V. ANALISA MANFAAT DAN BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR

dokumen-dokumen yang mirip
III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang

VII. ANALISIS FINANSIAL

VII. RENCANA KEUANGAN

BAB III METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2015/2016 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

layak atau tidak maka digunakan beberapa metode dengan harapan mendapatkan

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

IV. METODE PENELITIAN

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

BAB III LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR

Feasibility Analysis of Patin Fish Business (Pangasius Sutchi) In Sipungguk Village Pond Salo Sub District Regency of Kampar Riau Province

A. Kerangka Pemikiran

VIII. ANALISIS FINANSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di D.I. Yogyakarta pada

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

III KERANGKA PEMIKIRAN

TIME VALUE OF MONEY. FVn =Po (1+r) n. FVn =Po (1+r/m) m.n 1. NILAI YANG AKAN DATANG (FUTURE VALUE)

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN

5.3.1 Pengamatan Sistem Produksi WTP

MODUL 13 PPENGANTAR USAHATANI: KELAYAKAN USAHATANI 1. PENDAHULUAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT

A Modal investasi Jumlah (Rp) 1 Tanah Bangunan Peralatan Produksi Biaya Praoperasi*

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

III. METODOLOGI PENELITIAN

Jawaban yang tidak sesuai dengan soal, tidak akan dikoreksi!!! TUGAS AKHIR ini dan Jawaban soal pada UAS, dikumpulkan SEMUA pada saat UAS!!!

18/09/2013. Ekonomi Teknik / Sigit Prabawa / 1. Ekonomi Teknik / Sigit Prabawa / 2

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Kelayakan Usaha

BAB I PENDAHULUAN. ini tentu akan meningkatkan resiko dari industri pertambangan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

STUDI KELAYAKAN BISNIS PEMBUKAAN CABANG BARU RUMAH MAKAN SOTO MIE ASLI BOGOR PAK KADIR SEFTIEAN AL RASYID EA02 MANAJEMEN (S1) EKONOMI

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

III. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL

IV. METODE PENELITIAN

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) Destri Yuliani 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

III. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

IV. METODE PENELITIAN

BUSINESS ANALYSIS ENLARGEMENT COMMON CARP (Cyprinus carpio) FLOATING NET CAGES IN TANJUNG ALAI VILLAGE XIII KOTO KAMPAR DISTRICT RIAU PROVINCE

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

Transkripsi:

V. ANALISA MANFAAT DAN BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR Analisa Biaya Manfaat Ikan Hias Air Tawar Layak tidaknya usaha dapat diukur melalui beberapa parameter pengukuran seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Benefit B/C Ratio, ketika parameter tersebut berfungsi sebagai pedoman dalam mengembangkan usaha secara berkelanjutan, selain itu juga sebagai langkah awal dalam pengambilan keputusan dalam menjalankan usaha ikan hias. Dalam sebuah buku dikatakan bahwa biaya manfaat berfungsi sebagai alat ukur untuk menenentukan berapa banyak modal yang akan diinvestasikan dan bagaimana suatu usaha itu dapat dijalankan. Produk yang dihasilkan dari sebuah farm atau usaha ikan hias tidak hanya satu jenis tetapi beragam sesuai dengan jenis yang diusahakan. Profil usaha ikan hias tergambar pada lampiran. Analisa usaha Ikan hias dalam satu periode yang berlangsung selama satu sampai dengan dua bulan. Jenis ikan hias yang dibudidayakan kebanyakan adalah Ctenopoma, Diskus, Neon, Black ghost karena ikan-ikan tersebut mudah dipasarkan. Beberapa faktor yang menentukan keberhasilan usaha yaitu tersedianya sarana dan prasarana produksi yang memadai akan memberikan hasil yang optimal bila dibandingkan dengan usaha yang hanya memanfaatkan sebagian karena akan memberikan pengaruh pada biaya investasi, dalam melakukan analisa usaha telah dikelompokan menjadi tiga bagian yaitu, skala usaha kecil dengan kategori kepemilkan akuarium 1-30 buah; skala usaha menengah dengan kategori kepemilikan akuarium 31-50; dan skala besar dengan kategori memiliki akuarium lebih dari 50 buah. Tingkat suku bunga pada lembaga perbankan berbeda-beda mulai dari suku bunga 10 % sampai dengan 16 %, dan yang digunakan dalam kepentingan penelitian ini adalah suku bunga 10 % alasan ini juga diperkuat dengan adanya dana skim pemerintah yang disalurkan kepada masyarakat dengan suku bunga 4 % sampai dengan 6 %.

