BAB I PENDAHULUAN. dituturkan di sejumlah wilayah di Indonesia, dan ada pula bahasa-bahasa etnik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 7. INDONESIA MASA ISLAMLATIHAN SOAL BAB 7

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai.

BAB V KESIMPULAN. Di dalam aktivitas pelayaran dan perniagaan internasional Nusantara

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari bahasa. Bahasa menyerap masuk ke dalam pemikiran-pemikiran

KATA PENGANTAR. Dalam kesempatan ini pula saya menyampaikan rasa bahagia dan ucapan rasa terima kasih kepada :

Kerajaan Ternate dan Tidore. Oleh Kelompok 08 : Faiqoh Izzati Salwa (08) Muhammad Anwar R (21) Shela Zahidah Wandadi (27)

BAHASA IBU YANG KEHILANGAN IBU (KAJIAN SOSIOLINGUISTIS BAHASA YANG TERANCAM PUNAH DI MALUKU UTARA)

BAB I STRATEGI MARITIM PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA

BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan

INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1

I. Berilah tanda silang ( X ) pada huruf a,b,c atau d di depan jawaban yang paling benar!

BAB III MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA JALUR ISLAMISASI. 3.1 Proses Islamisasi dan Perkembangan Islam di Indonesia

Daftar Isi. Abstrak Kata Pengantar Ucapan Terima Kasih. Daftar Tabel Daftar Lampiran

BAB I PENDAHULUAN. islam di Nusantara. Dan proses masuknya agama Islam di Indonesia menjadi

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara, juga termasuk

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB IV ANALISIS DATA 1.1 Gambaran Umum Lokasi Penilitian Sejarah Desa Bale Luas, Batas dan Topografi Wilayah

KISI-KISI SOAL PENILAIAN AKHIR SEMESTER 1

BAB I PENDAHULUAN. bahasa pengantar dalam komunikasi sehari-hari. nasional dan bahasa negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional,

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

BAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Aceh secara geografis terletak di jalur perdagangan Internasional yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komunikasi merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

BAB I PENDAHULUAN. tradisi dan budaya yang sangat tinggi. Bahasa merupakan Sistem lambang bunyi

BAB I PENDAHULUAN. Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. IV.1. Deskripsi Kabupaten Halmahera Selatan. Administratif dan Kondisi Fisik

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lainnya. Berkomunikasi merupakan cara manusia saling

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 September 2016 s/d 29 September 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

22 September 1605 M. Selatan mendapat tempat

P E N D A H U L U A N

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat dapat mempengaruhi perubahan bahasa. Era

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas untuk memenuhi salah satu kebutuhan sosial manusia,

Indikator Pencapaian Kompetensi. Kegiatan pembelajaran. Mencari artikel di perpustakaan dan internet mengenai lahir dan berkembangnya agama dan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal

DENGAN RAHMAT TUHAN YA NG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 14 September 2016 s/d 18 September 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PEMERTAHANAN BAHASA JAWA PADA MASYARAKAT KAMPUNG CIDADAP KABUPATEN CIREBON. Oleh. Hesti Muliawati, Rendi Suhendra, dan M.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Tugas Perkuliahan & bobot nilai. Model Perkuliahan. Sub Pokok Bahasan. Kompetensi Khusus. Pokok Bahasan. Pertemuan ke- No.

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 26 Maret 2016 s/d 31 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 26 Maret 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 Juli 2016 s/d 29 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 25 Juli 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu Kotamadya dari 33 kabupaten

BAB VII RAGAM SIMPUL

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentuk berdasarkan undang-undang RI tahun 1999 tentang pembentukan

BAB I PEDAHULUAN. pesisir, desa Rantau Panjang ini juga merupakan desa tertua di Kecamatan Pantai

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.4. Yunani. Cina. Vietnam. Yunan. Teluk Tonkin

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dengan karakter, budaya, dan tradisi yang berbeda beda. Ada suku Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia ternyata tidak

BAB I PENDAHULUAN. Alih kode..., Dewi Nuryanti, FIB UI, Universitas Indonesia

menghubungkan satu kebudayaan dengan kebudayaan lain.

