ABSTRACT. Key words: DHF, control, policy, model, health, environment.

dokumen-dokumen yang mirip
MODEL KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN INDRAMAYU HENRI PERANGINANGIN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. DAN PEMBAHASAN. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

ABSTRAK. Feti Andriani, Pembimbing : Donny Pangemanan, Drg., SKM.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA IBU RUMAH TANGGA DI KELURAHAN KRAMAS KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI. HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN FISIK, KIMIA, SOSIAL BUDAYA DENGAN KEPADATAN JENTIK (Studi di Wilayah Kecamatan Gunung Anyar Kota Surabaya)

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH KADER JUMANTIK DI PUSKESMAS GAYAMSARI SEMARANG

HUBUNGAN PAPARAN MEDIA INFORMASI DENGAN PENGETAHUAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE PADA IBU-IBU DI KELURAHAN SAMBIROTO SEMARANG

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI BAB I

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PROGRAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN DEMAM BERDARAH DENGUE Dl DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG

ABSTRAK. Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto L, dr., MH

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN TINDAKAN IBU DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DI DESA SORIK KECAMATAN BATANG ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN

ABSTRAK. Pembimbing II : Kartika Dewi, dr., M.Kes., Sp.Ak

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP DENGUE HEMORRHAGIC FEVER DI KELURAHAN KARANG MEKAR CIMAHI TENGAH

Kecamatan. Terisi (n = 113)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

SURVEI ENTOMOLOGI, MAYA INDEX DAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK TERHADAP KEPADATAN LARVA

Potret Kebijakan Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Indramayu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN ABIANBASE KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

HUBUNGAN PERILAKU 3M DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK DI DUSUN TEGAL TANDAN, KECAMATAN BANGUNTAPAN, KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA

!"#$%&'()*'"%+),#&#+%-%'&).'&),#&/'0.%'&)$'"1'('2'-) 3&-32),#&%&/2'-'&)$3-3),#&.%.%2'&).'&),#+'1'&'&) 2#,'.')$'"1'('2' :;<5:;=)>9?

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DBD DI DESA GONILAN KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

Ni Luh Puspareni¹, I Made Patra², Ni Ketut Rusminingsih³

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagianpersyaratan guna mencapai derajat sarjana strata 1 kedokteran umum

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG DEMAM BERDARAH DAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DI PUSKESMAS NGORESAN KECAMATAN JEBRES SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) dan ditularkan oleh nyamuk

ABSTRAK. Vidie Aseanto, 2006, Pembimbing: Donny Pangemanan, drg, SKM

Keyword : PSN, Dengue hemorrhagic fever.

HUBUNGAN PERILAKU PSN TERHADAP KEBERADAAN LARVA AEDES AEGYPTI DI WILAYAH KERJA PELABUHAN KETAPANG BANYUWANGI

GAMBARAN FAKTOR KEBERHASILAN KELURAHAN KRAMAS KOTA SEMARANG DALAM PROGRAM KAWASAN BEBAS JENTIK

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI KAJIAN EFEKTIVITAS KEGIATAN PENGENDALIAN NYAMUK AEDES

FAKTOR PERILAKU MASYARAKAT YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS SIDOHARJO SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

TESIS. Untuk memenuhi persyaratan Mencapai derajat Sarjana S2. Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

Keywords : Mosquito breeding eradication measures, presence of Aedes sp. larvae.

Dinas Kesehatan Provinsi Bali 2) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar 3) Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana Denpasar *)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANAWANGKO

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN MALALAYANG 2 LINGKUNGAN III

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN RUMAH SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWARNA BANDUNG

Gambaran Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Masyarakat Serta Hubungannya Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis

ROY ANTONIUS TARIGAN NIM.

HUBUNGAN KEBERADAAN JENTIK

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Rezki Putri, 1 Zaira Naftassa. 1. Abstrak

Universitas Diponegoro Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Administrasi Kebijakaan Kesehatan 2015

MAI DELFI SIMANJUNTAK NIM

BAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan

Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Sanitasi Lingkungan

Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : ANANG RIASMOKO J

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

HUBUNGAN PERILAKU PENCEGAHAN DAN LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI RW.XII KELURAHAN SENDANGMULYO TEMBALANG SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

ANALISIS DEMAND MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN RAWAT INAP DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN DELI, PUSKESMAS BROMO DAN PUSKESMAS KEDAI DURIAN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU PSN DENGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI DESA NGESREP KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN PANCORAN MAS ABSTRAK

PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKUDENGAN KEJADIAN CHIKUNGUNYA DI DUSUNPRINGWULUNG, CONDONG CATURDEPOK SLEMAN.