89 5.2 Analisa Usaha ikan Hias Air Tawar Skala kecil Analisa kelayakan usaha merupakan suatu hal yang harus dilakukan sebelum pengembangan usaha dijalankan, baik oleh swasta, pemerintah atau perorangan. Analisa usaha yang dilakukan tidak terbatas pada suatu bidang tertentu saja, tetapi hampir seluruh bentuk pengembangan usaha. Analisis kelayakan yang dilakukan adalah Net Present Value (NPV), Manfaat investasi Benfit Ratio (B/C Ratio) dan Interest Rate of Return (IRR) dalam jangka waktu 5 tahun dengan tingkat suku bunga (discount factor) 10% yang merupakan tingkat suku bunga deposito rata-rata tahun 2006 pada saat penelitian dilakukan. Kondisi usaha ikan hias yang ada di Kota Bogor menggambarkan layak untuk dikembangkan, dilakukan analisis penelitian bahwa investasi Rp. 13.930.500,- selama 5 tahun memberikan nilai uang sebesar Rp. 838.026,- biaya manfaat yang diperoleh adalah 1,06 artinya usaha ini memberikan manfaat sebanyak 1,06 kali lipat. Nilai Internal Rate of Return dilakukan dengan menggunkan metode trial and erorr didapatkan bahwa pada tingkat discount factor 13% NPV yang diperoleh negatif yaitu Rp. 227.718,- (Lampiran 1). Hal ini menunjukan bahwa keuntungan atas investasi bersih selama 5 tahun memberikan nilai bersih sebesar 20,22% atau pada tingkat discount factor 20,22% maka semua keuntungan apabila ditanamkan kembali akan mengalami titik impas dan akan mendapat kembali semua modal investasi dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan. Selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 11 berikut. Tabel 11. Analisis Kelayakan Usaha Skala Kecil No Kriteria Analisis Finansial 1 NVP Rp. 838.026,- 2 Net B/C 1,06 3 IRR (%) 20,22 Selain itu dalam penelitian ini diuji tingkat kelayakan dan resistan usaha dengan menggunakan metode uji sensitivitas. Uji sensitivitas ini didasarkan pada kondisi yang sering terjadi dilapangan khususnya di Kota Bogor. Skenario dilakukan dengan beberapa kriteria adalah sebagai berikut : a. Saat produksi turun 10% Pada kondisi awal jumlah produksi dari ikan hias sebanyak 1.200 ekor dengan harga jual Rp. 1.250,- per ekor namun terjadi penurunan produksi

90 sebesar 10% sehingga jumlah ikan 1.080 ekor sehingga jumlah penerimaan yang diperoleh Rp. 10.800.000,-. Net Present Value (NPV) dengan discount factor 10% sebesar Rp. 3.710.917 sedangkan IRR -5,10% dan Net B/C 0,73. Penurunan produksi dapat terjadi dikarenakan adanya kematian akibat cara penanganan berbeda maupun kondisi lingkungan yang mengakibatkan produksi menurun. Jika kondisi ini terjadi maka usaha ini tidak layak untuk dikembangkan karena nilai yang diberikan atas usaha bernilai negatif atau tidak mendapatkan manfaat dari usaha tersebut. b. Saat harga produksi turun 15 % Dikondisikan harga ikan menurun dari Rp. 1.250,- per ekor menjadi Rp.1.063,- per ekor. Fluktuasi harga dapat terjadi kapan saja dan biasanya terjadi penurunan harga pada saat jumlah produksi ikan melimpah sedangkan volume permintaan tetap sehingga produk bersaing. Kondisi ini mempengaruhi pendapatan yang rendah yaitu Rp. 10.200.000,-. Selama 5 tahun nilai keuntungan bersih atau NPV yang diperoleh Rp. 5.985.390,- sedangkan nlai yang didapatkan atas keuntungan bersih atau IRR -20,10% dan Net B/C ratio adalah 0,75. Saat harga produksi turun maka usaha tidak layak untuk dikembangkan karena nilai NPV yang didapat kurang dari 1 dan IRR kurang dari 1. c. Saat produksi turun 10% dan harga produksi turun 15% Kondisi ini menjelaskan bahwa pada saat yang sama terjadi penurunan produksi dan harga jual turun yaitu jumlah produksi hanya 1.080 ekor dengan harga Rp. 1.063,- per ekor sehingga jumlah pendapatan Rp. 9.180.000,- dengan biaya operasional Rp. 8.104.100,- ditambah dengan biaya investasi Rp. 13.930.500,-. NPV yang dihasilkan adalah Rp. 9.851.992,- IRR -39,23% dan Net B/C ratio 0,39. Kondisi seperti ini terjadi bila terjadinya blooming produksi sehingga harga menjadi tidak stabil bahkan lebih cendrung turun drastis ditambah dengan kondisi lingkungan atau cara pemeliharaan tidak dilakukan secara optimal sehingga ikan banyak mengalami kematian, bila ini terjadi usaha maka usaha tersebut tidak layak untuk dikembangkan. d. Saat biaya produksi naik 20% Adanya perubahan ekonomi sehingga mengakibatkan harga sarana dan prasarana menjadi naik sehingga menambah beban biaya dari produksi yang

