BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
PERSEPSI MASYARAKAT TORAJA RANTAU ATAS UPACARA RAMBU SOLO

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi:

KEDUDUKAN ANAK KAUNAN YANG DIANGKAT OLEH TOPARENGNGE (KAUM BANGSAWAN) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT TONDON DI KABUPATEN TORAJA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi lokasi penelitian ini adalah Tana Toraja. Daerah ini adalah

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan dari gagasan simbol-simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari beraneka ragam suku. Salah

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA

SUKU TORAJA. Rangga Wijaya ( ) Putri Raudya Sofyana ( )

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

LAMPIRAN I DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. akan berubah entah itu memerlukan proses yang lambat ataupun cepat.

Faktor Sosial dan Budaya Kaitannya Ikhwanussafa Sadidan

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa

BAB IV GAMBARAN UMUM MASYARAKAT TORAJA. Luwu. Orang Sidenreng menamakan penduduk daerah ini To Riaja yang

MANTUNU TEDONG. (Suatu Tinjauan Sosio-Teologis Terhadap Makna Pemotongan Kerbau Dalam Upacara Kematian Di Lembang Seriale)

BAB I PENDAHULUAN. Setiap lingkungan budaya senantiasa memberlakukan nilai-nilai sosial budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat. Semua

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

Upacara Kematian dalam Tradisi suku Toraja dalam Novel Puya ke Puya Karya Faisal Oddang: Kajian Sosiologi Sastra

BAB I PENDAHULUAN. majemuk. Sebagai masyarakat majemuk (plural society) yang terdiri dari aneka

BAB I PENDAHULUAN. Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK KERBAU BELANG YANG MENENTUKAN HARGA JUAL TERTINGGI DI PASAR HEWAN BOLU KABUPATEN TORAJA UTARA

BEBERAPA MOTIVASI MASYARAKAT TORAJA MEMOTONG TERNAK KERBAU PADA ACARA ADAT (RAMBU SOLO DAN RAMBU TUKA ) ABSTRACT.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago) yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa

HOTEL RESORT BINTANG III DI KAWASAN PEGUNUNGAN RANTEPAO TANA TORAJA SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia memiliki beribu-ribu pulau di dalamnya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memelihara nilai-nilai budaya yang diperolehnya dari para karuhun mereka.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebudayaan merupakan hal yang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

MAKNA SIMBOL UPACARA MANGONGKAL HOLI (PENGGALIAN TULANG BELULANG) PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

TEKS DESKRIPSI BUDAYA INDONESIA

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.

Pdt. Dr. Retnowati, M. Si Pdt. Totok S. Wiryasaputra, Th.M

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari ribuan suku bangsa, bahasa serta budaya telah tertanam

BAB V KESIMPULAN. secara bertahap dimulai dari swadaya, boyongan, dan dibawa ketika terjadinya

DISFUNGSIONAL PERAN KARANG TARUNA DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL DI KAMPUNG CIREUNDEU

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

ANALISIS KEPEMIMPINAN KEPALA LEMBANG BALEPE KECAMATAN MALIMBONG BALEPE KABUPATEN TANA TORAJA

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya. Ikatan suci ini adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT

Bab 1. PENDAHULUAN. tentang apa itu Tabua Ma T nek Mese yang adalah bagian dari identitas sosial masyarakat

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Secara umum, kebudayaan memiliki tiga wujud, yakni kebudayaan secara ideal

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. seperti halnya suku-suku lain. Di dalam pergaulan-pergaulan hidup maupun

