Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) telah memasukkan cendana

dokumen-dokumen yang mirip
KESESUAIAN LAHAN UNTUK JENIS CENDANA (SANTALUM ALBUM LINN.) DI KABUPATEN ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KESESUAIAN LAHAN UNTUK MENDUKUNG TATA RUANG PENGEMBANGAN CENDANA DI PULAU SUMBA. Oleh : Hery Kurniawan Sumardi

I. PENDAHULUAN. secara ketat. Cendana sudah dieksploitasi sejak abad ke-3. Namun eksploitasi

Evaluasi Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Cendana (Santalum album L) dikategorikan sebagai spesies Critically

BAB I PENDAHULUAN. asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang dimanfaatkan untuk

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS EVALUASI FUNGSI KAWASAN DENGAN KONDISI LAHAN EXISTING DAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH DI KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA. Nur Andy Baharudin

Konsultasi Publik Hasil Pengkajian Kerangka Kebijakan dan Insentif Ekonomi Pengelolaan Cendana di Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EVALUASI LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN CENDANA DINUSA TENGGARA TIMUR

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan species tumbuhan endemik Kepulauan Nusa Tenggara Timur (NTT)

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

BAB I PENDAHULUAN. dkk, 1999). Salah satu spesies endemik adalah Santalum album Linn.,

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

PENGARUH KOMPOS PAITAN (Tithonia diversifolia) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KAILAN (Brassica oleraceae)

UPAYA MEMPERLUAS KAWASAN EKONOMIS CENDANA DINUSA TENGGARA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) atau yang sering disebut Brambang

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang besar bagi kepentingan manusia (Purnobasuki, 2005).

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. (Wibowo, 2009). Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

BAB I. kemampuannya. Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang terletak di daerah tropis dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

PENDAHULUAN Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya;

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang dimiliki sangat melimpah. Sumber daya alam tersebut meliputi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYELAMATAN SUMBERDAYA GENETIK JENIS CENDANA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan

338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No

I. PENDAHULUAN. tanaman, baik untuk pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Unsur hara P pada

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PEMANFAATAN LIMBAH DISTILASI BIOETANOL DENGAN PENAMBAHAN EFFECTIVE MICROORGANISM

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 Maret 2017.

KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PADI GOGO, JAGUNG DAN TEMBAKAU DI KECAMATAN PAKEM KABUPATEN BONDOWOSO

Peran BDK Kupang dalam Upaya Pengembangan dan Pelestarian Cendana (Santalum album L.) Oleh: Gunawan Nugrahanto* Abstract

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan lingkungan luar (Baker,1979). Di dalam hutan terdapat flora

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan,

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

I. PENDAHULUAN. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman bawang merah (Allium ascolanum L.) termasuk salah satu tanaman sayuran umbi multiguna.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicom esculentum Mill) merupakan salah satu jenis tanaman

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ternyata memiliki sebuah potensi besar yang luput terlihat. Salah satu limbah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

BAB I PENDAHULUAN. ekologi maupun sosial ekonomi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan berbagai