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi

SUMMARY HASNI YUNUS

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) PADA DISTRIBUSI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

PENGARUH FAKTOR PRILAKU PENDUDUK TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBELANG KECAMATAN TOULUAAN SELATAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DBD DI DESA GONILAN KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

HUBUNGAN PENANGANAN SAMPAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS INGIN JAYA KABUPATEN ACEH BESAR

Transkripsi:

ABSTRACT HENRI PERANGINANGIN. Model of Dengue Haemorrhagic Fever Controlling Policy in Indramayu Regency. Under the Direction of HASIM, BAMBANG PRAMUDYA N., and SRI BUDIARTI. Dengue haemorrhagic fever (DHF) still becomes a problem in Indramayu regency. The occurance of DHF is linked to a number of factors, including the environment, population, health service, and vector of DHF (Aedes aegypti). The objective of this research is to establish a model of DHF controlling policy in Indramayu regency used quantitative and qualitative analysis, observational, cross sectional, Analytical Hierarchy Process, Interpretative Structural Modelling, and system approach. The location of this research is in six districts: Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, and Tukdana. Respondents were 721 persons, consisted of 671 head of families (with random sampling), and 35 officials from government institution and 15 as experts (with purposive sampling). The results of study show that the occurance of DHF is statistically have significant relationship with (1) the health condition of household, (2) the household s water income, (3) the household s garbage handling, (4) the respondent s knowledge of DHF, (5) the healthy behavior of the member of the family, (6) the household s money income/expenditure per capita, (7) the respondent s formal education, (8) the schedule to cleaning out the water container, and (9) the rainfall index. The main strategy to control the occurance of DHF, based on Analytical Hierarchy Process, such as the increase of healthy living environment. The key factors to control the occurance of DHF, based on prospective analysis of the Interpretative Structural Modelling outputs, id est: interprogrammer and interinstitutional cooperation at all of government administration level and supporting of environment health education. The model simulation result can give a description of the real system behavior. Of the three formulated scenarios (optimistic, moderate, and pesimistic), application of optimistic scenario is assumed as the most effective. The DHF controlling policy that need to be implementated is focused to the four factors, id est: (1) the health environment: household garbage handling, waste water, water supplies, space and building sanitation, and mosquito repellent house plant, (2) the demography: population growth; and the community knowledge, attitude, and practice; (3) the health service: cure and health education program; and (4) the vector of DHF: management of the water storage containers, Aedes aegypti eggs, larvaes, pupa, and preventive measure of the Aedes aegypti mosquitos bite. In order to implement the DHF controlling policy effectively, Indramayu government need to increase (1) the good management of the interprogrammer and interinstitutional cooperation and good management of the controlling DHF team sistematically from the regency to the district administration, (2) the supporting of technologies, funds, facilities, and standard operating procedure of health education, and (3) the service quality of the Public Health Centre. Key words: DHF, control, policy, model, health, environment.