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan identitas dari komunitas suatu daerah yang dibangun dari kesepakatan-kesepakatan sosial dalam kelompok masyarakat tertentu. Budaya menggambarkan kepribadian suatu bangsa termasuk kepribadian suku tertentu, sehingga budaya dapat menjadi ukuran bagi kemajuan peradaban kelompok masyarakat. Konsep budaya menurut Marvin Harris (dalam Asep Rahmat: 2009) kelihatan dalam berbagai pola tingkah laku anggota kelompok masyarakat tertentu, seperti adat atau cara hidup mereka. Kebudayaan merupakan hasil dari ide-ide dan gagasan-gagasan yang akhirnya mengakibatkan terjadinya aktifitas sehingga menghasilkan suatu karya (kebudayaan fisik) manusia yang pada hakikatnya disebut mahkluk sosial. Oleh sebab itu, Kebudayaan juga mencakup aturan, prinsip, dan ketentuan-ketentuan kepercayaan yang terpelihara secara rapi dan diwariskan secara turun-temurun kepada setiap generasi penerus. Menurut Suhamihardja (1977) suku bangsa Toraja terkenal sebagai suku yang masih memegang teguh adat istiadat leluhurnya. Setiap kegiatan mesti dilaksanakan menurut ketentuan adat, karena melanggar adat adalah suatu pantangan sehingga masyarakat dapat memandang rendah terhadap perlakuan yang memandang rendah adat istiadat. Berbagai macam ada di Toraja salah satunya Upacara Rambu Solo. Dalam Upacara kematian, ketentuan adat tidak boleh ditinggalkan. Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut agama Islam dan kepercayaan animisme yang disebut Aluk To Dolo.http://senibudaya-Indonesia.blogspot.com/2012/05/sejarah-suku-toraja-adatistiadat-suku.html. Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya. Ritual pemakaman di Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya diikuti oleh ratusan bahkan ribuan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Diantara suku-suku yang ada di Indonesia, banyak yang masih tetap mempertahankan keaslian adat dan kebudayanya. Hal ini merupayakan daya tarik utama bagi Negara lain terhadap Indonesia sebagai sebuah Negara pariwisata. Kebudayaan Toraja adalah salah satu diantara ribuan kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa

Indonesia yang masih tetap mempertahankan keaslian adat dan budayanya. Budaya Toraja dengan otentisitasnya menjadikan budaya tersebut unik bahkan tidak ditemukan dikawasan lain. Keunikan dan keaslian itu membuat budaya Toraja menjadi dikenal sampai ke luar negeri. Upacara-upacara yang dilakukan oleh masyarakat Toraja diwariskan secara turuntemurun melalui ajaran orang tua pada anaknya. Hal ini dikarenakan masyarakat Toraja sering mengadakan upacara-upacara di lingkungan rumah mereka sehingga anak muda juga turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Upacara-upacara yang dilakukan masyarakat Toraja walaupun dilakukan oleh satu keluarga tapi keluarga-keluarga lain yang tinggal dalam satu wilayah akan turut membantu dalam pengadaan upacara tersebut. Hal ini menjadikan upacara tersebut bukanlah lagi upacara satu keluarga tapi merupakan upacara satu wilayah daerah. Terdapat dua sistem upacara dalam masyarakat Toraja yang mengikuti dasar aluk todolo, yaitu upacara Rambu Tuka atau upacara yang berhubungan dengan acara syukuran dan upacara Rambu Solo atau upacara pemakaman (Frans,2010). Dalam kehidupan adat masyarakat Toraja, kedua upacara ini dianggap penting dan sampai saat ini keberadaannya terus dilestarikan. Melalui wawancara dengan bapak Dr. Frans Bararuallo,Drs,.MM salah satu tokoh masyarakat yang tinggal dijakarta pada tgl. 18 Juli 2015 menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan Upacara Rambu Solo ada suatu tingkatan-tingkatan strata yang seharusnya ditaati oleh suku Toraja namun saat ini tatanan tersebut sudah tidak ditaati lagi. Didalam pelaksanan Upacara Rambu Solo sering terjadi beberapa perbedaan persepsi dari tiap-tiap tingkatan strata yang ada yaitu dalam pemotongan hewan kurban, pembagian hewan kurban (kerbau), diskusi yang lama dalam penentuan berapa hewan yang akan dipotong, saling ribut bertahan akan pendapat masing-masing, saling berkelahi bahkan sampai saling pukul namun tidak sampai putus hubungan keluarga. Persepsi tentang Upacara rambu solo bisa berbeda pada individu yang tinggal di rantau ( diluar tana toraja) hal ini terbukti pada wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada dua orang subjek yang berbeda yang tinggal diwilayah Galaxie dan Kampung Dua. Mereka beranggapan bahwa Upacara rambu Solo adalah upacara yang banyak mengeluarkan biaya dan pemborosan, namun itu tidak bisa dihilangkan dikarenakan sudah Adat Istiadat turun temurun dan sebagai penghormatan kepada orangtua. Perbedaan persepsi terhadap Upacara Rambu Solo dari masing-masing subjek tersebut menimbulkan konfilk.