91 dilakukan. Biaya produksi Rp. 9.724.920,- dengan pendapatan Rp. 12.000.000,-. Net Present Value Rp. 5.306.156,- selama 5 tahun. Net B/C ratio atau manfaat yang diperoleh adalah 0,62 dengan IRR sebesar -15,58% menunjukan bahwa tingkat keuntungan atas investasi bersih yang ditanam adalah sebesar - 15,58%. Dengan kata lain usaha ini tidak memberikan keuntungan dan keuntungan yang diinvestasikan kembali tidak memberikan hasil. e. Saat biaya produksi naik 20% dan produksi turun 10% Terjadinya kenaikan biaya operasional yaitu Rp. 9.724.920,- dan pendapatan Rp. 10.800.000,- secara keseluruhan masih memperoleh profit yaitu Rp. 1.075.080,- selama 1 tahun. Namun dilihat dari jangka usia investasi selama 5 tahun dengan discount factor 10% NPV sebesar Rp. 9.855.100,- dan Internal Rate of Return (IRR) didapat pada trial error 13% adalah -90,53 %. Kondisi ini sudah jelas tidak layak untuk dikembangkan. Berdasarkan hasil uji sensitivitas terlihat skala usaha kecil dalam setiap skenario memberikan nilai negatif artinya usaha ini sangat sensitif terhadap semua kondisi sehingga menjadi skala usaha yang sangat kritis. Alasannya lima skenario tersebut dapat saja terjadi sewaktu-waktu yang akan mengakibatkan usaha tersebut menjadi tidak layak kembang. Ini disebabkan bahwa usaha kecil hanya mempunyai volume produksi sedikit dan akuarium yang dimiliki maupun prasarana lain terbatas. Uji sensitivitas skala kecil dapat dilihat pada Lampiran 3. 5.3 Analisa Usaha Ikan Hias Air Tawar Skala Menengah Analisa usaha skala menengah menunjukan investasi yang ditanamkan adalah Rp. 33.842.500 selama 5 tahun dengan biaya operasional Rp. 14.463.200,-, biaya ini dipergunakan untuk pembelian pakan, pembayaran rekening listrik, telepon tenaga kerja serta biaya penunjang lainnya atau saprokan (Lampiran 2). Sedangkan biaya tetap terdiri atas bunga bank dan penyusutan. Hasil produksi dari skala usaha menengah pada saat penelitian dilakukan adalah sebanyak 2.800 ekor ikan hias dengan jenis ctenopoma sebanyak 2.700 ekor dan diskus 100 ekor, masa pemeliharaan rata-rata 1,5 bulan sehingga dalam 1 tahun menghasilkan 8 kali produksi. Rata penjualan ikan tersebut selama 5 tahun masing-masing ctepoma Rp. 1.600 ekor dan diskus Rp. 6.000,-

