BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

ISTILAH DI NEGARA LAIN

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Citra Satelit IKONOS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

JENIS CITRA

Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

ABSTRAK. Kata kunci: Pelayanan kesehatan, Georaphical Information System (GIS), Kebumen, Rumah sakit dan puskesmas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

PEMANFAATAN CITRA IKONOS DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI HARGA LAHAN DI KECAMATAN GODEAN KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

yang tersedia untuk dibangun dan terus meningkatnya harga tanah yang terlalu tinggi serta kesulitan dalam proses pembebasan tanah untuk perumahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (

PEMANFAATAN CITRA IKONOS UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN AKIBAT GEMPA BUMI. Oleh : Lili Somantri

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono

BAB I. 1.1 Pengantar Latar Belakang PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

LAPORAN PENELITIAN. Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

TINJAUAN PUSTAKA. Status administrasi dan wilayah secara administrasi lokasi penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Geografi, Pendekatan Geografi, dan Konsep Geografi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemetaan Sawah Baku 2.2. Parameter Sawah Baku

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

BAB II METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan pada saat ini, maka turut berkembang pula teknologi yang digunakan. Dalam kesehariannya, manusia selalu membutuhkan teknologi dalam mengerjakan kegiatannya sehari-hari. Begitu pula dengan ilmu kartografi yang ada pada saat ini, dimana tidak lagi hanya sekedar ilmu pembuatan peta yang dituangkan dalam selembar kertas, namun pada saat ini ilmu kartografi juga berkembang menuju arah teknologi yang maju. Hal ini dapat diamati dari terus berkembangnya teknik penyusunan, analisis, dan visualisasi hasil kartografi. Kartografi pada era sebelum 60-an merupakan kegiatan yang terkenal dengan manufacturing maps, tetapi pada saat ini lebih cenderung ke arah analisis dan visualisasi data secara spasial (Kraak & Ormelling, 1999 dalam Noorhadi Rahardjo). Perkembangan teknologi telah mempengaruhi perubahan dari berbagai produk kartografi menjadi lebih cepat, lebih murah, dan interaktif dengan tampilan visual secara hampir real-time. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa produk kartografi saat ini telah mengalami penekanan secara lebih dari mulanya yang bersifat statis menjadi peta dinamis (Taylor, 1994). Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu atau teknologi untuk memperoleh informasi atau fenomena alam melalui analisis suatu data yang diperoleh dari hasil rekaman obyek,daerah atau fenomena yang dikaji. Teknologi penginderaan jauh dalam pekembangannya mempunyai perkembangan yang sangat cepat. Hal ini ditunjukkan pada system perekaman ataupengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat pengindera (sensor) yang dipasangpada pesawat terbang atau satelit (Lillesand dan Keifer, 1987) yang sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga dapat menghasilkan kualitas dan kuantitas data secara spasial yang lebih baik.perkembangan teknologi Penginderaan Jauh semakin nyata terlihat melalui kehadiran berbagai sistem satelit dengan berbagai misi dan teknologi sensor. 1

Aplikasi satelit penginderaan jauh telah mampu memberikan data/informasi tentang sumberdaya alam dataran dan sumberdaya alam kelautan secara teratur dan periodik. Salah satu keuntungan dari data citra satelit untuk deteksi dan inventarisasi sumberdaya lahan adalah setiap lembar (scene) citra ini mencakup wilayah yang sangat luas yaitu sekitar 60 180 km2. Lahan akan bervariasi menurut kegiatan manusia yang ada di dalamnya. Adanya bermacam-macam kegiatan manusia akan menimbulkan variasi harga lahan yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Semakin meningkatnya kebutuhan akan lahan, menjadikan harga lahan pada suatu tempat dengan sendirinya akan mengalami kenaikan. Harga lahan adalah penilaian atas lahan yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan ruang untuk satuan luas pada pasaran lahan (Yunus, 1987). Banyak sektor yang membutuhkan data harga lahan untuk tujuan tertentu, dan biasanya mengarah pada tujuan ekonomi. Perubahan harga lahan akan berlangsung secara cepat seiring dengan bertambahnya aktivitas manusia, maka untuk mengetahui perubahan harga lahan tersebut, data penginderaan jauh dapat digunakan sebagai solusi untuk mengetahui perubahan harga lahan tersebut berdasarkan parameter-parameter fisik lahan yang ada. Ketersediaan citra satelit dalam bentuk digital memungkinkan penganalisaan dengan komputer secara kuantitatif dan konsisten serta dapat digunakan untuk cek lapangan. Dengan teknologi Inderaja, penjelajahan lapangan dapat dikurangi, sehingga akan menghemat waktu dan biaya bila dibanding dengan cara teristris di lapangan. Analisis data penginderaan jauh merupakan suatu kegiatan untuk mengenali kembali segala kenampakan obyek yang berhasil ditangkap oleh alat sensor yang dibawa satelit. Kenampakan citra dalam penyajian detil/data dipengaruhi oleh tingkat resolusi Survey terestrial atau survey lapangan merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan data harga lahan. Tetapi metode ini mempunyai kelemahan yaitu dibutuhkan waktu yang relatif lama dan tenaga yang besar. Selain itu, untuk daerah dengan perubahan harga lahan yang sangat dinamis, proses survey lapangan tidak dapat mengimbangi perubahan tersebut. 2

Daerah dengan perubahan harga lahan yang dinamis adalah daerah dimana nilai lahan meningkat dengan cepat, yang secara langsung akan mempengaruhi harga lahan. Daerah ini adalah daerah pusat-pusat pertumbuhan dan kota..parameter yang mempengaruhi harga lahan dapat diketahui dengan interpetasi manual atau dengan menggunakan aplikasi software GIS. GIS adalah suatu sistem software, hardware dan prosedur untuk memfasilitasi manajemen, manipulasi, analisa, pemodelan, representasi dan tampilan data tergeoreferensi untuk memecahkan masalah yang kompleks berkaitan dengan perencanaan dan manajemen sumber daya. 1.2. Perumusan Masalah Kecamatan Minggir merupakan salah satu daerah di wilayah barat Kabupaten Sleman dengan perubahan penggunaan lahan yang relatif cepat di Kabupaten Sleman, sehingga akan menimbulkan perubahan harga lahan yang cepat pula. Hal ini terutama dipengaruhi oleh keberadaan jembatan yang menghubungkan antara Kabupaten Kulonprogo dengan Kabupaten Sleman yang letaknya terletak di Kecamatan Minggir. Sebelumnya, kedua daerah ini dipisahkan oleh Sungai Progo yang cukup besar dan seolah-olah Kecamatan Minggir menjadi ujung dari Kabupaten Sleman. Di sepanjang jalan yang ada di Kecamatan Minggir terdapat peningkatan perubahan lahan yang cepat, dan umumnya adalah perubahan lahan pertanian menjadi non-pertanian (permukiman dan jasa). Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memperoleh data harga lahan secara efektif dan cepat adalah dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis. Citra Ikonos merupakan salah satu produk Penginderaan Jauh yang dapat digunakan dalam studi harga lahan. Dengan resolusi spasial yang tinggi serta data yang dapat diperbaharui, akan memudahkan dalam proses analisa dan update harga lahan. Variabel yang dapat diekstrak dari citra satelit Ikonos ini adalah data penggunaan lahan dan aksesbilitas lahan. Pemilihan Kecamatan Minggir sebagai daerah penelitian didasarkan pada beberapa hal penting. Kecamatan Minggir dikenal sebagai wilayah pertanian yang 3

