Kampus USU Medan 20155

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI

PENDUGAAN PRODUKTIVITAS POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) PADA KAWASAN PPOS (PUSAT PENGAMATAN ORANGUTAN SUMATERA, BUKIT LAWANG

KORELASI FENOLOGI TIANG DAN POHON DENGAN JUMLAH SARANG ORANGUTAN ( Pongo abelii ) DI HUTAN SEKUNDER RESORT SEI BETUNG TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

PENDUGAAN PRODUKTIVITAS POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) PADA KAWASAN PPOS (PUSAT PENGAMATAN ORANGUTAN SUMATERA), BUKIT LAWANG

IV. METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

Faktor Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) di Taman Nasional Bukit Tigapuluh

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Klasifikasi ilmiah orangutan Sumatera menurut Groves (2001) adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan. tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya

BAB III METODE PENELITIAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER SKRIPSI SANTY DARMA NATALIA PURBA MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

PERILAKU MAKAN DAN JENIS PAKAN ORANGUTAN(Pongo pygmaeus) DI YAYASAN INTERNATIONAL ANIMAL RESCUE INDONESIA (YIARI) KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

PENGELOLAAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) SECARA EX-SITU, DI KEBUN BINATANG MEDAN DAN TAMAN HEWAN PEMATANG SIANTAR

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

IV. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

BAB IV METODE PENELITIAN

KARAKTERISTIK DAN KERAPATAN SARANG ORANGUTAN (PONGO PYGMAEUS WURMBII) DI HUTAN DESA BLOK PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG PROPINSI KALIMANTAN BARAT

Estimasi Populasi Orang Utan dan Model Perlindungannya di Kompleks Hutan Muara Lesan Berau, Kalimantan Timur

PERILAKU DAN PAKAN LUTUNG KELABU (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) DI HUTAN MANGROVE KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB III METODE PENELITIAN

MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

POLA AKTIVITAS ORANGUTAN (Pongo abelii) DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KETAMBE ACEH TENGGARA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERBURUAN DAN PERDAGANGAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DI DESA KEPARI KECAMATAN SUNGAI LAUR KABUPATEN KETAPANG

BAB III METODE PENELITIAN

KOMPOSISI DAN POTENSI KARBON TERSIMPAN PADA TEGAKAN DI HUTAN RESORT BUKIT LAWANG TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER TESIS. Oleh : S O I M I N

METODE PENELITIAN. Penelitian keberadaan rangkong ini dilaksanakan di Gunung Betung Taman Hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang,

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Area. Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan satu kesatuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

Karakteristik Sarang Orangutan (Pongo pygmaeus morio) Pada Beberapa Tipe Hutan Di Kalimantan Timur

BAB IV METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Pongo pygmaeus di Borneo dan orangutan Pongo abelii di Sumatera merupakan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan

Kampus USU Medan 20155

PENGUKURAN TINGGI POHON 1) (Measurement the High of Trees)

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem Cagar Alam (CA) Dolok Sibual Buali secara administrasi

KAJIAN HABITAT DAN POPULASI UNGKO (Hylobates agilis unko) MELALUI PENDEKATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI TAMAN NASIONAL BATANG GADIS SUMATERA UTARA

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH

ANALISIS TIPOLOGI POHON TEMPAT BERSARANG DAN KARAKTERISTIK SARANG ORANGUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK POHON TEMPAT BERSARANG ORANGUTAN SUMATERA

KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK Pinus merkusii Jungh et de Vries RAS KERINCI DI RESORT KSDA BUKIT TAPAN, KAWASAN TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT, JAMB1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Orangutan yang sedang beraktivitas di hutan

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2014 di

IV. METODE PENELITIAN

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

PERILAKU DAN JELAJAH HARIAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelli Lesson, 1827) REHABILITAN DI KAWASAN CAGAR ALAM HUTAN PINUS JANTHO, ACEH BESAR ABSTRACT

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

BAB III METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar

Karakteristik Habitat dan Preferensi Pohon Sarang Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) di Taman Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus Camp Leakey)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

TEKNIK PENGUKURAN DIAMETER POHON DENGAN BENTUK YANG BERBEDA. Bentuk pohon Diagram Prosedur pengukuran. Pengukuran normal

