TINJAUAN PUSTAKA. (2001) adalah sebagai Kingdom Animalia, Subkingdom Metazoa, Phylum

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Wiharto (2002) a yam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Telur

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan menggunakan bahan pakan sumber kalsium (ISA, 2009). kerabang maka kalsium dapat diserap sampai 72% (Oderkirk, 2001).

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Telur. telur dihasilkan bobot telur berkisar antara 55,73-62,58 gram.

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

Telur ayam konsumsi SNI 3926:2008

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Rataan Tebal Cangkang telur puyuh.

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sifat mengeram lagi (Sudarmono, 2003). Ayam tipe petelur memiliki karakteristik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 1. Struktur Bagian-Bagian Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH LAMA SIMPAN TELUR ITIK TERHADAP PENURUNAN BERAT, INDEKS KUNING TELUR (IKT), DAN HAUGH UNIT (HU).

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA SUSU, TELUR DAN DAGING PASCA PANEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003). Telur sebagai sumber

PENDAHULUAN. Telur ayam merupakan jenis makanan bergizi yang popular dikalangan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dengan susunan asam amino lengkap. Secara umum telur ayam ras merupakan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Maret

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2015 bertempat di Desa Tegal Sari,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

ACARA III PEMBUATAN PRODUK DAN UJI KUALITAS PRODUK TELUR A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Telur merupakan salah satu dari beberapa produk yang di

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh sebagian besar

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ayam Arab Betina dan Jantan (Meijers, 2010)

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

PENDAHULUAN. Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) ada juga yang menyebut siput

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)

TEKNOLOGI TELUR. Pada umumnya telur mempunyai 3 struktur bagian, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

Pendahuluan, Telur Cair, Telur Asin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN. Telur itik adalah salah satu pilihan sumber protein hewani yang memiliki rasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium,

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

MATERI DAN METODE. Riau, pada bulan Maret sampai dengan Mei dalam penelitian ini adalah kandang batere sebanyak 30 set, tempat ransum dan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. japanese quail (Coturnix-coturnix Japonica) mulai masuk ke Amerika. Namun,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam

II KAJIAN KEPUSTAKAAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan budidaya ayam arab di Indonesia semakin pesat hal ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan tipe ringan. Tipe medium umumnya bertelur dengan warna kerabang cokelat

SKRIPSI MUTU FISIK TELUR AYAM RAS (STUDI KASUS DI PASAR SIMPANG BARU KOTA PEKANBARU) WITIA REFRIYETNI NIM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki tubuh yang langsing atau berukuran kecil. Timbangan badan ringan.

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur memiliki sifat nervous (mudah terkejut), bentuk tubuh ramping, cuping telinga berwarna putih, produksi telur tinggi (350 butir/ekor/tahun), efisien dalam pengunaan ransum untuk membentuk telur, tidak memiliki sifat mengeram (Sudarmono, 2003). Klasifikasi ayam menurut Rose (2001) adalah sebagai Kingdom Animalia, Subkingdom Metazoa, Phylum Chordata, Subphylum Vertebrata, Divisi Carinathae, Kelas Aves, Ordo Galliformes, Family Phasianidae, Genus Gallus dan Spesies Gallus domestica. Keunggulan ayam petelur adalah laju pertumbuhan dan pencapaian dewasa kelamin lebih cepat, kemampuan berproduksi lebih tinggi, nilai konversi pakan atau kemampuan dalam memanfaatkan ransum lebih baik, periode bertelur lebih panjang (Sudarmono, 2003). Berdasarkan tipenya, ayam ras petelur dibedakan menjadi dua, yaitu tipe ringan dan tipe sedang. Menurut Ensminger (2004), ciri - ciri ayam petelur tipe ringan adalah badannya ramping, postur tubuh kecil dan telur berwarna putih. Ukuran telur ayam ini lebih kecil dari ayam ras petelur tipe sedang. Ayam ras petelur tipe sedang mempunyai postur tubuh yang cukup besar dan pada akhir masa produksi bisa dijual sebagai ayam pedaging. Menurut Abidin (2004), telur yang dihasilkan ayam petelur tipe sedang berwarna coklat dan ukurannya lebih besar. Ayam tipe sedang ini disebut juga tipe dwiguna. 2.2. Lahan Gambut Lahan gambut merupakan lahan yang terbentuk dari hasil dekomposisi bagian tanaman, baik tumbuhan air (paku, lumut & ganggang) atau rumput maupun tanaman keras (tumbuhan tingkat tinggi) serta fauna air dan daratan 5