ABSTRAK HENRI PERANGINANGIN. Model Kebijakan Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Indramayu. Dibimbing oleh HASIM, BAMBANG PRAMUDYA N., dan SRI BUDIARTI. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah di Kabupaten Indramayu. Kejadian penyakit DBD berkaitan dengan sejumlah faktor, di antaranya lingkungan, kependudukan, layanan kesehatan, dan vektor (nyamuk penular). Tujuan penelitian ini ialah membangun model kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu dengan rancangan analisis kuantitatif dan kualitatif, observasional, Cross Sectional, Analytical Hierarchy Process, Interpretative Structural Modelling, dan pendekatan sistem. Lokasi penelitian ialah di enam kecamatan: Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana. Responden sebanyak 721 orang terdiri dari 671 Kepala keluarga (random sampling), dan 35 pejabat Dinas/ Instansi serta 15 pakar (purposive sampling). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik kejadian penyakit DBD berhubungan signifikan dengan (1) kesehatan rumah tangga, (2) perolehan air bersih/minum keluarga, (3) pengelolaan sampah rumah tangga, (4)pengetahuan Kepala keluarga tentang penyakit DBD, (5) perilaku sehat anggota keluarga, (6)pendapatan/pengeluaran belanja per kapita keluarga, (7) pendidikan formal Kepala keluarga, (8) keteraturan jadwal pembersihan tempat penampungan air, dan (9)curah hujan. Strategi utama pengendalian DBD berdasarkan Analytical Hierarchy Process ialah peningkatan kesehatan lingkungan permukiman. Faktor kunci utama pengendalian DBD menurut analisis prospektif hasil Interpretative Structural Modelling ialah: (1) kerjasama lintas program dan sektoral di semua tingkat administrasi pemerintahan, dan (2) dukungan teknologi dan dana penyuluhan kesehatan lingkungan. Hasil simulasi model dapat memberi gambaran perilaku sistem nyata. Dari tiga skenario yang dirumuskan (pesimistik, moderat, dan optimistik); skenario optimistik diasumsikan paling mungkin diterapkan pada situasi dan kondisi daerah saat ini. Kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu yang perlu dikembangkan ialah berfokus pada empat faktor yaitu: (1) kesehatan lingkungan: pengelolaan sampah, air limbah, penyediaan air minum, sanitasi ruang dan bangunan, tanaman anti nyamuk; (2) kependudukan: pengendalian pertumbuhan penduduk dan peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat; (3) layanan kesehatan: program pengobatan penderita dan penyuluhan kesehatan; dan (4) vektor penyakit DBD: pengendalian tempat penampungan air, telur, jentik, dan mencegah gigitan nyamuk Aedes aegypti. Dalam rangka implementasi kebijakan pengendalian penyakit DBD secara efektif, Pemerintah Kabupaten Indramayu seyogyanya meningkatkan: (1)pembinaan kerjasama lintas program dan sektoral serta pengembangan tim pengendalian penyakit DBD secara berjenjang dari tingkat Kabupaten sampai ke tingkat Desa/Kelurahan, (2) dukungan teknologi, dana, sarana, standard operating procedure penyuluhan kesehatan, (3) mutu layanan Pusat Kesehatan Masyarakat. Kata kunci: Model, kebijakan, pengendalian, DBD, kesehatan, lingkungan

RINGKASAN HENRI PERANGINANGIN. Model Kebijakan Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Indramayu. Dibimbing oleh HASIM, BAMBANG PRAMUDYA N., dan SRI BUDIARTI. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah di Kabupaten Indramayu. Incidence rate (IR) DBD (jumlah penderita per 100.000 penduduk) di Kabupaten Indramayu tahun 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008 adalah berturut-turut 49,74; 26,09; 35,92; 60,26; dan 50,01 mendekati IR DBD nasional sebesar 37,01; 52,10; 52,43; 71,78; dan 60,06. Case fatality rate DBD (jumlah meninggal per 100 penderita) dalam periode yang sama adalah berturutturut sebesar 2,76; 3,41; 5,74; 5,15; dan 4,89 lebih tinggi dari Case fatality rate DBD nasional berturut-turut sebesar 1,20; 1,36; 1,04; 1,01; dan 0,86. Untuk menyelesaikan masalah ini Pemerintah Kabupaten Indramayu, beserta seluruh dinas/instansi dan komponen masyarakat, terus melakukan program pengendalian di seluruh kecamatan, namun masih bersifat parsial atau reduksionisme. Hal ini perlu disempurnakan dengan penerapan pendekatan sistem: berorientasi pada tujuan, secara holistik dan efektif. Penelitian ini bertujuan membangun model kebijakan pengendalian DBD di Kabupaten Indramayu dengan rancangan analisis kuantitatif dan kualitatif, observasional, Cross Sectional, Analytical Hierarchy Process, Interpretative Structural Modelling, dan pendekatan sistem. Untuk mencapai tujuan itu dilakukan kegiatan: (1) menganalisis peranan faktor lingkungan, kependudukan, layanan kesehatan, dan vektor penyakit DBD, serta kebutuhan stakeholder dalam pengendalian penyakit DBD, dan (2) membangun model pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu dan merumuskan alternatif kebijakan yang tepat. Penelitian dilakukan selama 6 bulan (dari Mei sampai dengan Oktober 2009) di Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang ( tiga besar IR DBD periode 2004-2008) dan di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, Tukdana ( tiga kecil IR DBD periode 2004-2008). Responden 721 orang terdiri dari 671 kepala keluarga (random sampling) 35 pejabat dinas/ instansi dan 15 pakar (purposive sampling). Data dikumpulkan menggunakan kuesioner kemudian diolah serta dianalisis dengan uji korelasi dan Chi-square. Nilai kebaruan dari penelitian ini ialah (1) lebih berfokus pada pentingnya frekuensi dan mutu penyuluhan kesehatan lingkungan dalam pengendalian DBD; (2) lebih berfokus pada pentingnya pendekatan sistem dengan melibatkan stakeholder dalam perumusan strategi pengendalian penyakit DBD Kabupaten Indramayu; (3) menghasilkan model kebijakan pengendalian yang memadukan faktor lingkungan, kependudukan, layanan kesehatan, dan vektor penyakit DBD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari uji statistik terdapat beberapa perbedaan/persamaan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD (p- Value Alpha 0,05) antara gabungan tiga kecamatan pertama (Indramayu, Sindang, dan Jatibarang) dengan gabungan tiga kecamatan kedua (Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana). Perbedaan itu ialah (a) jika di gabungan tiga kecamatan pertama hubungan antara kesehatan rumah hunian dengan kejadian DBD tidak signifikan, maka di tiga gabungan tiga kecamatan kedua hubungan keduanya signifikan; (b) jika di gabungan tiga kecamatan pertama hubungan