2015 KAJIAN PENGARUH APLIKASI BIONUTRIEN S267 TERHADAP PRODUKTIVITAS TANAMAN KELAPA SAWIT TM-08

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk dalam jenis

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

Kesesuaian Lahan Sebagai Bagian dari Solusi Pengembangan Cendana (Santalum album Linn.) di Nusa Tenggara Timur Oleh : Hery Kurniawan I. Pendahuluan Sebagai tanaman unggulan lokal dan primadona sepanjang jaman, perkembangan populasi dan kualitas cendana belum sewangi kayunya. Selama dua dekade terakhir, populasi cendana telah mengalami penurunan yang sangat drastis (Rohadi et.al., 2010), International Union for Conservation of Natural Forest (IUCN), sejak tahun 1997 sudah memasukkan cendana (Santalum album Linn.) ke dalam jenis yang hampir punah (vulnerable). Bahkan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) telah memasukkan cendana dalam jenis Appendix II (World Wide Fund for Nature (WWF) - Indonesia dalam anonim 2010). Upaya pengembangan budidaya dan pemulihan cendana di NTT mulai dilakukan secara sistematis dan terencana dengan telah dirumuskannya Master Plan dan Rencana Aksi Pengembangan dan Pelestarian Cendana di Propinsi NTT. Lokasi dengan lahan yang potensial untuk pengembangan budidaya cendana serta peran serta masyarakat merupakan faktor penunjang keberhasilan pengembangan budidaya cendana di NTT. Sehingga, perencanaan pengembangan budidaya cendana dengan target lokasi yang tepat menjadi suatu kebutuhan. Suatu pendekatan ilmiah dalam bentuk analisis kesesuaian lahan yang dituangkan dalam bentuk data spasial menjadi pilihan utama guna mendukung perencanaan pengembangan cendana yang tepat sasaran lahan. Sampai saat ini, belum ada data spasial mengenai kelas kesesuaian untuk pengembangan cendana di NTT. Balai Penelitian Kehutanan Kupang telah menginisiasi penelitian bagi tersedianya peta kesesuaian lahan jenis cendana yang telah dimulai pada tahun 2011, dan direncanakan sampai tahun 2014 mencakup empat pulau besar di NTT (Timor, Sumba, Alor dan Flores). II. Hasil dan Pembahasan A. Metode Evaluasi Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan merupakan bagian dari evaluasi lahan. Dalam evaluasi lahan dapat berupa evaluasi kesesuaian lahan atau evaluasi kemampuan 1

lahan. Berbeda dengan kemampuan lahan yang lebih menekankan kepada kapasitas berbagai penggunaan lahan secara umum yang dapat diusahakan di suatu wilayah, maka kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu. Sebagai contoh lahan sangat sesuai untuk irigasi, lahan cukup sesuai untuk pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim. Dalam menilai kesesuaian lahan ada beberapa cara, antara lain, dengan perkalian parameter, penjumlahan, atau menggunakan hukum minimum yaitu mencocokkan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas lainnya yang dievaluasi (Djaenudin et al., 2011). Sedangkan menurut Hadmoko (2013), teknik dalam evaluasi lahan dapat menggunakan : 1) Metode Deskriptif/Kualitatif; 2) Metode Statistik Multi Parametrik; 3) Metode Matching; 4) Metode Scoring. Kelas kesesuaian pada prinsipnya ditetapkan dengan mencocokkan (matching) antara data kualitas/karakteristik lahan dari setiap satuan peta dengan kriteria kelas kesesuaian lahan untuk masing-masing komoditas yang dievaluasi. Kelas kesesuaian lahan ditentukan oleh kualitas dan atau karakteristik lahan yang merupakan faktor pembatas yang paling sulit dan atau secara ekonomis tidak dapat diatasi atau diperbaiki (Djaenudin, 1995). Pembuatan peta kesesuaian lahan untuk jenis cendana dalam penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Kehutanan Kupang menggunakan metode matching, yang lebih menekankan pada persyaratan tumbuh tanaman cendana yang dicocokkan dengan kualitas lahannya. Sedangkan penentuan akhirnya diambil berdasarkan perangkingan nilai kumulatif dari indikator dan pengukur terpilih yang sejalan dengan metode scoring. B. Karakteristik Cendana Kesesuaian Lahan untuk cendana harus dibuat berdasarkan karakteristik cendana dalam berinteraksi dengan lingkungannya, terutama sifat kimia dan fisika tanah tempat tumbuhnya. Beberapa faktor lain kecuali ketinggian tempat tumbuh, seperti kelerengan atau topografi, serta iklim bukan merupakan faktor pembatas utama berdasarkan kondisi alam nyata di wilayah NTT. Berdasarkan hasil penelitian Kurniawan (2010), diketahui cendana dapat tumbuh dengan baik pada 2