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

Informasi singkat tentang jenis primata baru khas Sumatera. Orangutan Tapanuli. Pongo tapanuliensis. Jantan dewasa Orangutan Tapanuli Tim Laman

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

Transkripsi:

Analisis Karakteristik Pohon dan Sarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Bukit Lawang Kabupaten Langkat Analysis of the Trees and Nest Characteristics of Sumatran Orangutan (Pongo abelii) in Bukit Lawang, Langkat District Muhammad Rifai 1, Pindi Patana 2, Yunasfi 2 1 Mahasiswa Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Jl. Tri Dharma Ujung No. 1 Kampus USU Medan 20155 (Penulis Korespondensi, E-mail: rifaimuhammad655@yahoo.com) 2 Staf Pengajar Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Jl. Tri Dharma Ujung No. 1 Kampus USU Medan 20155 Abstract Research on "Analysis of the Trees and Nest Characteristics of Sumatran Orangutan (Pongo abelii) in Bukit Lawang Langkat District" was conducted in July until September 2012 at Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS) in Bukit Lawang, Bahorok, Langkat District. This study aims to investigate the characteristics of the nest tree and Sumatran Orangutan (Pongo abelii) based on age level and gender. Research method used line transect and focal animal sampling. Some characteristics of the Orangutans trees most often found in meranti trees (Shorea sp.) as Orangutans nest and feed, with hight 20-25 m, diameter 20-30 cm, branch pattern is adjacent and type of canofy is spherical, nest high 16-25 m. The position of the nest is most commonly found nesting in position III and nest type is B. There are differences and similarities between Orangutan who were subjected to experiments in determining the type of nest trees, nest trees high, nest trees diameter, nest high and position of nest. Keyword: Nest, Pongo abelii, Shorea sp., Sumateran Orangutans Trees and nest characteristic. PENDAHULUAN Sebagian hidup Orangutan dihabiskan di atas pohon, baik itu dalam hal mencari makan maupun beristirahat. MacKinnon (1971) menyebutkan bahwa Orangutan membuat sarang baru pada pohon setiap malam. Sarang tersebut terdiri atas dahan yang berserakan, dapat dibuat dalam beberapa menit jika ada tempat yang cocok, misalnya dipuncak pohon atau dicagak dahan. Dahan dipatahkan dan dibengkokan, kemudian diletakkan tumpang tindih lalu ditutupi dengan dahan-dahan kecil. Analisis yang telah dilakukan tentang sarang Orangutan selama ini kebanyakan digunakan untuk parameter atau metode perkiraan kepadatan Orangutan disuatu kawasan hutan. Menurut Van Schaik dkk., (1994) sarang lebih mudah dihitung dibandingkan hewannya sendiri dan dapat terlihat dalam jangka waktu yang cukup lama, serta kurang berfluktuasi pada suatu lokasi tertentu. Setelah melalui proses yang cukup panjang, metode ini semakin memungkinkan untuk diterapkan dengan hasil yang cukup akurat, hal itulah yang memungkinkan banyak peneliti menganalisis sarang sebagai suatu metode untuk perkiraan kepadatan Populasi orangutan di suatu area. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui fungsi lain dari metode analisis sarang orangutan, karena selama ini metode analisis sarang sering digunakan untuk pendugaan kepadatan populasi orangutan di suatu kawasan hutan. Dengan adanya penelitian ini bisa didapat manfaat lain dari metode tersebut yaitu untuk mengetahui perbedaan karakteristik sarang berdasarkan tingkat umur dan jenis kelamin. Berdasarkan hasil penelitian Dalimunthe (2009) di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera di Bukit Lawang, posisi sarang yang paling bnayak ditemukan adalah posisi 1 dengan persentase 39,11%, sedangkan tipe sarang yang paling banyak yaitu tipe C dengan persentase 50,67%. Jenis pohon yang digunakan sebagai sarang yang paling banyak ditemukan adalah Damar (Agathis sp), Meranti (Shorea sp.) dan Kayu manis (Cinnamomum sp.). BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai bulan September 2012. Lokasi penelitian adalah di Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS) di desa Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: kamera digital, pita ukur, tally sheet, kristen meter dan alat tulis. Bahan yang digunakan yaitu individu orangutan, pohon yang digunakan orangutan untuk membuat sarang dan sarang Orangutan di dalam jalur yang diamati. Jalur yang dilalui adalah sebanyak 5 jalur, yaitu jalur feeding, jalur 2, jalur 3, jalur 5 dan jalur 11. Metode Penelitian Metode pengumpulan data Data yang dikumpulkan terdiri atas 2 kelompok, yaitu : 1. Data primer Data primer diperoleh dari pengamatan dan identifikasi pada lokasi penelitian. 2. Data sekunder Data yang diperoleh dari buku-buku, literatur, jurnaljurnal dan sumber pustaka lainya. Karakteristik Pohon Sarang Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah dengan menggunakan metode line transek atau metode jalur, yaitu suatu petak contoh dimana peneliti 130

