Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

dokumen-dokumen yang mirip
PREVALENSI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT YANG MENGHAMBAT PENETASAN TELUR UDANG WINDU (Penaeus monodon Fabr) DI HATCHERI KABUPATEN TAKALAR

Program Studi Budidaya Perairan Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Balik Diwa

Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar

SERAPAN TIRAM Crassostrea iredalei TERHADAP POPULASI Nannochloropsis sp. DENGAN KEPADATAN AWAL BERBEDA

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta

PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

DISTRIBUSI PENYAKIT WSSV PADA AREAL PENGEMBANGAN BUDIDAYA UDANG WINDU DI KABUPATEN BULUKUMBA

ANALISIS UJI TANTANG BENUR WINDU (Penaeus monodon Fabricius) YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA

DISTRIBUSI WHITE SPOT SYNDROME VIRUS (WSSV) PADA BEBERAPA MAKROORGANISME DI SALURAN PERTAMBAKAN BUDIDAYA UDANG DI KABUPATEN BANYUWANGI DAN PROBOLINGGO

(Penaeus Monodon Fab.) ) di Tambak

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

Ganjar Adhy Wirawan 1 & Hany Handajani 2

Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

PERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA

FLUKTUASI SUHU AIR HARIAN DAN PENGELOLAANNYA DI PETAK PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon)

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK

MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR

BAB III BAHAN DAN METODE

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI KABUPATEN ACEH BESAR

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA PADA TAMBAK INTENSIF DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 41/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK TERHADAP KUALITAS AIR DALAM MENINGKATKAN SINTASAN POST LARVA

BAB III BAHAN DAN METODE

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA. T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 70% wilayah perairan dengan daya dukung lingkungan yang

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan)

PRODUKTIVITAS TELUR DAN DAYA TETAS INDUK UDANG WINDU (Penaeus monodon) ASAL ACEH DAN TAKALAR

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TAMBAK MELALUI PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon)

PEMELIHARAAN POST LARVA (PL4-PL9) UDANG VANNAMEI (Penaeus vannamei) DI HATCHERY PT. BANGGAI SENTRAL SHRIMP PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Ikan bawal air tawar (Colossoma macopomum) merupakan ikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Udang laut merupakan salah satu komoditas utama di sektor perikanan yang

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

IDENTIFIKASI PARASIT PADA IKAN KERAPU (Epinephelus sp.) PASCA TERJADINYA HARMFULL ALGAL BLOOMS (HABs) DI PANTAI RINGGUNG KABUPATEN PESAWARAN ABSTRAK

INTENSITAS DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI DESA LUBUK DAMAR, KABUPATEN ACEH TAMIANG

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

MODUL: PEMELIHARAAN INDUK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

TOLERANSI KADAR GARAM JENIS KEPITING BAKAU DI TAMBAK

PERTUMBUHAN DAN VITALITAS LARVA UDANG WINDU DENGAN PENAMBAHAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKSI CALON INDUK UDANGWINDU, Penaeus mododon ASAL TAMBAK MENGGUNAKAN BAK RESIRKULASI BERDASAR PASIR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. air tawar, payau, dan perikanan laut, dapat dilihat dari semakin banyaknya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke. Sub Ordo : Matantia. Famili: Penaedae.

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

THE STUDY OF MALACHITE GREEN AS DISINFECTANT OF FUNGUS Saprolegnia sp TO THE PREVALENCE AND HATCHING RATE OF CARP. Muhajir

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

KISI-KISI SOAL UKA 2014 PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI DAN PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA

MENGGALI SUMBERDAYA GENETIK UDANG JERBUNG (Fenneropenaeus merguiensis de Man) SEBAGAI KANDIDAT UDANG BUDIDAYA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan

PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan

VARIASI WARNA BAKTERI Vibrio sp. PADA BUDIDAYA UDANG VANAME SISTEM TRADISIONAL PLUS DENGAN APLIKASI PERGILIRAN PROBIOTIK

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada 17 Januari 2016 di UD.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

