EKSTRAKSI GARIS PANTAI MENGGUNAKAN HYPSOGRAPHY TOOLS

dokumen-dokumen yang mirip
ATURAN TOPOLOGI UNTUK UNSUR PERAIRAN DALAM SKEMA BASIS DATA SPASIAL RUPABUMI INDONESIA

REVIEW HASIL CEK LAPANGAN PEMETAAN RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1:25

Isfandiar M. Baihaqi

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

Stereokompilasi Unsur Rupabumi Skala 1: Menggunakan Data TerraSAR-X dan Citra SPOT-6

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dalam ilmu Geographic Information (Geomatics) menjadi dua teknologi yang

ANALISA BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DARI DATA ASTER GDEM TERHADAP DATA BPDAS (STUDI KASUS : SUB DAS BUNGBUNTU DAS TAROKAM)

GENERALISASI UNSUR TRANSPORTASI PADA PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1: MENJADI 1:50.000

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

12. DAERAH ALIRAN SUNGAI

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA

Mekanisme Persetujuan Peta untuk RDTR. Isfandiar M. Baihaqi Diastarini Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial

Analisis DEM SRTM untuk Penilaian Kesesuaian Lahan Kopi dan Kakao: Studi Kasus di Kabupaten Manggarai Timur. Ari Wahono 1)

PENGGUNAAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI UNTUK PEMBUATAN PETA DASAR SKALA 1:5.000 KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Rp) 1) Skala 1:10.000, 7 (tujuh) layer Per Nomor (NLP) ,00. Per Km² 20.

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

Pengumpulan dan Integrasi Data. Politeknik elektronika negeri surabaya. Tujuan

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b...

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

Ekstraksi Kelurusan (Linement) Secara Otomatis Menggunakan Data DEM SRTM Studi Kasus: Pulau Bangka

III. BAHAN DAN METODE

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Analisa Data Foto Udara untuk DEM dengan Metode TIN, IDW, dan Kriging

EKSTRAKSI MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI WILAYAH KOTA PEKANBARUUNTUK ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai peluang pasar dan arti ekonomi cukup baik. digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Dinas Pertanian adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Analisis Ketelitian Geometric Citra Pleiades 1B untuk Pembuatan Peta Desa (Studi Kasus: Kelurahan Wonorejo, Surabaya)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersumber dari ledakan besar gunung berapi atau gempa vulkanik, tanah longsor, atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Arrafi Fahmi Fatkhawati Noorhadi Rahardjo

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

COASTLINE MODELLING IN SEMARANG USING SHUTTLE RADAR TOPOGRAPHY MISSION (SRTM) AND COASTAL MAP OF INDONESIA (LPI)

Model Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

EKSTRAKSI GARIS PANTAI MUKA LAUT RATA-RATA DARI CITRA MULTI PASUT

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

NASKAH SEMINAR ANALISIS KARAKTERISTIK FISIK DAS DENGAN ASTER GDEM Versi 2.0 DI SUNGAI OPAK_OYO 1

Status Data RBI Skala 1: dan 1: Tahun Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial KEBIJAKAN SATU PETA

3. METODOLOGI PENELITIAN

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS Standard Operating Procedures tentang Pengelolaan Data Batas Wilayah

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KETELITIAN PETA DASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

III. BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EKSTRAKSI GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT DI PESISIR TENGGARA BALI (STUDI KASUS KABUPATEN GIANYAR DAN KLUNGKUNG)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERBANDINGAN FUNGSI SOFTWARE ARCGIS 10.1 DENGAN SOFTWARE QUANTUM GIS UNTUK KETERSEDIAAN DATA BERBASIS SPASIAL

ABSTRACT. Septian Dewi Cahyani 1), Andri Suprayogi, ST., M.T 2), M. Awaluddin, ST., M.T 3)

KOMPONEN VISUALISASI 3D

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Abstrak PENDAHULUAN.

PDF Compressor Pro BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Magister Fisika, FMIPA ITB. Fisika Bumi dan Sistem Kompleks, FMIPA ITB. (corresponding author) b)

ANALISA PETA DESA SKALA 1:5000 BERDASARKAN PERATURAN KEPALA BIG NOMOR 3 TAHUN 2016 (Studi Kasus: Desa Beran Kabupaten Ngawi)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

BAB I. Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. ambang batas (thresholding), berbasis tepi (edge-base) dan berbasis region (regionbased).