Meranti Damar Kruing Kandis Pala hutan Mangga hutan Jambu jambu Redas Rambutan hutan Pisang-pisang Kecing Pakam Jumlah Pohon berjalan sepanjang garis transek dan mencatat data yang diperlukan. Kegiatan yang dilakukan yaitu mengidentifikasi pohon yang ada sarang orangutan, kemudian mencatat jenis pohon, jarak dari jalur, tinggi pohon, diameter pohon, tipe tajuk, tinggi sarang dari permukaan tanah, dan karakteristik sarang tersebut yang meliputi kelas dan tipe sarang. Menurut Santosa dan Rahman (2012) jumlah jalur yang diambil dihutan alam adalah sebanyak 5 jalur utama sepanjang 1000 m dengan jalur tegak lurus utama sepanjang 500 m (3 kiri dan 3 kanan). Aktivitas Membuat Sarang Metode yang digunakan dalam pengambilan data untuk mengetahui aktivitas membuat sarang orangutan adalah focal animal sampling yaitu dengan mengikuti aktivitas individu dalam membuat sarang. Ketentuan individu orangutan yang akan dijadikan obyek pengamatan adalah berdasarkan tingkat umur dan jenis kelamin. Data yang diambil adalah perbandingan karakteristik sarang orangutan berdasarkan tingkat umur dan jenis kelamin Teknik Pengambilan Data Aktivitas Membuat Sarang Data yang didapat dari pengamatan yang dilakukan di lapangan disajikan dalam bentuk tabulasi seperti yang diuraikan pada Tabel 1. Tabel 1. Tabulasi data dari pengamatan di lapangan. Tanggal Tipe No Pengamatan Orangutan 1. Orangutan Jantan dewasa 2. Orangutan Betina dewasa 3. Orangutan Remaja jantan 4. Orangutan Remaja betina Tipe sarang Posisi sarang Karakteristik Pohon Sarang Data tentang karakteristik pohon dan sarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan disajikan seperti pada Tabel 2. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pohon dan Sarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) adalah satusatunya kera besar di Asia yang hidup secara arboreal yang membuat sarang di atas pohon, 44% dari waktu harian Orangutan digunakan untuk beristirahat (MacKinnon, 1971). Sarang Orangutan dibuat setiap hari sebagai tempat beristirahat, terutama saat tidur dimalam hari. Kegiatan bersarang Orangutan meliputi pematahan dan perlakuan pada cabang-cabang atau tanaman untuk menyusun sarang yang akan digunakan untuk beristirahat atau tidur, bangunan alas untuk tempat makan, atau melindungi tubuh dari hujan (Muin, 2007). 1. Jenis Pohon Tempat Bersarang Jumlah pohon tempat bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) yang ditemukan selama pengamatan adalah sebanyak 97 pohon yang terdiri atas 12 jenis, yang tersebar di lima jalur pengamatan, yaitu jalur feeding, jalur II, jalur III, jalur V, dan jalur XI. Jenis pohon yang paling banyak digunakan sebagai tempat bersarang adalah pohon Meranti yaitu sebanyak 37 pohon (38%). Jenis pohon Damar ditemukan sebanyak 25 pohon (26%), jenis Kruing sebanyak 16 pohon (17%), Kandis 3 pohon (3%), jenis Pala hutan 1 pohon (1%), jenis Mangga hutan terdapat 6 pohon (6%), jenis Jambu-jambu terdapat 1 pohon (1%), jenis Redas terdapat 4 pohon (4%), jenis Rambutan hutan 1 pohon (1%), jenis Pisang-pisang 1 pohon (1%), jenis Kecing terdapat 1 pohon (1%) dan jenis Pakam terdapat 1 pohon (1%). Jenis-jenis pohon yang digunakan Orangutan sebagai tempat bersarang dapat dilihat pada Gambar 1. 40 35 30 25 20 15 10 5 0 37 25 16 3 1 Gambar 1. Jenis-jenis Pohon Tempat Sarang Orangutan di Bukit lawang Pohon Meranti lebih banyak dipilih oleh Orangutan karena merupakan jenis pohon yang berkayu kuat sehingga mampu menahan beban Orangutan yang secara morfologi merupakan primata besar. Pohon meranti juga memiliki percabangan yang relatif rapat dengan daun yang tidak berbulu yang tersebar diseluruh cabang pohon dan tidak bergetah. Sifat percabangan dan komposisi daun tersebut akan memudahkan Orangutan dalam membuat sarang yang kuat dan nyaman. Selain pohon meranti, pohon yang banyak digunakan Orangutan sebagai tempat bersarang adalah pohon Damar dan Kruing. Secara taksonomi, pohon Damar dan Kruing juga merupakan pohon yang berkayu kuat, sehingga Orangutan juga sering menggunakan jenis pohon tersebut sebagai 6 1 4 Jenis Pohon 1 1 1 1 131