kelerengan hingga >40% (sangat curam, berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. : 683/Kpts/Um/8/198, tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung dan Hutan Produksi). Beberapa karakteristik cendana berdasarkan penelitian Barret dan Fox (1996) yaitu pada daun secara umum memiliki konsentrasi mineral yang paling tinggi, kemudian diikuti oleh akar dan batang. Dibandingkan dengan tanaman yang dipupuk dengan baik, perlakuan tanpa N menghasilkan konsentrasi Ca lebih rendah, khususnya pada batang; konsentrasi Mg lebih rendah khususnya pada akar. Pada perlakuan tanpa K, konsentrasi Ca dan Na meningkat; Ca khususnya pada akar dan Na pada selain akar. Pada perlakuan tanpa P, konsentrasi K dan Ca menjadi lebih rendah khususnya pada daun; NO3 - lebih rendah pada daun namun lebih tinggi pada akar dan batang. Menurut Struthers et al. (1986), rasio K/Ca untuk daun semai S. Album dan daun S. spicatum yang telah dewasa adalah sama. Tingginya rasio ini pada S. spicatum menandakan kecenderungan serapan nutrisi K daripada Ca yang berasal dari tanaman inang, hal ini adalah umum untuk tanaman angiosperm yang bersifat parasit (Struthers et al., 1986). Sedangkan menurut Kurniawan (2010), pada lokasilokasi yang memiliki pertumbuhan cendana yang baik, pada umumnya memiliki kandungan BO yang tinggi pula. Besarnya kandungan BO menandakan tingginya tingkat pelapukan. Tingkat pelapukan yang tinggi akan menghasilkan hara yang tersedia bagi tumbuhan atau tanaman cendana. Parameter kesuburan tanah standar (ph tanah, kadar bahan organik, N, P dan K tersedia) merupakan faktor yang sangat penting dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman, produksi tanaman, serta fungsi dan keragaman mikroorganisme tanah. Parameter-parameter tanah tersebut umumnya sangat sensitif terhadap pengelolaan tanah (Winarso, 2005). Sementara penambahan P2O5 pada tanah mampu meningkatkan jumlah P tersedia dalam tanah (Fitriatin, 2009). Kualitas fosfat alam yang baik adalah yang mengandung P2O5 total lebih dari 20% dan reaktivitasnya tinggi (anonim, 2011). Beberapa karakteristik ini dijadikan dasar dalam penentuan indikator dan pengukur terpilih dalam penyusunan kelas kesesuaian lahan yang selanjutnya dituangkan dalam bentuk data spasial (peta). 3

C. Indikator dan Pengukur Kesesuaian Penentuan indikator dan pengukur yang digunakan menggunakan pendekatan teori umum tentang kesuburan lahan serta berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Indikator dan pengukur yang digunakan terdiri dari dua Indikator, dengan indikator I menggunakan tiga pengukur (kandungan N, P2O5 dan K/Ca ratio) dan indikator II menggunakan dua pengukur (Kandungan bahan organik dan tekstur tanah). Dengan jumlah indikator dua dan jumlah pengukur lima, maka perbandingan terhadap indikator dan kriteria dalam rangka pembobotan dapat ditetapkan secara langsung, tanpa melalui suatu proses analisis hierarkis. D. Kesesuaian Lahan untuk Cendana di NTT Sampai saat tulisan ini dibuat, Balai Penelitian Kehutanan Kupang telah menyelesaikan tiga dari empat target penyusunan peta kesesuaian lahan jenis cendana di NTT, yakni untuk Pulau Timor, Sumba dan Flores. Pada tulisan ini disajikan secara ringkas hasil kesesuaian lahan untuk jenis cendana yang telah disusun. Berdasarkan hasil analisis yang dapat dilihat pada Gambar 1, untuk Pulau Sumba, kabupaten dengan luasan lahan untuk kelas sesuai I berturut turut dari yang paling besar adalah Kabupaten Sumba Timur dengan luasan 473.573,1 ha, Kabupaten Sumba Barat Daya 125.387 ha, Kabupaten Sumba Tengah 121.871 ha, dan Kabupaten Sumba Barat 60.454,14 ha. Secara keseluruhan jumlah lahan untuk kelas sesuai I adalah paling banyak dengan luasan 781.285,2 ha, diikuti oleh kelas sesuai II dengan luasan 75.907,71 ha dan paling kecil adalah kelas sesuai IV dengan luasan 4.995,41 ha. Gambar 1. Distribusi kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan cendana di Pulau Sumba Sumber : Kurniawan et al., 2012. 4