BAB I PENDAHULUAN. yang seluas-luasnya. Sebagai bagian dari arsitektur, mesjid merupakan konfigurasi dari

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, tetapi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. Badan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi. masalah pendidikan, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, UNESCO,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Membahas Masjid Raya Binjai tidak terlepas dari peran Kesultanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping

SARANA PRASARANA PENGOLAHAN YANG DIBANGUN DITJEN P2HP,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan sehari-hari tidak pernah lepas dengan bahasa, ketika

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku

Setelah selesai kegiatan pembelajaran, siswa dapat :

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Sejarah. Arung Sejarah Bahari Suatu Pendekatan Edukatif Melihat Laut Dari Perspektif Sejarah

ARSITEKTUR ISLAM PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA DAN KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. dipilih umat manusia dalam berkomunikasi dibanding berbahasa non lisan. Hal ini

Wujud Akulturasi Budaya Islam Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pentingnya Pengetahuan Arsitektur Masa Lampau

I. PENDAHULUAN. internasional, adanya kontrol terhadap labour dan hasil tanah serta sudah memilki

terkonsentrasi di kawasan pantai Salah satu permasalahan dalam pembangunan kota Ternate : Berkembangnya penduduk yang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara multibahasa. Ada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan, ada bahasa Melayu lokal yang dituturkan di sejumlah wilayah di Indonesia, dan ada pula bahasa-bahasa etnik yang jumlahnya 722 bahasa, seperti yang dicatat dalam Ethnologue: languages of the world (Lewis, 2009). Dalam situasi kebahasaan inilah, menjadikan masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang bisa dan biasa menggunakan lebih dari satu bahasa dalam komunikasi sehari-harinya. Bahasa Indonesia digunakan di dunia pendidikan, pemerintahan, dan dalam acara kenegaraan. Sementara itu, bahasa Melayu lokal bahasa lintas-etnik dan bahasa etnik digunakan digunakan dalam komunikasi intra-etnik. Bahasa Melayu lokal dan bahasa-bahasa etnik digunakan dalam situasi tidak resmi, akrab, dan dalam komunikasi keluarga. Penggunaan tiga bahasa bahasa Indonesia, bahasa Melayu lokal, dan bahasa etnik ini secara sosial membentuk penutur warga Indonesia memiliki kebiasaan menggunakan lebih dari satu bahasa dalam aktivitas komunikasinya. Ketika menggunakan salah satu dari tiga bahasa, terjadi kemungkinan pencampuran dan penggantian kata-kata, frase, atau kalimat-kalimat secara bergantian dalam setiap tuturan warga Indonesia. Situasi penggunaan bahasa seperti ini, secara sosiolinguistis, dikenal sebagai peristiwa campur kode (code mixing) dan alih kode (code switching). Peristiwa campur kode dan alih kode adalah fakta sosiolinguistik yang lazim terjadi bagi masyarakat multilingual dan

2 lazim terjadi pada masyarakat dengan ciri bilingual, masyarakat yang bisa dan biasa menggunakan dua bahasa (atau lebih) dalam setiap tindak tuturnya (speech act). Situasi kebahasaan seperti ini telah menjadi lazim di Indonesia. Sebagai salah satu kota tua di Indonesia, sejak lama Ternate telah menjadi kota yang didiami oleh beragam suku dengan beragam bahasanya. Sejak abad ke- 14, Ternate telah menjadi salah satu kota yang didatangi oleh berbagai komunitas dari luar Ternate. Bahkan, jauh sebelum rute perdagangan diketahui oleh bangsabangsa Eropa, Ternate telah didatangi oleh pedagang-pedagang Asia, seperti bangsa Arab, Persia, Gujarat, dan Cina. Pula, pedagang-pedagang dari beberapa wilayah nusantara dalam meramaikan jalur perdagangan rempah-rempah seperti pedagang dari Jawa Timur (Tuban dan Gresik), pedagang dari Jawa Tengah (Demak dan Pekalongan), serta pedagang dari Jawa Barat (Cirebon dan Banten), pedagang dari Sumatera, pesisir pantai Perlak, Malaka, Aceh, dan Palembang. Tidak ketinggalan pula pedagang dari Sulawesi turut andil dalam interaksi perdagangan seperti suku Bugis dan Makasar bahkan suku Bajo atau lebih dikenal dengan orang laut telah meramaikan rute perdagangan ini. Barulah pada abad ke-15 bangsa Eropa seperti Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris, mulai menemukan bandar Ternate dalam perdagangan rempahrempah. Kedatangan bangsa Arab, Cina, dan sejumlah suku di nusantara serta masuknya kolonialisme di Maluku sejak abad ke-16 telah menjadikan Ternate sebagai kota multibudaya, dan oleh karena itu pulalah membuat Ternate menjadi kota multibahasa. Interaksi dalam jalur pergadangan antarkota dan antarwilayah di nusantara telah pula mengantarkan bahasa Melayu ke Maluku (Utara), yang tidak