PENGENALAN UMUM BUDIDAYA KEPITING BAKAU

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

MODUL: PEMANENAN DAN PENGEMASAN

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) kelas benih sebar

Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014

dan nila merah hybrid F 2 yang dipelihara di tambak. Sebagai perlakuan pada penelitian ini adalah A = penggunaan benih nila merah hybrid F 1

OPTIMALISASI REPRODUKSI INDUK UNTUK MENJAGA KESEIMBANGAN POPULASI UDANG WINDU DI PERAIRAN TARAKAN KALIMANTAN UTARA

PEMANFAATAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) UNTUK MENGONTROL KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI TAMBAK

PERFORMA LARVA UDANG WINDU, Penaeus monodon TRANSGENIK DAN TANPA TRANSGENIK PMAV PASCA UJI VITALITAS DAN MORFOLOGI\

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

BAB III METODE PENELITIAN

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN

Lampiran 1. Pola Tanam Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Phyton Pada Usaha Gudang Lele. Periode 1 Periode 2 Periode 3. Periode 4.

MODUL: PENEBARAN NENER

PEMBENIHAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscogutaftus) PEMELIHARAAN LARVA

HAMA DAN PENYAKIT IKAN

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Suatu Tinjauan Tindakan Praktis Dalam Pengelolaan Kesehatan Udang Windu Penaeus monodon Di Tambak

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

Muhammad Nur Syafaat* & Abdul Mansyur

I. PENDAHULUAN. Besarnya permintaan terhadap produk perikanan ini disebabkan oleh pergeseran

SYSTEM FILTRASI DAN STERILISASI ULTRA VIOLET (UV) PADA PEMELIHARAAN ABALONE (Holiotis tokobushi / squamata)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Zoea Syndrome (ZS) pada Larva Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

Transkripsi:

