berdimensi. Harga X dianggap konstan selama pengaliran. diperoleh : Jika periode penelusuran dt diubah menjadi t maka dari persamaan (2.37) S j = K [X (I j ) + (1 X) x O j ] (2.38) S j+1 = K [X (I j+1 ) + (1 X) x O j+1 ] (2.39) Berdasarkan persamaan (2.38) dan (2.39) diperoleh : S j+1 - S j = K [X (I j+1 ) + (1 X) x O j+1 ] - K [X (I j ) + (1 X) x O j ] (2.40) Oleh karena suku sebelah kiri sama dengan dari persamaan (2.35) dan persamaan (2.40) adalah sama, maka berdasarkan kedua persamaan tersebut diperoleh persamaan : I j I 2 j1 O Δt j O 2 j1 Δt K[(X(I j1 I )) ((1 X) (O j j1 Oj))] (2.41) Dengan menyusun ulang suku-suku dari persamaan (2.41) dan suku O j+1 dinyatakan secara eksplisit maka akan diperoleh persamaan : O j+1 = C 1 x I j+1 + C 2 x I j + C 3 x O j (2.42) C 1 C 2 Δt 2 K X (2.43) 2 K (1 X) Δt Δt 2 K X (2.44) 2 K (1 X) Δt

C 3 2 K (1 X) Δt (2.45) 2 K (1 X) Δt Syarat : C 1 + C 2 + C 3 = 1 Gambar 2.6 Skema perhitungan dengan Muskingum method Nilai K dan X ditentukan dengan kalibrasi terhadap hidrograf inflow dan hidrograf outflow yang nilainya sudah diketahui dari ruas sungai yang ditinjau. Kalibrasi nilai K dan X dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : - Masukkan nilai inflow dan outflow pada table perhitungan. - Hitung nilai tampungan (S). - Hitung nilai S kumulatif - Masukkan nilai coba dari X ke persamaan : (X x (I j+1 I j )) + ((1-X) x (O j+1 O j )) - Hitung nilai kumulatif dari hasil perhitungan pada langkah ke-4 diatas. - Gambar hubungan antara S kumulatif dan (X x (I j+1 I j )) + ((1-X) x (O j+1 O j )) kumulatif. - Oleh karena nilai S kumulatif dan (X x (I j+1 I j )) + ((1-X) x (O j+1 O j )) kumulatif mempunyai bentuk yang liniear maka nilai yang dipilih adalah

nilai X yang memberikan kurve tersempit atau hamper membentuk 2 garis yang berimpit. - Setelah ditemukan kurve yang membentuk 2 garis yang hamper berimpit, hitung nilai K dengan cara K = nilai maksimum S kumulatif dibagi nilai maksimum (X x (I j+1 I j )) + ((1-X) x (O j+1 O j )) kumulatif. 2.6 Analisa Kapasitas Sungai Perhitungan kapasitas sungai dari lokasi yang ditinjau menggunakan rumus Manning : Q 1 n 2/3 1/2 A R S (2.46) Q = Kapasitas debit (m 3 /det) n = koefisien kekasaran Manning A R = Jari-jari hidrolik (m) dimana R P S = kemiringan dasar saluran A = luas penampang basah (m 2 ) P = keliling penampang basah (m)

Tabel 2.9 Nilai Kekasaran Manning (n) No Tipe Saluran dan Jenis Bahan Harga n Minimum Normal Maksimum 1 Beton Gorong-gorong lurus dan bebas dari kotoran Gorong-gorong dengan lengkungan dan sedikit kotoran / gangguan 0,001 0,011 0,013 0,011 0,013 0,014 Beton dipoles 0,011 0,012 0,014 Saluran pembuang dengan bak kontrol 0,013 0,015 0,017 2 Tanah, lurus dan seragam Bersih baru 0,016 0,018 0,020 Bersih telah melapuk 0,018 0,022 0,025 Berkerikil 0,022 0,025 0,030 Berumput pendek, sedikit tanaman pengganggu 0,022 0,027 0,033 3 Saluran Alam Bersih lurus 0,025 0,030 0,033 Bersih, berkelok-kelok 0,033 0,040 0,045 Banyak tanaman pengganggu 0,050 0,070 0,080 Dataran banjir berumput pendek-tinggi 0,025 0,030 0,035 Saluran di belukar 0,035 0,050 0,070 (Sumber : Suripin, 2004) 2.7 Analisa Kebutuhan Lebar Pintu Disini digunakan perencanaan pintu Romijn dikarenakan biaya yang murah daripada pintu air lainnya. a) Lebar efektif pintu Romijn Dengan rumus (Kriteria Perencanaan 04, 1986) : d v 1.5 1 Q C C 2/3 (2/3 g) B h (2.47)

Q = debit banjir (m 3 /det) C d = koefisien debit = 0.93 + 0.1 * H 1 /L, dengan L = Hmax (2.48) C v = koefisien kecepatan datang = C d * A /A 1 (2.49) A = luas penampang basah diatas meja Romijn A 1 = luas penampang basah saluran pintu C v B h1 h1 = Cd Cd B (h1 0.5) (h1 0.5) (2.50) g = percepatan gravitasi = 9.81 m/det 2 B = lebar efektif pintu Romijn (m) H 1 = tinggi energi diatas meja Romijn (m) h 1 = tinggi energi hulu di atas meja Romijn (m) 2 V1 = H1 2g (2.51) V 1 = kecepatan dihulu alat ukur (m/det) b) Lebar total pintu Romijn Lebar tiap pintu Romijn yang direncanakan : Bp = be + (Kp + Ka).H max (2.52) Bp = lebar pintu Romijn di pinggir Be = lebar efektif tiap pintu Romijn Kp = Koefisien pilar Ka = Koefisien abutmen = tinggi muka air banjir di atas mercu H max c) Lebar total bangunan pintu Romijn Br = N x (br + ) (2.53) Br = lebar total banguna pintu Romijn N = jumlah pintu Bp = lebar tiap pintu Romijn t = lebar pilar b = lebar abutmen