Dr. ir. Ade Komara Mulyana Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim. BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

2.Landasan Teori. 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data.

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

PEMBUATAN DIGITAL ELEVATION MODEL (DEM) DENGAN KETELITIAN PIXEL (10 METER X 10 METER) SECARA MANUAL DI SUB-DAS RAWATAMTU

Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

Pemrosesan Data DEM. TKD416 Model Permukaan Digital. Andri Suprayogi 2009

ANALISIS NERACA SPASIAL HUTAN MANGROVE DI WILAYAH PROBOLINGGO

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

ANALISIS KETINGGIAN MODEL PERMUKAAN DIGITAL PADA DATA LiDAR (LIGHT DETECTION AND RANGING) (Studi Kasus: Sei Mangkei, Sumatera Utara)

Sumber Data, Masukan Data, dan Kualitas Data. by: Ahmad Syauqi Ahsan

Anita Dwijayanti, Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB IV METEDE PENELITIAN

DAFTAR ISI. . iii PRAKATA DAFTAR ISI. . vii DAFTAR TABEL. xii DAFTAR GAMBAR. xvii DAFTAR LAMPIRAN. xxii DAFTAR SINGKATAN.

Studi Penentuan Aliran Hidrologi Metode Steepest slope dan Lowest height dengan ASTER GDEMV2 dan ALOS PALSAR (Studi Kasus: Gunung Kelud, Jawa Timur)

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

PEMBUATAN DIGITAL ELEVATION MODEL (DEM) DENGAN KETELITIAN PIXEL (10 METER X 10 METER) SECARA MANUAL DI SUB-DAS RAWATAMTU

Pemanfaatan Data Digital Elevation Model (DEM) Untuk Pemetaan Angka Keamanan Berdasarkan Resiko Longsor Dari Tinjauan Geoteknik SKRIPSI