didominasi oleh sawah. Dengan adanya keberadaan jembatan yang menghubungkan antara 2 Kabupaten di 2 provinsi yang berbeda akan menimbulkan adanya pertambahan aktivitas manusia yang akan mengakibatkan adanya perubahan pemanfaatan lahan dan permintaan lahan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dari uraian di atas dapat diambil beberapa pertanyaan : 1. Seberapa besarkah manfaat citra Ikonos dalam penentuan harga lahan khususnya untuk daerah kecamatan Minggir? 2. Bagaimanakah penyebaran harga lahan di Kecamatan Minggir pada saat ini? Untuk itu penulis ingin mengadakan penelitian dengan judul Pemanfaatan Citra Ikonos Untuk Mengetahui Sebaran Harga Lahan di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mengetahui seberapa jauh manfaat Citra IKONOS dalam menghasilkan informasi penggunaan lahan dan aksesbilitas lahan. 2. Mengetahui sebaran harga lahan yang ada di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman 1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah 1. Dapat dijadikan alternatif bagi pihak terkait untuk mengetahui sebaran harga lahan. 2. Secara ilmiah dapat dijadikan rujukan bagi studi ilmiah mengenai harga lahan. 1.5. Sasaran Penelitian Penelitian ini ditujukan terutama dalam hal pengenalan obyek pada citra ikonos, yaitu penggunaan lahan dan aksesbilitas lahan.sasaran lain adalah 4

penekanan metode analisa menggunakan Sistem Informasi Geografis. Data yang telah dihasilkan oleh metode penginderaan jauh diolah dengan software SIG. Pengharkatan, analisa jaringan (network analyst), buffering dan tumpangsusun (overlay) merupakan metode yang akan digunakan dalam penelitian kali ini. 1.6. Tinjauan Pustaka 1.6.1. Sistem Penginderaan Jauh. Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisa data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa adanya kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand & Kiefer, 1979).Menurut Sutanto (1995) Sistem penginderaan jauh terdiri dari dua sub sistem yang saling terkait. Sub sistem pertama adalah sub sistem perolehan. Sistem ini berkaitan dengan metode untuk memperoleh data penginderaan jauh yang valid yang mencakup antara lain : 1. Tenaga untuk sensor penginderaan jauh, tenaga ini adalah gelombang elektro magnetik, baik yang alamiah, yaitu pantulan dari sinar matahari dan pancaran dari obyek itu sendiri (penginderaan jauh pasif) maupun buatan misalnya radar dan gelombang mikro (penginderaan jauh aktif). 2. Obyek penginderaan jauh, yaitu segala obyek benda maupun fenomena yang direkam dan dikenali oleh sensor serta dapat diidentifikasi baik secara langsung maupun tidak langsung. 3. Proses penginderaan jauh, meliputi berbagai interaksi antar tenaga obyek, serta atmosfer dan proses perekaman itu sendiri. Subsistem yang kedua adalah analisis dan sintesis.analisa yaitu proses mengenali apa yang terekam dalam data digital maupun data analog serta menilai arti pentingnya masing-masing sesuai dengan tujuan yang terkait. Sintesis adalah penggabungan atau pemaduan unsure-unsur hasil analisis sebagai langkah lanjut untuk mencapai tujuan tertentu. Komponen dalam sistem penginderaan jauh dapat dijabarkan dalam gambar berikut ini: 5

Sumber : Sutanto (1995) Gambar 1.1. Sistem dan komponen Penginderan jauh Data yang dihasilkan oleh sistem penginderaan jauh mempunyai kerincian yang berbeda-beda. Kerincian data tergantung pada resolusi dari data tersebut. Ada empat jenis resolusi data penginderaan jauh, yaitu : 1. Resolusi spasial, yaitu ukuran obyek terkecil yang dapat disajikan, dibedakan, dan dkenali pada data 2. Resolusi spektral, yaitu kerincian spektrum elektromagnetik yang digunakan dalam perekaman 3. Resolusi radiometrik, yaitu menunjukkan kepekaan sistem sensor terhadap perbedaan terkecil dari kekuatan sinyal 4. Resolusi temporal merupakan frekuensi perekaman ulang pada daerah yang sama. (Sutanto,1995) Berbagai jenis analisis dengan tujuan akhir yang khusus memerlukan jenis data penginderaan jauh yang berbeda satu sama lain. Untuk itu dirasa sangat perlu untuk mengetahui spesifikasi data apa saja yang kita perlukan untuk jenis analisa yang sedang kita lakukan. Setelah pemilihan data yang sesuai telah dilaksanakan maka proses yang tak kalah pentingnya adalah mengenai analisis data. Lillesand dan Kiefer (1979) mengemukakan bahwa interpretasi citra adalah identifikasi apa yang dapat dilihat pada citra dan mengkomunikasikan informasi ini dengan yang lain sehingga membentuk informasi yang berguna. Lebih lanjut Sutanto (1986) mengemukakan bahwa prinsip identifikasi dan pengenalan obyek pada citra didasarkan pada 6