Tingkatan-tingkatan dalam masyarakat dikenal sebagai social stratification. Pitirim A. Sorokin (Narwoko dan Bagong, 2006) mengemukakan bahwa sistem pelapisan dalam masyarakat mencakup ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup dengan teratur. Mereka memiliki barang atau sesuatu yang berharga dalam jumlah yang banyak di lapisan atas dan sebaliknya mereka yang memiliki jumlah yang relatif sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali mempunyai kedudukan yang rendah. Lebih lanjut Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa stratifikasi sosial adalah cara membedabedakan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Ukuran dan keunikan yang dipakai untuk menggolong-golongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah kekayaan, kekuasaan, kedudukan, kehormatan,turunan, dan ilmu pengetahuan. Keunikan dari tingkatan sosial yang ada di Tana Toraja berbeda dari tingkatan sosial yang ada didaerah lain. Kekhususan dari tingkatan sosial yang ada yaitu: a. Toparenge / To Minaa yang merupakan kasta tertinggi. b. Tana Bassi/ Bangsawan adalah bangsawan keturunan ningrat c. Tana Karurung/To. Kasta ini merupakan rakyat merdeka d. Tana Kua-Kua/Kaunan. Golongan kasta ini merupakan hamba Dahulu Upacara rambu Solo khususnya hanya dilakukan oleh kalangan bangsawan dalam masyarakat Toraja, akan tetapi sekarang sudah (mulai bergeser), siapa yang (mampu) dibolehkan melakukan acara sesuai pemangku adat dan tokoh-tokoh masyarakat. Selain itu Upacara Rambu Solo ditentukan pula oleh (status sosial) keluarga yang meninggal. Semakin banyak kerbau disembelih, semakin tinggi status sosialnya. Hasil wawancara dengan bapak Frans untuk keluarga bangsawan, jumlah kerbau yang disembelih berkisar antara 24-100 ekor, sedangkan warga golongan menengah berkisar 8 ekor kerbau ditambah 50 ekor babi. (George Aditjondro, 2010). Secara harafiah bahwa budaya Rambu Solo di Toraja utara dilakukan berdasarkan tingkatan strata. Yang didalam setiap tingkatan-tingkatan terjadi perbedaan persepsi pada saat Upacara Rambu solo diadakan adanya perbedaan persepsi menyebabkan muncul suatu konflik pada tingkatan-tingkatan tersebut.

Oleh karena itu peneliti ingin melihat fenomena yang terjadi di masyarakat suku Toraja yang merantau tentang persepsi mereka atas Upacara Rambu Solo. Berangkat dari realitas dan penjelasan diatas, maka peneliti tertarik mengkaji lebih jauh tentang perbedaan persepsi dengan mengangkat judul penelitian, Persepsi Masyarakat Toraja Rantau Atas Upacara Rambu Solo 1.2. Fokus Penelitian Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengtahui lebih dalam mengenai persepsi yang terjadi pada Upacara Rambu Solo dengan fokus penelitian sebagai berikut: 1.2.1. Apakah yang disebut Upacara Rambu Solo dlihat dari persepsi Secara umum. 1.2.2. Bagaimana Persepsi masyarakat rantau Toraja terhadap Upacara Rambu Solo 1.3. Singnifikansi Dan Keunikan Penelitian Menurut Misela Rayo dalam jurnalnya yang berjudul Persepsi Masyarakat terhadap Upacara Rambu Solo berdasarkan stratifikasi Sosial (studi kasus kel.ariang kec. Makale Kab. Tana Toraja ) bahwa Persepsi masyarakat terhadap upacara Rambu solo yaitu dalam upacara ini sudah terjadi perubahan nilai, tidak lagi murni dilakukan oleh kalangan Bangsawan, namun dari kalangan menengah dan bawah yang punya banyak uang dapat melakukannya, dalam Upacara kematian ini kebanyakan masyarakat melaksanakannya secara berlebih-lebihan berdasarkan prestise dan untuk menaikkan harga diri sehingga mengakibatkan pemborosan, Upacara Rambu Solo perlu dipertahankan, namun segi-segi negatifnya harus ditinggalkan, karena upacara kematian ini sebagai penghormatan terakhir kepada yang meninggal dan sebagai warisan leluhur. Pada jurnal tersebut yang menjadi fokus penelitiannya ada 12 orang informan dalam penelitian ini adalah Tokoh adat suku toraja, budayawan toraja, Tokoh agama, masyarakat setempat, pemuda, dan mahasiswa. dan metode peneltiannya adalah