(Sitorus, 2003). Proses ini berlangsung cukup lama, bisa mencapai ratusan bahkan ribuan tahun. Menurut Sutedjo (1991), gambut merupakan defosil bahan organik dalam keadaan tergenang, sehingga desintegrasi bahan organik (sisi tumbuhan) lebih dominan dari pada proses pembentukan mineral (mineralisasi) pada lahan gambut. Hasil akhir dari proses ini dapat memberikan kemasaman yang tinggi pada lingkungannya. Pada tanah gambut kemasaman tanah mencapai ph 3-5 (Sutedjo, 1991). Indonesia memiliki kawasan gambut yang sangat luas, yaitu sekitar 22 juta hektar. Untuk wilayah Sumatra mencapai 12.578.600 hektar (Agus dan Subiksa, 2008). Menurut Agus dan Subiska (2008), gambut diklasifikasikan berdasarkan berbagai sudut pandang diantaranya yaitu dari tingkat kematangan. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut terdiri atas 1). Gambut saprik (matang), merupakan gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak diketahui, berwarna coklat tua sampai hitam dan bila diremas kandungan seratnya 15%. 2). Gambut hemik (setengah mata ng), merupakan gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat dan bila diremas seratnya 15-75%. 3). Gambut fibrik (mentah), merupakan gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali berwarna coklat dan bila diremas >75% seratnya masih tersisa. Berdasarkan proses dan lokasi pembentukannya, gambut dibagi menjadi 1). Gambut pantai, yakni gambut yang terbentuk dekat daerah pantai dan mendapat pengayaan mineral dari air laut. 2). Gambut pedalaman, merupakan gambut yang terbentuk di daerah yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut tetapi hanya oleh air hujan. 3). Gambut transisi, yakni gambut yang terbentuk di 6

antara kedua wilayah tersebut, yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh air pasang laut (Agus dan Subiska, 2008). 2.3. Kualitas Air Minum Ayam memperoleh air dari 3 sumber, yakni air minum, air dari bahan makanan dan air dari hasil oksidasi karbohidrat, lemak dan protein. Konsumsi air pada ayam petelur umumnya dipengaruhi oleh umur, temperatur lingkungan, produksi, konsumsi ransum dan kesehatan ayam (Anggorodi, 1985; Swick, 1999). Sifat nilai asam atau basa dalam air sebagai salah satu petunjuk yang menentukan kualitas air minum. ph air yang baik dan normal untuk konsumsi ayam petelur berkisar antara 6,5-7,2. Apabila ph air lebih rendah atau lebih tinggi dari kisaran normalnya, maka dapat memengaruhi konsumsi air minum ayam. Hal ini akan berdampak pada pertumbuhan dan produktivitas ayam tersebut (Tabbu, 2010). Efek lain akibat terialu tinggi atau terlalu rendahnya ph, yaitu pengaruh pada proses kelarutan obat, terutama obat-obat tertentu yang sulit larut secara homogen dalam air pada tingkat ph rendah maupun tinggi (Wiryawan, 2003). Cara mengukur ph air dapat dilakukan dengan cara mencelupkan kertas indikator ph ke dalam sampel air. Perubahan warna pada kertas indikator menunjukkan nilai ph dengan membandingkan deret warna yang tertera pada Kit-indicator paper. Kandungan air pada tubuh anak ayam adalah 85%, sejalan dengan bertambahnya ukuran tubuh ayam, kandungan air menurun sampai 55%. Menurut Anggorodi (1995), kebutuhan air pada ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : 7