penyidikan karakteristik atau atributnya pada citra. Pekerjaan lapangan (field checking merupakan satu kesatuan dengan pekerjaan interpretasi. Interpretasi ulang merupakan usaha penyempurnaan hasil interpretasi yang dipadukan dengan hasil uji dan pekerjaan lapangan. Penginderaan jauh dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis. Ini didasarkan pada jenis sensor, jenis alat perekam, jenis wahana, jenis keluaran data, dan lain-lain. Menurut Sutanto (1995) data penginderaan jauh sesuai dengan cara perekamannya dibagi menjadi dua jenis, yaitu : data digital dan data analog. Data digital berupa susunan angka yang mencerminkan nilai warna atau tingkat keabuan serta data koordinat/posisi. Data tadi memberikan nilai pada sel-sel kecil yang bernama piksel, yakni ukuran terkecil obyek yang dapat direkam oleh sensor.data analog adalah data yang terekam dalam bentuk gambar. Data analog dibedakan lagi menjadi data grafis (1 dimensi) dan data dua dimensional yang selanjutnya disebut citra. Lebih lanjut Sutanto (1995) menyatakan bahwa citra dapat dibagi lagi menjadi dua kelompok, yaitu citra foto dan citra non foto (digital). Citra foto dibuat dengan kamera, perekaman secara serentak untuk satu lembar foto dan menggunakan tenaga cahaya tampak atau perluasannya (ultraviolet dekat atau inframerah dekat). Sedangkan citra non foto dibuat dengan sensor selain kamera yang didasarkan atas penyiaman (scanning). Perekamannya bagian demi bagian dan dapat menggunakan semua jenis gelombang elektromagnetik, bahkan dapat menggunakan pita serapan. Pada dekade 1960-an hamper semua data pengnderaan jauh hanya mempunyai output berupa data analog dan visual. Tetapi mulai tahun 1970-an hingga sekarang format digital mulai menggeser keberadaan data analog, dikarenakan karena berbagai keuggulan format ini, diantaranya data lebih portable, mudah diolah dengan computer serta range nilai spectral yang lebih pasti dan lebih besar. Bahkan akhir-akhir ini terlihat bahwa tren dari data penginderaan jauh mulai bergeser pada citra satelit sangat detail dan citra hiperspektral, sebagai contoh adalah produk citra IKONOS yang akan digunakan dalam penelitian kali ini. 7

1.6.2. Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi : Ikonos Kerincian informasi yang dapat disadap dari data penginderaan jauh sangat tergantung dari resolusi. Untuk penelitian kali ini, dari keempat resolusi yang ada, yaitu resolusi spasial, temporal, spectral, dan radiometrik, maka resolusi spasial merupakan yang terpenting. Resolusi spasial merupakan ukuran obyek terkecil yang dapat disajikan. Ini sangat menguntungkan dalam interpretasi detail penggunaan lahan dan aksesibilitas yang merupakan salah satu data penting yang dibutuhkan untuk analisa harga lahan. Dengan kemajuan teknologi saat ini, telah banyak produk-produk data penginderaan jauh dengan resolusi spasial yang detail, salah satunya adalah IKONOS yang akan digunakan dalam penelitian kali ini Satelit IKONOS-1 diluncurkan pada tahun 1999 namun gagal. IKONOS-2 yang secara resmi diluncurkan pada 24 September 1999, untuk menggantikan IKONOS-1 (Space Imaging, 2003). Satelit ini membawa sensor pankromatik dan multispektral dengan lebar sapuan 11 km. Sumber energi satelit ini dihasilkan dari 3 buah "solar array" yang menghasilkan daya sebesar 1100 watt. Satelit Ikonos-II dilengkapi memori dengan kapasitas mencapai 64 gigabyte sebagai media penyimpan data. Data hasil rekaman disimpan dalam memori, kemudian ditransfer ke stasiun penerima di bumi dengan kemampuan transfer data sebesar 320 megabyte per detik. Sensor yang dibawa oleh satelit IKONOS adalah sensor pankromatic (PAN) dan sensor yang terdiri atas 4 saluran (MSI). Bila data pada diplotkan pada sumbu-sumbu koordinat saluran hijau, biru, merah dan inframerah dekat maka dihasilkan ruang spektral yang spesifik, sebagai acuan pengenalan objek secara spektral. Pada panjang gelombang 0,45-0,90 um merupakan spektral tampak (visible) yang sama dengan citra Landsat 4 dan 5 saluran 1-4 (Space Imaging, 2003). Dengan mengkoleksi data 1 1-bit, dimana akan menghasilkan 2.048 tingkat kecerahan (gray level), hal ini akan meningkatkan kontras dan detail bayangan (Ganas et al. 2001). Area berukuran satu kilometer persegi dengan citra berwarna (tiga saluran RGB) membutuhkan 3 MB penyimpanan untuk data 8 bit, dan 6 MB untuk data 11 bit (Tabel 2.4). Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 8

warna asli, 3 band (PAN/MSI), resolusi spasial 1-m dengan besar file 17,8 MB. Tabel 1.1 Spesifikasi Ikonos Diluncurkan Waktu operasional Orbit Kecepatan Orbit Kecepatan di bumi Revolusi Waktu mengelilingi bumi Altitude Resolusi Cakupan citra Waktu melewati ekuator Resolusi temporal Dynamic Range Image Bands 24-Sep-99 Vandenberg Air Force Base, California Lebih dari 8.5 Tahun 98.1 derajat, sun synchronous 7.5 kilometer (4.7 miles) per detik 6.8 kilometer (4.2 miles) per detik setiap 24 jam 98 menit 681 kilometer (423 miles) Nadir: Pankromatik 0.82 meter (2.7 kaki) multispektral 3.2 meter(10.5 kaki) Off Nadir : Pan 1.0 meter (3.3 kaki), multispektral 4.0 meter (13.1 kaki) 11.3 kilometer (7.0 miles) pada nadir 13.8 kilometer (8.6 miles pada 26 off-nadir) Kurang lebih 10:30 a.m. waktu matahari Kurang lebih 3 hari pada resolusi 1 meter, 40 latitude 11-bits per pixel Pankromatik, biru, hijau, merah, inframerah dekat Sumber : Space Imaging,2011 Pada Tabel berikut akan dipaparkan spesifikasi sensor dan resolusi tiap saluran pada sistem satelit IKONOS. Tabel 1.2. Spesifikasi sensor dan resolusi Ikonos Mode Band Batas Bawah (nm) Batas Atas (nm) Lebar Band (nm) Resolusi Spasial (m) Pan 525.8 928.5 403 1 MS-1 (Biru) 444.7 516.0 71.3 4 MS-2 (Hijau) 506.4 595.5 88.6 4 MS-5 (Merah) 631.9 697.7 65.8 4 MS-4 (VNIR) 757.3 852.7 95.4 4 Sumber : Space Imaging,2011 Pada setiap area dibumi dibutuhkan 1,5 hari untuk data dengan resolusi diatas 2 m, dan rata-rata dibutuhkan 1,5 hari untuk data dengan resolusi diatas 2 m, dan rata-rata membutuhkan waktu 3 hari untuk data dengan resolusi citra 1 m. Satelit IKONOS mempunyai orbit polar, circular, sinkron matahari, yang berarti akan meliput daerah yang sama pada jam yang sama yaitu 10:30 pagi, mengorbit 9