92 dengan pendapatan yang diperoleh selama 5 tahun Rp. 39.360.000,- dan Net profit sebesar Rp. 24.896.800,-. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap prospek pengembangan usaha ikan hias dalam waktu 5 tahun dengan tingkat suku bunga 10% yang merupakan tingkat suku bunga rata-rata yang berlaku pada tahun 2006. Diperoleh nilai NPVnya Rp. 60.535.960,- yang berarti selama 5 tahun usaha ikan hias akan menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp. 60.535.960,- yang dihitung berdasarkan nilai sekarang, selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Analisis Kelayakan Usaha Skala Menengah NO Kriteria Analisis Finansial 1 NVP Rp. 60.535.960,- 2 Net B/C 2,79 3 IRR (%) 69,24 Selanjutnya perhitungan Net B/C ratio pada tingkat suku bunga 10 % diperoleh 2,79, artinya investasi pada usaha ini memberikan manfaat bersih 2,79 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan. Sedangkan IRR sebesar 69,24 % ini didapatkan dengan menggunakan trial and error yang didapatkan antara nilai NPV positi dan NPV negatif. Artinya tingkat keuntungan atas investasi bersih yang ditanam adalah sebesar 69,24 %, jika seluruh keuntungan ditanamkan kembali pada tahun berikutnya atau dengan kata lain pada tingkat nilai IRR 69,24 % usaha ikan hias skala menengah akan mengalami titik impas dan akan mendapatkan kembali semua modal investasi dan biaya-biaya yang dikeluarkan. Usaha yang memiliki kapasitas minimal maksimal 50 akuarium dilakukan dengan menggunakan ukuran ruangan minimal 6 m x 5 m sudah mempunyai ruangan khusus walaupun masih sedikit tergabung dangan tempat tinggal. Berbeda dengan skala kecil tempat usaha budidaya merupakan bagian dari tempat tinggal sehingga modal investasi sangat kecil. Para pembudidaya memiliki induk ikan hias dan mengembangkan sendiri tanpa harus membeli benih dari tempat lain. Hasil analisis diatas menyimpulkan bahwa usaha ikan hias skala menengah layak untuk dikembangkan. Namun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi usaha secara ekonomi dapat terjadi sewaktu-waktu. Oleh karenanya dilakukan uji sensitivitas dengan cara sebagai berikut :

93 a. Saat produksi turun 10% Pada kondisi normal usaha menengah menghasilkan produksi sebanyak 2.520 ekor dengan kondisi demikian yaitu terjadi penurunan produksi 10% dari masing-masing jenis maka jumlah produksi menjadi 2.800 ekor berarti pendapatan yang diperoleh berkurang menjadi Rp. 35.424.000,-. Secara analisis jangka pendek dalam per tahunnya dimana biaya operasional terjadi kenaikan harga yaitu Rp. 14.463.200,- kondisi seperti ini masih memberikan keuntungan Rp. 24.896.800,-. Setelah dilakukan analisis jangka panjang dengan discoun factor 10% suku bunga ini berlaku sekarang didapatkan nilai NPV sebesar Rp. 45.615.423,- IRR yang diperoleh adalah 55,54% artinya keuntungan bersih atas investasi yang ditanam adalah 55,54 persen dan Net B/C ratio adalah 2,35 artinya manfaat yang diperoleh dalam waktu 5 tahun adalah 2,35 kali lipat. Walaupun terjadi penurunan produksi yang diakibatkan adanya mortalitas sebesar 10% serta akibat lainnya, usaha tersebut tetap layak untuk dikembangkan karena nilai investasi yang ditanam selama 5 tahun dapat memberikan keuntungan dan manfaat bersih. b. Saat harga produksi turun 15 % Harga ikan hias dari masing-masing jenis adalah Rp. 1.600,- per ekor untuk ikan jenis ctenopoma dan Rp. 6.000,- per ekor jenis diskus terjadi penurunan harga 15% maka harga Ctenopoma Rp. 1.360,- per ekor dan Diskus Rp. 5.100,- per ekor dengan jumlah masing-masing jenis 2.700 ekor dan 100 ekor artinya pendapatan yang dihasilkan Rp. 33.456.000,- cost yang dikeluarkan sama dengan kondisi normal, memberikan nilai benefit atau profit Rp. 18.992.800,- Hasil analisis kelayakan dalam waktu 5 tahun diperoleh nilai NPV dengan discount factor 10% adalah Rp. 38.155.154,- sedangkan Internal Rate of Return (IRR) adalah 48,64 persen, lalu parameter berikutnya adalah Net B/C ratio 2,13 atau manfaat yang diperoleh dalam waktu tersebut sebesar 2,13 kali lipat. Dilihat dari kriteria walaupun kondisi harga dalam keadaan turun namun bagi kalangan pembudidaya yang tergolong dalam skala ini masih layak untuk mengembangkan usahanya, justru menjadi peluang kesempatan untuk meningkatkan daya saing dengan pembudidaya lain baik dari dalam maupun luar Kota Bogor.

