BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan untuk menunjang dan menggerakkan bidang bidang kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari pembebanan pada perkerasan ketanah dasar (subgrade) tidak melampaui

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR NTISARI BAB I PENDAHULUAN 1

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanah liat. Fungsi perkerasan adalah untuk menahan atau memikul beban lalu. perkerasan jalan dibagi atas dua kategori yaitu:

melalui daerah berbentuk kerucut di bawah roda yang akan mengurangi tegangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memiliki peranan yang

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

perkerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, ukuran dan gradasi,

BABII TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan suatu perkerasan yang tidak stabil.

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

NASKAH SEMINAR INTISARI

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya ke

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAHUN 2007

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Lapisan Antara (Asphalt Concrete-Binder Course) Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

BABII TINJAUAN PUSTAKA. . Aspal adalah bahan padat atau semi padat yang merupakan senyawa

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

BAB III LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk melayani bebanlalu lintas. Agregat yang dipakai dapat berupa

TINJAUAN PUSTAKA. perkerasan lentur, perkerasan kaku, dan perkerasan komposit. Secara umum

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat.

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

BAB III LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. diperkirakan km. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel

BAB III LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

BAB I PENDAHULUAN. disektor ekonomi, sosial budaya, politik, industri, pertahanan dan keamanan.

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perkerasan Jalan

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konstruksi perkerasan lentur ( Flexible pavement), yaitu perkerasan yang

STABILITAS LAPIS ASPAL BETON AC-WC MENGGUNAKAN ABU SEKAM PADI

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR PANTAI TERHADAP SIFAT MARSHALL DALAM CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH KOMBINASI SEKAM PADI DAN SEMEN SEBAGAI FILLER TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON

PENGGUNAAN CTAM (Cement Treated Asphalt Mixture) JIKA DIBANDINGKAN DENGAN LATASTON SEBAGAI LAPIS PERKERASAN

BAB II Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA. A. Perkerasan Jalan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam penunjang aktivitas di segala bidang. Berbagai aktivitas seperti

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Abstract. Kata Kunci : Asphalt Concrete Wearing Course, SPSS, Karakteristik Marshall. Abstract

PENGGUNAAN ABU BATU KAPUR DESA BUHUT JAYA KABUPATEN KAPUAS SEBAGAI TAMBAHAN FILLER

BAB I PENDAHULUAN. penduduk di Yogyakarta. Pembangunan hotel, apartemen, perumahan dan mall

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. samudera yang memiliki kadar garam rata-rata 3,5%, artinya dalam 1 liter air laut

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas dan menyebarkannya ke tanah dasar agar beban yang diterima tanah dasar tidak melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). Ada tiga macam konstruksi perkerasan jalan berdasarkan bahan pengikatnya menurut Sukirman, (1992). Tiga macam perkerasan itu adalah : 1. konstruksi perkerasan lentur (flexible pavements), yaitu perkerasan dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya, 2. konstruksi perkerasan kaku (rigid pavements), yaitu perkerasan dengan menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat pelat beton dengan atau tanpa tulangan, diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis fondasi bawah, 3. konstruksi perkerasan komposit (composite pavements), yaitu pengombinasian antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku yang dapat berupa perkerasan kaku di atas perkerasan lentur ataupun sebaliknya. 6

7 Untuk konstruksi perkerasan lentur sendiri terdiri atas : 1. lapis permukaan (surface course), berfungsi sebagai : a. lapisan yang memberikan suatu permukaan yang rata dan tidak licin, b. lapisan yang mendukung dan menyebarkan beban vertikal atau horizontal atau gaya geser dari kendaraan, c. lapisan kedap air untuk melindungi badan jalan, d. sebagai lapis aus, 2. lapis fondasi atas (base course), berfungsi sebagai : a. lapis pendukung lapis permukaan, b. pemikul beban vertikan dan horizontal, c. lapis peresapan bagi lapis fondasi bawah, 3. lapis fondasi bawah (sub base course), berfungsi sebagai : a. lapisan yang menyebarkan beban roda, b. lapisan peresapan, c. lapisan pencegah masuknya tanah dasar ke lapis fondasi, d. lapis pertama pada pembuatan struktur perkerasan, 4. tanah dasar (sub grade), tanah dasar merupakan tanah asli, permukaan tanah galian yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk peletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.