681 km dan kedua sensor (pankromatik dan multispektral) mempunyai lebar sapuan (scann imaging) 11 km. Dengan kemampuan ini jelas sekali manfaat dari data citra tersebut mampu digunakan untuk pemantuan terhadap perkembangan NJOP Bumi. Tabel 1.3. Spesifikasi tiap saluran citra Bits per Piksel Jumlah Saluran Resolusi Spasial (m) Besar File per km 2 (MB) Hitam dan Putih 8 1 1 1 11 1 1 2 Multispektral (warna asli atau 8 4 0,1875 ~> semu) 11 4 0,375 Multispektral (4-band) 8 4 4 0,25 11 4 4 0,5 Warna (warna asli atau semu) 8 3 1 3 11 1 6 Warna (4-band) 8 4 1 4 11 4 1 8 Bundle (warna asli atau 8 4 1+4 1,1875 semu) 11 4 1+4 2,375 Bundle (4-band) 8 5 1+4 1,25 11 5 1-4 2,5 Sumber : Space Imaging,2011 Pada setiap area dibumi dibutuhkan 1,5 hari untuk data dengan resolusi diatas 2 m, dan rata-rata dibutuhkan 1,5 hari untuk data dengan resolusi diatas 2 m, dan rata-rata membutuhkan waktu 3 hari untuk data dengan resolusi citra 1 m. Satelit IKONOS mempunyai orbit polar, circular, sinkron matahari, yang berarti akan meliput daerah yang sama pada jam yang sama yaitu 10:30 pagi, mengorbit 681 km dan kedua sensor (pankromatik dan multispektral) mempunyai lebar sapuan (scannmg) 11 km. Data IKONOS dapat menghasilkan citra stereo, sehingga memungkinkan pandangan secara 3 dimensi (Kumar dan Ofelia, 2001). Dengan kemampuan ini jelas sekali manfaat dari data citra tersebut mampu digunakan untuk pemantuan terhadap perkembangan NJOP Bumi. Semakin kecil ukuran obyek (terkecil) yang dapat terdeteksi, semakin halus atau tinggi resolusinya, begitu pula sebaliknya. citra IKONOS mempunyai 10

resolusi spasial 1-m untuk citra pankromatik dan 4-m untuk citra multispektral. Spesifikasi dari produk citra Ikonos-II dapat dilihat pada Tabel berikut ini : 1.6.3. Harga Lahan Tabel 1.4. Spesifikasi produk citra Ikonos Akurasi Posisi Ortho Target Mosaick Pilihan Level Correc ted Elevation Available Stereo Aplikasi CE90 RMS NMAS Angle Geo 15,0 m* N/A N/A Tidak 60-90 Tidak Tidak Visual dan interpretasi Regional, pemetaan Reference 25.4 m 11.8 1:50.000 Ya 60-90 Ya Ya area yang luas dan aplikasi umum SIG Transportasi, infrastruktur Pro 10.2 m 4.8 1:12.000 Ya 60-90 Ya Ya penggunaan lahan dan evaluasi penentuan letak Precision Precision Plus 4.1 m 2.0 m 1.9 0.9 1:4.800 1: 2.400 Ya Ya 72-90 75-90 Ya Ya Ya Ya perkembangan ekonomi Akurasi posisi tinggi dan perencanaan kota skala besar, penaksiran wilayah hutan Pemetaan presisi dan analisis lanjut untuk detail perkotaan, peta kadaster dan aplikasi pemetaan infrastruktur Sumber : Space Imaging 2011 Harga lahan merupakan dasar dalam penentuan NJOP khususnya untuk obyek pajak bumi. Menurut UU RI No. 12 tahun 1985 Pasal 1 ayat 3 dan Perubahan UU RI No. 12 Tahun 1994 disebutkan bahwa Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pajak pengganti. Dalam penentuan NJOP dikenal tiga pendekatan penilaian, yaitu : 1. Pendekatan data pasar Dilakukan dengan cara membandingkan objek sejenis dengan yang sudah diketahui harganya. Pendekatan ini umumnya digunakan untuk menilai harga lahan atau tanah. 2. Pendekatan biaya Ini dipergunakan untuk bangunan, dimana nilai bangunan dihitung berdasarkan biaya pembuatan bangunan dikurangi biaya penyusutan. 11

3. Pendapatan Kapitalisasi pendapatan Ini juga salah satu pendekatan untuk menentukan nilai objek pajak untuk bangunan, yaitu dengan mengkapitalisasikan pendapatan satu tahun dari objek pajak yang dibangun untuk menghasilkan pendapatan. Pada penelitian kali ini yang dikhususkan pada harga lahan, maka bahasan hanya akan difokuskan pada pendekatan harga pasar yang diperuntukkan untuk analisis penilaian harga bumi/tanah/lahan. Dalam teknisnya, penilaian dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Penilaian masal yaitu Nilai dihitung berdasarkan Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang terdapat pada setiap Zona Nilai Tanah (ZNT). NIR (Nilai Indikasi Rata-rata) adalah nilai pasar rata-rata yang dapat mewakili nilai lahan dalam suatu Zona Nilai Tanah (ZNT). Zona Nilai Tanah menggambarkan suatu zona geografis yang terdiri atas sekelompok objek yang mempunyai satu Nilai Indikasi Rata-rata. Teknisnya penentuan batas ZNT mengacu pada batas penguasaan lahan, dan tidak terikat pada batas blok. Tetapi prakteknya ZNT dapat didasarkan pada tersedianya data pasar yang dianggap layak untuk mewakili nilai tanah. Blok ditetapkan menjadi satu areal pengelompokan bidang lahan terkecil untuk digunakan sebagai petunjuk lokasi objek pajak yang unik dan permanen. Syarat utama sistem identifikasi objek pajak adalah stabilitas (Ditjen Pajak, 1994). Penentuan batas blok harus memperhatikan karakter fisik yang tidak berubah dalam kurun waktu yang lama. 2. Penilaian individual yaitu setiap objek lahan dinilai per individu. Umumnya hal ini dilakukan pada objek yang mempunyai nilai khusus atau tinggi. Pada penelitian ini digunakan metode penilaian masal yang merujuk pada data harga pasar. Selain lebih cepat, metode ini juga lebih mendekati harga yang terdapat di masyarakat. 12

