BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

luas. Secara geografis Indonesia memiliki km 2 daratan dan

PROVINSI SUMATERA UTARA

MAKALAH PENYULUHAN PERIKANAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PELARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI JUWANA, PATI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi,

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam peningkatan kesejahteraan penduduk dapat dilakukan apabila

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara ini terdiri dari lautan dengan total garis panjang pantainya terpanjang kedua

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : /KEPMEN-KP/2017 TENTANG

MAKSUD DAN TUJUAN DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI PEDOMAN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PERAN SERTA POKMASWAS DALAM MEMBANTU KEGIATAN PENGAWASAN

KONFLIK NELAYAN SENGGARANG KOTA TANJUNGPINANG DENGAN NELAYAN TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Provinsi Jambi memiliki sumberdaya perikanan yang beragam dengan jumlah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA ABSTRACT. Keywords: Efficiency, facilities, fishing port, utilization.

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dimasukan kedalam kelompok Negara mega-biodiversity yang merupakan dasar dari

4/3/2017 PEMBANGUNAN PERIKANAN & KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

Yohannes A Banjarnahor 1), Eni Yulinda 2), Viktor Amrifo 2) ABSTRACT

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang dapat menunjang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat melalui kontribusi terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja.

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masyarakat nelayan desa pesisir identik dengan kemiskinan,

URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MERUPAKAN KEWENANGAN DAERAH PROVINSI Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

LAPORAN PENDAMPINGAN RZWP3K PROVINSI RIAU 2018

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/Permen-KP/2015. Tanggal 08 Januari 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan

Universitas Sumatera Utara. 1 lebih ini, tidak pernah beroperasi sebagai pelabuhan pelelengan ikan, sehingga. 1 Dirjen Perikanan 2000

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PERMEN-KP/2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Produksi dari suatu usaha penangkapan ikan laut dan perairan umum sebahagian

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan pesisir (coastal zone) merupakan daerah pertemuan antara

UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN [LN 2009/154, TLN 5073]

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI BANGKA TENGAH

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat di sebelah bawahnya. Dengan demikian, pukat membentuk semacam dinding jaring di dalam air yang akan melingkari kumpulan ikan dan mencegahnya melarikan diri. Jaring ini dapat dioperasikan baik dengan menggunakan kapal ataupun dari darat (pantai). Penggunaan pukat harimau di Indonesia berkembang pesat pada tahun 1970-an karena banyaknya permintaan izin dan memang diizinkan. Akan tetapi, nelayan tradisional pada saat itu melakukan penolakan, dan penolakan besarbesaran terjadi pada tahun 1980-an dikarenakan perolehan tangkapan nelayan tradisional menurun secara dratis dari tahun ke tahun. Akhirnya, pada tanggal 1 Juli 1980 dikeluarkanlah Kepres No. 39/1980. Kepres No. 39/1980 menimbang bahwa bahwa dalam pelaksanaan pembinaan kelestarian sumber perikanan dasar dan dalam rangka mendorong peningkatan produksi yang dihasilkan oleh para nelayan tradisional serta untuk menghindarkan terjadinya ketegangan-ketegangan sosial maka perlu dilakukan penghapusan kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan jaring trawl. Pasca dikeluarkannya Kepres tersebut, pengadaan bahan baku udang nasional tersendat. Oleh karenanya, dalam rangka memanfaatkan sumber daya udang di perairan kawasan timur Indonesia, maka pemerintah mengeluarkan 12