PREVALENSI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT YANG MENGHAMBAT PENETASAN TELUR UDANG WINDU, Penaeus monodon FABR DI HATCHERY KABUPATEN TAKALAR PL-08 Arifuddin Tompo dan Koko Kurniawan* Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg Sitakka No.129 Maros *Penulis untuk korespondensi, E-mail: drhkoko_kurnia86@yahoo.co.id Abstrak Penelitian telah dilakukan pada beberapa hatchery di Kab. Takalar yang bertujuan untuk melihat sejauh mana organisme penyebab penyakit dapat menghambat penetasan telur udang windu di beberapa hatchery di Kab. Takalar. Sampel diambil dari empat hatchery, setiap hatchery diambil 200 butir telur udang yang tidak menetas untuk selanjutnya dilakukan uji mikroskopis. Identifikasi jenis parasit dilakukan dengan metode Johnson (1978), Fernando et al. (1972) dan Kabata (1985). Identifikasi bakteri pada telur diisolasi dengan mengikuti petunjuk Sinderman & Ligtner (1988). Dari hasil identifikasi diperoleh jenis parasit yang menginvestasi telur udang windu adalah Zoothamnium sp, dan Epistylis sp. Dari golongan jamur ditemukan Lagenidium sp. Sedang dari golongan bakteri ditemukan Vibrio sp. Tingkat prevalensi serangan Zootamnium sp. sebesar 23%, Epistylis sp. 7,2% dan Lagenidium sp. sebesar 20,9%. Parameter kualitas air yang meliputi suhu, salinitas, ph, oksigen terlarut dan amoniak yang diamati selama penelitian masih berada dalam batas yang layak untuk penetasan telur udang windu. Kata kunci: hatchery, prevalensi, penyakit, telur udang windu Pendahuluan Udang windu merupakan satu diantara komoditas eksport dari subsektor hasil perikanan yang berperan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Keberhasilan usaha hatchery dalam penyediaan benur merupakan salah satu faktor penentu program pengembangan usaha budidaya udang. Kebutuhan benur setiap tahun diperkirakan 4,5 milliar sedangkan persediaan benur baik dari usaha hatchery maupun penangkapan dialam baru mencapai 1,5 milliar, untuk itu diperlukan berbagai usaha pembenihan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pertambakan. Meningkatnya kebutuhan benur untuk pembudidaya ditambak merangsang pengusaha mendirikan usaha pembenihan baik skala besar maupun skala rumah tangga (SRT) untuk memproduksi benur secara besar besaran demi terpenuhinya kebutuhan tersebut. Peningkatan jumlah hatchery dimasyarakat pesisir Kab. Takalar diikuti pula timbulnya berbagai kendala dari pihak pengusaha yakni pengadaan induk matang gonad atau seringnya timbul wabah penyakit yang menyerang telur dan larva yang menyebabkan mortalitas tinggi. Permintaan benur udang masih meningkat seiring dengan kemajuan teknologi budidaya. Budidaya intensif menuntut ketersediaan benih dalam jumlah besar pada waktu yang bersamaan dengan kualitas yang baik. Permintaan yang demikian tinggi tidak akan terpenuhi jika tidak ditunjang oleh benih yang berasal dari hatchery. Pematangan gonad melalui proses ablasi mata telah berhasil sehingga ketersediaan induk matang gonad sepanjang tahun dapat dijamin dengan biaya yang rendah. Akan tetapi sering sekali jumlah telur yang dihasilkan induk pada saat penetasan masih relatif rendah akibat adanya wabah penyakit. Serangan penyakit merupakan salah satu factor penyebab kegagalan pada pembenihan udang windu dan usaha budidaya ditambak.pengendalian penyakit merupakan faktor yang jika tidak ditangani secara tepat dapat menyebabkan kerugian yang tidak kecil, seperti terjadi kematian larva secara besar besaran dan banyaknya telur yang tidak menetas akibat serangan penyakit. Berdasarkan hal tersebut di atas maka dilakukan penelitian tentang identifikasi penyebab penyakit yang menghambat penetasan telur udang windu di hatchery. Semnaskan _UGM / Penyakit Ikan & Lingkungan (PL-08) - 1