Untuk Kabupaten Alor, berdasarkan analisis, diperoleh secara keseluruhan jumlah lahan untuk kelas kesesuaian 2 adalah paling banyak dengan luasan 126.810,73 ha, diikuti oleh kelas kesesuaian 1 dengan luasan 58.893,2 ha, kelas kesesuaian 4 dengan luasan 20.011,41 ha, dan paling kecil adalah kelas kesesuaian lahan 3 dengan luasan 5.664,58 ha. Kelas kesesuaian 0 merupakan kawasan konservasi yang sengaja dikeluarkan dari analisis. Hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Peta Kesesuaian Lahan untuk Cendana di Kabupaten Alor Sumber : Kurniawan et al., 2013. Pembagian kriteria kelas kesesuaiannya ditentukan secara mutlak berdasarkan data yang ada. Kelas kesesuaian 1 adalah paling sesuai, berikutnya secara berurutan hingga kelas kesesuaian 4 adalah paling kurang sesuai. Batasan sesuai dan kurang sesuai menunjukkan prioritas dalam setiap kegiatan budidaya cendana berdasarkan hasil scoring dari indikator dan pengukur terpilih. Jadi pada kelas kesesuaian 4 bukan berarti tidak boleh atau tidak dapat dilakukan kegiatan budidaya cendana, namun merupakan prioritas akhir dalam penempatan kegiatan budidaya cendana secara massif. III. Penutup Program penanaman dan pengembangan cendana oleh pemerintah dan masyarakat pada umumnya semestinya menggunakan basis kesesuaian lahan agar dapat dicapai hasil sesuai yang diharapkan. Pendekatan kesesuaian lahan untuk tata 5

ruang pengembangan cendana dapat digunakan dengan memperhatikan aspek kepentingan lainnya, sesuai dengan perencanaan pengembangan wilayah di suatu daerah. Dalam tingkat perencanaan, penggunaan peta kesesuaian lahan untuk pengembangan cendana akan semakin mempermudah dalam pengalokasian dana dan sumber daya serta pendistribusian kegiatan, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi. Daftar Pustaka Anonim. 2010. Master Plan Pengembangan dan Pelestarian Cendana Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2010-2030. Anonim. 2011. Fosfat Alam Sumber Pupuk P yang Murah. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. 33 Nomor 1, 2011. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Barrett DR and Fox JED, 1996. Santalum album: Kernel Composition, Morphological and Nutrient Characteristics of Pre-parasitic Seedlings under Various Nutrient Regimes. Departemen Pertanian RI. 1980. Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung dan Hutan Produksi. SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. : 683/ Kpts / Um / 8 /198. Djaenudin, D. 1995. Evaluasi Lahan untuk Arahan Pengembangan Komoditas Alternatif dalam Mendukung Kegiatan Agribisnis. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Djaenudin, D., Marwan, H., Subagjo, H., dan A. Hidayat. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Bogor. 36p. Fitriatin, B.N., A. Yuniarti, O. Mulyani, F.S. Fauziah, M. Dion Tiara. 2009. Pengaruh Mikroba Pelarut Fosfat dan Pupuk P terhadap P Tersedia, Aktivitas Fostafase, P Tanaman dan Hasil Padi Gogo (Oryza sativa L.) pada Ultisol. Hadmoko, D.S. 2013. Evaluasi Sumber Daya Lahan, Prosedur dan Teknik Evaluasi Lahan : Aplikasi Teknik Skoring dan Matching. www.slideshare.net. Diunduh tanggal 16 Februari 2014. Kurniawan, H. 2010. Laporan Hasil Penelitian : Eksplorasi Habitat, Populasi dan Sebaran Cendana (Santalum album Linn.) di pulau Timor (tidak dipublikasikan). Balai Penelitian Kehutanan Kupang. NTT. Kurniawan, H. 2012. Laporan Hasil Penelitian : Kajian Spasial Lahan secara Digital untuk Pengembangan Cendana (Santalum album Linn.) di Pulau Sumba (tidak dipublikasikan). Balai Penelitian Kehutanan Kupang. NTT. Kurniawan, H. 2013. Laporan Hasil Penelitian : Kajian Spasial Lahan secara Digital untuk Pengembangan Cendana (Santalum album Linn.) di Pulau Alor (tidak dipublikasikan). Balai Penelitian Kehutanan Kupang. NTT. Rohadi, D., Riwu Kaho, L.M., Don Gilmour, Setyawati, T., Maryani, R., Boroh, P. 2010. Analisa Kebijakan dan Insentif Ekonomi untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Upaya Pelestarian Kayu Cendana di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Proyek ITTO PD 459/07 Rev.1 (F). Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Direktorat Bina Pengembangan Hutan Alam. Struthers R, Lamont BB, Fox JED, Wijesuriya S, Crossland T. 1986. Mineral nutrition of sandalwood (Santalum spicatum). Journal of Experimental Botany 37: 1274±1284. Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah, Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava Media. Yogyakarta. 6