peraturan baru melalui Kepres No. 85 Tahun 1982 tentang Penggunaan Pukat Udang. Menurut Kepres ini, pukat udang dapat dipergunakan menangkap udang di perairan kepulauan Kei, Tanimbar, Aru, Irian Jaya, dan laut Arafura dengan batas koordinat 1300 B.T. ke Timur, kecuali di perairan pantai dari masingmasing pulau tersebut yang dibatasi oleh garis isobat 10 meter. Dengan kata lain, Kepres No. 85/1982 hanya mengizinkan penggunaan pukat secara terbatas, karena di luar wilayah yang diatur Kepres No. 85/1982, ketentuan-ketentuan yang tertuang pada Kepres No. 39/1980 tetap berlaku. Meskipun sudah ada aturan mengenai pelarangan penggunaan pukat, alat tangkap ini masih banyak digunakan di beberapa wilayah perairan Indonesia. Bahkan, pada saat musim ikan tertentu, hanya pukat lah yang dapat digunakan. Namun, pelaksanaan penegakan hukum masih terbentur berbagai permasalahan, yaitu diantaranya lemahnya penegakan hukum yang disebabkan kurangnya sarana dan prasarana dalam penegakan hukum di daerah, khususnya pelanggaran di jalur penangkapan. Selain itu juga disebabkan rendahnya moral oknum aparat penegak hukum yang menjadi mitra nelayan-nelayan pengguna Pukat. Lebih lanjut, adanya ketidakjelasan dalam penetapan batasan pengertian alat tangkap trawl. Untuk mengatasi masalah modifikasi terhadap alat tangkap trawl, pemerintah mengeluarkan SK Dirjen Perikanan No. IK.340/DJ.10106/97 tentang Petunjuk Pelaksanaan SK Menteri Pertanian No. 503/Kpts/UM/7/1980. Masalah utama dari penggunaan pukat adalah semua ikan baik yang dewasa maupun yang kecil ikut terjaring di dalamnya karena ukuran lubang jalanya sangat kecil jika dibandingkan dengan ukuran lubang jala yang digunakan 13

oleh nelayan tradisional. Selain itu, penggunaan pukat dapat menimbulkan masalah pada lingkungan. Karena pukat harimau menggunakan alat tangkap berat yang diletakkan di dasar laut, hal itu menyebabkan kehancuran ekosistem laut yaitu kerusakan terumbu karang yang merupakan habitat ikan dan juga merusak rumput laut. Dikutip dari situs Warta Ekonomi (2015), Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengingatkan berbagai pihak bahwa sumber daya perikanan yang terjadi di kawasan perairan Indonesia semakin menurun, sehingga dibutuhkan kebijakan pelestarian berkelanjutan. Menurut Susi, penurunan sumber daya ikan itu juga terjadi akibat merajalelanya "illegal fishing" serta penggunaan alat-alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Dengan demikian, hal tersebut juga membuat daya tangkap dari nelayan tradisional semakin sulit. Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 2 / PERMEN-KP / 2015 disebutkan bahwa penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia telah mengakibatkan menurunnya sumber daya ikan dan mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan. Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia atau sering disingkat dengan WPP-NRI merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut territorial, zona tambahan, dan zona ekonomi ekslusif Indonesia (ZEEI). Penentuan WPP-NRI yang 14

sebelumnya berdasarkan pada daerah tempat ikan hasil tangkapan didaratkan di pelabuhan perikanan yang terbagi ke dalam 9 WPP NRI. Salah satu wilayah pengelolaan perikanan tersebut adalah Selat Malaka yang meliputi Aceh, Sumatera Utara, dan Riau. Wilayah Pantai Barat Sumatera Utara sendiri terdiri dari 12 kabupaten/kota yang berada di wilayah Pantai Barat yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, Kota Gunung Sitoli, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidempuan, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara. Kota Sibolga adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini terletak di pantai barat pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli, sekitar ± 350 km dari kota Medan. Kota ini hanya memiliki luas ±10,77 km² dan berpenduduk sekitar 84.481 jiwa.pada masa Hindia-Belanda kota ini pernah menjadi ibu kota Residentie Tapanuli. Setelah masa kemerdekaan hingga tahun 1998, Sibolga menjadi ibu kota Kabupaten Tapanuli Tengah. Kota Sibolga dipengaruhi oleh letaknya yaitu berada pada daratan pantai, lereng, dan pegunungan. Terletak pada ketinggian berkisar antara 0-150 meter dari atas permukaan laut, dengan kemiringan lahan kawasan kota ini bervariasi antara 0-2 % sampai lebih dari 40 %. 15