94 c. Saat produksi turun 10% dan harga produksi turun 15% Kondisi demikian digambarkan ketika produksi turun 10% yaitu berjumlah 2.800 ekor dengan masing-masing jenis Ctenopoma 2.430 ekor dan Diskus 90 ekor dan kondisi harga turun 15% yaitu masing-masing Rp. 1.360,- dan Rp. 5.100,- maka pendapatannya Rp. 3.011.400,- sedangkan biaya operasional atau biaya tetap sebesar Rp. 14.463.200,- maka profitnya yang diperoleh berkurang yaitu -Rp. 11.451.800,- secara jangka pendek usaha ini mengalami kerugian total akibat harga turun dan produksi turun. Jika dilakukan analisa jangka panjang selama 5 tahun dengan discount factor 10 persen maka NPVnya Rp. 77.253.831,- dan IRR 58,23 persen manfaat yang diperoh (Net B/C) -1,28. Berarti jika terjadi kondisi demikian usaha tersebut tidak dapat berkembang atau tidak layak untuk dijalankan. d. Saat biaya produksi naik 20% Akibat pergolakan ekonomi pengaruh lain yang mungkin dapat ditimbulkan adalah meningkatanya biaya produksi atau operasional sebesar 20 % dari harga normal yaitu Rp. 14.463.200,- menjadi Rp. 17.353.840,- dalam waktu 1 tahun dengan pendapatan normal yaitu Rp. 39.360.000,- maka didapat profit senilai Rp. 22.006.160,-. Nilai keuntungan yang akan didapat selama 5 tahun (NPV) adalah Rp. 49.578.160,- IRRnya 58,79 persen serta manfaat yang diperoleh adalah 2,46 kali. Ternyata saat terjadi kenaikan biaya produksi usaha tersebut dapat terus berkembang dan layak untuk dilakukan. e. Saat biaya produksi naik 20% dan produksi turun 10% Pada saat harga naik 20% artinya cost meningkat menjadi Rp. 17.353.840,- dan produksi turun 10% yang mempengaruhi tingkat pendapatan menjadi Rp. 35.424.000,-. NPV yang diperoleh Rp. 34.657.623,- artinya keuntungan yang didapat dalam waktu 5 tahun sebesar Rp. 34.657.623,- Net B/C ratio 2,02 artinya manfaat atas investasi 2,02 kali lipat serta IRR 45,51 persen. Dengan demikian usaha yang dilakukan dengan kondisi seperti ini masih layak untuk dikembangkan karena masih memberikan manfaat atas investasi yang ditanamkan. Berdasarkan hasil uji sensitivitas, kondisi usaha yang tidak layak dikembangkan hanya terjadi jika produksi turun 10% dan harga produksi turun 15%. Sedangkan dikondisi lain usaha skala menengah sangat layak untuk dikembangkan, yaitu bila terjadi penurunan produksi dan atau harga produksi

95 turun, terjadi kenaikan biaya produksi dan atau produksi turun. selanjutnya dapat dilihat pada Lampiran 2. 5.4 Analisa Usaha Ikan Hias Air Tawar Skala Besar Usaha ikan hias skala besar umumnya telah banyak berkembang di Kota Bogor. Prinsipnya cara pemeliharaan maupun perlakuan sama dengan dua skala sebelumnya namun secara ekonomis dapat dirinci sebagai berikut. Investasi awal yang dibutuhkan dalam skala usaha ini adalah Rp. 64.276.000,- dengan kepemilikan akuarium 95 buah selain itu digunakan untuk pembelian tabung oksigen, pembuatan gedung atau tempat usaha, pembelian induk, dan lain sebagainya. Sedangkan biaya operasional yang dibutuhkan Rp. 44.357.200,- yang terdiri atas biaya pakan, tenaga kerja, telepon, packing, penyusutan serta baiya lainnya, dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil produksi total dari usaha ini adalah 7.700 ekor ikan hias yang terdiri dari masing-masing jenis ikan Ctenopoma 5.000 ekor black ghost 2.700 ekor dengan 8 kali produksi dalam 1 tahun atau total pendapatan dalam satu tahun adalah Rp. 48.960.000,- jika dibandingkan dengan biaya operasional Rp. 44.357.200,- maka Net profit yang diperoleh adalah Rp. 4.602.800,- atau dalam 1 tahun. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap prospek pengembangan usaha dalam jangka waktu 5 tahun dengan discount factor 10%, maka diperoleh NPV sebesar -Rp. 46.827.766,- artinya selama 5 tahun usaha ikan hias skala besar tidak memberikan keuntungan sama sekali. Selanjutnya perhitungan Net B/C ratio pada discount factor 10% diperoleh 0,27 atau nilai manfaat bersih 0,27 kali lipat. sedangkan nilai IRR sebesar -154 %, tingkat keuntungan bersih yang ditanam adalah 35,53 %, jika seluruh keuntungan yang diperoleh ditanam kembali pada tahun berikutnya, atau dengan kata lain pada tingkat nilai IRR sebesar -154 % usaha ini akan mengalami suatu titik impas dan akan mendapatkan kembali modal investasi dan biaya-biaya yang dikeluarkan. Berdasarkan semua kriteria tersebut menunjukan bahwa secara finansial usaha investasi ikan hias skala besar tidak layak untuk dikembangkan, selanjutnya hasil analisa dapat dilihat pada Tabel 13 berikut.