tempat membuat sarang. Famili pohon Damar (Shorea sp.) adalah Araucariaceae dan famili pohon kruing (Dipterocarpus retusus) adalah Dipterocarpaceae. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Orangutan lebih memilih pohon yang berkayu kuat sebagai tempat membuat sarang, dan hal ini sesuai dengan pernyataan van schaik (2006), bahwa Orangutan lebih menyukai pohon kuat yang memiliki banyak cabang dan memiliki daun yang tidak terlalu besar serta lembut sebagai tempat membuat sarang. Pohon jenis jambu-jambu (Syzygium sp.) tidak banyak digunakan Orangutan sebagai tempat bersarang diduga karena jenis pohon ini tidak memiliki kayu yang kuat, sehingga Orangutan tidak menggunakan pohon ini sebagai tempat bersarang, hal lain yang menyebabkan pohon jambu-jambu tidak banyak dipilih Orangutan sebagai tempat bersarang karena pada saat melakukan penelitian, jenis pohon jambu-jambu yang ditemukan berukuran kecil, sehingga berbahaya bagi Orangutan jika membuat sarang di atas pohon ini. Selain pohon jenis jambujambu, jenis pohon yang juga tidak banyak digunakan Orangutan sebagai tempat membuat sarang adalah pala hutan (Myristyca sp.), rambutan hutan ( Nephelium sp.), pakam (Pometia pinnata), kecing dan pisang-pisang. Jenis-jenis pohon ini kurang disukai Orangutan sebagai tempat membuat sarang karena pada saat penelitian dilihat bahwa ukuran jenis-jenis pohon ini kecil dan memiliki pola percabangan yang jarang sehingga dapat diduga hal itulah yang menyebabkan Orangutan kurang menyukai membuat sarang pada jenis-jenis pohon tersebut. 2. Tinggi Pohon Sarang Tinggi pohon sarang yaitu tinggi total pohon yang dijadikan Orangutan sebagai tempat bersarang dari permukaan tanah hingga ujung tajuk. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan ditemukan sebanyak 97 pohon tempat bersarang Orangutan dengan ketinggian yang beragam. Pujiyani (2008), membagi Tinggi pohon menjadi 5 kelas dalam penelitian Orangutan di hutan Batang toru, yaitu pohon dengan tinggi <11 m, 11-15 m, 16-20 m, 21-25 m dan >25 m. Dalam penelitian ini, tinggi pohon hanya dibagi menjadi 5 kelas, yaitu 10-15 m, 16-20 m, 21-25 m dan >25 m. Pohon dengan kelas ketinggian <11 m tidak dimasukan karena pohon dengan kelas tinggi <11 m tidak ditemukan sebagai tempat bersarang Orangutan. Pada kelas pohon 10-15 m, ditemukan sebanyak 5 sarang Orangutan (18%). Kelas pohon dengan ketinggian 16-20 m ditemukan sebanyak 33 sarang Orangutan (30%). Pohon dengan kelas ketinggian 21-25 m ditemukan sebanyak 36 sarang Orangutan (33%), dan pada pohon dengan kelas ketinggian >25 m ditemukan sebanyak 22 sarang Orangutan (19%). Rata-rata tinggi pohon dari seluruh pohon tempat sarang Orangutan adalah 21,69 m. Persentase perbandingan tinggi pohon tempat sarang Orangutan dapat dilihat pada Gambar 2. 19% 33% 18% 30% 10-15 m 16-20 m 21-25 m >25 m Gambar 2. Persentase Perbandingan Tinggi Pohon Tempat Sarang Orangutan. Pemilihan ketinggian pohon sarang Orangutan dapat disebabkan karena Orangutan menyukai pandangan yang lapang dari sarangnya namun tidak terlalu terbuka sehingga dapat terlindung dari terpaan angin (van Schaik, 2006). Suwandi (2000), mengklasifikasikan lapisan tajuk menjadi lima strata, yaitu: 1. Starata A: Lapisan tajuk paling atas yang terdiri dari pohon-pohon dengan tinggi total lebih dari 30 m. 2. Strata B: Terdiri atas pohon-pohon dengan tinggii total antara 20-30 m. 3. Strata C: Terdiri atas pohon dengan tinggi totall antara 4-20 m, tajuk rendah dan berdiameter kecil. 4. Strata D: Lapisan perdu dan semak dengan ketinggian 1-4 m. 5. Strata E: Lapisan tumbuhan bawah dengan ketinggian 0-1 m. Pohon dengan tinggi >25 m termasuk dalam strata A, pohon dengan ketinggian ini kurang disukai Orangutan sebagai tempat bersarang disebabkan karena pohon ini terlalu tinggi dan rawan terhadap terpaan angin. Pohon dengan tinggi 10-15 m termasuk dalam Strata C, yang merupakan pohon yang bertajuk rendah dan berdiameter kecil. Pohon dengan ketinggian ini juga kurang disukai Orangutan karena tidak menyediakan pandangan yang lapang, disebabkan karena pohon ini terlindung oleh pohonpohon di sekitarnya yang lebih tinggi, dan hal ini akan menyulitkan Orangutan untuk mengamati keadaan sekitarnya. pohon yang paling sering digunakan Orangutan sebagai tempat bersarang berada pada strata B yaitu pohon dengan ketinggian antara 20-30 m. Pohon dengan ketinggian ini lebih disukai karena tidak terlalu tinggi dan bertajuk rapat sehingga 132