Su Ritohardoyo mengemukakan bahwa variasi harga dasar lahan ditentukan oleh sifat daerah, bentuk penggunaan lahan, lokasi lahan, dan kesuburan lahan. Sementara harga umum lahan ditetapkan menurut harga permintaan dan penawaran, serta dipengaruhi oleh pembangunan dan penguasaan lahan dengan menekankan pada faktor aksesibilitas. Sehingga semakin jauh lahan dari jalan atau semakin sulit untuk mencapai lahan maka harga cenderung menurun. Harga lahan seringkali memiliki pengertian yang rancu dengan nilai lahan. Walaupun istilah nilai lahan dan harga lahan memiliki arti yang berbeda. Dimana harga lahan adalah penilaian atas lahan yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan uang untuk satuan luas pada pasaran lahan sedangkan nilai lahan adalah ukuran atau tingkat kemampuan suatu lahan dilihat dari aspek ekonomi, strategis (Darin-Drabkin dalam Hadi Sabari, 2000). Tetapi keduanya mempunyai hubungan fungsional yang terkait erat, yaitu nilai lahan dicerminkan oleh tinggi rendahnya harga lahan. Semakin tinggi nilai dari suatu lahan maka semakin tinggi pula harga lahan tersebut, begitu pula sebaliknya. Tidak dapat dipungkiri bahwa pertimbangan utama dalam menilai suatu lahan adalah tingkat aksesbilitasnya, bahkan jika lahan tersebut diperuntukkan untuk pertanian yang notabene tidak begitu memikirkan akses jalan, lahan yang dekat dengan jalan akan lebih bernilai daripada yang jauh dari jalan. B.J Berry (1963) dalam Hadi Sabari menjelaskan terdapat tiga hal utama terkait dengan nilai lahan, yaitu : 1. Nilai lahan umumnya menurun semakin menjauhi pusat kota 2. Karena terdapat radial road dan ring road, maka di dalam kota itu sendiri terdapat jalur-jalur dengan nilai lahan tinggi yaitu disepanjang jalan utama. 3. Pada persimpangan/perpotongan radial road dan ring road akan muncul puncak-puncak nilai lahan lokal. 1.6.4. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data 13

yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000). SIG dapat menggabungkan data, mengatur data dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi. Tujuan pokok dari pemanfaatan Sistem Informasi Geografis adalah untuk mempermudah mendapatkan informasi yang telah diolah dan tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau obyek. Ciri utama data yang bisa dimanfaatkan dalam Sistem Informasi Geografis adalah data yang telah terikat dengan lokasi dan merupakan data dasar yang belum dispesifikasi (Dulbahri, 1993). Lukman (1993) menyatakan bahwa sistem informasi geografi menyajikan informasi keruangan beserta atributnya yang terdiri dari beberapa subsistem utama, yaitu: 1. Masukan data (input data) merupakan proses pemasukan data pada komputer dari peta (peta topografi dan peta tematik), data statistik, data hasil analisis penginderaan jauh data hasil pengolahan citra digital penginderaan jauh, dan lain-lain. Data-data spasial dan atribut baik dalam bentuk analog maupun data digital tersebut dikonversikan kedalam format yang diminta oleh perangkat lunak sehingga terbentuk basisdata (database). 2. Penyimpanan data dan pemanggilan kembali (data storage dan retrieval) ialah penyimpanan data pada komputer dan pemanggilan kembali dengan cepat (penampilan pada layar monitor dan dapat ditampilkan/cetak pada kertas). 3. Manipulasi data dan analisis ialah kegiatan yang dapat dilakukan berbagai macam perintah misalnya overlay antara dua tema peta, membuat buffer zone jarak tertentu dari suatu area atau titik dan sebagainya. Anon (2003) mengatakan bahwa manipulasi dan analisis data merupakan ciri utama dari SIG. Kemampuan SIG dalam melakukan analisis gabungan dari data 14

spasial dan data atribut akan menghasilkan informasi yang berguna untuk berbagai aplikasi 4. Pelaporan data ialah dapat menyajikan data dasar, data hasil pengolahan data dari model menjadi bentuk peta atau data tabular. Menurut Barus dan wiradisastra (2000) Bentuk produk suatu SIG dapat bervariasi baik dalam hal kualitas, keakuratan dan kemudahan pemakainya. Hasil ini dapat dibuat dalam bentuk peta-peta, tabel angka-angka: teks di atas kertas atau media lain (hard copy), atau dalam cetak lunak (seperti file elektronik). Gambar 1 2. Subsistem SIG (Prahasta, 2005) SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi teknologi informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi komputer. Dalam perkembangan selanjutnya, SIG berkembang dengan berbagai komponen pendukung yang sangat kompleks. Komponen-komponen tersebut saling melengkapi satu sama lain membentuk sebuah sistem yang utuh. Secara umum, komponen yang membangun SIG adalah : 1. Perangkat keras/hardware, adalah perangkat fisik baik berupa peralatan manual ataupun elektronik yang berfungsi sebagai peralatan pendukung dalam pemrosesan SIG. sekarang perangkat ini identik dengan Komputer dan berbagai perlengkapannya. Mulai dari perangkat input (digitizer, scanner, mouse, keyboard), perangkat penyimpanan (harddisk, DVD, tapedisk), perangkat pemrosesan (CPU), dan perangkat output (monitor, printer). 2. Perangkat Lunak adalah perangkat software yang digunakan sebagai pendukung pengolahan atau pengolah data-data SIG itu sendiri. 15

Perangkata pendukung antara lain seperti Windows, Word processing, dll. Sedangkan perangkat pengolahan SIG seperti ArcGIS, Mapinfo, Erdas, Ermapper, ENVI, dll. 3. Data dan informasi geografis. Merupakan data yang akan diolah ke dalam sistem informasi geografis. Data dapat diambil langsung dari perangkat input data, media penyimpanan atau dari konversi data format lain. 4. Manajemen SIG adalah tata cara dalam menjalankan SIG agar dapat mencapai tujuan yang kita harapkan dengan efisien. Untuk itu mutlak diperlukan ahli-ahli SIG yang memanage semua proses pengerjaan SIG hingga tahap akhir. 1.6.5. Penelitian Sebelumnya Muya Avicienna (1990) melakukan penelitian penggunaan foto udara pankromatik hitam putih skala 1:11.000 dengan teknik interpretasi citra secara visual untuk mengetahui pengaruh letak terhadap harga lahan di Kota Yogyakarta.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kegunaan foto udara untuk menyadap variable penentu yang mempengaruhi harga lahan, dan mengetahui pola harga lahan di kota Yogyakarta. Metode penelitian dengan interpretasi foto udara yaitu dengan mengeksterak zona keseragaman penggunaan lahan, dengan dasar kesamaan morfologi daerah, jarring-jaring jalan, pola permukiman, kepadatan serta liputan vegetasi. Sedangkan penentuan harga lahan disidik dengan menggunakan beberapa variable, yaitu : jarak dari pusat kota, jarak dari jaring-jaring jalan utama, jarak dari pusat pelayanan dan jumlah sarana komunitas rumahtangga yang mendukung daerah tersebut. Zona keseragaman kemudian dioverlay dengan penentu harga lahan dan diskoring sehingga didapatkan zona-zona dengan keseragaman harga lahan. Selain analisa dengan metode penginderaan jauh, dilakukan juga kerja lapangan yaitu melakukan uji kebenaran dan ketelitian dari hasil hasil interpretasi foto udara serta melengkapi data sekunder yang dibutuhkan. Hasil penelitian disajikan dengan bentuk peta tematik yaitu peta sebaran harga lahan. 16