96 Tabel 13. Analisis Kelayakan Usaha Skala Besar NO Kriteria Analisis Finansial 1 NVP -Rp. 46.827.766,- 2 Net B/C 0,27 3 IRR (%) -154 Alasannya adalah usaha skala besar memerlukan modal yang besar hendaknya harus diimbangi dengan jumlah produksi yang besar pula. Sedangkan yang terjadi pada saat dilakukan observasi lapangan bahwa produksi yang dihasilkan tidak maksimal dilihat dari ketersediaan sarana yaitu akuarium masih memungkinkan untuk dilakukan penambahan populasi ikan. Hal ini dikarenakan terbatasnya kemampuan (tenaga kerja) dalam pemeliharaan ikan hias air tawar, dan terbatasnya pengetahuan pembudidaya mengenai ikan hias air tawar. Selanjutnya dilakukan uji sensitivitas seperti yang telah dilakukan pada skala usaha lainnya, tujuannya untuk mengetahui tingkat kekuatan yang dimiliki oleh skala usaha tersebut dan dapat dilakukan tindak lanjut penanganan yang lebih intensif. a. Saat produksi turun 10% Terjadi penurunan produksi dari jumlah normal yaitu 10%, jumlah produksi yang dihasilkan pada kondisi normal 7.700 ekor dari masing-masing jenis yaitu Ctenopoma dan black ghost, jumlah Ctepoma menjadi 4.500 ekor dan black ghost 2.430 ekor sehingga jumlah penerimaan menjadi Rp. 44.064.000,- cost yang dikeluarkan adalah Rp. 44.357.200,- profit yang diperoleh -Rp. 293.200,-. Keuntungan yang diperoleh bersih selama 5 tahun atau NPV pada discount factor 10% adalah Rp. 65.387.458,- IRR sebesar -2.255% dan manfaat yang diperoleh atau net B/C ratio sebesar 0,02. Berdasarkan hasil diatas, bila terjadi penurunan produksi 10% maka akan mengalami kerugian, hal ini disebabkan karena investasi dan biaya-biaya yang dikeluarkan sangat besar apalagi investasi yang ditanamkan lebih dari Rp. 50.000.000,- volume produksi menjadi faktor penentu jika produksi turun maka usaha tidak dapat dikembangkan secara otomatis mengalami kerugian. b. Saat harga produksi turun 15 % Kondisi berikutnya harga turun 15% masing-masing ctenopoma Rp. 900,- per ekor menjadi Rp. 765,- per ekor dan black ghost Rp. 600,- per ekor menjadi