Orangutan bisa membuat sarang yang kuat untuk tempat tidurnya. 3. Diameter Pohon Sarang Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan ditemukan jenis pohon yang memiliki diameter yang beragam. Pohon dengan diameter 20-30 cm merupakan pohon yang paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 41 pohon (43%), untuk pohon yang berdiameter antara 31-40 cm ditemukan sebanyak 26 pohon (30%), dan pohon yang berdiameter >40 cm ditemukan sebanyak 29 pohon (27%). Menurut Muin (2007), diameter pohon tidak mempunyai pengaruh yang penting bagi Orangutan Kalimantan dalam memilih pohon yang akan dijadikan tempat bersarang, peran faktor diameter lebih bersifat dukungan kepada faktor jumlah jenis pakan dalam mempengaruhi keberadaan sarang pada pohon tertentu. Persentase perbandingan diameter pohon tempat sarang Orangutan disajikan pada Gambar 3. 30% 20-30 cm 43% 31-40 cm 27% >40 cm Gambar 3. Persentase Perbandingan Diameter Pohon Tempat Sarang Orangutan 4. Tipe Tajuk Hasil pengamatan di lapangan menunjukan bahwa Orangutan di kawasan hutan Bukit Lawang lebih banyak menggunakan pohon yang memiliki tipe tajuk bola dalam membuat sarang yaitu sebanyak 45 pohon (46%), pohon sarang dengan tipe tajuk tidak beraturan ditemukan sebanyak 27 pohon (28%), untuk pohon dengan tipe tajuk kosong pada satu sisi ditemukan sebanyak 21 pohon (22%) sedangkan pohon dengan tipe tajuk silinder ditemukan sebanyak 3 pohon (3%), dan pohon dengan tipe tajuk kerucut yaitu sebanyak 1 pohon (1%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pujiyani (2008) di kawasan hutan Batang Toru, yang menjelaskan bahwa Orangutan lebih banyak menggunakan pohon dengan bentuk tajuk yang berbentuk bola, karena pohon dengan bentuk tajuk bola memiliki percabangan horizontal yang relatif rapat sehingga memudahkan Orangutan dalam membuat sarang. Ilustrasi bentuk tajuk pohon tempat sarang Orangutan disajikan pada Gambar 4. Gambar 4. Ilustrasi Bentuk Tajuk Pohon Tempat Sarang Orangutan. Gambar 5 menggambarkan beberapa bentuk tajuk pohon, gambar A adalah tipe tajuk bola, gambar B adalah tipe tajuk silinder, gambar C adalah tipe tajuk kerucut, gambar D adalah bentuk tajuk payung, gambar E adalah bentuk tajuk kosong pada satu sisi, dan gambar F adalah bentuk tajuk tidak beraturan (Suwandi, 2000). Persentase perbandingan tipe tajuk pohon tempat sarang Orangutan disajikan pada Gambar 5. 22% 3% 1% 28% 46% Bola Tidak beraturan Kosong pada 1 sisi Silinder Gambar 5. Persentase Perbandingan Tipe Tajuk Pohon Tempat Sarang Orangutan. 5. Kerapatan Cabang Hasil pengamatan di lapangan diketahui bahwa kebanyakan Orangutan membuat sarang pada pohon yang memiliki cabang yang rapat. Pohon yang memiliki cabang rapat, akan memudahkan Orangutan untuk membuat sarang yang kuat, salah satu contoh pohon yang memiliki cabang yang rapat adalah Meranti (Shorea sp). Hasil ini sesuai dengan pernyataan Pujiyani (2008), yang menyatakan bahwa pohon dengan cabang rapat, akan memudahkan Orangutan dalam membuat sarangnya. Tiap jenis pohon memiliki keunikan dan ciri percabangan yang berbeda dengan jenis pohon lainnya. 133