pekerjaan/mata pencaharian kepala keluarga dengan kejadian DBD signifikan maka di gabungan tiga kecamatan kedua hubungan keduanya tidak signifikan; dan (c) jika di gabungan tiga kecamatan pertama hubungan pendidikan formal kepala keluarga dengan kejadian DBD signifikan maka di gabungan tiga kecamatan kedua hubungan keduanya tidak signifikan. Persamaannya baik di gabungan tiga kecamatan pertama maupun tiga kecamatan kedua ialah faktor-faktor yang berhubungan signifikan dengan kejadian DBD yaitu (a) pengelolaan sampah rumah tangga, (b) pengetahuan kepala keluarga tentang DBD, (c) perilaku sehat penghuni rumah tangga, (d) pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga, dan (d) keteraturan pembersihan tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah. Kebutuhan stakeholder dalam rangka pengendalian DBD di antaranya ialah cakupan air bersih/minum meningkat; kesehatan rumah hunian meningkat; limbah padat dan cair domestik dikelola baik; frekuensi layanan penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan lingkungan meningkat; dan populasi nyamuk Aedes aegypti terkendali baik. Strategi utama pengendalian penyakit DBD Kabupaten Indramayu, berdasarkan Analytical Hierarchy Process, ialah peningkatan kesehatan lingkungan permukiman. Faktor kunci utama pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu, berdasarkan Interpretative Structural Modelling, yaitu keadaan rumah hunian masyarakat dan lingkungannya sehat, dukungan teknologi dan peningkatan frekuensi dan mutu penyuluhan kesehatan lingkungan. Model kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu dapat dikembangkan dengan dasar pemikiran bahwa tinggi rendahnya kejadian DBD ditentukan oleh keadaan faktor kesehatan lingkungan, kependudukan, layanan kesehatan, dan vektor DBD. Dari tiga skenario yang dirumuskan: pesimistik, moderat, dan optimistik, penerapan skenario optimistik dinilai paling efektif. Hasil simulasi skenario optimistik menunjukkan: (1) penurunan IR DBD rata-rata 4,68 per tahun (2) cakupan sasaran penyuluhan kesehatan lingkungan rata-rata 223.803 orang per tahun; (3) kenaikan proporsi/ persentasi penduduk berperilaku hidup bersih dan sehat rata-rata 10% per tahun; dan (4) kenaikan tingkat mutu lingkungan rata-rata 1% per tahun. Hasil ini relatif lebih besar dari hasil simulasi skenario pesimistik dan moderat. Dalam rangka penyempurnaan perumusan dan implementasi kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu, selaras dengan kebijakan Pemerintah Pusat, Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Kabupaten Indramayu serta skenario model yang dibangun, maka prinsip pokok yang perlu dijadikan pedoman dalam perumusan kebijakan ialah bahwa: (1) pengendalian penyakit DBD adalah bagian integral dari program pembangunan kesehatan di Kabupaten Indramayu; oleh karena itu perlu ditangani secara lintas program dan lintas sektoral di semua tingkat administrasi pemerintahan dengan dukungan partisipasi aktif seluruh masyarakat; (2) pengendalian penyakit DBD diselenggarakan dalam kerangka desentralisasi untuk mewujudkan otonomi daerah bidang kesehatan; oleh karena itu pengendalian DBD perlu diarahkan kepada perwujudan kemampuan daerah dan masyarakat untuk mengelola dirinya sendiri dan pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat hingga tercapai tujuan: (a) Kabupaten Indramayu bebas penyakit DBD, (b) kenyamanan/ ketenteraman masyarakat meningkat, dan (c) produktivitas masyarakat meningkat; (3) pengendalian penyakit DBD hendaknya berfokus pada faktor-faktor kesehatan lingkungan, kependudukan, layanan kesehatan, dan vektor penyakit DBD.