97 Rp. 510,- per ekor. Sehingga penerimaan yang diperoleh adalah Rp. 41.616.000,- NPV pada discount factor 10% adalah Rp. 74.667.304,- net B/C ratio 0,16. Secara financial usaha ini tidak layak untuk dikembangkan karena tidak memberikan manfaat dari usaha yang dilakukan. Kondisi ini bagi skala usaha besar sangat rentan. c. Saat produksi turun 10% dan harga produksi turun 15% Kondisi ini digambarkan ketika produksi turun 10% yaitu berjumlah 6.930 ekor dengan masing-masing jenis Ctenopoma dan black ghost menjadi Ctepoma 4.500 ekor dan black ghost 2.430 ekor dan kondisi harga turun 15% yaitu masing-masing Rp. 1.360,- dan Rp. 5.100,- maka pendapatannya Rp. 37.454.400,- sedangkan biaya operasional atau biaya tetap sebesar Rp. 44.357.200,- maka profitnya yang diperoleh berkurang yaitu -Rp. 6.902.800,- secara jangka pendek usaha ini mengalami kerugian total akibat harga turun dan produksi turun. Jika dilakukan analisa jangka panjang selama 5 tahun dengan discount factor 10 persen maka NPVnya Rp. 90.443.042,- dan IRR 1.182 persen manfaat yang diperoh (Net B/C) 0,41. Berarti jika terjadi kondisi demikian usaha tersebut tidak dapat berkembang atau tidak layak untuk dijalankan. d. Saat biaya produksi naik 20% Kondisi ini adanya kenaikan harga saprokan bahkan biaya operasional lainnya menjadi 20% yaitu Rp. 53.228.640,- namun penerimaan yang diperoleh Rp. 48.960.000,- usaha ini memperoleh keuntungan sebesar -Rp. 4.268.640,-. NPV yang diperoleh -Rp. 80.457.504,- artinya keuntungan bersih yang diperoleh selama 5 tahun adalah -Rp. 80.457.504,- Internal rate of return atau IRR -752 persen. Net B/C rationya 0,29 artinya manfaat yang diperoleh dari usaha tersebut adalah 1,19 kali lipat. Dari hasil analisis pada kondisi terjadi kenaikan biaya produksi usaha ini tidak layak untuk dikembangkan karena NPV yang diperoleh negatif atau kurang dari 1 dan IRR kurang dari 0. e. Saat biaya produksi naik 20% dan produksi turun 10% Pada saat harga naik 20% artinya cost meningkat menjadi Rp. 53.228.640,- dan produksi turun 10 % yang mempengaruhi tingkat pendapatan menjadi Rp. 41.616.000,- maka profit Rp. 11.612.640,- sedangkan NPV sebesar -Rp. 108.297.042,- artinya keuntungan yang didapat dalam waktu 5 tahun sebesar -Rp. 108.297.042,- Net B/C ratio 0,68 artinya manfaat atas

98 investasi 0,68 kali lipat serta IRR -1.970 persen. Dengan demikian usaha yang dilakukan dengan kondisi seperti ini sudah tidak layak untuk dikembangkan. 5.5 Strategi Pengembangan Dalam Meningkatkan Usaha Ikan Hias Berdasarkan hasil analisis kelayakan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, dapat diketahui bahwa usaha ikan hias baik skala kecil, menengah dan besar layak untuk dikembangkan. Layaknya usaha tersebut dikarenakan manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Usaha ikan hias yang telah dilakukan oleh pembudidaya Kota Bogor telah banyak membantu peningkatan ekonomi pembudidaya sehingga lebih mandiri. Namun dari uji sensitivitas yang telah dilakukan terhadap semua jenis skala usaha, ada sebuah hambatan yang sangat terlihat jelas perbedaannya yaitu : pada skala usaha kecil rentan terhadap perubahan-perubahan yang mempengaruhi produksi maupun segala sesuatunya yang berkaitan dengan usaha pengembangan ikan hias. Pada skala usaha kecil, jika terjadi penurunan produksi sebanyak 10 persen artinya jumlah ikan yang dihasilkan terjadi penurunan dari jumlah populasi awal sebanyak 10 % maka keuntungan bersih yang diperoleh selama 5 tahun menghasilkan nila negatif dengan demikian usaha tersebut tidak llayak untuk dikembangkan. Skala usaha yang sama tetapi mengalami penurunan harga jual sebanyak 15 % dari harga standar maka usaha tersebut tidak menghasilkan keuntungan dengan kata lain jika terjadi penurunan harga jual sebanyak 15% maka usaha kecil tidak layak untuk dikembangkan. Jika pada saat usaha terjadi penurunan harga jual 15 % dan penurunan produksi 10 % maka lebih tidak layak lagi untuk dikembangkan. Ketika terjadi kenaikan biaya operasional dan terjadi kenaikan biaya produksi dan produksi turun 10% maka usaha NPV yang dihasilkan selama 5 tahun adalah negatif. Dengan kata lain usaha ini tidak layak untuk dikembangkan. Pada skala usaha menengah hampir semua kondisi menghasilkan nilai NVP positif keculai pada saat terjadi penurunan harga jual 15 % yang dikuti penurunan hasil produksi sebanyak 10% dari populasi normal atau awal maka NPV yang dihasilkan negatif atau pada kondisi tersebut usaha ini tidak layak dikembangkan sedangkan pada kondisi lain usaha skala menengah layak untuk dikembangkan. Bila dibandingkan dengan skala kecil maka lebih menguntungkan dan aman berinvestasi pada skala usaha menengah.