PENGENALAN CITRA TULISAN TANGAN DOKTER DENGAN MENGGUNAKAN SVM DAN FILTER GABOR

BAB II LANDASAN TEORI

Jurnal Geodesi Undip Januari 2017

III. METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

EKSTRAKSI GARIS PANTAI MENGGUNAKAN HYPSOGRAPHY TOOLS Danang Budi Susetyo, Aji Putra Perdana, Nadya Oktaviani Badan Informasi Geospasial (BIG) Jl. Raya Jakarta-Bogor Km. 46, Cibinong 16911 Email: danang.budi@big.go.id ABSTRAK Hypsography tools merupakan bagian dari produk ESRI Defense Mapping. Tools ini digunakan untuk mengekstraksi unsur hipsografi yang langsung sesuai dengan tampilan kartografis pada skala tertentu. Salah satu kelebihan dari Hypsography tools adalah mampu membentuk kontur yang telah tersimplifikasi sesuai dengan skala yang dipilih, sehingga dapat digunakan untuk kepentingan kartografis. Hypsography tools membentuk kontur menggunakan masukan berupa data Digital Elevation Model (DEM). Kontur yang dihasilkan juga termasuk kontur dengan nilai elevasi nol yang identik dengan garis pantai. Makalah ini membahas hasil ekstraksi kontur nol menggunakan Hypsography tools sebagai alternatif metode dalam ekstraksi garis pantai. Penelitian ini menggunakan beberapa data Digital Surface Model (DSM), yaitu Terrasar- X, SRTM30, SRTM90, dan ASTER GDEM. Wilayah sampel yang dipilih adalah Aceh, khususnya Kabupaten Aceh Barat Daya. Parameter utama yang dibandingkan dari penelitian ini adalah pengaruh resolusi spasial DEM terhadap hasil simplifikasi garis pantai. Hal itu dapat menjadi salah satu acuan dalam menetapkan data dasar untuk digunakan pada pemetaan skala tertentu. Selain itu, dilakukan pula perbandingan hasil ekstraksi Hypsography tools terhadap hasil ekstraksi menggunakan Raster Surface tools. Hasil perbandingan dari kedua tools tersebut menunjukkan Hypsography tools memenuhi ketentuan untuk mengekstrak garis pantai, baik dari segi ketelitian maupun estetika kartografis. Kata kunci: garis pantai, Hypsography tools, Raster Surface tools PENDAHULUAN Skala menjadi aspek yang harus diperhatikan dalam penyajian peta secara kartografis. Jika sebuah peta dibuat dengan proses digitasi, resolusi data dasar menjadi pertimbangan untuk mengatur kedetailan objek dalam sebuah skala (Tyner, 2010). Masalah dapat terjadi ketika data dasar yang ada resolusinya tidak sesuai dengan spesifikasi dari skala peta yang akan dibuat, atau operator yang melakukan digitasi melakukan zoom in hingga maksimal padahal peta yang dibuat adalah peta skala kecil. Ketidaksesuaian tersebut pada fitur garis salah satunya adalah kedetailan geometrinya yang tidak sesuai dengan skala, padahal efek generalisasi adalah salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam digitasi (Harvey, 2008). Garis pantai yang merupakan salah satu fitur garis dalam peta Rupabumi Indonesia (RBI) juga harus diperhatikan kesesuaiannya terhadap skala. Penelitian mengenai kesesuaian data DEM untuk ekstraksi garis pantai sudah dilakukan oleh Oktaviani, Basyiroh, & Ananto (2015) yang melakukan penelitian menggunakan data SRTM30. Hasil dari penelitian tersebut adalah data SRTM30 dapat digunakan untuk membentuk garis pantai pada peta dasar skala 1:50.000. Meski konteks yang dibahas berbeda dengan penelitian pada paper ini, penelitian tersebut dapat menjadi salah satu referensi bahwa data DEM memungkinkan untuk digunakan dalam ekstraksi garis pantai. Saat ini, garis pantai yang tergambar dalam peta RBI adalah muka laut sesaat yang didigitasi dari citra satelit optis. Otomasi dalam ekstraksi garis pantai tentu dapat mempercepat proses pembuatan peta secara keseluruhan. Penelitian mengenai otomasi ekstraksi garis pantai bukan hal yang baru. Dellepiane, De Laurentiis, & Giordano, (2004) mengembangkan algoritma untuk mengekstraksi garis pantai secara semi-otomatis dari citra SAR. Hannv, Qigang, & Jiang (2013) melakukan penelitian mengenai ekstraksi garis pantai menggunakan Support Vector Machine (SVM) dari citra satelit Landsat 7 ETM+. Penelitian terbaru, Giannini & Parente (2015) melakukan pendekatan ekstrasi garis pantai dari citra Quickbird menggunakan Feature Extraction Workflow yang kemudian di-smoothing menggunakan algoritma PAEK (Polynomial Approximation with Exponential Kernel). Penelitian ini membahas otomasi ekstraksi garis pantai menggunakan Hypsography tools. Hypsography tools merupakan bagian dari produk ESRI Defense Mapping yang digunakan untuk mengekstraksi unsur hipsografi yang langsung sesuai dengan tampilan kartografis pada skala tertentu. Penelitian ini dibatasi pada efektivitas Hypsography tools untuk ekstraksi garis pantai, bukan membahas metode penentuan garis pantai. Selain untuk menghasilkan garis pantai yang langsung sesuai dengan skala, penelitian ini juga digunakan untuk menemukan alternatif ekstraksi garis pantai dengan lebih cepat, akurat, dan estetik.