Dalam rangka implementasi kebijakan pengendalian DBD secara efektif maka perlu dikembangkan strategi yang tepat dan realistis yaitu (1) strategi peningkatan kesehatan lingkungan permukiman, (2) strategi peningkatan kesiapan hidup sehat masyarakat, (3) strategi peningkatan layanan kesehatan kepada masyarakat, dan (4) strategi pengendalian vektor penyakit DBD. kesehatan lingkungan permukiman ialah: (1) penyebarluasan informasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan bidang kesehatan dan lingkungan hidup; (2) peningkatan pengetahuan dan keterampilan penyelenggara program Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) dan Dinas/Instansi lain yang terkait; (3) peningkatan frekuensi dan mutu penyuluhan kesehatan lingkungan berdasarkan standard operating procedure (SOP); (4) pengembangan partisipasi aktif masyarakat dalam bentuk pengembangan desa binaan kesehatan lingkungan. kesiapan hidup sehat masyarakat ialah: (1) peningkatan pemberdayaan masyarakat (perempuan, pemuda, mahasiswa/siswa, dan organisasi masyarakat lainnya); (2) pengembangan/peningkatan reward system dan law enforcement. layanan kesehatan kepada masyarakat ialah: (1) peningkatan jumlah dan mutu sumberdaya manusia, sarana medis dan non medis di Rumah Sakit (RS) dan PUSKESMAS; (2) pengembangan manajemen penanganan penderita penyakit DBD; (3) pengobatan penderita penyakit DBD berdasarkan SOP; (4) penyuluhan kesehatan lingkungan sesuai dengan frekuensi dan mutu berdasarkan SOP; (5) pengembangan SOP penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan lingkungan sebagai penjabaran petunjuk pelaksanaan dari Pusat, Propinsi, dan Kabupaten, mencakup: kategori/kriteria sasaran, jumlah sasaran, materi, frekuensi, tempat, waktu, teknik/metode pelaksanaan, petugas dan pembimbing teknis, sarana, alat peraga, sumber dana dan indikator/ukuran keberhasilan termasuk instrumen penilaian penyuluhan; (6) peningkatan frekuensi bimbingan teknis kesehatan lingkungan oleh Dinas Kesehatan dan PUSKESMAS; dan (7) pertemuan berkala intern petugas RS dan PUSKESMAS untuk perencanaan dan evaluasi program. Program yang menjadi bagian integral dari strategi pengendalian vektor penyakit DBD ialah (1) gerakan pembiasaan kebersihan atau kesehatan lingkungan perumahan termasuk TPA dan tempat perkembangbiakan nyamuk di semua tingkat administrasi pemerintahan, seperti gerakan Jum at bersih, (2) gerakan pembiasaan pencegahan gigitan nyamuk Aedes aegypti, dengan pemanfaatan tanaman anti nyamuk dan/atau penggunaan kelambu pada saat tidur. Agar keseluruhan program berhasil dengan efektif (jangka pendek, menengah, dan panjang) maka Pemerintah Kabupaten Indramayu perlu meningkatkan pembinaan kerjasama lintas program dan lintas sektoral serta pengembangan/pembentukan Tim Koordinasi Pengendalian DBD tingkat kabupaten, kecamatan dan desa/ kelurahan dilengkapi dengan mekanisme kerja tim atau SOP serta uraian tugas, wewenang dan tanggung jawab seluruh anggota. Kata kunci: Model, kebijakan, pengendalian, DBD, kesehatan, lingkungan