Berdasarkan kondisi riil di lapangan terlihat jelas bahwa sarana dan prasarana pendukung kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan yang ada di Kota Sibolga masih kurang, baik dari segi kuantitas, kualitas maupun kapasitasnya. Karena itu, demi untuk memajukan dan mengembangkan sektor kelautan dan perikanan khususnya di Kota Sibolga maka perlu upaya nyata untuk membangun dan mengembangkan sarana dan prasarana pendukungnya seperti Pasar Ikan, Cold storage, Pabrik es, dan lain-lain. Kota Sibolga di Sumatera Utara sudah sejak dahulu dikenal sebagai pusat perikanan tangkap di pesisir barat Sumatera dimana laut Sumatera bagian barat memiki potensi perikanan tangkap yang besar, lebih besar daripada potensi perikanan tangkap di pesisir timur Sumatera. Dari potensi perikanan tangkap yang besar tersebut terlihat dengan mudah dilihat dari banyaknya kapal-kapal penangkap ikan berbagai ukuran yang bersandar di sepanjang pantai kota Sibolga. Sebagian besar masyarakat pesisir yang bekerja sebagai nelayan. Masyarakat yang mempunyai mata pencaharian dan berpenghasilan sebagai usaha nelayan merupakan salah satu dari kelompok masyarakat yang melakukan aktivitas usaha dengan mendapatkan penghasilan bersumber dari kegiatan usaha nelayan itu sendiri. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan dan binatang air lainnya. Tingkat kesejahteraan nelayan sangat ditentukan oleh hasil tangkapannya. Banyaknya tangkapan tercermin pula besar pendapatan yang diterima dan pendapatan tersebut sebagian besar untuk keperluan konsumsi keluarga. Dengan demikian tingkat pemenuhan kebutuhan 16

konsumsi keluarga atau kebutuhan fisik minimum (kfm) sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterima. Nelayan melakukan pekerjaan dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan demi kebutuhan hidup. Untuk pelaksanaannya diperlukan beberapa perlengkapan dan dipengaruhi oleh banyak faktor guna mendukung keberhasilan kegiatan. Menurut Salim (1999) faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha nelayan meliputi sektor sosial dan ekonomi yang terdiri dari besarnya modal, jumlah tenaga kerja, pengalaman kerja, teknologi. Dengan demikian pendapatan nelayan berdasarkan besar kecilnya volume tangkapan, masih terdapat beberapa faktor yang lain yang ikut menentukannya yaitu faktor sosial dan ekonomi selain diatas. Pengembangan sektor kelautan dan perikanan berjalan lambat, karena kebijakan pembangunan lebih berorientasi kepada pengembangan kegiatan di daratan dibandingkan di kawasan pesisir dan lautan. Sehingga eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya pesisir dan kelautan terabaikan, dan sebagian besar masyarakat pesisir yang bekerja sebagai nelayan masih hidup di bawah garis kemiskinan, (Serdiati, 2002). Tangkahan adalah pelabuhan perikanan yang dikelola swasta yang memberikan pelayanan yang lebih dibandingkan pelabuhan perikanan yang dikelola pemerintah. Hal tersebut dapat dilihat dari tangkahan yang terus beroperasi bahkan tangkahan yang ada di Kota Sibolga semakin lama semakin meningkat, dimana saat ini sudah terdapat 46 unit tangkahan (Zain, 2002). 17