Pada penelitian ini diambil kasus hatchery yang ada di kabupaten Takalar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis organisme penyebab penyakit, tingkat serangan dan jenis yang paling dominan menyerang telur udang windu di hatchery Kab Takalar. Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi terutama penyakit yang menyerang telur udang dalam usaha pengembangan dan pengelolaan hatchery Bahan dan Metode Penelitian ini dilaksanakan pada laboratorium Hama dan Penyakit Balai Penelitian Perikanan Pantai Maros, Sulawesi Selatan. Tempat Pengambilan sampel dilakukan pada empat hatchery yang tersebar di Kabupaten Takalar. Bahan uji yang diamati telur udang windu yang tidak menetas, dikumpulkan dari keempat hatchery tersebut. Jumlah telur yang diamati masing masing 200 butir telur untuk setiap hatchery dengan menggunakan mikroskop elektrik merk Olympus. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengumpulkan sisa telur yang tidak menetas dan berada didasar bak, selanjutnya dimasukkan ke dalam botol sampel yang berisi formalin 2-4% untuk diidentifikasi berdasarkan cara Jhonson (1978) dan Kabata (1985). Sedangkan untuk identifikasi bakteri tidak perlu diawetkan,langsung ditanam pada media TCBS agar menurut petunjuk Sindermann & Lightner (1988). Analisis data tingkat serangan parasit yang terdapat pada telur udang windu, dihitung berdasarkan nilai prevalensi/ insidensi serangan menurut cara Fernando et al. (1972). Prevalensi : N/n x 100% Dimana : N : jumlah telu yang terinfeksi/ terinfestasi n : jumlah telur yang diamati Interpretasi data disajikan dalam bentuk tabel seperti pada pengamatan kualitas air selama penelitian Hasil dan Pembahasan Jenis Penyebab Penyakit Dari hasil pengamatan yang dilakukan terhadap empat hatchery yang tersebar di Kabupaten Takalar didapatkan empat jenis penyakit yang menyerang telur udang windu, yaitu dari golongan protozoa dua jenis (Zoothamnium sp. dan Epistylis sp.), jamur (Lagenidium sp.) dan bakteri (Vibrio sp.). Identifikasi dan diskripsi keempat jenis penyakit sebagai berikut: Zoothamnium sp. Berbentuk seperti lonceng terbalik, alat melekat terdapat pada ujung batangnya, melekat langsung pada cangkang telur, myomonem terlihat pada batang yang transparan, bila masih hidup badan yang berbentuk onceng akan berdenyut membuka dan menguncup. Hidup berkoloni maupun soliter. Epistylis sp. Bangun tubuhnya menyerupai lonceng terbalik, bedanya Zootamnium sp, mempunyai tubuh agak panjang dan lonjong, myonem biasanya terlihat dan berpilih, batangnya agak panjang dan peristome dipenuhi cilia Lagenidum sp. Hypanya kuat dan tebal, mempunyai cabang yang tidak teratur, tidak mempunyai septum (pembatas), holocarpic, berukuran 9,5-18,6 µm tubuhnya berbentuk bulat panjang menyerupai pipa (tubular) dan berllilit menutupi seluruh permukaan telur Vibrio sp. Dari hasil isolasi bakteri untuk keempat hatchery di Kab Takalar pada media selektif TCBS yang diinkubasi pada suhu 30 o C selama 24 jam, masing masing terjadi perubahan warna media dari warna hijau menjadi warna kuning menunjukkan bakteri yang tumbuh adalah Vibrio sp. 2 - Semnaskan _UGM / Penyakit Ikan & Lingkungan (PL-08)

Keempat jenis penyebab penyakit yang didapatkan, bukan saja menginvestasi stadia telur tetapi juga didapatkan menyerang larva sampai udang dewasa ditambak. Hal ini telah dilaporkan oleh Tseng (1987) dan Tompo et al. (1993). Jenis penyakit udang ditambak disebabkan oleh protozoa dari jenis Acineta sp., Zoothamnium sp. dan Epistyles sp. Poernomo (1979) menyatakan bahwa jamur Lagenidum sp. menyerang larva udang di hatchery. Fernando (1988) menemukan bakteri Vibrio sp. menyerang telur dan larva udang di hatchery. Ketiga jenis penyakit yang ditemukan di penelitian ini oleh Sinderman & Ligtner (1988) disebut sebagai parasit epicomensal atau hidup menempel pada inang terutama telur udang. Tingkat Serangan Prevalensi serangan parasit terhadap telur sampel pada penelitian ini diamati dengan menghitung nilai prevalensinya. Prevalesi serangan parasit terhadap telur pada masing masing hatchery disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Analisa Jenis dan Prevalensi Serangan Parasit dan Jamur yang Didapatkan pada Telur Udang dari Empat Hatchery yang ada di Kab Takalar Kode Hatchery Jenis Penyakit Prevalensi (%) A Zoothamnium sp. 23 Epistylis sp. 7,2 Langenidum sp. 18 B Zoothamnium sp. 19 Epistyles sp. Lagenidium sp. 1,9 20,9 C Zothamnium sp. 8 D Zoothamnium sp. 1,4 Berdasarkan hasil pengamatan bahwa tingkat serangan parasit yang paling tinggi di dapatkan pada hatchery A yaitu Zoothamnium sp. 23%, Epistylis sp. 7,2%, Lagenidum sp. 20,9%. Kemudian hatchery C dan D yang ditemukan hanya Zoothamnium sp. sebesar 8% dan 1,4%. Tingginya prevalensi pada Hatchery A dab B diduga karena penanganan yang kurang tepat baik induk maupun telur, pakan yag tidak segar dan kurangnya pemberian desinfektan baik terhadap induk maupun telur. Dugaan ini sesuai dengan Sunaryanto & Mintarjo (1980) bahwa penyakit timbul disebabkan oleh penanganan yang kurang tepat, pakan yang tidak memadai baik mutu maupun jumlahnya dan rendahnya kualitas air. Hatchery A dan B didapatkan 2 jenis parasit dan satu jenis jamur yang menyerang telur sedangkan pada hatchery C dan D yang didapatkan hanya satu jenis. Ditemukan tiga jenis parasit pada kedua hatchery tersebut diduga oleh adanya filter tunggal (hanya pasir) dan kurangnya pemberian desinfektan baik pada bak maupun air yang masuk. Sehingga parasit lebih cepat berkembang di dalam air. Hal ini sesuai yang disarankan oleh Dentler (1982) cit Bastiawan (1988) bahwa untuk mengatasi pertubuhan parasit terutama protozoa dan jamur dapat dilakukan dengan membilas telur menggunakan desinfektan seperti malacyt green, formalin, kalium permanganate dan iodine. Persentase serangan ketiga jenis parasit disajikan dalam Gambar 1 Gambar 1. Prosentase serangan parasit dan jamur pada telur udang windu. Semnaskan _UGM / Penyakit Ikan & Lingkungan (PL-08) - 3