METODE Penelitian ini membandingkan data garis pantai yang dihasilkan dari DSM TerraSAR-X, SRTM30, SRTM90, dan ASTER GDEM. Ketiga garis pantai tersebut dieskstrak menggunakan Hypsography tools. Selain itu, untuk menguji simplifikasi dari Hypsography tools, dilakukan pula perbandingan terhadap hasil ekstraksi menggunakan Raster Surface tools. Seluruh proses dilakukan pada software ArcGIS. HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip dasar dari penelitian ini adalah membandingkan hasil ekstraksi garis kontur nol (yang identik dengan garis pantai) menggunakan Hypsography tools dan menggunakan Raster Surface tools. Hypsography tools melakukan ekstraksi sekaligus simplifikasi terhadap kontur yang dihasilkan sesuai dengan skala yang ditetapkan. Hasil ekstraksi kontur tersebut disesuaikan untuk keperluan kartografis pada skala tersebut. Parameter utama dari tools ini adalah skala. Setiap skala memiliki toleransi tertentu terhadap proses simplifikasi yang dilakukan. Nilai toleransi menunjukkan jarak terpendek antara dua vertex pada data hasil simplifikasi. Semakin kecil nilai toleransinya, maka hasil simplifikasi akan makin halus karena vertex yang dihasilkan menjadi lebih banyak. Simplifikasi dilakukan untuk mengatur vertex-vertex pada data luaran, sehingga geometri garis yang dihasilkan menjadi lebih estetik dari sisi kartografis. Berikut adalah nilai toleransi untuk masing-masing skala. Tabel 1. Nilai toleransi simplifikasi untuk masing-masing skala (ESRI, 2014) Skala Toleransi 1:5.000 1 meter 1:7.500 1 meter 1:12.500 1 meter 1:25.000 1 meter 1:50.000 2 meter 1:100.000 2 meter 1:250.000 3 meter 1:500.000 3 meter 1:1.000.000 3 meter Jika melihat angka di atas, klasifikasi nilai toleransi identik dengan klasifikasi skala peta RBI. Toleransi 1 meter digunakan pada skala besar (kecuali skala 1:25.000 yang sudah masuk kategori skala menengah), toleransi 2 meter digunakan pada skala menengah, sedangkan toleransi 3 meter digunakan pada skala kecil. Parameter nilai toleransi tersebut dapat menjadi indikator bahwa Hypsography tools sesuai ketika digunakan dalam pembentukan kontur atau garis pantai peta RBI. Selain Hypsography tools, tools lain yang dapat mengekstraksi garis kontur dari data DEM adalah Raster Surface tools. Raster Surface tools merupakan perangkat default dan lebih ringan untuk digunakan, namun tools ini menghasilkan vektor yang geometrinya mengikuti piksel dari data DEM yang digunakan. Pengaruh tersebut makin terlihat ketika data DEM yang digunakan memiliki resolusi rendah (seperti SRTM90), sehingga garis pantai terlihat bergerigi dan tidak smooth. Gambar 1. Hasil ekstraksi garis pantai dari data TerraSAR-X menggunakan Raster Surface tools Perbandingan hasil ekstraksi menggunakan Hypsography tools dan Raster Surface tools dapat dilihat pada tabel 2. Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa meskipun pada konsepnya Hypsography tools melakukan simplifikasi terhadap kontur yang dihasilkan, namun vertex pada data luaran bisa menjadi lebih banyak dibandingkan dengan data masukannya. Penerapan ini sebenarnya lebih sesuai dengan smoothing dibandingkan dengan simplifikasi, karena pengertian smoothing adalah proses penambahan vertex untuk menghaluskan sudut yang tajam pada garis untuk memperbaiki estetika atau atau kualitas kartografis (Saeedrashed, 2014). Hal ini