8 2.2 Aspal Menurut Sukirman, 1992, Bahan dasar dari aspal adalah hidrokarbon yang sering disebut sebagai bitumen. Aspal yang umum digunakan saat ini terutama berasal dari salah satu destilasi minyak bumi, dan disamping itu mulai banyak pula digunakan aspal yang berasal dari pulau Buton. Sebagai salah satu material perkerasan lentur, aspal merupakan salah satu komponen kecil, umumnya 4%-10% berdasarkan berat atau 10%-15% berdasarkan volume, tetapi merupakan komponen yang relatif mahal. Aspal didefinisikan sebagai material perekat berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai temperatur tertentu aspal dapat berubah menjadi cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton atau masuk ke pori-pori yang ada pada penyemprotan atau penyiraman pada pelaksanaan pelaburan. Jika temperaturnya mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat thermoplastic) (Sukirman, 1992). Menurut Sukirman, (1992), aspal yang dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai: 1. bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara aspal dengan bahan pengikat itu sendiri, 2. bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.

9 2.3 Agregat Menurut petunjuk pelaksanaan Laston Bina Marga (1987) agregat adalah batuan pecah, kerikil, pasir, dan komposisi mineral lainnya, baik yang berasal dari alam ataupun buatan. Secara umum ada 2 jenis agregat, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Agregat kasar adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari saringan No.8 (=2,36 mm) (Sukirman, 2003). Agregat halus adalah agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan No.8 (=2,36 mm) (Sukirman, 2003). Agregat merupakan kumpulan butir batu pecah atau mineral lainnya berupa hasil alam ataupun buatan yang digunakan sebagai bahan penyusun jalan. Agregat berbentuk pecah memiliki gaya gesek dalam yang tinggi sehingga akan menghasilkan kestabilan konstruksi lapis keras. Stabilitas yang tinggi diisyaratkan bahwa minimum 40% dari agregat yang tertahan saringan no.4 memiliki paling tidak satu bidang pecah (Krebs and Walker, 1971). Menurut Sukirman, (1992), agregat atau batuan didefinisikan secara umum sebagai formulasi kulit bumi yang keras dan kenyal. Agregat batuan merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yang mengandung 90% - 95% agregat berdasarkan persentase berat, dan 75% - 85% agregat berdasarkan persentase volume.

10 2.4 Filler Menurut sukirman, (1992), filler adalah kumpulan mineral agregat yang umumnya lolos saringan no.200. Filler atau bahan pengisi mempunyai fungsi untuk mengisi rongga antara partikel agregat untuk mengurangi besarnya rongga, meningkatkan kerapatan dan stabilitas dari massa tersebut. Rongga udara pada agregat kasar diisi dengan partikel yang lolos saringan no.200. Filler merupakan mineral agregat dari fraksi halus yang umumnya lolos saringan no.200 dan mempunyai berat jenis minimal 0,5 gram/cm 3 dan tidak lebih 0,9 gram/cm 3, dan berperan sebagai pengisi rongga untuk meningkatkan kepadatan dan ketahanan campuran serta meningkatkan stabilitas campuran (Santosa, 2001). 2.5 Karakteristik Campuran Menurut Sukirman, 2003, Karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh campuran aspal beton adalah: 1. stabilitas, yaitu kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, 2. keawetan dan durabilitas, durabilitas diperlukan pada lapisan agar lapisan dapat mampu menahan kerusakan akibat pengaruh cuaca, air, perubahan suhu, ataupun, keausan akibat gesekan kendaraan, 3. kelenturan (fleksibilitas), adalah kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri akibat penurunan dan pergerakan pondasi atau tanah dasar tanpa terjadi retak,