Dengan melihat prosentase serangan kedua jenis parasit, Zothamnium sp. merupakan tertinggi prevalensinya disetiap hatchery, ini diduga bahwa Zoothamnium sp. merupakan jenis parasit dari golongan protozoa yang paling dominan menyerang telur udang windu di hatchery. Infeksi berat dari Zoothamnium sp. menyebabkan telur tidak menetas. Adanya telur yang tidak menetas di hatchery juga disebabkan oleh adanya telur yang tidak dibuahi, frekwensi pemijahan induk dan rendahnya kualitas air. Primavera (1985) dalam Cholik & Tonnek (1989) menyatakan bahwa telur yag normal mempunyai daya tetas minimum 58%. Kualitas Air Kualitas air merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan tingginya tingkat penetasan telur udang windu. Kualitas air yang jelek mengundang timbulnya berbagai jenis penyebab penyakit dalam hatchery. Kisaran parameter kualitas air selama penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kisaran parameter kualitas air dari empat hatchery selama penelitian. Parameter Kisaran Suhu 28-33 o C Salinitas 30-33 permill Oksigen 4,8-7,5 ppm ph 7,5-8,5 Amoniak 0,2 ppm Kisaran suhu selama penelitian adalah 28-33 o C. hal ini menunjukkan bahwa nilai suhu air berada pada batas yang layak untuk penetasan telur udang windu di hatchery. Anonim (1984) dan Baticados (1990) melaporkan bahwa suhu 28-33 o C merupakan suhu yang paling ideal untuk penetasan telur udang di hatchery. Selanjutnya Rahmatun & Hardjono (1986) menyatakan bahwa telur udang windu tidak akan menetas pada suhu kurang dari 24 o C. Hasil pengukuran salinitas selama penelitian berkisar antara 30-33 permill. Menurut muslim (1987) bahwa salinitas 30-33 permill merupakan salinitas yang ideal untuk penetasan telur udang di hatchery. Kisaran oksigen yang didapatkan selama penelitian adalah 4,8-7,5 ppm. Menurut Baticados (1990) bahwa oksigen diatas 5 ppm merupakan kadar yang ideal pada pembenihan. Hasil pengukuran ph berkisar antara 7,5-8,5. Nilai ini ideal untuk penetasan telur udang. Muslim (1987) dan Baticados (1990) menyatakan bahwa ph 7,5-8,5 adalah ideal untuk pemasakan telur udang windu di hatchery. Kadar amoniak yang didapatkan dari penelitian ini adalah 0,2 ppm. Muslim (1987) dan Baticados (1990) bahwa kadar ammonia kurang dari 0,1 ppm merupakan ideal untuk pembenihan. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan organisme penyebab penyakit pada telur udang windu yaitu: 1. Dari jenis protozoa yaitu Zoothamnium sp. dan Epistylis sp., dari jamur yaitu Lagenidium sp. dan dari bakteri diperoleh Vibrio sp. 2. Tingkat serangan yang paling tinggi menginfeksi terhadap telur udang windu adalah Zoothanium sp. sebesar 23% dan Lagenidium sp. sebesar 20,9% Saran Disarankan untuk meningkatkan persentase penetasan diperlukan pencucian telur dan induk, pemberian pakan segar agar tidak mudah terinfeksi penyakit. Daftar Pustaka Anonim.1984. Memproduksi Benih Udang Windu Melalui Pebenihan. Dinas Perikanan Prop. DATI I Sulawesi Selatan. 48 hal. 4 - Semnaskan _UGM / Penyakit Ikan & Lingkungan (PL-08)

