II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lubang Resapan Biopori LRB adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 30 cm, kedalaman sekitar 100 cm atau tidak melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang kemudian diisi sampah organik untuk mendorong terbentuknya biopori. Biopori adalah pori berbentuk liang (terowongan kecil) yang dibentuk oleh aktivitas fauna tanah atau akar tanaman (Brata dan Purwakusuma, 2008). Teknologi lubang resapan biopori (LRB), dikembangkan berdasarkan prinsip menjaga kesehatan ekosistem tanah untuk mendukung adanya keanekaragaman hayati dalam tanah oleh tersedianya cukup air, udara, dan sumber makanan (bahan organik). LRB dibuat dengan menggali lubang kecil ke dalam tanah (diameter 10 cm dalam < 100 cm) untuk memudahkan pemasukan air, oksigen dan sampah organik. Lubang berisi sampah organik ini menjadi habitat yang cocok bagi beraneka ragam biota tanah. Mereka berkembang biak dan bekerja membuat biopori yang dapat memperlancar peresapan air dan oksigen dalam lubang melalui permukaan resapan yang diperluas oleh adanya dinding LBR. Sampah organik dikunyah, dimakan, dicampuradukkan dengan mikroba yang secara sinergi dapat mempercepat terjadinya proses pengomposan. Dengan demikian LRB mempunyai kelebihan selain secara fisik dapat memperbaiki laju peresapan air dan sekaligus dapat mempermudah pemanfaatan sampah organik untuk memperbaiki ekosistem tanah dan mengurangi resiko pencemaran tanah, air dan udara (Brata dan Purwakusuma, 2008). Sistem peresapan berbasis biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan yang dapat memberikan banyak manfaat, antara lain: (1) meningkatkan laju peresapan air dan cadangan air tanah, (2) memudahkankan pemanfaatan sampah organik menjadi kompos, (3) meningkatkan peran aktivitas biodiversitas tanah dan akar tanaman, dan (5) mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit demam berdarah dan malaria (Brata dan Purwakusuma, 2008). 3
2.2 Sampah Organik Sampah adalah semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga dan tempat perdagangan dikenal dengan limbah municipal yang tidak berbahaya (non hazardous). Di negaranegara berkembang komposisi sampah terbanyak adalah sampah organik, sebesar 60 70%, dan sampah anorganik sebesar ± 30%. (Anonim, 2009) Berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daundaun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos 2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk lainnya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton. Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daundaun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos; (Anonim, 2009). Dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah yang tidak dikelola dengan baik adalah sebagai berikut: 1. Dampak terhadap kesehatan yaitu lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah terjangkitnya penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum, penyakit demam berdarah dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai. 4
2. Dampak terhadap keadaan sosial dan ekonomi dimana dampaknya akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat, bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimanamana. 3. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lainlain. 4. Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki. (Astriani, 2009) Leiwakabessy, F.M. (1988) menyatakan bahwa mineralisasi bahan organik tanah terjadi melalui tiga tahap reaksi utama, yaitu : 1. Aminisasi Mikroorganisme heterotrop yang terlibat dalam proses aminisasi dan amonifikasi terdiri dari banyak jenis. Salah satu tahap terakhir dari proses dekomposisi bahan organik ialah hidrolisa protein dan pembebasan aminaamina dan asamasam amino. Protein RNH 2 + CO 2 + Energi + lainlain 2. Amonifikasi Aminaamina dan asamasam amino yang dimanfaatkan oleh golongan bakteri heterotrof yang lain dan membebaskan senyawa amonium. Senyawa amonium yang dihasilkan adalah konversi ke nitrit dan NO 3, diambil langsung oleh tanaman dan dipakai oleh bakteri dalam melanjutkan proses dekomposisi. 3. Nitrifikasi Perubahan amonium menjadi NO3 disebut nitrifikasi. Nitrifikasi dapat dilukiskan menurut reaksireaksi sederhana sebagai berikut : 2NH 4 + + 3O 2 2NO 2 + O 2 oksidasi/enzimatik oksidasi/enzimatik 2 NO 2 + 2H 2 O + 4H + + Energi 2 NO 3 + Energi 5