berkebalikan dengan teori simplifikasi, yang bertujuan untuk mengeliminasi vertex-vertex yang tidak diperlukan untuk mengurangi kedetailan suatu garis. Tabel 2. Perbandingan masing-masing tools Data Hypsography tools Raster Surface tools Vertex Panjang (m) Vertex Panjang (m) ASTER GDEM 696 19612,692 375 23766,778 SRTM30 799 17732,649 503 22377,269 SRTM90 586 21807,719 383 23166,096 TerraSAR-X 4732 25785,716 2765 31500,000 Tabel 2 menunjukkan resolusi mempengaruhi jumlah vertex dari data vektor yang diekstrak. SRTM90 memiliki resolusi paling rendah yaitu 90m,sehingga vertex yang dihasilkan jumlahnya paling sedikit. SRTM30 dan ASTER GDEM memiliki resolusi yang sama, yaitu 30m. Hasil dari TerraSAR-X memiliki jumlah vertex paling banyak karena resolusinya paling tinggi, yaitu 5m. Catatan khusus perlu diberikan untuk perbandingan ASTER GDEM dan SRTM30. Keduanya memiliki resolusi spasial yang sama, yaitu 30m. Ketika garis diekstrak menggunakan Raster Surface tools terdapat perbedaan jumlah vertex yang cukup signifikan antara kedua data tersebut, sedangkan ketika menggunakan Hypsography tools selisihnya menjadi lebih kecil. Hal ini tentunya dapat menjadi indikasi bahwa Hypsography tools dapat menjaga konsistensi data luaran ketika data DEM yang digunakan memiliki resolusi spasial yang sama. Meskipun jumlah vertex dari Hypsography tools lebih banyak dibandingkan dengan Raster Surface tools, garis pantai Raster Surface tools justru lebih panjang dibandingkan dengan Hypsography tools. Vertex yang lebih banyak justru membantu untuk menghilangkan sudut-sudut yang tidak penting, sehingga geometri garis menjadi lebih sederhana. Ini menjadikan panjang garis hasil Hypsography tools menjadi lebih pendek dibandingkan dengan Raster Surface tools. Selain dari sisi estetika, konsep penyederhanaan ini juga sesuai ketika berbicara kartografi. Berikut adalah perbandingan garis pantai dari Hypsography tools dan Raster Surface tools untuk masing-masing data DEM. 1. Terrasar-X Berdasarkan tabel 2, jumlah vertex pada garis pantai hasil ekstraksi Hypsography tools hampir dua kali lipat Raster Surface tools. Jika dilihat pada gambar 2, kita dapat simpulkan bahwa untuk data TerraSAR-X setiap vertex pada garis pantai Raster Surface tools digantikan dengan dua vertex pada garis pantai Hypsography tools untuk mendapatkan data vektor yang lebih smooth. Dua vertex yang berdekatan tersebut berjarak 1,32m, hampir mengoptimalkan nilai toleransi yang digunakan yaitu 1m. Gambar 2. Perbandingan vertex pada garis pantai Hypsography tools dan Raster Surface tools dari data TerraSAR-X Kedua garis tersebut relatif mengalami pergeseran sejauh 2-6m, kecuali untuk segmen-segmen tertentu yang membentang secara vertikal dari utara ke selatan. Jika merujuk pada ketelitian horizontal peta dasar, pergeseran tersebut masih masuk dalam toleransi pada skala 1:25.000. Secara visual seperti pada gambar 3, hasil simplifikasi pun masih memenuhi terhadap data DEM yang digunakan.

Gambar 3. Hasil simplifikasi garis pantai dari data DEM TerraSAR-X 2. SRTM30 Hasil simplifikasi dari data SRTM30 tidak teratur seperti TerraSAR-X. Gambar 4 menunjukkan tidak setiap vertex pada garis Raster Surface tools digantikan oleh vertex baru pada garis Hypsography tools. Resolusi spasial yang lebih rendah dibandingkan dengan TerraSAR-X juga membuat jarak terpendek dari dua vertex menjadi lebih lebar, yaitu 5,4m. Perbedaan lainnya dengan TerraSAR adalah posisi kedua garis yang saling berimpit, sehingga tidak terlalu berpengaruh dari sisi akurasi horizontal. Gambar 4. Perbandingan vertex pada garis pantai Hypsography tools dan Raster Surface tools dari data SRTM30 Gambar 5. Hasil simplifikasi garis pantai dari data DEM SRTM30

3. ASTER GDEM Resolusi spasial ASTER GDEM sama dengan SRTM30, yaitu 30m. Hal itu menjadikan pola simplifikasi dari ASTER GDEM tidak terlalu berbeda dengan SRTM30. Gambar 6 menunjukkan hasil simplifikasi dari data ASTER GDEM, dimana pola vertex-nya juga tidak teratur seperti SRTM30. Jarak terpendek dari dua vertex juga hampir sama dengan SRTM30, yaitu 5,1m. Secara posisi, kedua garis juga relatif berimpit, sehingga tidak terlalu berpengaruh dalam akurasi horizontal. Gambar 6. Perbandingan vertex pada garis pantai Hypsography tools dan Raster Surface tools dari data ASTER GDEM Gambar 7. Hasil simplifikasi garis pantai dari data DEM ASTER GDEM Perbandingan gambar 5 dan 7 menunjukkan garis pantai SRTM30 dan ASTER GDEM memiliki tingkat kedetailan yang relatif sama. Perbedaan yang signifikan akan terlihat ketika kita bandingkan dengan gambar 3, dimana garis pantai dari TerraSAR-X terlihat jauh lebih detail. Jika merujuk pada perbandingan tersebut, dapat disimpulkan Hypsography tools dapat menjaga konsistensi kedetailan data berdasarkan resolusi data dasar yang digunakan, sehingga dapat menjadi sebagai acuan dalam penentuan data dasar untuk pemetaan pada skala tertentu. 4. SRTM90 Data terakhir yang diuji adalah SRTM90. Hasil pengolahan Raster Surface tools justru menunjukkan garis pantai relatif halus untuk beberapa bagian. Gambar 9 menunjukkan hal itu disebabkan perbatasan antara daratan dan lautan pada data SRTM90 itu sendiri sudah tersimplifikasi, meskipun pada beberapa bagian ada yang masih bergerigi karena mengikuti bentuk pikselnya.