pendekatan deskriptif. (sumber: Jurnal Persepsi Masyarakat terhadap Upacara rambu Solo berdasarkan stratifikasi sosial studi kasus kel. Ariang kec. Makale Tana Toraja, 2012 ) berdasarkan jurnal tersebut diatas terdapat kesamaan dengan yang diteliti oleh peneliti, yaitu persepsi yang terjadi saat Upacara Rambu Solo diadakan, keunikan dari Jurnal tersebut adalah semua subjek berada pada tingkatan strata bangsawan. Sedangkan keunikan dari penelitian ini adalah : - Subjek yang diteliti adalah dari strata bangsawan dan Rakyat Merdeka.. - Pergeseran status sosial yang terjadi pada pelaksanaan Upacara Rambu Solo diakibatkan dari merantau ke Papua. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah : 1.4.1. Ingin memahami secara komperehensif tentang Upacara Rambu Solo 1.4.2. Ingin mengetahui persepsi orang Rantau Toraja terhadap Rambu Solo 1.5. Manfaat Penelitian Dari tujuan penelitian tersebut, maka penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut: 1.5.1. Manfaat Teoritis: Sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti lain yang akan berminat mengkaji masalah-masalah yang berhubungan dengan persepsi masyarakat Toraja Rantau atas Upacara Rambu Solo. 1.5.2 Manfaat Praktis: Memberikan informasi kepada pembaca tentang Upacara Rambu Solo BAB 1

PENDAHULUAN 1.6. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan identitas dari komunitas suatu daerah yang dibangun dari kesepakatan-kesepakatan sosial dalam kelompok masyarakat tertentu. Budaya menggambarkan kepribadian suatu bangsa termasuk kepribadian suku tertentu, sehingga budaya dapat menjadi ukuran bagi kemajuan peradaban kelompok masyarakat. Konsep budaya menurut Marvin Harris (dalam Asep Rahmat: 2009) kelihatan dalam berbagai pola tingkah laku anggota kelompok masyarakat tertentu, seperti adat atau cara hidup mereka. Kebudayaan merupakan hasil dari ide-ide dan gagasan-gagasan yang akhirnya mengakibatkan terjadinya aktifitas sehingga menghasilkan suatu karya (kebudayaan fisik) manusia yang pada hakikatnya disebut mahkluk sosial. Oleh sebab itu, Kebudayaan juga mencakup aturan, prinsip, dan ketentuan-ketentuan kepercayaan yang terpelihara secara rapi dan diwariskan secara turun-temurun kepada setiap generasi penerus. Menurut Suhamihardja (1977) suku bangsa Toraja terkenal sebagai suku yang masih memegang teguh adat istiadat leluhurnya. Setiap kegiatan mesti dilaksanakan menurut ketentuan adat, karena melanggar adat adalah suatu pantangan sehingga masyarakat dapat memandang rendah terhadap perlakuan yang memandang rendah adat istiadat. Berbagai macam ada di Toraja salah satunya Upacara Rambu Solo. Dalam Upacara kematian, ketentuan adat tidak boleh ditinggalkan. Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut agama Islam dan kepercayaan animisme yang disebut Aluk To Dolo.http://senibudaya-Indonesia.blogspot.com/2012/05/sejarah-suku-toraja-adatistiadat-suku.html. Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya. Ritual pemakaman di Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya diikuti oleh ratusan bahkan ribuan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Diantara suku-suku yang ada di Indonesia, banyak yang masih tetap mempertahankan keaslian adat dan kebudayanya. Hal ini merupayakan daya tarik utama bagi Negara lain terhadap Indonesia sebagai sebuah Negara pariwisata. Kebudayaan Toraja adalah salah satu diantara ribuan kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang masih tetap mempertahankan keaslian adat dan budayanya. Budaya