99 Skala usaha besar adalah skala usaha yang beresiko tinggi untuk dikembangkan (sensitif) karena dari hasil uji sensitivitas yang dilakukan dengan lima skenario ternyata hasil yang didapat bernilai negatif artinya usaha tersebut tetap tidak layak untuk dikembangkan. Salah satu cara yang harus dilakukan adalah memaksimalkan produksi ikan agar semua biaya yang dikeluarkan dapat diimbangi dari hasil produksi. Disimpulkan bahwa usaha ikan hias di Kota yang terbagi menjadi 3 (tiga) skala usaha (menurut penelitian) yaitu skala kecil, skala menengah dan skala besar, dari ketiga skala usaha tersebut ternyata usaha yang merupakan tingkat aman adalah skala usaha menengah sedangkan skala usaha kecil dan besar sangat sensitif artinya jika terjadi situasi yang sesuai pada skenario diatas maka usaha tersebut tidak layak untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan pada skala usaha kecil yaitu rendahnya volume produksi yang mereka hasilkan dan terbatasnya sarana dan prasarana produksi terutama akuarium maupun sarana penunjang pokok lainnya, padahal komponen investasi yang dibutuhkan hampir sama dengan skala usaha menengah. Sedangkan penyebab dari skala usaha besar adalah tingginya biaya investasi serta biaya operasional yang harus dikeluarkan ditambah dengan kurang maksimalnya produksi yang dihasilkan padahal dengan jumlah sarana akuarium yang ada masih dapat dilakukan penebaran yang maksimal sehingga bila terjadi situasi yang digambarkan dalam uji sensitivitas maka hasil yang didapatkan tidak menguntungkan atau mengalami kerugian. Oleh karena itu strategi yang perlu dikembangkan oleh pemerintah Kota Bogor dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama pembudidaya ikan hias adalah sebagai berikut : 1) Bagi skala kecil perlu dilakukan peningkatan ke skala usaha menengah; dan 2) Bagi skala besar perlunya optimalisasi produksi. 5.5.1 Peningkatan Skala Usaha Kecil Menjadi Skala Usaha Menengah Skala usaha kecil adalah usaha yang banyak terdapat di Kota Bogor ini harus menjadi perhatian bersama terutama Pemerintah Kota Bogor, jika mampu mengangkat perekonomian pembudidaya skala kecil maka secara universal ekonomi rakyat dapat teratasi dan dapat berkembang. Sehingga perlu dilakukan upaya peningkatan skala usaha kecil menjadi skala usaha menengah dengan cara : 1). Memberikan permodalan yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh

100 pembudidaya. Modal digunakan untuk melengkapi akuarium, penambahan induk ikan, pakan serta pembelian rak dan lain-lain. Modal yang diberikan minimal Rp. 5.000.000,- per RTP, sumber modal dapat dilakukan dengan cara kerjasama Pemerintah Kota Bogor dengan lembaga perbankan yang ada di Kota Bogor 2) Monitoring, ini dibutuhkan untuk mendorong kinerja usaha sekaligus mengarahkan tentang penggunaan modal secara tepat sehingga tidak terjadi penyimpangan dari pelaku usaha. Pelaksanaan monitoring dilakukan secara optimal dan kontinyu sehingga usaha tersebut berkembang dengan baik. 5.5.2 Optimalisasi Produksi Berdasarkan hasil analisis pada skala usaha besar faktor yang mempengaruhi layak tidaknya usaha tersebut untuk dijalankan artinya bagaimana keuntungan besih didapatkan dari usaha tersebut adalah produksi. Ini terbukti ketika produksi turun 10 % usaha tersebut tidak layak untuk dikembangkan, hal ini berbeda dengan skala usaha menengah bahwa pada saat produksi turun 10% usaha tersebut masih layak untuk dikembangkan. Perbedaan ini sangat jelas bila dilihat dari investasi skala besar jauh lebih besar dari skala usaha menengah, hal ini dikarenakan skala besar sudah harus menggunakan sarana dan prasarana secara lengkap serta butuh operasional yang tepat sehingga dapat menekan biaya yang tinggi. Oleh karena itu strategi yang dilakukan agar terjadi keseimbangan dalam usaha tersebut dengan melakukan penambahan volume produksi melalui : 1). Penambahan induk ikan hias dan penambahan akuarium; dan 2) Pembinaan dan pendampingan teknologi agar produksi mempunyai kualitas dan kuantitas yang baik.