Gambar 8. Perbandingan vertex pada garis pantai Hypsography tools dan Raster Surface tools dari data SRTM90 Gambar 9. Hasil simplifikasi garis pantai dari data DEM SRTM90 Garis pantai Raster Surface tools pada bagian yang sudah tersimplifikasi itu geometrinya identik dengan garis pantai Hypsography tools, sedangkan pada bagian yang bergerigi polanya justru mirip dengan simplifikasi pada TerraSAR-X. Seperti ditunjukkan pada gambar 10, terlihat bahwa setiap vertex pada garis pantai Raster Surface tools digantikan dengan dua vertex pada garis pantai Hypsography tools. Perbedaannya, karena resolusi spasial yang jauh lebih rendah, jarak terpendek antar vertex juga lebih lebar, yaitu 17,3m. Gambar 10. Perbandingan vertex pada garis pantai Hypsography tools dan Raster Surface tools dari data SRTM90 di bagian yang bergerigi

PENUTUP Hypsography tools merupakan pengembangan dari ESRI untuk membangun unsur hipsografi yang langsung sesuai dengan kebutuhan kartografis pada skala tertentu. Salah satu kemampuan tools ini adalah mampu mengekstrak kontur yang langsung tersimplifikasi. Beberapa data DEM digunakan dalam penelitian ini untuk diekstrak garis kontur nol-nya menggunakan tools tersebut untuk mendapatkan pengaruh resolusi DEM terhadap hasil simplifikasi. Ketika perbedaan resolusi DEM menghasilkan perbedaan kedetailan garis pantai, hal itu dapat menjadi acuan dalam menetapkan resolusi data dasar untuk digunakan pada pemetaan skala tertentu. Selain untuk mengkaji pengaruh resolusi terhadap hasil simplifikasi, penelitian ini juga membandingkan hasil ekstraksi Hypsography tools dan Raster Surface tools. Hasil simplifikasi pada DEM yang beresolusi rendah (SRTM30, ASTER GDEM, dan SRTM90) menunjukkan garis yang dihasilkan dari kedua tools tersebut relatif berimpit, sedangkan hasil ekstraksi TerraSAR-X menunjukkan ada sedikit pergeseran namun masih memenuhi ketelitian horizontal untuk skala 1:25.000. Hal tersebut juga dapat menjadi acuan, bahwa hasil simplifikasi menggunakan Hypsography tools masih sesuai untuk digunakan pada peta RBI skala menengah. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial yang telah menyediakan data DSM untuk digunakan dalam penelitian ini. REFERENSI Dellepiane, S., De Laurentiis, R., & Giordano, F. (2004). Coastline extraction from SAR images and a method for the evaluation of the coastline precision. Pattern Recognition Letters, 25(13), 1461 1470. http://doi.org/10.1016/j.patrec.2004.05.022 ESRI. (2014). Simplify Contours (Defense Mapping). Giannini, M. B., & Parente, C. (2015). An object based approach for coastline extraction from Quickbird multispectral images. International Journal of Engineering and Technology (IJET), 6(6), 2698 2704. Hannv, Z., Qigang, J., & Jiang, X. (2013). Coastline Extraction Using Support Vector Machine from Remote Sensing Image. Journal of Multimedia, 8(2), 175 182. http://doi.org/10.4304/jmm.8.2.175-182 Harvey, F. (2008). A Primer of GIS - Fundamental Geographic and Cartographic Concept. New York & London: The Guilford Press. Oktaviani, N., Basyiroh, N. N., & Ananto, J. (2015). Pemodelan Garis Pantai Menggunakan Data Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) dan Peta Lingkungan Pantai Indonesia. In PIT XII ISOI. Banda Aceh. Saeedrashed, Y. S. (2014). An Experimental Comparison of Line Generalization Algorithms in GIS. International Journal of Advanced Remote Sensing and GIS, 3(1), 446 466. Tyner, J. A. (2010). Principles of Map Design. New York & London: The Guilford Press.