11 4. tahanan geser / kekesatan, adalah kekesatan yang diberikan oleh perkerasan sehingga kendaraan tidak mengalami slip disaat terjadi hujan atau basah maupun kering, 5. kedap air, adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara ke dalam lapisan aspal beton, 6. ketahanan kelelehan, adalah ketahanan lapis aspal beton dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelehan yang berupa alur dan retak, 7. kemudahan pelaksanaan (workability), adalah mudahnya suatu campuran untuk dihampar dan dipadatkan. 2.6 Sifat-Sifat Marshall Menurut Robert, (1991) sifat-sifat marshall meliputi : 1. stabilitas (stability), 2. kelelehan plastis (flow), 3. berat volume (density), 4. Void In The Mix (VITM) / presentase rongga terhadap campuran, 5. Void Filled With Asphalt (VFWA) / nilai presentase rongga dalam campuran yang terisi aspal, 6. hasil bagi Marshall (Marshall Quotient).

12 2.6.1 Stabilitas Menurut Petunjuk Pelaksanaan Laston Untuk Jalan Raya Bina Marga (1987) stabilitas adalah kemampuan maksimum suatu benda uji campuran dalam menahan beban sampai terjadi kelelehan plastis, dinyatakan dalam satuan beban. Menurut Sukirman, (2003), stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan untuk menahan beban lalu lintas tanpa mengalami perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas berbanding lurus dengan fungsi jalan dan volume lalu lintas. Jalan yang digunakan untuk melayani volume lalu lintas tinggi dan yang lebih dominan kendaraan berat membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas yang tinggi juga. 2.6.2 Kelelehan Plastis (flow) Menurut Petunjuk Pelaksanaan Laston Untuk Jalan Raya Bina Marga (1987), kelelehan plastis (flow) merupakan besarnya perubahan bentuk plastis benda uji campuran beraspal yang terjadi akibat suatu beban sampai batas keruntuhan dinyatakan dalam satuan panjang. 2.6.3 Berat Volume (density) Menurut Robert (1991), kadar aspal naik, density ikut naik mencapai puncak lalu turun. Puncak kepampatan biasanya bersamaan dengan kadar aspal optimum dan stabilitas puncak. Kepampatan yang tinggi akan menghasilkan kemampuan untuk menahan beban yang tinggi serta kekedapan terhadap air dan udara yang tinggi.

13 2.6.4 Void In The Mix (VITM) / Presentase Rongga Terhadap Campuran Menurut Petunjuk Pelaksanaan Laston Untuk Jalan Raya Bina Marga (1987), rongga di dalam campuran adalah perbandingan volume rongga terhadap volume total campuran padat yang dinyatakan dalam persen. Menurut Sukirman, 2003, banyaknya pori yang berada dalam beton aspal padat adalah banyaknya pori diantara butir-butir agregat yang diselimuti aspal. VITM dinyatakan dalam presentase terhadap volume beton aspal padat. 2.6.5 Void Filled With Asphalt (VFWA) / Nilai Presentase Rongga Dalam Campuran yang Terisi Aspal Menurut Petunjuk Pelaksanaan Laston Untuk Jalan Raya Bina Marga (1987), rongga terisi aspal adalah volume rongga didalam agregat yang terisi aspal yang dinyatakan dalam persen. Menurut Roberts (1991), Void Filled With Asphalt adalah persentase rongga dalam agregat padat yang terisi aspal. Nilai VFWA yang terlalu tinggi dapat menyebabkan naiknya aspal ke permukaan saat suhu perkerasan tinggi. 2.6.6 Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient) Hasil bagi Marshall (Marshall Quotient) merupakan hasil bagi antara nilai stabilitas dan nilai flow. Nilai Marshall Quotient yang tinggi akan menunjukkan nilai kekakuan lapis perkerasan yang tinggi, yang berarti jika lapis perkerasan mempunyai nilai Marshall Quotient yang tinggi, maka perkerasan akan mudah menjadi retak-retak akibat beban lalu lintas yang berulang-ulang, sementara jika

14 nilai Marshall Quotient yang terlalu rendah menunjukkan campuran lapis perkerasan mudah berubah bentuk bila menahan beban lalu lintas (Totomihardjo, 1994)