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengaruh aksesibilitas suatu lahan terhadap harga lahan berbanding lurus. Semakin mudah akses kepada suatu lahan, maka akan semakin tinggi harga lahan tersebut. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah melakukan uji pengaruh variabel yang mempengaruhi harga jual lahan, meliputi aksesibilitas serta fasilitas rumah tangga, selain itu metode interpretasi dilakukan secara visual. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah penggunaan citra satelit sebagai sumber data, serta melakukan prediksi harga lahan. Meyliana (1996) meneliti peranan penginderaan jauh dan sistem informasi geografis untuk mengkaji harga lahan di kecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta menggunakan foto udara pankromatik berwarna format kecil skala 1:6000 hasil perbesaran skala 1:20.000 tahun 1992. Pendekatan penginderaan jauh menggunakan teknik interpretasi visual untuk mendapatkan data penggunaan lahan, variabel aksesibilitas lahan dan pusat kota. Parameter yang mempengaruhi harga lahan dikenali dari interpretasi foto udara kemudian diberi bobot penilaian. Factor-faktor penentu harga lahan yaitu bentuk penggunaan lahan, aksesibilitas lahan positif, aksesibilitas lahan negative dan kelengkapan utilitas umum. Selain itu juga menghitung harga bangunan. Yaitu dengan cara menghitung kepadatan bangunan per blok, ukuran luas rata-rata bangunan dan keteraturan bangunan. Kesimpulannya bahwa dengan perbedaan penggunaan lahan, aksesibilitas lahan posotif, serta aksesibilitas lahan negative maka berbeda pula harga lahannya. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penggunaan metode interpretasi visual dan pembobotan dalam analisa overlay parameter yang mempengaruhi harga lahan. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penggunaan citra sebagai sumber data primer dan tidak melakukan perhitungan harga bangunan. Anthony Brata Simangunsong (1996) melakukan prediksi harga umum lahan melalui interpretasi foto udara dengan studi kasus di Kota Surakarta bagian selatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana manfaat foto udara dalam memperoleh data nilai lahan. Selain itu juga mencari sejauh 17

mana pengaruh nilai lahan terhadap harga umum lahan dan sekaligus memprediksi harga lahan. Dan yang terakhir adalah mengetahui distribusi spasial dari harga lahan. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan melakukan interpretasi foto udara skala 1:2500 yaitu deliniasi unit blok-blok penggunaan lahan. Pendekatan nilai lahan didasarkan pada aksesibilitas, jenis penggunaan lahan, dan ketersediaan fasilitas umum yaitu : listrik, telepon, air bersih. Selain itu diperhitungkan pula variabel-variabel yang member dampak negative terhadap nilai lahan, yaitu : bencana, jarak dengan TPS dan pemakaman. Perolehan data untuk blok penggunaan lahan dan aksesibilitas didapat dari interpretasi citra sedangkan untuk fasilitas umum didapat dari data sekunder. Hasil dari penelitian ini adalah foto udara skala 1:5000 mampu menyadap data penentu harga lahan dan parameter yang paling berpengaruh dalam mempengaruhi harga lahan adalah jenis penggunaan lahan dan air bersih. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah metode interpretasi visual untuk penyadapan data serta penggunaan pendekatan aksesibilitas serta fasilitas umum. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah jenis data yang digunakan untuk menyadap data primer adalah citra satelit. Su Ritohardoyo (1990) melakukan kajian perubahan harga lahan di Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui agihan harga lahan pada tahun 1985 dan tahun 1990. Selain itu juga untuk mengetahui beberapa factor yang menentukan harga lahan, sekaligus mengetahui factor mana saja yang mempengaruhi peningkatan harga lahan. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode surveydengan pengamatan di lapangan dan wawancara dengan masyarakat yang memiliki lahan. Sampel diambil secara purposive. Hasil yang diperolah adalah terdapat perbedaan harga lahan baik secara keruangan maupun temporal. Variasi harga lahan ditentukan oleh sifat daerah, bentuk penggunaan lahan, lokasi dan kesuburan. Sementara harga umum lahan 18

ditetapkan menurut harga permintaan dan penawaran didasarkan pada factor aksesibilitas. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah survey untuk memperoleh data harga umum lahan dengan cara wawancara langsung. Sedangkan perbedaannya adalah metode penyadapan data primer yang juga mengikut sertakan data penginderaan jauh. Susanto (1986) melakukan kajian tentang peranan foto udara pankromatik skala 1:10.000 untuk pemetaan obyek PBB di Kota Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah dengan interpretasi visual foto udara dan analisa dengan menghitung luasan dengan sistem grid yang membagi blok dan penggunaan lahan. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa foto udara pankromatik hitam putih skala 1:10.000 dapat digunakan untuk identifikasi obyek PBB dengan nilai ketelitian pemetaan sebesar 89.37 % dimana obyek pajak di Kota Yogyakarta ditaksir sebanyak 61.464 buah. Muhammad Taswin Noor (1989) mengadakan penelitian menggunakan peta tematik untuk memetakan harga dasar lahan. Tujuan penelitian adalah untuk menetapkan parameter harga dasar lahan daerah kota Boyolali serta evaluasi harga dasar lahan baik secara kartografis maupun geografis. Metode yang digunakan adalah dengan pengumpulan data primer dan sekunder nalisa dititik beratkan pada subyek kartografis dengan sasaran pada teknik pembuatan peta dan evaluasi peta. Data yang dikumpulkan adalah kepadatan penduduk, penggunaan lahan, jaringan jalan, dan fasilitas penting, jaringan listrik, dan harga dasar lahan. Evaluasi peta dilakukan dengan teknik overlay yaitu membandingkan peta tematik yang dihasilkan, sampai sejauh mana parameter dianggap sebagai factor penentu dari penyebaran harga dasar lahan, baik secara frekuensi ataupun keruangan. Hasil dari penelitian ini adalah peta harga dasar lahan beserta peta pendukung lainnya. Kesimpulan yang dapat diambil adalah perlunya data-data pendukung yang valid untuk menyajikan data harga lahan yang lengkap. Pola penyebaran harga lahan terpusat pada bagian kota utama yang umumnya terletak 19

pada jalur jalan utama. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan yakni penggunaan variabel fasilitas dan penggunaan lahan sebagai factor yang mempengaruhi harga lahan serta metode analisa overlay untuk menentukan persebaran harga lahan.perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah perolehan data primer menggunakan data citra satelit. 20