Bastiawan, D. 1988. Pengaruh Malacite Green Oxalate, Formalin, dan Methilen Blue Terhadap Pertumbuhan Jamur Saprolegnia sp. Secara In Vitro. Buletin Penelitian Perikanan Darat. Balai Penelitian Perikanan Darat, Bogor. Hal 177-241. Baticados, M.C.L. 1990. Disease of Penaid Shrimp in Philipines. Aquaculture Department. SEAFDEC. Tigbanan Iloilo, Philipines. 46 p. Cholik, F. & S. Tonnek. 1989. Pengaruh Frekwensi Pemijhan Terhadap Kualitas Telur Udang Windu. Jurnal Balai Penelitian Budidaya Pantai, Maros. Vol. 5 No. 1 1989. Fernando, C.F., J.I. Furtado, A.F. Cussey, Hanek & S.A. Kakonge. 1972. Methode for the Study of Fresh Water Parasite. University of Waterloo. 76 p. Johnson, S.K. 1978. Handbook of Shrimp Disease. TAMUSC 75-603. Sea Grant College Programe Texas. A and M University. 23 p. Kabata, Z. 1985. Parasite and Disease of Fish Culture in the Tropics. Tailor and France, London and Philadelpia. Poernomo, A. 1979. Budidaya Udang di Tambak Dalam Proyek Penelitian Sumber Ekonomi, LON LIPI, Jakarta. Hal 71-174. Primavera, J.H. 1985 Broodstock of Sugpo, Penaeus Monodon, Aquaculture Departement. SEAFDEC. Tigbanan, Iloilo, Philippines. 41p. Rahmatun, S. & Hardjono. 1986. Balai Pembenihan Udang, Desain, Pengoperasian dan Pengelolaan. Dirjen Perikanan, Jakarta. Sinderman, C.J. & D.V. Lightner. 1988. Disease Diagnosis and Control in North American Marine Aquaculture. Second (Revised) edition, Elseiver, Scientific Publising Co, Amsterdam, Oxford, New York. 329 p. Sunaranto & K. Mintardjo. 1980. Penyakit dan Tehnik Pengendaliannya dalam Pedoman Pembenihan Udang Penaid. Dirjen Perikanan Departemen Pertanian, Jakarta. Hal 107-119. Tseng, C.L. 1987. Teknik Budidaya Udang Intensif. Bahan Seminar Teknik Budidaya Udang Intensif. 3-19 Desember 1987, di Medan, Jakarta, Surabaya dan Ujung Pandang. Tompo, A. M. Atmomarsono, M.I. Madeali & Muliani. 1993. Prevalensi dan Intensitas Ektoparasit pada Udang Windu (Penaeus monodon) di Tambak Sulawesi Selatan. Jur.Penel. Budidaya Pantai Maros. Tanya Jawab - Semnaskan _UGM / Penyakit Ikan & Lingkungan (PL-08) - 5