Toraja dengan otentisitasnya menjadikan budaya tersebut unik bahkan tidak ditemukan dikawasan lain. Keunikan dan keaslian itu membuat budaya Toraja menjadi dikenal sampai ke luar negeri. Upacara-upacara yang dilakukan oleh masyarakat Toraja diwariskan secara turuntemurun melalui ajaran orang tua pada anaknya. Hal ini dikarenakan masyarakat Toraja sering mengadakan upacara-upacara di lingkungan rumah mereka sehingga anak muda juga turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Upacara-upacara yang dilakukan masyarakat Toraja walaupun dilakukan oleh satu keluarga tapi keluarga-keluarga lain yang tinggal dalam satu wilayah akan turut membantu dalam pengadaan upacara tersebut. Hal ini menjadikan upacara tersebut bukanlah lagi upacara satu keluarga tapi merupakan upacara satu wilayah daerah. Terdapat dua sistem upacara dalam masyarakat Toraja yang mengikuti dasar aluk todolo, yaitu upacara Rambu Tuka atau upacara yang berhubungan dengan acara syukuran dan upacara Rambu Solo atau upacara pemakaman (Frans,2010). Dalam kehidupan adat masyarakat Toraja, kedua upacara ini dianggap penting dan sampai saat ini keberadaannya terus dilestarikan. Melalui wawancara dengan bapak Dr. Frans Bararuallo,Drs,.MM salah satu tokoh masyarakat yang tinggal dijakarta pada tgl. 18 Juli 2015 menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan Upacara Rambu Solo ada suatu tingkatan-tingkatan strata yang seharusnya ditaati oleh suku Toraja namun saat ini tatanan tersebut sudah tidak ditaati lagi. Didalam pelaksanan Upacara Rambu Solo sering terjadi beberapa perbedaan persepsi dari tiap-tiap tingkatan strata yang ada yaitu dalam pemotongan hewan kurban, pembagian hewan kurban (kerbau), diskusi yang lama dalam penentuan berapa hewan yang akan dipotong, saling ribut bertahan akan pendapat masing-masing, saling berkelahi bahkan sampai saling pukul namun tidak sampai putus hubungan keluarga. Persepsi tentang Upacara rambu solo bisa berbeda pada individu yang tinggal di rantau ( diluar tana toraja) hal ini terbukti pada wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada dua orang subjek yang berbeda yang tinggal diwilayah Galaxie dan Kampung Dua. Mereka beranggapan bahwa Upacara rambu Solo adalah upacara yang banyak mengeluarkan biaya dan pemborosan, namun itu tidak bisa dihilangkan dikarenakan sudah Adat Istiadat turun temurun dan sebagai penghormatan kepada orangtua. Perbedaan persepsi terhadap Upacara Rambu Solo dari masing-masing subjek tersebut menimbulkan konfilk.

Tingkatan-tingkatan dalam masyarakat dikenal sebagai social stratification. Pitirim A. Sorokin (Narwoko dan Bagong, 2006) mengemukakan bahwa sistem pelapisan dalam masyarakat mencakup ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup dengan teratur. Mereka memiliki barang atau sesuatu yang berharga dalam jumlah yang banyak di lapisan atas dan sebaliknya mereka yang memiliki jumlah yang relatif sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali mempunyai kedudukan yang rendah. Lebih lanjut Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa stratifikasi sosial adalah cara membedabedakan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Ukuran dan keunikan yang dipakai untuk menggolong-golongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah kekayaan, kekuasaan, kedudukan, kehormatan,turunan, dan ilmu pengetahuan. Keunikan dari tingkatan sosial yang ada di Tana Toraja berbeda dari tingkatan sosial yang ada didaerah lain. Kekhususan dari tingkatan sosial yang ada yaitu: a. Toparenge / To Minaa yang merupakan kasta tertinggi. b. Tana Bassi/ Bangsawan adalah bangsawan keturunan ningrat c. Tana Karurung/To. Kasta ini merupakan rakyat merdeka d. Tana Kua-Kua/Kaunan. Golongan kasta ini merupakan hamba Dahulu Upacara rambu Solo khususnya hanya dilakukan oleh kalangan bangsawan dalam masyarakat Toraja, akan tetapi sekarang sudah (mulai bergeser), siapa yang (mampu) dibolehkan melakukan acara sesuai pemangku adat dan tokoh-tokoh masyarakat. Selain itu Upacara Rambu Solo ditentukan pula oleh (status sosial) keluarga yang meninggal. Semakin banyak kerbau disembelih, semakin tinggi status sosialnya. Hasil wawancara dengan bapak Frans untuk keluarga bangsawan, jumlah kerbau yang disembelih berkisar antara 24-100 ekor, sedangkan warga golongan menengah berkisar 8 ekor kerbau ditambah 50 ekor babi. (George Aditjondro, 2010). Secara harafiah bahwa budaya Rambu Solo di Toraja utara dilakukan berdasarkan tingkatan strata. Yang didalam setiap tingkatan-tingkatan terjadi perbedaan persepsi pada saat Upacara Rambu solo diadakan adanya perbedaan persepsi menyebabkan muncul suatu konflik pada tingkatan-tingkatan tersebut.