Jumlah Sarang 6. Tinggi sarang Orangutan Tinggi sarang adalah ketinggian sarang yang berada di suatu pohon yang diukur dari permukaan tanah. Sarang Orangutan yang ditemukan selama pengamatan di lapangan terletak pada ketinggian yang bervariasi. Sarang dengan ketinggian 16-25 m memiliki persentase terbesar yaitu 32 pohon (34%). Persentase jumlah sarang pada ketinggian 21-25 m sebanyak 26 sarang (27%), persentase jumlah sarang pada ketinggian 5-10 m sebanyak 17 sarang (18%), dan persentase jumlah sarang pada ketinggian >25 m sebanyak 20 sarang (21%). Persentase perbandingan tinggi sarang Orangutan dapat dilihat pada Gambar 6. 8. Posisi Sarang Orangutan Berdasarkan pengamatan di lapangan diperoleh hasil bahwa posisi sarang Orangutan yang paling banyak ditemukan adalah posisi III yaitu 32 sarang, kemudian posisi sarang I sebanyak 29 sarang, posisi sarang II sebanyak 27 sarang dan posisi sarang IV sebanyak 7 sarang. Ilustrasi posisi sarang Orangutan dapat dilihat pada Gambar 7. 21% 18% 5-15 m 16-20 m 27% 34% 21-25 m >25 m Gambar 7. Ilustrasi Posisi Sarang Orangutan Gambar 6. Persentase Perbandingan Tinggi Sarang Orangutan. Menurut Rijksen (1978), Orangutan pada umumnya membangun sarang pada ketinggian 13-15 meter, namun hal ini tergantung pada struktur hutan tempat Orangutan tersebut berada, pemilihan tinggi tempat Orangutan membuat sarang juga sangat dipengaruhi oleh kondisi hutan seperti adanya serangan predator. Semakin tinggi sarang yang dibuat Orangutan, semakin sulit bagi predator untuk menjangkaunya. Berdasarkan hasil penelitian Pujiyani (2008) di kawasan hutan Batang Toru, rata-rata ketinggian sarang Orangutan yang ditemukan adalah 17,4 meter. 7. Pohon Pakan Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, kebanyakan Orangutan membuat sarang pada pohon yang dapat dijadikan sumber pakan (lampiran 3). Bagian pohon yang sering dimakan oleh Orangutan yaitu daun, buah,dan kulit batang pohon tempat bersarang. Jenis pohon yang paling banyak digunakan Orangutan sebagai tempat membuat sarang adalah jenis pohon Meranti (Shorea sp). Menurut Rijksen (1978), Orangutan tidak menggunakan pohon yang sedang berbuah untuk tempat bersarang sebagai strategi untuk menghindari perjumpaan dengan satwa lain yang juga memanfaatkan pohon pakan yang sama, sehingga beresiko timbul persaingan untuk mendapatkan pakan. Posisi I adalah apabila sarang Orangutan terletak di dekat batang utama, posisi II adalah apabila sarang Orangutan berada di pertengahan atau di pinggir percabangan tanpa menggunakan pohon atau percabangan pohon lainnya, Posisi III adalah apabila sarang Orangutan terletak di bagian puncak pohon dan Posisi IV adalah apabila sarang Orangutan terletak di antara dua cabang atau lebih, dari tepi pohon yang berlainan. Pujiyani (2008) menjelaskan bahwa kelebihan dari sarang yang berada di puncak pohon adalah pandangan dari posisi tersebut lebih leluasa sehingga memudahkan Orangutan untuk memperhatikan daerah sekitarnya. Jumlah sarang Orangutan pada setiap posisi yang ditemukan di lapangan disajikan pada Gambar 8. 40 30 20 10 0 29 27 Gambar 8. Jumlah Sarang Orangutan Pada Setiap Posisi. Kelemahan sarang yang berada pada posisi III adalah kayu yang berada di puncak pohon umumnya masih muda dan belum terlalu kuat, sehingga sangat berisiko bagi Orangutan untuk jatuh akibat jika kayu tersebut patah, selain itu sarang Orangutan yang 32 I II III IV Posisi Sarang 7 134