3 saja menjadi lingua-franca bagi nusantara (dan kemudian Indonesia), tetapi sampaikan kini telah menjadi lingua-franca bagi beragam etnik di Maluku Utara. Dalam pekembangannya terjadi akulturasi antara warga tempatan yang berbahasa ibu bahasa Ternate dengan komunitas pendatang yang membawa bahasa Melayu kemudian terbentuklah komunitas majemuk di kota Ternate. Menurut catatan Naidah, seorang juru tulis (semacam sekretaris) Kesultanan Ternate, setidaknya ada empat pemukiman yang menjadi bukti penting jejak Melayu di Ternate, yaitu Melayu Cim (bagian barat kota Ternate), Melayu Konora (bagian tengah kota Ternate), Melayu Heku (bagian utara kota Ternate), dan Melayu Jiko (bagian selatan kota Ternate) (Ibrahim, 2008). Empat wilayah Melayu ini tersebar Melayu merupakan bentuk pemukiman-pemukiman penduduk yang ada di Kota Ternate. Selain kawasan empat Melayu ini, ada pula kawasan yang dinamai sesuai asal komunitas pemukim mula-mulanya. Misalnya, kampung Palembang di selatan pusat perbelanjaan Ternate Mal, kampung Arab atau lebih dikenal dengan kampung Tenga berada di bagian barat pusat perbelanjaan Ternate Mal, tepat di tengah-tengah pasar modern dan pasar tradisional. Ada juga kampung Cina yang bersebelahan dengan kampung Arab, berada tepat di bagian selatan kampung Arab. Kebanyakan pemukim di kampung ini adalah para imigran. Ketiga komunitas ini adalah pendatang dan merupakan komunitas penggerak usaha dagang dan roda perekenomian kota Ternate sejak dulu hingga hingga kini. Selain beberapa komunitas yang telah disebutkan di atas, dapat ditemukan juga perkampungan Jawa atau lazim disebut lingkungan Falajawa. Perkampungan

4 Falajawa ini berbatasan dengan perkampungan Arab. Orang-orang Jawa ini banyak berasal dari Jawa timur dan Jawa tengah yang sudah sekian lama telah melakukan kawin campur dengan masyarakat pribumi, bahkan sejalan dengan perkembangan era pasar bebas pedagang-pedagang makanan tepatnya di tempat nongkrong anak-anak muda banyak didominasi oleh etnis Jawa. Juga di bagian utara perbatasan kota ada pemukiman orang-orang Makasar. Wilayah ini lebih dikenal dengan sebutan kampung Makasar. Sama halnya dengan orang-orang Jawa, orang-orang Makasar sudah sejak sekian lama menetap di Ternate. Pemukiman ini berada di sebelah utara benteng peninggalan Belanda, Fort Oranye. Kedatangan orang-orang Cina, Palembang, Jawa, Makassar, dan kemudian disusul dengan Gorontalo telah membentuk Ternate menjadi kota yang majemuk bersama penduduk tempatan, yaitu etnik Ternate. Kemajemukan itu semakin terbentuk, ketika sejumlah penduduk lokal Maluku Utara, seperti Tidore, Makeang, Galela, Tobelo, Sanana, Bacan, sejumlah penduduk dari dataran Halmahera, Ambon, Seram, dan sejumlah komunitas dari Maluku Tenggara (seperti Tual dan lain-lain) datang dan bermukin di Ternate. Dalam kemajemukan Ternate yang telah terbentuk sejak lama, bahasa Melayu Ternate menjadi lingua-franca bagi warga Ternate dalam komunikasi sehari-harinya, termasuk dalam kegiatan jual-beli di pasar di Ternate. Dalam perkembangkan terakhir, terutama setelah pemekaran Maluku Utara menjadi provinsi sejak tahun 1999, para pedagang kaki lima di pasar Gamalama Ternate, yang sebelumnya hanya didominasi oleh pedagang dari Makasar dan Gorontalo,