1. Suhu tubuh. Hilangnya panas tubuh dilakukan melalui penguapan air sampai 40% dari tubuh ayam melalui pernafasan. 2. Suhu lingkungan. Ayam memerlukan lebih banyak air pada cuaca panas dari pada cuaca dingin. Pada kondisi ini, ayam memerlukan air ±25% yang didapat dari metabolism protein, lemak, karbohidrat. Apabila konsumsi pakan menurun, maka perlu tambahan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 3. Bentuk nitrogen yang dikeluarkan. Nitrogen yang dikeluarkan oleh tubuh adalah dalam bentuk asam, urine dihilangkan airnya sebagian sebelum dikeluarkan tubuh bersama feses. 4. Sumber protein. Sumber protein seperti tetelan daging, tepung ikan, bungkil kedelai, menaikkan kebutuhan air, sedangkan protein susu akan menurunkan kebutuhan air. 5. Mineral. Garam (NaCl) mempunyai pengaruh terbesar terhadap konsumsi air. Ayam yang terlalu banyak mengonsumsi garam akan menaikkan konsumsi air, dan menaikkan pula kandungan air dalam feses, sehingga menyebabkan litter menjadi basah. 6. Model kandang. Ayam yang dipelihara dalam kandang baterai akan mengonsumsi air lebih banyak dari pada kandang berlantai. 2.4. Kualitas Telur Kualitas telur utuh dapat dinilai dengan cara candling, yakni dengan meletakkan telur dalam jalur sorotan sinar yang kuat sehingga memungkinkan penemuan keretakan pada kulit telur, ukuran serta gerakan kuning telur, ukuran kantung udara, bintik-bintik darah, bintik-bintik daging, kerusakan oleh 8

mikroorganisme dan pertumbuhan benih (Romanoff dan Romanoff, 1963). Ketentuan standar kualitas telur ditunjukkan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Standar Kualitas Telur No Faktor Mutu Tingkatan Mutu Mutu I Mutu II Mutu III 1. Kondisi Kerabang 1. Bentuk Normal Normal Abnormal 2. Kehalusan Halus Halus Sedikit kasar 3. Ketebalan Tebal Sedang Tipis 4. Keutuhan Utuh Utuh Utuh 5. Kebersihan Bersih Sedikit noda kotor 2. Kondisi kantung udara (dilihat dengan peneropongan) 1. Kedalaman <0,5 cm 0,5 cm-0,9 cm >0,9 cm kantong udara 2. Kebebasan bergerak Tetap ditempat 3. Kondisi putih telur 1. Kebersihan Bebas bercak darah, atau benda asing lainnya Bebas bergerak Bebas bercak darah, atau benda asing lainnya Bayak noda dan sedikit kotor Bebas bergerak dan dapat terbentuk gelembung udara Ada sedikit bercak darah, tidak ada benda asing lainnya 2. Kekentalan Kental Sedikit encer Encer, kuning telur belum tercampur dengan putih 3. Indeks 0,134-0,175 0,092-0,133 0,050-0,091 4. Kondisi kuning telur 1. Bentuk Bulat Agak pipih Pipih 2. Posisi Di tengah Sedikit bergeser dari tengah Agak ke pinggir 3. Penampakan batas Tidak jelas Agak jelas Jelas 4. Kebersihan Bersih Bersih Ada sedikit bercak darah 5. Indeks 0,458-0,521 0,394-0,457 0,330-0,393 5. Bau Khas Khas Khas Sumber : SNI 01-3926-2008 (DSN, 2008). 9