Jumlah Sarang berada di puncak pohon akan lebih mudah terkena terpaan angin dan hujan. 9. Tipe Sarang Orangutan Tipe sarang Orangutan yang paling banyak ditemukan di lapangan adalah sarang tipe B yaitu sebanyak 41 sarang, tipe sarang D sebanyak 17 sarang, tipe sarang E sebanyak 16 sarang, tipe sarang C sebanyak 15 sarang dan yang paling sedikit adalah tipe sarang A yaitu 6 sarang. Tipe sarang A adalah sarang yang dibuat Orangutan masih terlihat baru, keadaan daun masih berwarna hijau, tipe sarang B adalah sarang yang dibuat Orangutan yang keadaan daunya sebagian sudah berubah warna karena layu, tipe sarang C adalah sarang yang dibuat Orangutan masih terlihat utuh, namun kebanyakan daun sudah mulai layu dan terdapat lubang-lubang kecil di sarang tersebut, tipe sarang D adalah sarang yang dibuat Orangutan sudah mulai rusak dan sudah terdapat lubang-lubang besar di sarang tersebut, dan tipe sarang E adalah sarang yang dibuat Orangutan sudah dalam keadaan rusak parah, yang hanya tinggal ranting-ranting pohon saja. Jumlah sarang Orangutan pada setiap tipe yang ditemukan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 9. akibat Orangutan itu sendiri atau predator lain (Van Schaik dkk.,1994). Ilustrasi tipe sarang Orangutan dapat dilihat pada Gambar 10. 50 40 30 20 10 0 41 15 17 16 6 A B C D E Tipe Sarang Gambar 9. Jumlah Sarang Orangutan Pada Setiap Tipe Berdasarkan penelitian Dalimunthe (2009), menyatakan bahwa Orangutan di Bukit Lawang masih banyak memanfaatkan dan memperbaiki sarang yang sudah cukup lama dibuat, hal ini disebabkan karena masih baiknya ketahanan sarang, apalagi jenis pohon yang dijadikan tempat bersarang di daerah ini tergolong kuat yang didominasi pohon dari jenis Dipterocarpaceae. Menurut Rijksen (1978), Orangutan seringkali memperbaiki sebuah sarang lama, sarangsarang tersebut dapat digunakan selama dua malam atau lebih, sedangkan ketahanan sarang Orangutan dapat bervariasi dari dua minggu sampai lebih dari satu tahun. Biasanya ketahanan sarang Orangutan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi atau kualitas sarang itu sendiri, kerusakan yang ditimbulkan oleh alam, seperti angin dan curah hujan yang berkaitan dengan ketinggian sarang serta kerusakan Gambar 10. Ilustrasi Tipe Sarang Orangutan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Beberapa karakteristik pohon dan sarang Orangutan yang paling sering ditemukan di lapangan yaitu Orangutan membuat sarang pada pohon Meranti (Shorea sp) yang juga merupakan pohon pakan, tinggi pohon sarang 20-25 m, diameter pohon sarang 20-30 cm, pola percabangan yang rapat, bentuk tajuk bola 135