Oleh karena itu peneliti ingin melihat fenomena yang terjadi di masyarakat suku Toraja yang merantau tentang persepsi mereka atas Upacara Rambu Solo. Berangkat dari realitas dan penjelasan diatas, maka peneliti tertarik mengkaji lebih jauh tentang perbedaan persepsi dengan mengangkat judul penelitian, Persepsi Masyarakat Toraja Rantau Atas Upacara Rambu Solo 1.7. Fokus Penelitian Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengtahui lebih dalam mengenai persepsi yang terjadi pada Upacara Rambu Solo dengan fokus penelitian sebagai berikut: 1.2.1. Apakah yang disebut Upacara Rambu Solo dlihat dari persepsi Secara umum. 1.2.2. Bagaimana Persepsi masyarakat rantau Toraja terhadap Upacara Rambu Solo 1.8. Singnifikansi Dan Keunikan Penelitian Menurut Misela Rayo dalam jurnalnya yang berjudul Persepsi Masyarakat terhadap Upacara Rambu Solo berdasarkan stratifikasi Sosial (studi kasus kel.ariang kec. Makale Kab. Tana Toraja ) bahwa Persepsi masyarakat terhadap upacara Rambu solo yaitu dalam upacara ini sudah terjadi perubahan nilai, tidak lagi murni dilakukan oleh kalangan Bangsawan, namun dari kalangan menengah dan bawah yang punya banyak uang dapat melakukannya, dalam Upacara kematian ini kebanyakan masyarakat melaksanakannya secara berlebih-lebihan berdasarkan prestise dan untuk menaikkan harga diri sehingga mengakibatkan pemborosan, Upacara Rambu Solo perlu dipertahankan, namun segi-segi negatifnya harus ditinggalkan, karena upacara kematian ini sebagai penghormatan terakhir kepada yang meninggal dan sebagai warisan leluhur. Pada jurnal tersebut yang menjadi fokus penelitiannya ada 12 orang informan dalam penelitian ini adalah Tokoh adat suku toraja, budayawan toraja, Tokoh agama, masyarakat setempat, pemuda, dan mahasiswa. dan metode peneltiannya adalah

pendekatan deskriptif. (sumber: Jurnal Persepsi Masyarakat terhadap Upacara rambu Solo berdasarkan stratifikasi sosial studi kasus kel. Ariang kec. Makale Tana Toraja, 2012 ) berdasarkan jurnal tersebut diatas terdapat kesamaan dengan yang diteliti oleh peneliti, yaitu persepsi yang terjadi saat Upacara Rambu Solo diadakan, keunikan dari Jurnal tersebut adalah semua subjek berada pada tingkatan strata bangsawan. Sedangkan keunikan dari penelitian ini adalah : - Subjek yang diteliti adalah dari strata bangsawan dan Rakyat Merdeka.. - Pergeseran status sosial yang terjadi pada pelaksanaan Upacara Rambu Solo diakibatkan dari merantau ke Papua. 1.9. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah : 1.9.1. Ingin memahami secara komperehensif tentang Upacara Rambu Solo 1.9.2. Ingin mengetahui persepsi orang Rantau Toraja terhadap Rambu Solo 1.10. Manfaat Penelitian Dari tujuan penelitian tersebut, maka penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut: 1.5.1. Manfaat Teoritis: Sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti lain yang akan berminat mengkaji masalah-masalah yang berhubungan dengan persepsi masyarakat Toraja Rantau atas Upacara Rambu Solo. 1.5.2 Manfaat Praktis: Memberikan informasi kepada pembaca tentang Upacara Rambu Solo