2.4.1. Bobot Telur Bobot telur dipengaruhi oleh kandungan kalsium, protein dan energi yang terkandung dalam pakan serta umur ayam (Gleaves et al., 1977). Setiap bangsa ayam memiliki bobot telur yang bervariasi. Perbedaan ini berhubungan dengan komponen telur seperti putih telur, kuning telur dan kerabang telur (Song et al., 2000). Ayam petelur dengan ukuran tubuh yang besar akan bertelur dengan ukuran besar, sedangkan ayam petelur dengan ukuran tubuh yang kecil akan bertelur dengan ukuran kecil (Romanoff dan Romanoff, 1963). SNI 01-3926-2008 (DSN, 2008) membagi bobot telur menjadi tiga, yaitu kecil (<50 g/butir), sedang (50-60 g/butir) dan besar (>60 g/butir). Semakin kecil bobot telur maka indeks telur juga semakin kecil. Umur ayam petelur memengaruhi bobot telur. Yuwanta (2010) menyatakan bahwa apabila ayam bertelur pada umur 20 minggu maka bobot telur akan terus meningkat secara cepat pada enam minggu pertama setelah bertelur, kemudian kenaikan terjadi secara perlahan setelah 30 minggu dan akan mencapai berat maksimal setelah umur 50 minggu. Bell and Weaver (2002) menyatakan bahwa ayam petelur pada umur 25 minggu menghasilkan bobot telur 52-55 g/butir. Meningkatnya umur ayam dapat menyebabkan kemampuan fungsi fisiologis alat reproduksi semakin menurun. Semakin tua umur ayam petelur maka semakin besar telur yang dihasilkan dan semakin tinggi bobot telurnya (Romanoff and Romanoff, 1963). Kenaikan bobot telur ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah putih telur sedangkan bobot kuning telur relatif stabil (Yuwanta, 2010). Bobot te lur ayam berkolerasi positif terhadap indeks telur, indeks putih telur, ketebalan kerabang 10

dan persentase putih telur serta berkolerasi negatif terhadap persentase kuning telur (Laxmi et al., 2002). Semakin besar telur ayam, maka indeks telur, indeks putih telur dan persentase putih telur semakin meningkat, akan tetapi persentase kuning telur semakin menurun. Indeks telur merupakan perbandingan antara lebar dan panjang telur dikalikan dengan 100%. Indeks telur bervariasi antara 62-82% (Yuwanta, 2010). 2.4.2.Tebal Cangkang Clunies et al. (1992) menyatakan bahwa kekuatan cangkang telur merupakan faktor terpenting dalam menentukan kualitas telur. Kekuatan cangkang telur berhubungan dengan pengangkutan telur. Kekuatan cangkang telur dihubungkan dengan ketebalan cangkang telur. Banyak faktor yang memengaruhi kualitas dari cangkang telur, diantaranya suhu, penanganan telur, penyakit, umur (Gary and Richard, 2003) dan kandungan kalsium dalam pakan (Roland et al., 1985). Ketebalan cangkang telur ayam merupakan hasil dari metabolisme kalsium melalui pakan ayam. Umur ayam menentukan efisiensi asimilasi dan sekresi kalsium serta mineral lainnya yang terlibat dalam pembentukkan cangkang telur. Semakin tua umur ayam maka absorbsi kalsium semakin menurun sehingga menyebabkan kualitas cangkang telur menurun. Ayam petelur yang mengonsumsi pakan dengan kalsium tinggi akan menghasilkan cangkang yang tebal. Kebutuhan kalsium untuk ayam petelur adalah 3,25-4,25% dan fosfor sebanyak 0,6-1% (DSN, 2006). Suhu lingkungan yang tinggi dapat memengaruhi ketebalan cangkang telur karena pada suhu yang tinggi konsumsi pakan ayam menurun sehingga cangkang telur menjadi tipis (Bell and Weaver, 2002). 11