Proses oksidasi biologi ini ini dibedakan dalam dua tahap yaitu perubahan amonium menjadi nitrit dan nitrit menjasi NO 3. Perubahan menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri nitrosomonas yang tergolong dalam bakteri obligat autotrop. Sedangakan perubahan nitrit menjadi NO 3 dilakukan oleh golongan bakteri obligat autotrop yang lain yaitu nitrobakter. 2.3 Nitrat (NO 3 ) Nitrat (NO 3 ) adalah komponen yang mengandung nitrogen yang berikatan dengan tiga atom oksigen. NO 3 merupakan agen pengoksidasi yang kuat dengan berat molekul 62.05 (Addiscott, 2004). Menurut Utama (2007) Nitrat (NO 3 ) dan nitrit (NO 2 )adalah ionion anorganik alami, yang merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertamapertama menjadi ammonia, kemudian dioksidasikan menjadi NO 2 dan NO 3. Oleh karena NO 2 dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi NO 3, maka NO 3 adalah senyawa yang paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di permukaan. Pencemaran oleh pupuk nitrogen, termasuk ammonia anhidrat seperti juga sampah organik hewan maupun manusia, dapat meningkatkan kadar NO 3 di dalam air. Senyawa yang mengandung NO 3 di dalam tanah biasanya larut dan dengan mudah bermigrasi dengan air bawah tanah. NO 3 dan ammonium adalah sumber utama nitrogen untuk tanaman. Dibawah kondisi aerasi normal dalam tanah, NO 3 merupakan bentuk utama dari nitrogen. NO 3 bersifat sangat mobil dalam tanaman, mudah larut dan tidak teradsorpsi oleh koloid tanah. Pada kondisi curah hujan tinggi atau penambahan air irigasi maka NO 3 tercuci dari horizon atas tanah dan cepat hilang karena denitrifikasi. Selama musim kemarau yang hebat dan pergerakan air kapiler memungkinkan ke atas dan ke bawah, maka NO 3 akan terakumulasikan pada bagian atas horizon tanah bahkan dipermukaan tanah. ( Tisdale et al., 1985 ). Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang berasal dari ammonia melalui proses oksidasi katalitik. Nitrit juga merupakan hasil metabolisme dari siklus nitrogen. Bentuk pertengahan dari nitrifikasi dan denitrifikasi. NO 3 dan nitrit adalah komponen yang mengandung nitrogen berikatan dengan atom oksigen, NO 3 6
mengikat tiga atom oksigen sedangkan nitrit mengikat dua atom oksigen. (Utama, 2007). Sumber utama nitrogen dalam tanah adalah dari bahan organik melalui proses mineralisasi ammonium dan NO 3. Selain itu, nitrogen dapat juga bersumber dari atmosfer (78%) melalui curah hujan (810%), penambatan (fiksasi) oleh mikroorganisme tanah baik secara simbiosis dengan tanaman maupun hidup bebas dan dari proses pemupukan ( Mukhlis, 2003 ). Tingginya kadar NO 3 pada air minum sering menjadi sumber keracunan NO 3 terbesar. Hal ini sangat berbahaya bila kandungan NO 3 ini dikonsumsi oleh anak bayi dan dapat menimbulkan keracunan akut. Bayi yang baru berumur beberapa bulan belum mempunyai keseimbangan yang baik antara usus dan bakteri usus. Sebagai akibatnya, NO 3 yang masuk dalam saluran pencernaan akan langsung diubah menjadi nitrit yang kemudian berikatan dengan hemoglobin membentuk methemoglobin. Ketidak mampuan tubuh bayi untuk mentoleransi adanya methemoglobin yang terbentuk dalam tubuh mereka akan mengakibatkan timbulnya sianosis pada bayi. Pada bayi yang telah berumur enam bulan atau lebih, bakteri pengubah NO 3 di dalam tetap ada walau dalam jumlah sedikit. Pada anakanak dan orang dewasa NO 3 diabsorbsi dan di sekresikan sehingga resiko untuk keracunan NO 3 jauh lebih kecil. (Utama,2007) Apabila NO 3 dan nitrit yang masuk bersamaan dengan makanan, maka banyaknya zat makanan akan menghambat absorbsi dari kedua zat ini dan baru akan diabsorbsi di traktus digestivus bagian bawah. Hal ini akan mengakibatkan mikroba usus mengubah NO 3 menjadi nitrit sebagai senyawa yang lebih berbahaya. Karena itu, pembentukan nitrit pada intestinum mempunyai arti klinis yang penting terhadap keracunan. Nitrit dapat mengakibatkan vasodilatasi pada pembuluh darah, hal ini mungkin diakibatkan karena adanya perubahan nitrit menjadi nitrit oksida (NO) atau NO yang mengandung molekul yang berperan dalam membuat relaksasi otototot polos. Selain itu, nitrit di dalam perut akan berikatan dengan protein membentuk Nnitroso, komponen ini juga dapat terbentuk bila daging yang mengandung NO 3 atau nitrit dimasak dengan panas yang tinggi. Sementara itu, komponen ini sendiri diketahui menjadi salah satu bahan karsinogenik seperti timbulnya kanker perut pada manusia. (Utama,2007). 7