5 dan sedikit dari komunitas Ternate, kini ditambah lagi dengan pegadang yang berasal dari Tidore, Makeang, dan beberapa dari Galela dan Tobelo. Beragamnya warga Ternate dan beragam pulanya asal komunitas pedagang kaki lima di Pasar Gamalama, telah membentuk suatu komunitas tutur (speech community) yang menjadikan Melayu Ternate sebagai bahasa pengantar dalam transaksi jual-beli.dengan semakin beragamnnya bahasa ibu seperti bahasa bahasa Gorontalo, Bugis-Makasar, Ternate, bahasa Tidore, dan bahasa Makeang para pedagang kaki lima dan semakin beragam pula warga kota Ternate sebagai pembeli dalam aktivitas transaksional di pasar Gamalama, peristiwa alih kode dan campur kode dalam komunikasi mereka menjadi suatu yang lazim. Penggunaan secara campur kata, frase, dan kalimat dalam dua bahasa oleh pegadang kaki lima, yaitu bahasa ibu dan bahasa Melayu Ternate sebagai lingua-franca, dan pengalihan atau penggantian dari bahasa ibu ke bahasa Melayu Ternate atau sebaliknya, menjadi situasi sosiolinguistik yang nyata dalam kegiatan jual-beli di Pasar Gamalama Ternate. Meskipun demikian, bagaimana wujud, pola, dan faktor penentu alih kode dan campur kode dalam aktivitas komunikasi para pedagang kaki lima, terutama penjual pangan di Pasar Gamalama Ternate merupakan suatu soal sosiolonguistik yang belum diungkap secara lebih jelas dan rinci. Oleh karena itu, untuk mengetahui wujud, pola, arah, dan faktor penentu alih kode dan campur kode dalam transaksi jual-beli pegadang kaki lima di Pasar Gamalama Ternate, diperlukan penelitian yang mendalam dan rinci.

6 1.2 Masalah Penelitian Ada banyak faktor yang menentukan alih kode dan capur kode dalam aktivitas jual-beli pangan di Pasar Gamalama Ternate. Akan tetapi masalah yang diteliti adalah wujud, pola, dan faktor penentu alih kode dan campur kode. Sekaitan dengan ini, masalah-masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimana wujud alih kode dan campur kode dalam kegiatan jual-beli pangan di Pasar Gamalama Ternate? 2. Bagaimana pola alih kode dan campur kode yang muncul pada kegiatan jual beli di Pasar Gamalama Ternate? 3. Apa yang menjadi faktor penentu terjadinya alih kode dan campur kode dalam kegiatan jual-beli di Pasar Gamalama Ternate? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Penelitian. Mengingat peristiwa alih kode dan campur kode pada akitivitas jual-beli pangan di Pasar Gamalama Ternate berkaitan dengan banyak variabel sosiolinguistik, maka penelitian ini hanya terbatas pada: a. Arah alih kode dan campur kode yang terjadi dalam akitivitas jual-beli pangan di Pasar Gamalama Ternate berupa peralihan dari bahasa Melayu Ternate ke dalam bahasa Ternate atau dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate. b. Arah alih kode dan campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke dalam bahasa Makeang atau dari bahasa Makeang ke dalam bahasa Melayu Ternate. c. Arah alih kode dan campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke dalam bahasa Tidore atau peralihan dari bahasa Tidore ke dalam bahasa Melayu Ternate.

7 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka tujuan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana terjadinya proses alih kode dan campur kode dalam aktivitas jual-beli pangan di Pasar Gamalama Ternate. 2. Untuk mengetahui wujud dan arah alih kode dan campur kode dalam aktivitas jual-beli pangan di Pasar Gamalama Ternate. 3. Untuk mengetahui faktor penentu terjadinya alih kode dan campur kode pada aktivitas jual-beli pangan di Pasar Gamalama Ternate. 1.5 Signifikansi dan Manfaat Penelitian Penelitian tentang proses alih kode dan campur kode pada aktivitas jualbeli pangan di Pasar Gamalama relevan dengan kajian pragmatik, sosiolinguistik, dan etnolonguistik. Di samping itu, penelitian ini memiliki manfaat: 1. dapat digunakan sebagai bahan informasi atau rujukan tentang bentuk dan wujud arah alih kode dan camur kode serta faktor penentu terjadinya campur kode; 2. dapat digunakan sebagai pedoman bagi para peneliti, khususnya mengenai proses alih kode dan campur kode dalam aktivitas jual-beli di Pasar Gamalama Ternate; 3. dapat digunakan sebagai bahan pembanding penelitian bagi para peneliti yang akan datang; dan

8 4. untuk kepentingan pembelajaran bahasa, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahar ajar dalam pembelajaran bahasa Indonesia bagi siswa SMA di Ternate.