Air minum disebut sebagai pelarut yang baik bagi zat-zat makanan dalam tubuh. Protein dan asam-asam amino, glukosa dan beberapa mineral serta vitamin yang larut dalam air, sisa metabolisme harus dalam bentuk larutan agar dapat diangkut di dalam tubuh melalui peredaran darah. Kalsium dan mineral lainnya yang dibutuhkan tubuh untuk membentuk cangkang telur, memerlukan air sebagai media transportasinya. 2.4.3.Indeks Putih dan Kuning Telur Indeks putih telur dapat dihitung dengan perbandingan tinggi dan diameter rata-rata putih telur serta mengalikan hasilnya dengan 100. Indeks kuning telur dapat dihitung dengan membandingkan tinggi dan diameter rata-rata kuning telur serta mengalikan hasilnya dengan 100 (Mountney, 1976). Indeks kuning telur merupakan perbandingan antara tinggi kuning telur dengan diameter kuning telur. SNI 01-3926-2008 (DSN, 2008) menyatakan bahwa indeks kuning telur segar berkisar antara 0,33-0,52. Penyimpanan telur menyebabkan terjadinya pemindahan air dari putih telur menuju kuning telur sebanyak 10 mg/hari pada suhu 10ºC. Tekanan osmotik kuning telur lebih besar dari putih telur sehingga air dari putih telur berpindah menuju kuning telur. Perpindahan air secara terus menerus akan menyebabkan viskositas kuning telur menurun sehingga kuning telur menjadi pipih kemudian akan pecah (Romanoff dan Romanoff, 1963). Pemindahan air ini tergantung pada kekentalan putih telur. Kuning telur akan menjadi semakin lembek sehingga indeks kuning telur menurun, kemudian membran vitelin akan rusak dan menyebabkan kuning telur pecah. Yuwanta (2010) menyatakan bahwa indeks kuning telur akan menurun dari 0,45 menjadi 0,30 apabila disimpan selama 25 hari pada suhu 25ºC. Semakin tua 12

umur telur maka kuning telur semakin besar sehingga indeks kuning telur semakin kecil. Penurunan tinggi kuning telur akan terjadi setelah tiga bulan penyimpanan pada suhu 2 ºC. Namun demikian tinggi kuning telur menurun lebih cepat setelah tiga minggu penyimpanan ketika disimpan pada suhu 25ºC (Romanoff dan Romanoff, 1963). 2.4.4.Haugh Unit (HU) Haugh Unit (HU)merupakan nilai yang mencerminkan keadaan albumen telur yang berguna untuk menentukan kualitas telur. Nilai HU ditentukan berdasarkan keadaan putih telur, yaitu korelasi antara bobot telur dan tinggi putih telur. Penurunan nilai HU selama penyimpanan terjadi karena penguapan air dalam telur dan kantung udara yang bertambah besar (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Menurut Nesheim et al. (1979) Nilai HU dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Haugh Unit =100log(H+7,57-1,7W, ) Keterangan : H = tinggi putih telur kental (mm) W = bobot telur (g) Nilai HU yang tinggi menunjukkan kualitas telur tersebut juga tinggi (Sudaryani, 2000). Nilai HU lebih dari 72 dikategorikan sebagai telur berkualitas AA, nilai Haugh Unit 60-72 sebagai telur berkualitas A, nilai HU 31-60 sebagai telur berkualitas B dan nilai HU kurang dari 31 dikategorikan sebagai telur berkualitas C (Mountney, 1976). Izat et al. (1986) menyatakan bahwa nilai HU dipengaruhi umur ayam, dengan pertambahan umur ayam maka akan menurunkan nilai HU, karena kemampuan fungsi fisiologis alat reproduksi ayam semakin 13

menurun (Polin dan Sturkie, 1974). Menurut Yuwanta (2010), nilai HU bervariasi antara 20-110 dan pada telur yang baik antara 50-100. 14