Keberadaan tangkahan di kota Sibolga mencapai 46 buah yang terdiri dari berbagai ukuran dan termasuk yang sudah tidak beroperasi lagi. Besar kecilnya tangkahan ditentukan oleh jumlah kapal yang dimiliki pemilik tangkahan dan kapal ikan milik orang lain yang yang menjadi langganannya. Salah satu tangkahan yang paling besar dapat melakukan bongkar muat ikan sampai 10 ton per hari dengan melibatkan tenaga kerja sampai 100 orang dengan jumlah kapal yang menjadi anggota tangkahan tersebut mencapai 200 buah dengan ukuran > 30 GT. Tangkahan memberikan pelayanan tidak hanya soal kegiatan bongkar muat dan pengisian BBM serta air bersih, tetapi juga memberikan pelayanan pinjaman untuk biaya melaut, pengolahan dan pemasaran ikan hasil tangkapan, bahkan dapat mengurus perizinan kapal dan lainnya. Berbeda dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara yang belum menyediakan fasilitas jasa diluar pengisian BBM, air bersih dan tempat melelang ikan hasil tangkapan. Tangkahan lebih mengikat pemilik kapal penangkap ikan untuk mendaratkan ikannya disitu. Sebenarnya data-data ikan yang didaratkan di tangkahan sangat lengkap, mulai dari jumlah kapal yang bongkar muat ikan setiap harinya, jumlah ikan hasil tangkapan, jenis ikan yang tertangkap, ukuran ikan yang tertangkap sampai harga dari tiap jenis dan ukurannya. Suatu data yang akurat dan komprehensif dari produksi ikan hasil tangkapan dimana data-data tersebut seharusnya dapat membantu meningkatkan akurasi statistik perikanan. Namun sayangnya, akses terhadap data perikanan tangkap di tangkahantangkahan tersebut sulit dilakukan. 18

Lebih lanjut, dikutip dari situs Medan Bisnis (2015) bahwa data yang dimiliki DKP Sibolga, hanya ada sekitar 58 kapal nelayan di atas 10 GT yang bertangkahan di Sibolga. Tetapi jika dihitung total kapal di Sibolga dan Tapteng ada 200-an kapal (di atas 10 GT). Terkait pengawasan pasca terbitnya Permen KP 2/2015, tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (Trawls) dan pukat tarik (Seine Nets) di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, DKP Sibolga hanya dapat memantau dari kelengkapan dokumen kapal saat akan berangkat dan pulang melaut. Sedangkan pengawasan di tengah laut tidak sanggup dilakukan. Kepala Dinas Kelautan Perikanan Kota Sibolga juga menjelaskan, batas akhir pemakaian pukat yang dilarang Permen KP 2 tahun 2015 adalah di tahun ini. Artinya, izin kapal pengguna pukat itu tidak akan diberikan lagi sampai masa berlaku pajak tahunannya habis sepanjang tahun ini. Alokasi DAK dari Kementrian KP untuk Kota Sibolga pada tahun 2013 yang lalu totalnya mencapai Rp 3,2 miliar, tahun 2014 sebesar Rp 3,6 miliar dan tahun 2015 ini meningkat sedikit menjadi sekitar Rp 3,9 miliar. DAK tersebut dianggarkan untuk bantuan-bantuan peralatan tangkap dan pelatihan kepada nelayan laut dan air tawar. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penyusunan penelitian ini penulis terlebih dahulu merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah modal, tenaga kerja, lama melaut, dan iklim berdampak positif terhadap variabel produksi dan pendapatan nelayan? 19

2. Apakah terdapat perbedaan hasil produksi dan pendapatan nelayan sebelum dan sesudah Permen-KP no 2 Tahun 2015? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui variabel modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim berpengaruh positif terhadap variabel produksi dan pendapatan nelayan. 2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil produksi dan pendapatan nelayan sebelum dan sesudah Permen-KP no 2 Tahun 2015. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmiah dan menjadi sumber referensi bagi pembaca. 2. Sebagai bahan pertimbangan kepada pihak PPN Sibolga dalam menentukan arah kebijakannya kedepan. 20