Tabel 1.5. Tabel Penelitian Sebelumnya Nama/Tahun Judul Tujuan Metode Hasil Muya Penggunaan FU 1. Mengetahui pengaruh Interpretasi foto 1. Foto udara skala 1:10.000 mampu Avicennia, 1990 pankromatik skala letak terhadap harga udara kemudian digunakan untuk memperoleh data penentu 1:10.000 untuk lahan deliniasi unit harga lahan dengan ketelitian pemetaan 89 mengetahui pengaruh letak 2. Mengetahui pola keseragaman dan % dan ketelitian interpretasi 91 % terhadap harga lahan di kota Yogyakarta sebaran harga lahan skoring 2. Pusat kegiatan dan sarana dan prasarana rumah tangga mempunyai korelasi yang nyata dengan harga lahan 3. Sebaran harga lahan terpusat pada daerah Meyliana, 1996 Anthony Brata Simangunsong, 1996 Penerapan PJ dan SIG untuk mengkaji harga lahan di kecamatan Laweyan Kota Surakarta Prediksi Harga umum lahan melalui interpretasi foto udara studi kasus daerah kota Surakarta bagian selatan 1. Penerapan metode PJ dan SIG dalam analisa harg lahan 2. Mengetahui factor pembeda harga lahan 3. Mengetahui pola sebaran harga lahan 1. Mengetahui manfaat foto udara untuk menyadap data nilai lahan 2. Mengetahui pengaruh nilai lahan terhadap harga umum lahan dan sekaligus memprediksi harga lahan 3. Mengetahui distribusi spasial harga lahan Interpretasi foto udara, deleniasi unit keseragaman penggunaan lahan dan dipadu dengan overlay parameter penentu harga lahan dengan metode skoring Interpretasi foto udara kemudian deliniasi blok keseragaman. Sedangkan nilai lahan didekati dengan posisi dan perhitungan parameter terkait pusat kegiatan 1. PJ dan SIG dapat digunakan sebagai salah satu metode dalam analisa harga lahan. 2. Factor pembeda dalam harga lahan adalah PL, aksesibilitas, utilitas umum 3. Pola sebaran harga lahan mengikuti struktur PL dengan harga tertinggi pada jenis perdagangan dan jasa. 1. Foto udara skala besar dapat digunakan untuk sumber data penentu harga lahan 2. Parameter yang paling mempengaruhi harga lahan adalah penggunaan lahan dan jaringan air bersih 3. Distribusi harga lahan yang tertinggi terpusat di pusat pertumbuhan 21

Su Ritohardoyo, 1990 Perubahan harga lahan di Kec. Borobudur Kab. Magelang Susanto, 1986 Peranan foto udara pankromatik skala 1:10.000 untuk pemetaan obyek PBB di kota Yogyakarta Muhammad Taswin Noor (1989) peta tematik untuk memetakan harga dasar lahan 1. Mengetahui sebaran harga lahan tahun 1985-1990 2. Mengetahui factor yang mempengaruhi harga lahan 1. Mengetahui manfaat foto udara pankromatik skala besar untuk analisa harga lahan 2. Menghitung luasan obyek pajak 1. menetapkan parameter harga dasar lahan daerah kota Boyolali 2. evaluasi harga dasar lahan baik secara kartografis maupun geografis Survey lapangan dan wawancara dengan pemilik persil interpretasi visual foto udara dan analisa dengan menghitung luasan dengan sistem grid yang membagi blok dan penggunaan lahan. pengumpulan data primer dan sekunder nalisa dititik beratkan pada subyek kartografis dengan sasaran pada teknik pembuatan peta dan evaluasi peta. 1. Terdapat perbedaan harga dengan variasi yang ditentukan oleh sifat daerah, Penggunaan lahan, lokasi, dan kesuburan 2. Harga umum ditentukan oleh penawaran sedangkan permintaan berdasarkan aksesibilitas 1. foto udara pankromatik hitam putih skala 1:10.000 dapat digunakan untuk identifikasi obyek PBB dengan nilai ketelitian pemetaan sebesar 89.37 % dimana obyek pajak di kota Yogyakarta ditaksir sebanyak 61.464 buah. 1. Kesimpulan yang dapat diambil adalah perlunya data-data pendukung yang valid untuk menyajikan data harga lahan yang lengkap. 2. Pola penyebaran harga lahan terpusat pada bagian kota utama yang umumnya terletak pada jalur jalan utama. Sumber : penelitian sebelumnya 22

1.6.6. Kerangka Pemikiran Informasi kebumian merupakan hal yang sangat penting terutama dalam pengambilan kebijakan, salah satu aplikasinya adalah dalam analisa harga lahan yang digunakan sebagai dasar perhitungan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Metode yang efektif dengan Penginderaan jauh, yaitu citra satelit untuk merekam kenampakan bumi. Dengan metode ini pengumpulan data kebumian data dilakukan dengan efisien. Dengan perkembangan teknologi sekarang, telah dibuat satelit dengan kemampuan perekaman citra dengan resolusi tinggi, seperti halnya IKONOS yang mempunyai resolusi 1 meter merupakan salah satu media yang dapat memberikan informasi dengan rinci yang merupakan salah satu sarat dalam analisa pajak khususnya PBB. Dalam pengambilan kebijakan PBB didasarkan antara lain pada faktor harga lahan. Harga lahan disatu tempat dengan tempat lainnya mempunyai tingkat harga yang bervariasi, tetapi jika dicermati, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Faktor tersebut meliputi : 1. Letak lahan, yaitu lokasi lahan terhadap jalan dan pusat kegiatan. Ini berkaitan dengan kemudahan akses kepada lahan tersebut.aksesibilitas merupakan kemudahan bergerak dari satu tempat ke tempat lain dalam satu wilayah (Bintarto & Surrastopo, 1979). Dalam kaitannya dengan harga lahan. Aksesibilitas yang menyebabkan harga lahan naik, disebut sebagai aks esibilitas lahan positif, sebagai contoh semakin dekat dengan pusat kota atau jalan maka akan semakin tinggi harganya. Sedangkan aksesibilitas yang menyebabkan harga lahan turun disebut sebagai aksesibilitas lahan negatif, sebagai contoh jarak dengan sungai, semakin jauh dengan sungai maka harga akan tinggi, hal ini dikarenakan lahan dekat dengan sungai dibutuhkan upaya yang lebih besar untuk menanggulangi terjadinya erosi sungai, 2. Pemanfaatan lahan, yaitu penggunaan lahan tersebut. Pemanfaatan lahan merupakan cerminan kegiatan dari si pemilik lahan di lahan yang dimilikinya. Seperti fungsi hunian, kegiatan ekonomi, atau jasa. Secara tidak langsung hal tersebut akan mempengaruhi harga lahanfaktor-faktor tersebut di atas sebagian dapat disadap dari citra satelit resolusi tinggi seperti IKONOS. 23

Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya harga lahan dapat disadap. Citra ikonos dengan komposit spektrum cahaya tampak (Merah, Hijau, dan Biru) akan menampilkan warna obyek yang terekam sesuai dengan warna aslinya. Sehingga proses interpretasi secara visual dapat lebih mudah dilakukan. Dengan interpretasi visual, kenampakan yang dapat disadap dari citra IKONOS adalah letak lahan, penggunaan lahan, bentuk, serta luas lahan. Proses interpretasi menggunakan dasar kunci interpretasi yaitu : rona, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs, serta asosiasi. 3. Dalam kaitannya dengan pemrosesan data dari citra, diperlukan suatu sistem pengolahan terpadu yang khusus untuk data spasial yaitu SIG.Keuntungan menggunakan SIG adalah penanganan data yang lebih cepat, ketelitian yang lebih tinggi, serta data yang dapat dipergunakan kembali atau diperbarui dengan cepat. Data yang didapat dari interpretasi citra dan data sekunder diolah dengan software SIG dengan metode pengharkatan, pembobotan serta tumpang susun. Metode pengharkatan adalah metode dengan memberi ranking terhadap nilai yang terkandung dalam variabel-variabel yang mempengaruhi dalam hal ini harga lahan. Nilai tersebut semakin tinggi seiring dengan semakin kuatnya pengaruh nilai tersebut terhadap harga lahan. Sedangkan pembobotan adalah memberi nilai pemberat untuk setiap variabel sesuai dengan derajat keterpengaruhan harga lahan oleh variabel tersebut. Ini didasarkan dari asumsi bahwa kuat lemahnya pengaruh variabel-variabel terhadap tinggi rendahnya harga lahan ternyata berbeda-beda. Setelah harkat dan bobot sudah diberikan, maka semua variabel ditumpang susunkan/overlay sehingga didapatkan data baru berupa satuan-satuan lahan Hasil dari interpretasi memerlukan uji interpretasi untuk mengetahui apakah data yang digunakan layak untuk penelitian lebih lanjut atau tidak. Uji ini dilakukan dengan membandingkan hasil interpretasi on screen dengan keadaan dilapangan. Selain untuk mencocokkan hasil kerja interpretasi juga dimaksudkan untuk melengkapi data, jika terdapat kekurangan, perubahan, atau tambahan, khususnya untuk mencari data yang tidak dapat disadap dari citra. Pada saat melakukan kerja 24

lapangan, tidak semua obyek didatangi, hanya obyek yang terpilih sebagai sampel saja yang didatangi. Metode sampel yang digunakan adalah Stratified Purposive Random Sampling. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk peta tematik yaitu peta harga lahan dearah penelitian. Dan hubungan antara harga lahan dengan foktor penentu dijabarkan dalam analisa statistik korelasi. Informasi Spasial Citra IKONOS & ASTER DEM Data Sekunder Aksesbilitas Lahan Pemanfaatan Lahan Nilai Lahan Harga Lahan Gambar 1. 3 Diagram Kerangka Pemikiran 25

1.6.7. Batasan Istilah Harga Lahan : Nilai jual atau harga rata-rata dari lahan yang diperoleh dari transaksi jual beli secara wajar. Penilaian harga lahan yang diukur dari harganominal dalam satuan uang untuk satuan luas lahan pada pasaran lahan (Djoko Sutarto dalam Meyliana, 1996) Harga Umum lahan : Harga lahan yang dipasarkan atau harga lahan ditawarkan oleh penjual dan harga yang diminta oleh calon pembeli untuk satu satuan luas lahan (Meyliana, 1996) Aksesibilitas : Kemudahan bergerak dari satu tempat ke tempat lain dalam satu wilayah (Bintarto dan Surastopo, 1982) Aksesibilitas Lahan : Tingkat kemudahan lahan dicapai dari tempat lain, yang diukur dari jarak lahan ke tempat yang dimaksud. (Bintarto dan Surastopo, 1982) Aksesibilitas Lahan Positif : Aksesibilitas lahan yang menyebabkan harga suatu lahan menjadi meningkat. Parameter aksesibilitas lahan meliputi jenis penggunaan lahan, aksesibilitas terhadap kelas jalan. (Bintarto dan Surastopo, 1982) Aksesibilitas Lahan Negatif : Aksesibilitas yang menyebabkan suatu harga lahan menjadi turun. Parameter yang mempengaruhi adalah : jarak terhadap sungai, makam, serta jalan Kereta Api (Bintarto dan Surastopo, 1982) Nilai Lahan : Penilaian atas lahan yang didasarkan pada kemampuan lahan secara ekonomis dalam hubungannya dengan produktifitas dan strategi ekonomi (Darin dalam H Sabari, 2000) 26

Kota : Bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsure-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besardan corak kehidupan yang heterogen dan materialistik dibanding daerah belakangnya. Penggunaan Lahan : Segala campur tangan manusia baik secara temporal maupun permanen terhadap kumpulan sumberdaya alam dan buatan yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik kebendaan atau spiritual atau keduanya (Malingreau, 1978) Penginderaan Jauh : Ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan obyek atau daerah atau gejala yang dikaji (Lillesand & Kieffer, 1978) Sistem Informasi Geografis : Suatu sistem informasi untuk pengolahan data. Meliputi penyimpanan, pemrosesan, manipulasi, analisis, serta penyajian data, dimana data tersebut secara keruangan terkait dengan muka bumi (Linden, 1987) Jalan Utama : Jalur jalan yang menghubungakan pusat kota dengan kota lain atau jalan yang melayani angkutan untuk pelayanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien (DPU, 1983) 27