dan tinggi sarang 16-25 m. Posisi sarang yang paling banyak ditemukan adalah sarang yang berada pada posisi III dengan tipe sarang B. Terdapat perbedaan dan kesamaan antara individu Orangutan yang dijadikan obyek penelitian dalam menentukan jenis pohon sarang, tinggi pohon sarang, diameter pohon sarang, tinggi sarang dan posisi sarang. Saran Data dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk pengkayaan jenis pohon yang banyak digunakan Orangutan sebagai tempat bersarang. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh kondisi bio-fisik lingkungan dengan penentuan lokasi pembuatan sarang, misalnya suhu, kelembaban, curah hujan, ketersediaan air, struktur vegetasi, dan pengaruh keberadaan satwa lain serta melakukan penelitian pada saat musim buah untuk mengetahui apakah Orangutan membuat sarang pada pohon yang sedang berbuah. DAFTAR PUSTAKA Agustinus. A. 2007. Analisis Penggunaan Ruang dan Waktu Orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus Linneas, 1760) di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Dalimunthe, N.P. 2009. Estimasi Kepadatan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Berdasarkan Jumlah Sarang di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara [skripsi]. Medan : Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Santosa, Y. dan Rahman. 2012. Ketelitian Metode Sarang untuk Pendugaan Populasi dan Penentuan Faktor Ekologi Penting dalam Manajemen Hutan Konservasi [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Rijksen, H. D. 1978. A Field Study on Sumatera Orangutan (Pongo Abelii Lesson 1827). Ecology, Behaviour and Conservation. Wageningen: The Netherlands. Sugardjito, J. 1983. Selecting Nest-site of Sumatran Orangutan, Pongo Abelii in The Gunung Leuser National Park. Indonesia, Primates. Suwandi, A. 2000. Karakteristik Tempat Bersarang Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Camp Leakey Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah. [skripsi]. Departemen Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Van Schaik, C. P. 2006. Diantara Orangutan Kera Merah dan Bangkitnya Kebudayaan Manusia. Cetakan Pertama. Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo: Jakarta. Van Schaik, C. P., S. Poniran, S. Utami, M. Griffith, S. Djojosudharmo, T. Mitrasetia, J. Sugardjjito, H. D. Rijksen, U.S. Seal, T. Faust, K. Traylorholzer, dan R. Tilson, 1994. Estimation of Orangutan Distribution and Status in Sumatera. Plenum Press. New York. Galdikas, B.M.F. 1978. Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Jakarta: Universitas Indonesia Press.. MacKinnon, J. R. 1971. The Ape Within Us. Holt. Rinehard and Winston: New York. Muin, A. 2007. Tipologi Pohon Tempat Bersarang dan Karaktersistik Sarang Orangutan (Pongo pygmeaus wurumbi) di Taman Nasional Tanjung Puting [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Pujiyani, H. 2008. Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Kawasan Hutan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 136